Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Daging

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan

gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam

amino esensial yang lengkap dan seimbang. Dari tingkat kealotan daging

merupakan sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging

dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung

tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau

kerangkanya. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding

protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa

jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi

sebesar 250 kkal/100 g (Astawan, 2008).

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil

pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009).

Daging segar yang bermutu baik sangatlah diperlukan untuk menghasilkan

suatu produk daging olahan yang bermutu baik pula, sehingga disamping

peralatan dan penanganan yang memadai. Kualitas daging segar ditentukan oleh

faktor-faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan

yang berpengaruh terhadap kualitas daging meliputi : genetik, spesies, tipe, jenis

kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral) dan

stres. Faktor setelah pemotongan antara lain : metode pelayuan, metode

5
6

pemasakan, pH karkas, daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk

daging, metode penyimpanan serta jenis dan lokasi otot (Soeparno, 2009).

2.2 Daging Burger

2.2.1 Definisi Daging Burger

Burger merupakan produk daging giling segar. Komposisi utama

burger adalah daging, umumnya mencapai 80%. Daging burger sapi

merupakan produk olahan daging sapi yang digiling dan dihaluskan,

dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata

dengan proses kuring. Syarat mutu hamburger murni adalah lemak sapi

yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 49% serta ditambah dengan bahan

pengikat dan bahan pengisi. Kuring adalah suatu proses pengolahan yang

dapat menghambat pertumbuhan organisme melalui penggunaan garam

nitrit dan berfungsi juga untuk mempertahankan warna daging (Buckle,

1987).

Manfaat melakukan kuring adalah untuk mendapatkan warna yang

stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi

pengerutan daging selama proses pengolahan, serta memperpanjang masa

simpan produk daging (Soeparno, 1994).

2.2.2 Proses Pembuatan Daging Burger

Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging

giling atau daging cacah yang dibumbui lemak, bahan pengikat, bahan

pengisi, dan aneka bumbu. Daging yang digunakan pada pembuatan burger

biasanya berasal dari potongan-potongan atau tetelan daging sapi. Lemak


7

atau minyak ditambahkan pada pembuatan burger untuk memberikan rasa

lezat, serta mempengaruhi keempukan produk (Anonim, 2008).

Bahan pengisi dan bahan pengikat adalah bahan-bahan bukan daging

yang ditambahkan dalam produk dengan tujuan untuk meningkatkan

stabilitas, menurunkan penyusutan sewaktu pemasakan, memperbaiki sifat

irisan, mengikat air, membentuk tekstur, dan memberikan warna yang khas.

Perbedaan bahan pengikat dan bahan pengisi adalah berdasarkan kandungan

protein dan karbohidrat. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang

lebih tinggi dan mampu memperbaiki sifat emulsi, sedangkan bahan pengisi

memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi serta pengaruhnya kecil

terhadap sifat emulsi.

Bahan pengikat dapat berupa bahan nabati maupun hewani.

Berdasarkan sifat elastisitasnya, bahan pengikat dapat dibedakan menjadi

bahan pengikat kimiawi (misalnya garam-garam polifosfat) dan bahan

pengikat natural. Bahan pengikat natural dibedakan menjadi bahan pengikat

hewani (misalnya tepung ikan atau susu skim) dan bahan pengikat nabati

(misalnya tepung kedelai atau isolat protein kedelai). Bahan pengisi

memiliki daya ikat yang besar, tetapi rendah sifat emulsifikasinya. Hal itu

disebabkan oleh tingginya kandungan karbohidrat dan rendahnya

kandungan protein. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah tepung

terigu, tapioka, dan sagu (Anonim, 2008)

Bumbu merupakan substansi tumbuhan aromatik yang dikeringkan.

Bumbu berfungsi sebagai penyedap, memberikan karakteristik warna dan


8

tekstur, serta berperan pula sebagai antioksidan. Bumbu-bumbu yang

digunakan seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, penyedap MSG,

dan gula pasir. Pada tahap terakhir dilakukan proses pembekuan atau

pendinginan dengan suhu -150C selama kurang lebih 8 – 10 jam (Anonim,

2008).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam pembuatan

daging burger sapi adalah: pemanis, nitrit (pengawet), dan pewarna

(Anonim, 2008).

2.3 Pengawet Nitrit

Nitrit merupakan bahan tambahan makanan yang digunakan sebagai

pengawet pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan daging burger. Nitrit

terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada

beberapa makanan olahan, seperti daging sebagai pengawet dan pewarna tetap

(Adam M. dan Y. Motarjemi, 2004).

Sifat fisik dari natrium nitrit (NaNO2) berbentuk butiran berwarna putih

sedangkan kalium nitrit (KNO2) berbentuk butiran berwarna putih dan mudah

larut dalam air (Cahyadi, 2006).

