Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TEKNOLOGI PANGAN

Nama Kelompok :
1. Rosi Cinditya NPM. 08.2017.1.90219
2. Nur Zubaidah NPM. 08.2017.1.90220
3. Nurul Aini NPM. 08.2017.1.90221

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA


2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-
produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang
telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang
berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita
gunakan atau kita lihat sehari-hari termasuk makanan yang kita makan sehari-hari. Salah
satu yang harus kita perhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam makanan, dalam hal ini
zat aditif makanan. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas makanan, menambahkan kelezatan, dan
mengawetkan makanan. Zat aditif makanan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat.
2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan
bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat
dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat
dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam
bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan
kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu
diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat
dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh
manusia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya sebagai berikut ;
1) Membahas tentang apa itu zat aditif dan pengelompokkannya,
2) Macam-macam bahan kimia yang terkandung dalam zat aditif dan apa
keuntungan serta kerugian bagi kesehatan manusia.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Aditif


Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan
ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan
dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau
produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa
kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan (Belitz, 2009).
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental.

Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan tambahan
makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam
jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor

3
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan
nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.
Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan
dalam skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat
dilihat dari pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235 (1979).
Dalam peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, bahan
tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu:
antioksidan dan antioksidan sinergis, pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih dan
pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental,
pengeras, pewarna alami dan sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.
Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan, termasuk zat
aditif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Bahan
aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi bahan buatan atau alami.
Biasanya, bahan aditif diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka.
Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida,
dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam
sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311 oktil gallat, E 320 butilhidroksil
anisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan
atau hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif alami
adalah merupakan zat tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa disintesis atau dibuat
terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau sintesis adalah zat tambahan makanan
yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik di laboratorium maupun industri, dari
bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir sama dengan bahan alami yang sejenis,
keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat diproduksi dalam jumlah besar, lebih stabil,
takaran penggunaannya lebih sedikit, dan biasanya tahan lebih lama, sedangkan
kelemahan zat adiktif sintesis adalah dapat menimbulkan risiko penyakit kanker atau
bersifat karsiogenetik.

4
2.2 Fungsi Zat Aditif
Beberapa alasan berikut menggambarkan serta mendukung penggunaan zat aditif
makanan menurut Belitz (2009) yaitu untuk meningkatkan:

2.2.1 Nilai gizi Makanan


Aditif seperti vitamin, mineral, asam amino dan asam amino derivatif yang
digunakan untuk meningkatkan nilai gizi makanan. Beberapa menu makanan tertentu
juga memerlukan penggunaan zat-zat aditif seperti pengemulsi, pemanis, dll.

2.2.2 Nilai sensorik Pangan


Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur, yang penting untuk nilai sensorik
makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan. Penurunan tersebut
dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan zat aditif seperti pewarna, pemberi aroma atau
penguat rasa.

2.2.3 Katahanan penyimpanan makanan


Kondisi produksi bahan makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk lebih
meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan. Selain itu, situasi pasokan
pangan dunia membutuhkan penjagaan kwalitas makanan dengan menghindari kerusakan
sebanyak mungkin. Perpanjangan masa simpan melibatkan perlindungan terhadap
pembusukan mikroba, misalnya, dengan menggunakan aditif antimikroba dan dengan
menggunakan bahan aktif yang menekan dan menghambat perubahan kimia dan fisik
yang tidak diinginkan dalam makanan.

2.2.4 Nilai praktis


Kecenderungan umum terhadap makanan yang mudah dan cepat saji (makanan
instan) juga menjadi alasan peningkatan penggunaan zat aditif.

Hal ini secara implisit dipahami bahwa zat aditif makanan dan produk-produk
degradasinya haruslah non toksik dan digunakan dalam batas yang direkomendasikan. Ini

5
berlaku sama untuk keracunan akut dan kronis, terutama potensi efek karsinogenik,
teratogenik (menyebabkan cacat janin) dan mutagenik (Belitz, 2009).
Secara umum diakui pengguanaan zat aditif hanya untuk keperluan nutrisi, nilai
sensorik atau untuk pengolahan. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh organisasi
nasional tertentu disetiap Negara dan untuk Indonesia organisasi yang bergerak di bidang
ini adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan-peraturan ini
berbeda di setiap Negara namun atas dasar pengetahuan toksikologi dan pesyaratan
pangan modern maka diupayakan peyelarasan di setiap Negara.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Aditif


