Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II (P)

PENETAPAN KADAR FORMALIN PADA TAHU MENGGUNAKAN


METODE ASIDI-ALKALIMETRI

OLEH:

NAMA : FRAMUDITA

NIM : 173145453003

KELAS : 17A

KELOMPOK : I (Satu)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul percobaan : Penetapan kadar formalin pada tahu menggunakan


metode asidi-alkalimetri

Hari/tanggal : Selasa, 07 mei 2019

Waktu : 08.00 WITA – selesai

Tempat : Laboratorium kimia Universitas Megarezky

Nama : Framudita

Nim : 173145453003

Kelompok : VI (enam)

Anggota kelompok : Isma yulisarianti

Angelina rante bua

Asni

Nofrianty cristian elsadhay

Wawan amir

Praktikan Dosen pembimbing

Framudta Sulfiani S.si, M.pd


173145453003 NIDN: 0927048003
A. Judul percobaan
Penetapan kadar formalin pada tahu dengan menggunakan metode asidi-
alkalimetri.

B. Tujuan percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui adanya formalin pada bahan pangan
menggunakan metode uji warna kalium permanganate.
2. Mahasiswa dapat menentukan kadar formalin bahan pangan menggunakan
metode asidi-alkalimetri.

C. Prinsip
1. Pemeriksaan secara kualitatif
Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan metode
uji warna. Larutan KMnO4 digunakan untuk membuktikan adanya
formalin bersifat reduktor sehingga formalin dapat melunturkan warna
KMnO4 dari ungu menjadi pudar. Pudarnya warna pada larutan KMnO4
karena sifat mereduksi dari gugus aldehid pada formalin terhadap KMnO4
membentuk asam metanoat.
2. Pemeriksaan secara kuantitatif
Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan metode
asidi-alkalimetri. Oksidasi formaldehida menjadi asam format oleh H2O2
dalam suasana alkali berlebih. Selanjutnya, asam format akan berekasi
dengan NaOH berlebih menghasilkan natrium format. Kelebihan NaOH
dititrasi dengan HCl hingga terjadi perubahan warna.