Menurut Soeparno (1994), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan

untuk :

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen

Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang terdapat

mengkontaminasi daging adalah Clostridium botulinum . Nitrit menghambat

produksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat pertumbuhan


9

dan perkembangan spora dan/atau dengan cara membentuk senyawa

penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus pada daging. Pengaruh bakteriostatik

nitrit pada Staphylococcus aureus berhubungan dengan nutrisi sulfur dari

mikroorganisme.

2. Membentuk cita rasa

Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan/awetan

bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang

akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan

keton yang menyebabkan bau dan rasa tengik.

3. Memberi warna merah muda (pink) yang menarik

Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan utuk memberi

warna merah muda (pink) yang menarik. Pigmen dalam otot daging terdiri

dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan

membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang

dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah

menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Reaksi ion-ion nitrit dengan zat

warna mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Menurut

Buckle (1987), mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksida menghasilkan

senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh

panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna

merah muda yang relatif stabil.


10

2.3.1 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan

Penggunaan Natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan

warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan.

Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan

nitrosamin yang bersifat toksik. Nitrosamin merupakan zat karsinogenik

yang dapat menimbulkan kanker pada berbagai macam jaringan tubuh

(Muchtadi, 1989).

Nitrit dan nitrat yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan

methemoglobin simptomatik. Pada anak-anak dan orang dewasa, nitrat

diabsorbsi dan disekresikan sehingga resiko untuk keracunan nitrat jauh

lebih kecil. Menurut Silalahi Darius (2007) bahwa methemoglobin adalah

hemoglobin yang di dalamnya ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ dan

kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah berkurang. Hemoglobin

adalah pigmen darah merah yang berfungsi untuk mengikat oksigen dari

paru-paru untuk dialirkan ke seluruh tubuh kita (Muchtadi, 1989).

Kandungan methemoglobin dalam darah 30-40% dapat menimbulkan

gejala klinis berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia),

karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen. Warna darah

berubah dari merah normal menjadi kecokelatan (gelap). Penderita

methemoglobin akan menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak

nafas, muntah dan shok. Kemudian kematian penderita terjadi apabila

kandungan methemoglobin lebih tinggi dari ± 70 % (Cahyadi, 2006).


11

Orang yang mengkonsumsi produk makanan yang menggunakan

pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di bagian kepala dan muka

memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan

tersebut (Cahyadi, 2008).

2.3.2 Jumlah Asupan Harian Nitrit

Pada umumnya, semua bahan kimia jika digunakan secara berlebihan

bersifat racun. Karena itu sangatlah penting diketahui dan ditetapkan batas

penggunaan hariannya (daily intake) (Syah, 2005).

Acceptable Daily Intake (ADI) disebut juga dengan jumlah asupan

harian. Konsep Acceptable Daily Intake (ADI) didasarkan pada kenyataan

bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah

racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan

untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit (Cahyadi,

2006).

ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefinisikan sebagai

jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh setiap harinya, bahkan sampai

seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi konsumen

atau pemakainya. ADI perlu ditetapkan mengingat ada berbagai jenis bahan

tambahan makanan yang dalam dosis tertentu (tinggi) berbahaya bagi

kesehatan, sedangkan dalam dosis rendah aman untuk dikonsumsi (Yuliarti,

2007). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian

(ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.


12

2.4 Zat Pewarna

Beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna

adalah :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya

klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin

menyebabkan warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk

warna coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula karamel.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara

gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, misalnya

susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna

hitam, atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya

logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel/kentang yang

dipotong.

5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna

sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif makanan

(Winarno, 1991).

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi memperbaiki atau

memberi warna pada makanan atau minuman. Karena setelah melalui proses

pengolahan, biasanya makanan atau minuman mengalami perubahan pada warna

yang memucat atau pudar. Agar warna produk menjadi lebih menarik, sering kali

produsen menambahkan bahan pewarna buatan. Meskipun nilai gizi makanan


13

merupakan faktor yang penting, dalam kenyataannya daya tarik suatu jenis

makanan lebih dipengaruhi oleh penampakan, bau dan rasanya (Syah, 2005).

2.4.1 Macam – Macam Zat Pewarna Pada Daging

Jenis pewarna yang umum digunakan pada daging adalah erythrosine,

amaranth, allura red, dan carmoissine. Penelitian yang dilakukan oleh Fuad

(2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di

kota Semarang menunjukkan bahwa terdapat 8 merek menggunakan

pewarna sintetis yaitu: Amaranth, Carmoisine, Erythrosine, ketiga zat

pewarna tersebut merupakan zat warna sintetis yang diizinkan dan diatur

batas maksimum penggunaanya berdasarkan Permenkes RI

No.1168/Menkes/Per/X/1999. Lima merek sisanya tidak mengandung

pewarna sintetis.

2.4.2 Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat

suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan

warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, walau

demeikian pewarna panagan sintetis dapat pula menimbulkan hal-hal yang

tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap

kesehatan manusia (Cahyadi, 2006).