2.3.1 Bahan Pengawet
Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan lama dan
tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan dari proses
pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk itu batasan
penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesesehatan
No. 722/ menkes/per/IX/ 88.
Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu
rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Produk-produk
pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi komersil
seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan
bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk memusnahkan mikroba
pembusuk dan pathogen. Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun
disimpan pada suhu kamar. Namun, beberapa produk pangan dalam kemasan misalnya
sambal dan selai dalam botol, kedua jenis produk ini biasanya tidak segera habis,
sehingga supaya awet terus pada suhu kamar maka untuk mempertahankan keadaan suatu
makanan agar tetap dalam kwalitas yang baik maka penambahan bahan pengawet adalah
salah satu cara yang baik dalam pengupayaannya. Pengawet digunakan agar makanan
lebih tahan lama dan tidak cepat busuk bila disimpan karena bahan pengawet dapat
menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang dapat
merusak dan membusukkan makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan dapat berupa
bahan alami maupun hasil sintesis. Berikut adalah beberapa bahan pengawet alami:

6
Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu pengawet
makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk
makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan
pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang
dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika dicerna oleh manusia
atau hewan.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
2.3.1.1 GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga
aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah contoh-contoh
pengawet alami :
a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir,
dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat
menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air,
maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan mati.
b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan
seperti halnya gula tebu.
c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan
air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet makanan karena
dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dalam makanan. Hal
itu disebabkan karena garam dapur bersifat hidroskopis (menyerap kandungan
air dalam makanan) seperti halnya gula pasir.

Beberapa pengawet alami


d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan
penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.

7
e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet.
Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah
aroma.
g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat dipakai
sebagai bahan pengawet.
h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada
ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan garam.
2.3.1.2 ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-bahan
pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :
a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini
menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam
asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso,
atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai
pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium
benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah,
nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan
menggunakan bahan jenis ini.
c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium
bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan dengan
menggunakan bahan ini.
d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak
atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada
sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.
e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah
asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain

8
menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus
mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan
pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan
kesulitan tidur.
f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium nitrit
berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini
terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan
juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue
kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini.
Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan
daging. Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain
memengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ
tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang
ginjal, dan muntah-muntah.
g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.
Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur,
dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan
tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di
kulit.
Tabel batas kandungan bahan pengawet buatan dalam makanan
Jenis Bahan Pengawet Berat bahan pengawet/ Kg
makanan
Asam asetat Secukupnya (tidak dibatasi)
Asam/Natrium Benzoat 1 g/Kg
Propionat 2-3 g/Kg
Garam nitrit 0,63 g/Kg
Sorbat 3 g/Kg
Sulfit -
Propil galat 100 mg/Kg

9
2.3.1.3 Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya,
zat-zat pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya
tetapi masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa
diantaranya yaitu:
a) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O adalah
senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat,
plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder.
Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering
digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak ditemukan kasus
boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar,
mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.

Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek
samping bagi kesehatan, di antaranya:
1) Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
2) Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
3) Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
4) Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6
gram.
b) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40%
formaldehid (HCOH) dalam 60% air atau campuran air dan metanol (jenis
alkohol bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya. Formalin sering
disalahgunakan untuk mengawetkan mie, tahu basah, bakso, dan ikan

10
asin. Formalin tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan kanker
paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan jantung.

c) Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini
bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan
kulit.
d) KaliumAsetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet
ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi
ginjal.

2.3.1.4 Kasus Penyalahgunaan Bahan Pengawet


Telah dilakukan pengujian kadar natrium benzoat dalam saus tomat di pasar
tradisional kota Blitar, Surabaya oleh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.
Dan ditemukan saus tomat tersebut mengandung natrium benzoate dengan kadar rata-rata
sebesar 2,44g/Kg. Kadar ini tidak sesuai dengan batas yang ditentukan SNI untuk
penggunaan natrium benzoate yang mana adalah 1g/ Kg.
Selain itu formalin yang merupakan pengawet mayat sering didapati dalam bahan
pangan seperti daging, ikan, tahu, tempe dan beberapa jenis makanan lainnya.

