Anda di halaman 1dari 12

Page 1

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Halitosis
2.1.1 Defenisi
Halitosis yang berasal dari bahasa Latin, halitus (nafas) dan osis (keadaan)
adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bau nafas tidak sedap
yang berasal dari dalam rongga mulut maupun luar rongga mulut serta dapat
melibatkan kesehatan dan kehidupan sosial seseorang. Halitosis juga dikenal dengan
beberapa nama lain, seperti mouth odor, bad breath, oral malodour, fetor ex ore atau
fetor oris.
9,10
Halitosis merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu dan
tercatat dalam literatur sejak ribuan tahun lalu. Nabi Muhammad SAW pernah
berkata bahwa Beliau akan mengeluarkan orang dari mesjid bila mencium bau
bawang dari mulut orang tersebut.
11
2.1.2 Etipatogenesis Halitosis
Teori yang paling sering berkaitan dengan halitosis adalah volatile sulfur
compounds (VSCs).
10
VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri
anaerob di dalam mulut berupa senyawa berbau tidak sedap dan mudah menguap
sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang di sekitarnya.
13,14
Terdapat tiga asam amino utama yang membentuk VSCs, yaitu: cysteine
yang menghasilkan hidrogen sulfida (H2S), methionine yang menghasilkan metil
mercaptan (CH3SH) dan cystine yang menghasilkan dimethil sulfida (CH3SCH3).
13
VSCs terutama dihasilkan dari pembusukan bakteri yang ada dalam saliva, celah
gingiva, permukaan lidah dan pada bagian lainnya.
15
Substrat yang mengandung
sulfur asam amino seperti cysteine, cystine dan methionine yang ditemukan bebas
dalam saliva, cairan sulkus gingiva atau hasil protelisis dari substrat protein (Gambar
1).
9,10
Universitas Sumatera Utara

Page 2
7
Gambar 1. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs).
10
Halitosis dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal pada permukaan
lidah dan dalam kerongkongan. Bakteri tersebut secara normal ada di permukaan
lidah dan dalam kerongkongan karena bakteri tersebut membantu proses pencernaan
manusia dengan cara memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada
permukaan oral dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai
sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu menggunakan
Protein dalam diet
Protein dalam saliva
Protein cairan gingiva
Peptida
Bakteri protease
Host protease
Asam amino lainnya
Sulfur yang
mengandung asam
amino
Katabolisme
Bakteri Anaerob Gram (-)
Volatile Sulphur
Compounds
Halitosis
Universitas Sumatera Utara

Page 3
8
protein, peptida atau asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri
gram positif bersifat sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau
proteolitik. Pada halitosis bakteri yang berperan adalah bakteri anaerob gram negatif
dan juga termasuk bakteri porphyromonas gingivalis, provotella intermedia,
fusobacterium nucleatum, bacteroides (tannerella) forsythensis dan treponema
denticola. Bakteri gram negatif merupakan penghuni utama plak supragingival
termasuk plak yang menutupi lidah dan permukaan mukosa lainnya yang dapat
memproduksi bahan kimia seperti VSCs yang menyebabkan timbulnya halitosis.
13,16
2.1.3 Klasifikasi
2.1.3.1 Genuine Halitosis
Genuine halitosis adalah halitosis sejati atau halitosis yang sebenarnya.
10
Halitosis tipe ini dapat dibedakan lagi atas halitosis fisiologis dan patologis.
A. Fisiologis
Halitosis fisiologis atau yang juga disebut halitosis transien adalah halitosis
yang disebabkan oleh faktor fisiologis yang bersifat sementara, seperti morning
halitosis.
9
Halitosis ini terjadi pada saat bangun tidur di pagi hari dan bersifat
sementara.
17
Hal ini dikarenakan kurangnya aliran saliva pada saat tidur dan membuat
pembusukan sel epitel dan debris lainnya tertahan, yang menyebabkan timbulnya
halitosis.
18
Halitosis ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan melakukan
pembersihan mulut, makan dan berkumur dengan air bersih.
17
Halitosis fisologis juga dapat timbul setelah seseorang mengonsumsi makanan
yang mengeluarkan bau khas seperti bawang, rempah-rempah dan durian. Halitosis
akan dipengaruhi oleh makanan tersebut dan dapat berlangsung selama beberapa jam.
Selain itu, tembakau dan alkohol juga dapat menimbulkan bau mulut yang berbeda
dan dapat bertahan selama beberapa jam. Halitosis yang timbul disebabkan karena
penurunan laju alir saliva pad saat merokok.
19
Universitas Sumatera Utara