D. Landasan teori
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran terhadap kesehatan makanan
yang di konsumsi, keamanan makanan merupakan persyaratan utama yang
harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar dipasaran, antara lain harus
bebas dari bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu yang perlu diperhatikan
dalam memilih pangan yaitu bahan tambahan pangan (Suwartiningsih, 2013).
Makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai bahan
makanan maupun minuman bagi konsumsi manusia (Badan POM, 2013).
Dalam hal ini makanan digunakan sebagai sumber energi dan berbagai zat gizi
untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan juga dapat menjadi unsur
pengganggu kesehatan manusia, berupa unsur yang secara alamiah telah
menjadi bagian dari makanan maupun unsur yang masuk kedalam makanan
dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari makanan sering
disebut sebagai keracunan makanan (Effendi, 2012).
Pada dasarnya makanan tidak tahan lama untuk di simpan, terutama bahan
makanan yang mengandung kadar air yang tinggi. Penyimpanan makanan
yang relatif singkat tentu merugikan produsen atau industry makanan. Hal ini
memicu produsen industry kecil menengah dan industri rumah tangga untuk
menggunakan bahan tambahan seperti pengawet. Bahan tambahan makanan
adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan dalam
jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, citarasa, tekstur,
meningkatkan nilai gizi serta memperpanjang daya simpan. Penggunaan bahan
tambahan dilarang jika bertujuan untuk menutupi mutu yang rendah serta
menyembunyikan cara pengolahan yang tidak baik (Dhimas, 2010).
Tahu merupakan bahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat di
Indonesia. Hampir setiap hari tahu dapat dijumpai dalam menu makanan
keluarga. Tahu merupakan produk makanan yang berasal dari olahan kedelai
yang relatife murah, praktis dan mudah didapat. Selain itu, tahu juga memiliki
nilai gizi yang dibutuhkan tubuh, salah satunya adalah protein. Dari penelitian
Karyasa, diperoleh data bahwa 10 % penduduk Indonesia mengkonsumsi tahu
sebanyak 100 gram per hari. Berarti sekitar 2 juta kilogram tahu dibutuhkan
setiap harinya. Sebagai produk bahan pangan hasil olahan kedelai, tahu
memiliki sifat yang tidak tahan lama dan mudah rusak atau basi. Tahu
memerlukan perendaman sehingga mudah terkontaminasi oleh air perendaman
dan tahu juga mengandung protein dan memiliki kadar air yang tinggi
sehingga sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang
menyebabkan tahu tidak tahan lama dan mudah rusak alasan tersebut
membuat beberapa produsen ada yang menggunakan bahan tambahan (kimia
dan alami) untuk mengawetkan tahu.
Menurut Peraturan BPOM Nomor 36 Tahun 2013, bahan pengawet adalah
bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan pengawet merupakan salah satu
bahan tambahan pangan yang paling sering penggunaannya. Secara ideal,
bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan
kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak
toksik. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba
bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya
penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.
Bahan tambahan yang digunakan sebagai bahan pengawet dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu bahan
pengawet alami yang aman digunakan atau yang dikenal dengan istilah GRAS
(Generally Recognize As Save). Contoh bahan pengawet yang termasuk dalam
kelompok ini adalah garam, gula, cuka, lemon, kayu manis dan cengkeh.
Kelompok kedua yaitu bahan pengawet yang dalam batas tertentu masih aman
untuk digunakan atau yang dikenal dengan istilah ADI (Acceptable Daily
Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI dijelaskan sebagai jumlah
maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram perkilogram berat badan
yang dapat dikosumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek
merugikan terhadap kesehatan (Peraturan BPOM, 2013).
Contoh kelompok ini adalah asam sorbat dan garamnya, asam benzoat dan
garamnya, etilpara hidroksi benzoat, dll. Kelompok ketiga yaitu bahan
pengawet yang samasekali tidak boleh ditambahkan kedalam bahan makanan
walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil seperti formalin, asam borat,
asam salisilat, dll.
Formalin adalah senyawa formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-
rata 37% dan metanol 15% dan sisanya adalah air. Formalin bukan pengawet
makanan tetapi banyak digunakan oleh industri kecil untuk mengawetkan
produk makanan karena harganya yang murah sehingga dapat menekan biaya
produksi, dapat membuat kenyal, utuh, tidak rusak, praktis dan efektif
mengawetkan makanan (Widowati & Sumyati, 2006).
Formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk
produk makanan. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehyd dalam
air dengan kadar 30-40%.Di pasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk
sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 %,
serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram.
Formalin ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri lem, playwood
dan resin, pembersih lantai, kapal, gudang, pembasmi lalat dan serangga
lainnya. Larutan dari formalin sering dipakai membalsem atau mematikan
bakteri serta mengawetkan mayat. Tetapi formalin telah disalahgunakan untuk
mengawetkan makanan. Padahal formalin telah dilarang penggunaannya
sebagai bahan tambahan pangan untuk pengawet, secara resmi pada Oktober
1988. Namun, yang namanya orang yang tidak bertanggung jawab, mereka
tetap saja menggunakannya. Hal ini karena formalin harganya lebih murah
dibandingkan dengan zat pengawet makanan yang tidak dilarang seperti
natrium benzoat, penggunaannya cukup dengan jumlah yang sedikit, mudah
digunakan karena berbentuk larutan (Wijaya, 2011).
Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap, kontak
langsung dengan larutan yang mengandung formalin, atau dengan jalam
memakan atau meminum bahan makanan yang yang mengandung formalin.
Apabila formalin tercampur dalam makanan dengan dosis yang rendah dapat
menyebabkan keracunan. Namun apabila termakan dalam dosis yang tinggi
akan sangat membahayakan karena kandungan formalin yang tinggi didalam
tubuh tinggi akan menyebabkan formalin bereaksi secara kimia dengan hampir
semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga
menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan
kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel dan
jaringan) dan hanya dalam beberapa jam saja akan menyebabkan kejang-
kejang, kencing darah, muntah darah bahkan dapat berujung pada kematian.
Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ
tubuh seperti kerusakan hati dan ginjal (Syamsul, 2013).
Formalin memiliki unsur aldehid yang mudah bereaksi dengan protein,
karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu formalin akan mengikat
unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu sampai ke bagian dalamnya.
Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila
ditekan tahu terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan
diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, sehingga tahu
akan menjadi lebih awet.

E. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, batang pengaduk, bulp,
pipet volume 2 mL, pipet volume 10 mL, pipet volume 25 mL, pipet
volume 50 mL, neraca analitik, pipet tetes, corong biasa, stop watch,
mortal, alu, hot plate, buret, statif, klem, erlenmeyer, dan labu takar 1000
mL.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain
aquades (H2O), larutan kalium permanganat (KMnO4) 1 N, hidrogen
peroksida encer (H2O2), natrium hidroksida (NaOH) 1 N, indikator
phenolphthalein (PP) dan asam klorida (HCl) 0,1 N. Sampel yang
digunakan adalah tahu yang diperjual belikan di pasar tradisional.

F. Prosedur Kerja
1. Prosedur Uji Kualitatif (uji zat warna)
a. Di isi tabung reaksi A dengan aquades sebanyak 2 mL, kemudian
ditambahkan 1 tetes larutan KMnO4 1 N, dihomogenkan dengan
batang pengaduk.
b. Di isi tabung reaksi B dengan aquades 10 mL, kemudian dimasukkan
sampel sebanyak 5 gr, dihomogenkan dengan batang pengaduk,
disaring untuk diambil filtratnya.
c. Di masukkan filtrat ke dalam tabung A, tunggu sampai 30 menit. Jika
warna merah jambu pudar, maka menunjukkan sampel tersebut
mengandung formalin.
2. Prosedur Kuantitatif (Metode Asidi-Alkalimetri)
a. Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 3 gram
b. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL H2O2
encer dan 50 mL NaOH 1 N.
c. Sampel dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih. Ditambahkan 2
tetes indikator PP sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda.
d. Menitrasi sampel dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda.