2.3.1.5 Tujuan Pengawetan


Pengawetan pangan disamping untuk penyimpanan juga memiliki 2 (dua) maksud
yaitu:
1. Menghambat pembusukkan
2. Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin

11
Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai
antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain penyebab
pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk itu perlu
dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain tujuan di atas, juga untuk
memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan. Beberapa
pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang
disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.

2.3.2 Zat Pewarna


Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan ke
dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi
penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat menjadikan
makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan
dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang
umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk,
butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang
dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau
produk yang mengandung lemak dan minyak.

2.3.2.1 Pewarna alami


Merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari tumbuh-
tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai berikut ;
a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau
menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.
b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat
pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.
c) Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk
memberi warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi
kuning. Selain itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.

12
d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna
kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang
daging atau sambal goreng.
e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada
makanan. Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-karoten
yang memberikan warna oranye pada bahan makanan.
f) Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses
karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170°C.
g) Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada
makanan, misalnya pada bubur dan dodol.
h) Buah-buahan, selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi
bahan pewarna alami, misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi
warna merah, dan tomat warna oranye.

2.3.2.2 Pewarna Buatan/Sintetik


Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan
pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna
buatan yang disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya beta-
karoten (warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan apokaroten
(warna oranye). Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa khusus untuk
menggantikan pewarna alami.

Makanan dengan pewarna buatan

13
Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor indeks.

No Warna Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Nama

Carmoisine 14720
1. Merah Amaranth 16185
Erytrhrosin 45430

2. Orange Sunset Yellow FCF 15985


Tartrazine 19140
3. Kuning
Quineline Yellow 47005
4. Hijau Fast Green FCF 42053
Briliant Blue FCF
42090
5. Biru Indigocarmine
73015
(indigotine)
6. Ungu Violet GB 42640

a) Fast Green FCF warna hijau digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk
penggunaan zat pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah
sebanyak 300 mg.
b) Sunset yellow FCF warna kuning digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya minuman ringan, permen, selai dan agar-agar. Sunset Yellow adalah
zat pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini
merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung
kelompok kromofor NN dan CC. Sunset Yellow dapat digunakan sebagai
pewarna makanan, kosmetik dan medikasi. Penggunaannya dalam bahan
makanan maksimum adalah sebanyak 300 mg/Kg bahan makanan.

14
Nama kimia senyawa ini adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-sulfonatofenilazo)
naftalen-6-sulfonat dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2. Senyawa ini
memiliki berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam air dan
memiliki titik leleh >3000C. Pewarna ini memiliki panjang
gelombang maksimum pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini
adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss
roll, selai aprikot, citrus marmalade, kurd lemon, pemanis,keju,
minuman soda, dan lainnya.

c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam bahan
makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan.
d) Coklat HT warna coklat digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
minuman ringan, agar-agar dan selai.

15
e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar maksimum dalam
bahan makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan
f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya jeli,
selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-
anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa
sintetis warna cherry-pink.Biasanya digunakan sebagai pewarna makanan.
Serapan maksimumnya terjadi pada panjang gelombang 530 nm dalam larutan
dengan akuades.

Eritrosin bernama kimia 9-(o-karboksifenil)-6-hidroksi-2,4,5,7-tetraiodo-3-


isoxanthone monohidrat garam dinatrium. Zat pewarna ini larutdalam air dan
ethanol. Ketika dilarutkan di air, terdapat kurang dari 0,2% bahan yang tidak
larut. Zat pewarna ini mengandung seng (Zn) tidak lebih dari 50mg/kg dan
mengandung timbal (Pb) kurang dari 2mg/kg. Melalui pengeringan pada suhu
135o C, terjadi kehilangan bahan kurang dari 13% bersama dengan klorida dan
sulfat yang dihitung sebagai garam natrium. Eritrosin juga mengandung
iodium anorganik sebesar tidak lebih dari 0,1% yang dihitung sebagai natrium
iodide. Penggunaan erythrosine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi
alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek
kurang baik pada otak dan perilaku. Batas kadar maksimum dalam bahan
makanan adalah 300 mg/Kg bahan makanan.