Page 4
9
B. Patologis
Halitosis patologis merupakan halitosis permanen yang tidak dapat
dihilangkan dengan metode pembersihan mulut biasa. Pada halitosis patologis harus
dilakukan perawatan dan perawatannya bergantung pada faktor penyebab halitosis
tersebut.
10
Halitosis patologis dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan faktor
penyebabnya, yaitu :
1. Intra Oral
Penyebab halitosis yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan
penyakit periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak adekuat menyebabkan
masih banyaknya sisa makanan yang tertinggal pada gigi.
10
Halitosis dapat
disebabkan karena adanya lesi karies yang dalam dengan impaksi dan pembusukan
makanan. Dapat juga disebabkan karena impaksi makanan pada interdental yang
lebar dan akumulasi debris pada gigi berjejal.
17
Penyakit periodontal seperti Gingivitis Ulseratif Nekrosis (GUN),
periodontitis, perikoronitis dan ulser juga berkaitan dengan terjadinya halitosis.
9
Literatur menunjukkan bahwa ada hubungan antara halitosis dengan gingivitis atau
penyakit periodontal. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs) dalam saliva
dijumpai meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan sebaliknya menurun
apabila gingiva sehat.
10
Selain karies dan penyakit periodontal, tongue coating juga menjadi salah satu
penyebab halitosis. Coated tongue merupakan akumulasi dari deskuamasi dan
pengelupasan sel-sel epitel yang bercampur dengan sel-sel darah, sisa makanan dan
bakteri. Menurut sebuah studi mengenai distribusi topografi jenis bakteri pada
permukaan lidah, paling banyak ditemukan pada daerah posterior dorsal lidah sampai
ke papila sirkumvalata. Beberapa penelitian juga telah mengidentifikasi permukaan
posterior dorsal lidah sebagai kontributor utama untuk bau mulut pada orang sehat.
1
Gigitiruan juga termasuk faktor penyebab halitosis, terutama jika di pakai
sepanjang malam. Biasanya bau memiliki karakter yang khas dan dapat benar-benar
teridentifikasi, terutama jika gigitiruan ditempatkan didalam tempat penyimpanannya
dan akan mengeluarkan bau beberapa menit kemudian.
20
Universitas Sumatera Utara

Page 5
10
2. Ekstra Oral
Penyakit saluran pernafasan seperti abses paru-paru, pneumonia nekrosis dan
karsinoma saluran pernapasan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
mengarah keproduksi VSCs. Penyakit pernafasan yang terkait lainnya seperti
tonsillitis, sinusitis atau polip hidung dapat juga menyebabkan timbulnya halitosis.
17
Faktor penyebab halitosis yang berasal dari ekstra oral dapat juga disebabkan
manifestasi dari penyakit sistemik seperti hiatus hernia, sirosis hati dan diabetes
mellitus.
1
Halitosis kadang menjadi gejala pertama dari penyakit saluran pernafasan
seperti abses paru-paru yang juga disertai dengan demam, batuk dan nyeri pleuritik.
Beberapa organisme, yang kebanyakan anaerob yang menimbulkan abses tersebut.
Penyakit saluran pernafasan lainnya seperti karsinoma yang biasanya terjadi pada
salah satu bronkus besar mengakibatkan kerusakan jaringan dan infeksi sekunder
yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang menghasilkan bau mulut. Penyakit
pernafasan lainnya yang juga terkait dengan halitosis seperti sinusitis yang dapat
menghasilkan debit purulen yang menghasilkan bau busuk. Jika sinusitis adalah
sekunder yang disebabkan oleh abses pada salah satu gigi pada rahang atas, maka
debit akan hadir pada awal penyakit.
18
Manifestasi dari penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat
menimbulkan bau tertentu seperti bau keton dalam nafas.
6
Penyakit sistemik lainnya
seperti gagal hati menghasilkan bau amina dan azotemia yang menghasilkan bau
seperti bau amoniak.
18
Gangguan lainnya yang menyebabkan bau mulut adalah trimethylaminuria
atau sindrom bau ikan yaitu gangguan langka yang ditandai dengan bau yang berasal
dari mulut dan tubuh yang disebabkan oleh kelebihan trimetilamina yang
menghasilkan bau amonia tajam seperti ikan busuk.
6,19
2.1.3.2 Pseudo Halitosis
Pasien yang mengeluhkan menderita halitosis, tetapi sebenarnya tidak
mengalaminya maka pasien tersebut dinyatakan mengalami pseudo halitosis.
21
Jika
Universitas Sumatera Utara