Menurut Cahyadi (2006), beberapa hal yang mungkin memberi

dampak negatif terjadi bila bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam

jumlah kecil, namun berulang, bahan pewarna sintetis dimakan dalam


14

jangka waktu lama, kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang

berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu

pangan sehari-hari, dan keadaan fisik, penyimpanan bahan pewarna sintetis

oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

Penggunaan pewarna merah seperti amaranth dalam jumlah besar

dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernapasan dan dapat

menyebabkan hiperaktif pada anak-anak. Allura red dapat memicu kanker

limpa. Pemakaian erythrosine akan mengakibatkan reaksi alergi pada

pernapasan, hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik pada otak

dan perilaku. Carmoissine bisa memicu terjadinya kanker hati. Penggunaan

Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian dapat

memicu timbulnya tumor. Rhodamin B bisa menyebabkan kanker,

keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, dan usus (Yuliarti, 2007).

2.5 Spektofotometri Uv-Vis

Pada awalnya, spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang radiasi

sinar tampak yang berinteraksi dengan molekul pada panjang gelombang tertentu

dan menghasilkan suatu spektra, yang merupakan hasil interaksi antara energi

radian dengan panjang gelombang atau frekuensi. Kemudian pengertian ini

dikembangkan tidak hanya untuk radiasi sinar tampak, tapi juga jenis radiasi

elektromagnetik yang lain seperti sinar X, ultraviolet, inframerah, gelombang

mikro, dan radiasi frekuensi radio. Ilmu yang berhubungan dengan pengukuran

spektra tersebut dinamakan spektrofotometer (Skoog dkk,1996). Spektrofotometri

UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari
15

interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari

suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).

Spektrofotometer UV–Vis merupakan metoda analisa yang penggunaannya

cukup luas, baik untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif. Untuk analisa

kualitatif yang diperhatikan antara lain membandingkan panjang gelombang

maksimum, membandingkan serapan (A), daya serap (a), membandingkan

spektrum serapannya

Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah mengukur jumlah cahaya yang

diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika

panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya

tersebut akan diserap (diabsorpsi). Besarnya kemampuan molekul-molekul zat

terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal

dengan istilah absorbansi (A) (Vogel, 1994).

2.5.1 Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap

ketebalan sel (b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan

akan bertambah, menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis

dalam larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi.

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar

akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini

digabungkan dalam Hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan


16

berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis

dengan persamaan :

A = k.c.b

Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap)

yang berlainan, yaitu gram/liter atau mol/liter. Nilai tetapan (k) dalam

hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang

digunakan. Bila c dalam gram per liter, tetapan disebut dengan absorptivitas

(a) dan bila dalam mol/liter, tetapan tersebut adalah absorptivitas molar (ε).

Jadi dalam sistem dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat dinyatakan

dalam rumus berikut :

A = a.b.c (g/liter) atau A = ε. b. c (mol/liter)

Dimana: A = serapan

a = absorptivitas

b = ketebalan sel

c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif

spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di

atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan

sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan

panjang gelombang radiasi.


17

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering

digunakan untuk menggantikan absorptivitas. Harga ini, memberikan

serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat

diperoleh persamaan :

A = 𝐴1/1 .b.c

Dimana : 𝐴1/1 = absorptivitas spesifik

b = ketebalan sel

c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan).

2.6 Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas merupakan kromatografi partisi dimana fase geraknya

adalah air yang disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas. Kertas yang

digunakan adalah kertas Whatman No.1 dan kertas yang lebih tebal Whatman No.

3 biasanya untuk pemisahan campuran dalam jumlah yang lebih besar karena

dapat menampung lebih banyak cuplikan (Sastrohamidjojo, 1991).

Fase gerak yang digunakan biasanya campuran dari suatu komponen

organik yang utama air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa atau

pereaksi-pereaksi kompleks dengan tujuan untuk memperbesar kelarutan dari

beberapa senyawa atau untuk mengurangi kelarutan yang lainnya.

(Sastrohamidjojo, 1991).

Fase gerak terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan bila diperlukan dapat

menggunakan sistem pelarut multi komponen, berupa suatu campuran sederhana

mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Pada pemisahan senyawa

organik selalu menggunakan pelarut campur, tujuannya untuk memperoleh


18

polaritas yang tepat sehingga diperoleh pemisahan senyawa yang baik. Kombinasi

pelarut berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut sehingga dengan

demikian diperoleh sistem penggabung yang cocok (Stahl, 1985).

Jarak pengembang senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan

harga Rf (Stahl, 1985).

Rf = Jarak perambatan bercak dari titik pentotolan


Jarak perambatan pelarut dari titik pentotolan

Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik pentotolan diukur dari pusat

bercak dan harga Rf berada antara 0,00–1,00. Harga Rf sangat berguna untuk

mengidentifikasi suatu senyawa (Eaton, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf antara lain struktur kimia

senyawa yang dipisahkan, sifat penyerap, tebal dan kerataan lapisan penyerap,

pelarut dan derajat kemurniannya, derajat kejenuhan uap pengembang dalam

bejana, teknik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan

(Sastrohamidjojo,1991).

Anda mungkin juga menyukai