16
g) Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan
dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat pewarna ini
telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang
alergi terhadap aspirin. Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan
pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan makanan
maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant
Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna hijau.
Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant,
pudding, serta permen. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah
100 mg/Kg bahan makanan. Meskipun bahan pewarna tersebut diizinkan, kita
harus selalu berhati-hati dalam memilih makanan yang menggunakan bahan
pewarna buatan karena penggunaan yang berlebihan tidak baik bagi
kesehatan. Penggunaan tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi
alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.

Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna


Nama Pewarna Batas Kadar /Kg makanan
Fast Green FCF 300 mg/Kg

17
Sunset Yellow FCF 300 mg/ Kg
Briliat Blue FCF 100 mg/Kg
Cokelat HT 70 mg/L
Ponceau 4R 200 mg/Kg
Eritrosin 300 mg/Kg
Tartazin 100 mg/Kg

2.3.2.3 Zat Pewarna yang tidak baik


Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi
penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil
untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat
biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat
racun.
Zat pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan adalah:
a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang
tidak bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran
pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan
dan bahaya kanker hati.
b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan,
iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan
saluran kemih.
c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah
yang biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara
berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti
kanker dan bahkan kematian.

2.3.2.4 Kasus Penyalahgunaan Zat Pewarna


Pada tahun 2006, dilakukan penelitian oleh mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang. Adapun penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa kadar

18
pewarna dan pemanis sintetis pada jajanan tradisional yang dijual di pasar besar Kota
Malang. Berdasarkan hasil penelitian pewarna sintetis yang ditemukan adalah Tartrazine,
Sunset Yellow, Pounceau 4R dan Green S. Dari keempat jenis pewarna tersebut kadar
terendah terdapat pada kue Klepon (Green S) sebesar 62,640. Untuk Tartrazine dan
Pounceau kadarnya melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
sedangkan Sunset Yellow dan Green S masih dibawah ambang batas. Batas maksimum
penggunaan pewarna Tartrazine dan Pounceau 4R sebesar 200 mg/kg sedangkan untuk
Sunset Yellow dan Green S sebesar 300 mg/kg. Untuk pemanis sintetis yang ditemukan
adalah jenis pemans sakarin dengan kadar tertinggi sebesar 49,459 terdapat pada kue
Klepon sedangkan terendah sebesar 31,897 terdapat pada kue Bikang. Kadar SNI yang
ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg. Jadi kadar pemanis yang digunakan pada
jajanan tradisional ini masih dibawah ambang batas dan layak untuk dikonsumsi.

2.3.2.5 Perbedaan pewarna alami dan buatan


Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih
menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih
aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek
samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan
Pewarna alami Pewarna buatan
Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif
tertentu.
Warna yang dihasilkan kurang stabil, Dapat mengembalikan warna asli,
mudah berubah oleh pengaruh tingkat kestabilan warna lebih tinggi, tahan
keasaman tertentu. lama, dan dapat melindungi vitamin
atau zat-zat makanan lain yang peka
terhadap cahaya selama penyimpanan.
Untuk mendapatkan warna yang bagus Praktis dan ekonomis.
diperlukan bahan pewarna dalam

19
jumlah banyak.
Keanekaragaman warnanya terbatas. Warna yang dihasilkan lebih beraneka
ragam.
Tingkat keseragaman warna kurang Keseragaman warna lebih baik.
baik.
Kadang-kadang memberi rasa dan Biasanya tidak menghasilkan rasa dan
aroma yang agak mengganggu. aroma yang mengganggu.

2.3.3 Zat Pemanis


Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang memberikan rasa manis dan
tidak memiliki nilai gizi atau dapat diabaikan ("pemanis non-nutritif") dalam kaitannya
dengan tingkat kemanisan (Belitz, 2009). Penambahan pemanis dalam bahan makanan
dimaksudkan untuk memberi atau menambah rasa manis pada makanan tersebut.
Pemanis dikategorikan menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan.

2.3.3.1 Pemanis Alami


Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani. Selain
itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita
mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan. Adapun
beberapa pemanis alami antara lain:
a) Gula pasir (tebu) mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah
satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu
merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa
manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan.
b) Gula merah (gula aren) merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah
merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir.
Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya
pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.
c) Gula jawa, dihasilkan dari buah kelapa. Gula kelapa sering digunakan sebagai
pemanis minuman (seperti dawet, es kelapa muda, sirup, dan lain-lain). Gula
kelapa juga sering dipakai sebagai pemanis pada saat memasak sayur.