Page 6
11
pada pemeriksaan awal tidak ditemukan adanya halitosis, maka pemeriksaan dapat
diulang pada dua atau tiga hari berbeda. Setelah itu, jika tetap juga tidak ditemukan
adanya halitosis berdasarkan pemeriksaan, maka pasien dapat disimpulkan
mengalami pseudo halitosis.
17
2.1.3.3 Halitopobia
Apabila setelah melakukan perawatan baik untuk genuine halitosis ataupun
pseudo halitosis, tetapi pasien masih mengeluhkan adanya halitosis, maka pasien
tersebut dikategorikan sebagai halitophobia.
9,10
2.1.4 Diagnosa
Terdapat beberapa macam cara untuk mendiagnosis halitosis, tetapi riwayat
pasien dan pemeriksaan fisik adalah yang utama. Pertanyaan yang ditujukan kepada
pasien seharusnya langsung berkaitan dengan halitosis yang dideritanya, seperti
durasi dari halitosis tersebut, pada saat kapan halitosis tersebut terjadi, adakah orang
lain yang memberitahukan, menyadari ada tidaknya halitosis tersebut, apakah pasien
mengonsumsi obat yang menyebabkan mulut menjadi kering.
11
Pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menentukan penyebab halitosis. Pada
kebanyakan kasus pemeriksaan harus terlebih dahulu diarahkan pada rongga mulut
dan faring. Semua bagian rongga mulut termasuk bagian bukal, dasar mulut, aspek-
aspek lateral lidah dan palatum, harus diperiksa secara hati-hati. Pemeriksaan
tambahan seperti palpasi dengan menggunakan jari telunjuk, berguna untuk
mengevaluasi adanya lesi yang terlihat pada pemeriksaan awal dan juga dapat
mendeteksi lesi yang tidak terlihat.
18
Selain riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, diagnosa halitosis dapat
dilakukan dengan pengukuran halitosis. Pengukuran halitosis dapat dibedakan
menjadi metode langsung dan metode tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara

Page 7
12
2.1.4.1 Metode Langsung
2.1.4.1.1 Organoleptik
Pengukuran organoleptik dianggap sebagai metode terbaik dan paling umum
yang dilakukan untuk mendiagnosis halitosis.
11
Alasan mengapa organoleptik
menjadi standar terbaik untuk pengukuran halitosis bergantung pada kenyataan
bahwa hidung manusia mampu mencium dan mendefinisikan bau, tidak hanya VSCs
tetapi juga senyawa organik lain yang berasal dari pernafasan.
22
Pengukuran dengan organoleptik dapat dilakukan dengan mencium nafas
pasien dan menentukan tingkat halitosisnya.
17,23,24
Sebelum melakukan pengukuran
tingkat halitosis dengan metode organoleptik, pasien terlebih dahulu diinstruksikan
untuk tidak mengonsumsi antibiotik 3 minggu sebelum prosedur. Pasien juga harus
diinstruksikan untuk menahan diri dari mengonsumsi bawang putih, bawang merah
dan makanan pedas selama 48 jam sebelum pengukuran.
23,24
Beberapa persyaratan
lainnya termasuk menghindari penggunaan parfum dan deodoran selama 24 jam
sebelum pengukuran, tidak merokok dan mengonsumsi alkohol, kopi, teh atau jus 12
jam sebelum prosedur. Pasien juga harus bersedia untuk tidak menggunakan penyegar
nafas dan mulut 12 jam sebelum pengukuran.
9,17,23,24
Pengukuran halitosis dengan menggunakan metode organoleptik dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah tabung transparan berdiameter 2,5 cm dan panjang
10cm kedalam mulut pasien dan menginstruksikan untuk menghembuskan nafas
secara perlahan kedalam tabung (Gambar 2). Setelah itu di evaluasi dan di berikan
skor sesuai dengan skala pengukuran organoleptik (Tabel 1).
23
Gambar 2. Metode organoleptik
25
Universitas Sumatera Utara