G. Hasil pengamatan
1. Uji kualitatif

No. Nama sampel Perubahan warna Keterangan

Tahu di pasar tradisional Dari ungu menjadi


1. Positif
jongkok coklat

2. Uji kuantitatif
Berat sampel V HCl
No. Nama sampel Keterangan
(mg) (titran)
Tahu di pasar
3 gr V = 3 mL Positif
1. tradisional jongkok

Perhitungan
Dik : N HCl = 0,04 N
V HCl = 3 mL
Be formalin = 15,015 mg/mgrek
Bobot sampel = 3 gr
𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑛
Dit : kadar formalin = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

3 𝑚𝐿 𝑥 0,04 𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝐿 𝑥 15,015 𝑚𝑔/𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘


= 𝑥 100%
3000 𝑚𝑔

1,8018 𝑚𝑔
= 𝑥 100% = 0,0006%
3000 𝑚𝑔

H. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan Penetapan kadar formalin pada
tahu dengan menggunakan metode asidi-alkalimetri. Tujuan dari praktikum ini
yaitu untuk mengetahui ada tidaknya formalin pada sampel tahu yang di
analisis serta menghitung kadarnya.
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu melakukan uji
kualitatif dengan menggunakan metode uji warna. Sampel tahu di saring dan
di ambil filtratnya kemudian di tambahkan dengan beberapa tetes KMnO4 1 N,
larutan ini digunakan untuk membuktikan adanya formalin pada tahu yang di
uji karena formalin bersifat reduktor sehingga melunturkan warna KMnO4 dari
ungu menjadi pudar. Pudarnya warna karena sifat mereduksi dari gugus
aldehid pada formalin terhadap KMnO4 yang akan membentuk asam
metanoat. Pada praktikum uji kualitatif yang telahkami lakukan didapatkan
hasil positif yang dilihat dari perubahan setelah ditambahkan larutan KMnO4
dari warna ungu pada sampel memudar menjadi warna coklat.
Setelah diketahui pada sampel terdapat formalin maka di lanjutkan ke uji
kuantitatif untuk mengetaui berapa kadar formalin yang terdapat pada sampel
tahu yang di uji. Pada uji ini metode yang digunakan yaitu metode aside-alkali
metri yaitu suatu metode asam basa yang paling sering digunakan dalam
penetapan kadar formalin pada sampel. Pada metode ini digunakan larutan
H2O2 dalam suasana alkali berlebih untuk mengoksidasi formaldehida menjadi
asam format. Kemudian ditambahkan larutan NaOH agar bereaksi dengan
asam format menghasilkan natrium format kemudian sampel di panaskan
untuk mempercepat reaksi antara asam format dengan NaOH, kemudian
sampel di tambahkan indikator PP untuk mempermudah melihat titik akhir
dari titrasi dan selanjutnya ditatrasi dengan HCl atau larutan asam karena
sampel yang akan di uji merupakan garam yaitu natrium format yang
merupakan hasil reaksi dari asam format. Dari hasil titrasi dan penetuan kadar
pada sampel tahu yang di uji di dapatkan hasil yaitu kadar formalin pada
sampel sebanyak 0,0006%. Walaupun kadar ini rendah pada sampel tahu yang
di uji tapi menurut Peraturan BPOM Nomor 36 Tahun 2013 penggunaan dan
penambahan formalin pada makanan walupun dalam jumlah yang sangat kecil
di larang karena formalin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku
industri lem, pembersih lantai, membasmi serangga, mematikan bakteri serta
mengawetkan mayat. Apa bila formalin ini di konsumsi oleh manusia dan
masuk kedalam tubuh makan akan menyebabkan iritasi pada lambung, alergi
bahkan dapat menyebabkan kanker.

I. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
metode uji warna dan metode asidi-alkalimetri dapat disimpulkan bahwa tahu
yang di analisis mengandung formalin dengan kadar 0,0006% dan sangat
berbahaya jika di konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013. Hygiene dan Sanitasi Pengolahan
Pangan. Jakarta: BPOM.

Dhimas Fahri, 2010. Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan. Jurnal Eltek.

Effendi, S, 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung:


Alfabeta.

Syamsul Bihar. 2013. Ancaman Bahaya Formalin terhadap Kesehatan Kita. e-


Jurnal Univ.NegeriYogyakarta.

Widowati W., Sumyati. 2006. Pengaturan tata niaga formalin untuk melindungi
produsen makanan dari ancaman gulung tikar dan melindungi konsumen
dari bahaya formalin. Pemberitaan Ilmiah Percikan.

Wijaya, D, 2011. Waspadai Zat Aditif Pada Makananmu. Jogyakarta: BukuBiru.


LAMPIRAN

A. Uji kualitatif

Anda mungkin juga menyukai