20
d) Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain
sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.
e) Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis.
Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.
Berdasarkan kandungan nutrisinya, zat pemanis alami yang biasa digunakan,
dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a) Pemanis nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis
nutritif berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan
fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat
(sirop glukosa, dekstrosa, sorbitol). Pemanis ini dapat mengakibatkan
obesitas, karena kandungan kalorinya yang tinggi.
b) Pemanis nonnutritive adalah pemanis alami yang tidak menghasilkan kalori.
Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida), dan dari kelompok
protein (miralin, monellin, thaumatin).

2.3.3.2 Pemanis Buatan


Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan
bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis
buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis alami,
pemanis buatan juga mudah larut dalam air. Penggunaan bahan pemanis atau batasan
pemakaian bahan pemanis dalam makanan harus mengacu pada WHO yang dikenal
dengan ADI (aceeptable daily intake) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 /
Menkes / per / IX / 1988 tentang batasan maksimum penggunaan bahan kimia dalam
makanan. Zat pemanis sintetik diantaranya sakarin, natrium siklamat, magnesium
siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin. Pemanis sintetik tidak dapat dicerna
oleh tubuh, sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energy. Pemanis buatan mempunyai
tingkat rasa manis lebih tinggi daripada pemanis alami dan akan memberikan rasa pahit
pada makanan jika dipergunakan secara berlebihan. Beberapa pemanis buatan yang
beredar di pasaran di antaranya adalah sebagai berikut ;
a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester, merupakan
pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam

21
merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam
200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis atau
bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok
digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.
b) Sakarin, merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan
sakarin kurang lebih 300 kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun,
jika penambahan sakarin terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan
getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi
biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat populer digunakan dalam
industri makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun
penggunaan sakarin tidak boleh melampaui batas maksimal yang ditetapkan,
karena bersifat karsogenik (dapat memicu timbulnya kanker). Dalam setiap
kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan adalah 50–300
mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan
dibatasi tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat
badan per hari.
c) Siklamat, terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat
kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula
pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai mengandung siklamat
antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan berbagai minuman
fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena
diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan
siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan makanan.
d) Sorbitol, merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis,
selai dan roti, serta makanan lain.
e) Asesulfam K, merupakan senyawa 6-metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,3-
dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat
kemanisan dari asesulfam K adalah 200 kali lebih manis daripada gula pasir.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K merupakan pemanis
yang tidak berbahaya.

22
Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan
Nama Pemanis Batas Kadar /Kg
Sakarin 300 mg/Kg
Sorbitol 300 g/Kg
Aspartam -
Siklamat 3 g/Kg
Asesulfam K -

2.3.3.3 Perbedaan Pemanis alami dan pemanis buatan/sintetik


Orang memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsinya tentu dengan
alasan masing-masing. Pemanis alami tentu lebih aman, tetapi harganya lebih mahal.
Pemanis buatan lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat karena bisa
menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya. Pada kadar yang rendah atau tertentu,
pemanis buatan masih diijinkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan,
tetapi pada kadar yang tinggi bahan ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan pemanis alami dan buatan.

Pemanis alami Pemanis buatan


Pada suhu tinggi bisa terurai. Cukup stabil bila dipanaskan.
Memiliki kalori tinggi. Memiliki kalori rendah.
Berasa manis normal. Berasa manis sampai puluhan bahkan

23
ratusan kali rasa manis gula.
Harganya cenderung lebih tinggi. Harganya sangat terjangkau.
Lebih aman dikonsumsi. Sebagian dapat berpotensi karsinogen
(penyebab kanker).

2.3.4 Penyedap Rasa


Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna untuk
melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan
rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan penyedap ini terdapat dalam
bentuk alami dan buatan.

2.3.4.1 Penyedap Alami


Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan.
Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan,
beberapa di antaranya :
a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan.
b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.
c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan
udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi rasa sedap
yang khas.
d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.
e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.
f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.
g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.
h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberi
aroma harum khas kayu manis.
i) Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk
j) Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan lainnya.

24
2.3.4.2 Penyedap Buatan
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau bumbu
masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan menimbulkan selera makan.
Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin atau MSG (monosodium glutamat) yang
dikenal dengan merk dagang seperti Ajinomoto, Miwon, Royco, Sasa, Maggie, dan lain-
lain.

(MSG)
Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah vetsin
atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin. MSG
merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein
nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan mengandung sekitar
20% asam glutamat. MSG tidak berbau dan rasanya merupakan campuran rasa manis dan
asin yang gurih.
Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala
yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Tanda-tandanya antara lain
berupa munculnya berbagai keluhan seperti pusing kepala, sesak napas, wajah
berkeringat, kesemutan pada bagian leher, rahang, dan punggung.
Penyedap sintetis selain MSG antara lain adalah nukleotida seperti guanosin
monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP). Keduanya memberi rasa gurih pada
makanan.
2.3.5 Pengemulsi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan makanan yang
dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogeny pada
makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling
melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam

25
cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi,
sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau
medium dispersi.

Berikut ini adalah macam-macam emulsi yang umum digunakan dalam bahan
pangan :

2.3.5.1 Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete substances. Pertama
kali dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi asam lemak
dan glycerol. Mono dan diglycerides merupakan zat pengemulsi yang umum
digunakan. Komponen-komponen ini dapat diperoleh dengan memanaskan
triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis yang bersifat basa. Reaksi ini akan
menghasilkan campuran yang terdiri dari ± 45 persen mono gliserida dan ± 45
persen digliserida, serta ± 10 persen trigliserida bersama-sama dengan sejumlah
kecil gliserol dan asam-asam lemak bebas. Mono dan digliserida yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan cara destilasi molekuler. Yang tergolong mono dan
diglycerides antara lain:
a) Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.
b) Ethoxylated mono dan diglycerides (EMG), juga disebut
dengan polyoxyethylene (20) mono dan diglycerides.
c) Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM).
d) Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactyl palmitate.
e) Succinylated monoglycerides
2.3.5.2 Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari asam starat dan asam laktat,
selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium.
Bahanpengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery.

26
2.3.5.3 Propylene Glycol Ester, merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan asam-
asam lemak. Umumnya digunakan dalam pembuatan kue, roti dan whipped
topping.
2.3.5.4 Sorbitan Esters, asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan
asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat
diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat,
satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan. Bahan
tersebut umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake
icing, coffee whiteners, serta pelapis pelindung buah dan sayuran segar.
2.3.5.5 Polysorbates, ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat. Ester ini
dibuat dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan etilen oksida. Tiga jenis
polisorbat yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah polisorbat 60,
Polisorbat 65, polisorbat 80.
2.3.5.6 Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan gliserol yang
sudah mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10
molekul. Ester-ester poliglycerol digunakan dalam pangan yang diaerasi
mengandung lemak, beverage, icing, dan margarine.
2.3.5.7 Ester-ester Sukrosa, adalah mono, di dan triester sukrosa dan asam-asam lemak.
Ester ini dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi. Penggunaannya dalam
pangan umumnya pada pembuatan roti, produk tiruan olahan susu, dan whipped
milk product.
2.3.5.8 Lecitin, adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang terdiri dari
fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositoll, dan komponen-
komponen lainnya. Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan
maupun tanaman. Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele dan kuning
telur. Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti, kue dan lain-
lain.

2.3.6 Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan,
memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga

27
membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan
Emulsifier.Pengental makanan juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat aditif.
Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan untuk
menciptakan citarasa atau mutu yang lebih baik.
Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman
menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan pangan
cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini
seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.
Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang
mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim. Berikut
adalah macam-macam bahan pengental makanan dan penjelasannya.
Macam-macam Pengental Makanan :
a) Telur, mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal
sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang
membuat Emulsifier bekerja dengan baik.
b) Gelatin, adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein
yang di ekstrasi dari jaringan kolagen kulit, atau ligament hewan. Secara garis
besar Gelatin juga salah satu pemberdayaan pengolahan limbah, karena
Gelatin diperoleh dari tulang hewan yang tidak terpakai di rumah pemotongan
hewan.
c) Kuning dan Putih Telur, utih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi
yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam
bentuk kompleks sebagai lesitin protein.
d) Lesitin (Fosfatidil Kolina), adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen
utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang
diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.
Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.
Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.

28
e) Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang
diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu
emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik
yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat
dipertukarkan.
f) Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara
jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin,
mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak
yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang
disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi
bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.
g) Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu
disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu
bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier
dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.

2.3.7 Zat Aditif Lainnya


2.3.7.1 Vitamin dan mineral, yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung
dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang
atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan
pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam
populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang
ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara
internasional atau sesuai ketentuan masing-masing negara.

2.3.7.2 Antioksidan, adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.
Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila
terkena udara. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu

29
dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam (BHA, BHT, TBHQ,
dan propil).

2.3.7.3 Bahan pengembang, yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan
baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses
pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi
keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

2.3.7.4 Zat pemantap adalah salah satu jenis zat aditif yang di tambahkan sehingga
mengikat ion logam sehingga memantapkan warna, aroma dan serat
makanan. Pada proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat
melunakkan sayuran sehingga menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini
karena komponen penyusun dinding sayuran tersebut yang disebut pektin. Agar
tetap menjadi ’tegar’, maka ditambahkan zat pemnatap yang umumnya dibuat dari
garam seperti CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Ca-laktat, dan Ca-monofosfat , namun
rasanya pahit dan sulit larut.

30
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang
ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk
memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan
baik pada saat pemrosesan, pengemasan ataupun penyimpanannya. Zat aditif berupa zat
alami dan buatan atau sintetik.
Tujuan penggunaan zat aditif pada makanan yaitu untuk meningkatkan nilai gizi
makanan, nilai sensorik, ketahanan bahan pangan, dan nilai praktis. Namun pemakaian
zat aditif buatan yang berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan apabila
dikonsumsi misalnya pemicu kanker dan lain-lain. Untuk itu, sebaiknya penggunaan zat
aditif dikurangi.
Dengan keanekaragaman zat aditif baik alami maupun buatan, produsen demi
mendapatkan keuntungan maka mereka menggunakan zat-zat aditif yang tidak baik untuk
kesehatan karena alasan murah. Hal tersebut merugikan konsumen sehingga untuk alasan
ini maka pengguanaan zat aditif buatan harus diatur oleh suatu badan yang bertanggung
jawab. Di Indonesia penggunaan zat aditif diatur oleh Badan Pemeriksaan Obat dan
Makanan (BPOM) dan tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan demi kepentingan
kesehatan konsumen.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami kelompok penulis tahu bahwa makalah ini
masih belum sempurna. Untuk itu kritik maupun saran yang bermafaat sangat kami
harapkan demi kepentingan kemajuan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

A.Z, Ridwan. 2012. Bahaya Bahan Pewarna Dan Pengawet Dalam Makanan.
http://bahaya-bahan-pewarna-dan-pengawet-pada-
makanan_RidwanAZ.com.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.
Angio, M. 2011. Bahan Kimia Dalam Makanan. Universitas Gorontalo: Gorontalo.
Ani, Suci. 2013. Zat Aditif Makanan. http://disini-ada-suci-D-ZatAditifMakanan.html.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.
Anonim. 2010. Mari Mengenal 6 jenis Zat Aditif Yang Sering Terdapat Pada Makanan.
http://balitapedia.com/mari-mengenal-6-jenis-zat-aditif-yang-sering-terdapat-
pada-makanan/810. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
Anonim. 2011. Definisi Zat Aditif Buatan/Sintetik.
http://superider.blogspot.com/2011/06/definis-zat-aditif-buatan-sintetik.html.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
Anonim. 2014. Macam-Macam Zat Aditif Makanan.
http://www.artikelsiana.com/2014/10/macam-macam-zat-adiktif-makan-
kegunaan-contoh.html. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015.
Belitz, H, D dkk. 2009. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany
BSN. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.
Judarwanto, Widodo. 2014. Kenali Bahan Aditif Makanan Aman Dan Berbahaya Dalam
Kuliner Kita. http://.kenali-bahan-aditif-aman-dan-berbahaya-dalam-kuliner-
kita_klinikgizionline.html. Diakses Pada tanggal 7 Mei 2015.
Nasution, Septian. 2013. Zat Aditif Pada Makanan.
http://septinas.blogspot.com/2013/04/zat-aditif-pada-makanan.html. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2015.
Ningsih, Apriyati. 2006. Analisis Kadar Pemanis Dan Pewarna Sintesis Pada Jajanan
Tradisional Yang Dijual Di Pasar Besar Kota Malang. http://student-
research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4774. Diakses pada
tanggal 28 Mei 2015.

32

Anda mungkin juga menyukai