Page 8
13
Tabel 1. Skala pengukuran organoleptik
25
Kategori
Deskripsi
0 : Tidak ada halitosis
Bau tidak terdeteksi
1 : Ada sedikit halitosis yang
sulit terdeteksi
Bau terdeteksi, meskipun pemeriksa tidak
mengenalinya sebagai halitosis
2 : Ada sedikit halitosis
Bau terdeteksi sebagai sedikit halitosis
3 : Halitosis sedang
Bau terdeteksi sebagai halitosis pasti
4 : Halitosis kuat (bau mulut yang
menyengat)
Bau dapat terdeteksi jelas tetapi masih dapat
ditoleransi oleh pemeriksa
5 : Halitosis ekstrim (bau mulut
yang sangat menyengat)
Bau terdeteksi dengan sangat jelas dan tidak
dapat ditoleransi oleh pemeriksa
Jika memungkinkan, untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat
pengukuran halitosis dapat dilakukan kembali pada dua atau tiga hari berikutnya. Hal
ini penting dilakukan, terutama bila pada pemeriksaan diduga adanya pseudo halitosis
atau halitipobia.
23
2.1.4.1.2 Gas Kromatografi
Gas kromatografi adalah metode yang tepat dalam pengukuran gas. Alat ini
dilengkapi dengan detektor fotometri khusus untuk medeteksi gas sulfur di dalam
rongga mulut. Metode ini dianggap sebagai metode terbaik untuk mengukur tingkat
halitosis yang dikarenakan Volatile Sulphur Compounds (VSCs).
15
Metode gas kromatografi sangat sensitif dan spesifik dengan deteksi fotometri
yang telah diadaptasi untuk pengukuran langsung dari ketiga VSCs yaitu CH3SH,
H2S dan (CH3)2S. Metode ini dapat mendeteksi 90 persen VSCs dalam mulut. Selain
itu, gas lain seperti kadaverin, putresin dan skatole juga dapat dideteksi.
24,26
Oral Chroma adalah salah satu gas kromatografi portable yang dapat
menganalisis VSCs seperti hidrogen sulfida, metal marcaptan dan dimetil sulfida
dengan menampilkan konsentrasi senyawa tersebut pada layar (Gambar 3).
10,24
Universitas Sumatera Utara

Page 9
14
Gambar 3. Oral Chroma
10
Langkah dasar menggunakan Oral Chroma sebagai berikut :
10
1. Sebuah jarum plastik dimasukkan ke dalam rongga mulut dan ditempatkan di
antara bibir, jangan sampai menyentuh lidah. Kemudian plunger ditarik secara
perlahan, lalu didorong kembali dan tarik plunger untuk kedua kalinya sebelum jarum
ditarik keluar dari mulut.
2. Keringkan ujung jarum plastik apabila permukaan luarnya basah. Lekatkan
jarum tersebut dan tekan plunger untuk mengeluarkan gas 0,5cc (1/2 kalibrasi).
3. Sisa gas yang ada di dalam jarum, dimasukkan ke dalam alat oral chroma
dengan menekan plunger. Setelah selesai, hasil pengukuran akan keluar secara
otomatis.
2.1.4.1.3 Sulphide Monitor
A. Halimeter
Halimeter adalah monitor gas portable menggunakan sensor elektrokimia
untuk mendeteksi keberadaan VSCs di dalam rongga mulut (Gambar 4).
24
Halimeter
memiliki sensitivitas tinggi terhadap hidrogen sulfida, tetapi sensitivitas rendah
terhadap metil mercaptan yang merupakan kontributor yang signifikan untuk halitosis
yang disebabkan oleh penyakit periodontal.
9
Makanan tertentu seperti bawang putih
dan bawang merah dapat menghasilkan senyawa sulfur dalam nafas selama 48 jam
sehingga dapat mengakibatkan bias pada saat pengukuran. Halimeter juga sangat
Universitas Sumatera Utara

Page 10
15
sensitif terhadap alkohol, sehingga harus menghindari mengonsumsi minuman
beralkohol ataupun menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol selama 12
jam sebelum pengukuran.
27
Gambar 4. Portable sulphide monitor : Halimeter (Interscan Co. Chatsworth, CA)
17
Monitor pada halimeter dilengkapi dengan sensor elektrokimia.
21,24
Halimeter
perlu dikalibrasi ke nol sebelum melakukan pengukuran.
27
Pasien diinstruksikan
untuk menghembuskan nafas ke dalam tabung transparan yang membawa nafas ke
pompa hisap yang pada nantinya akan membawa udara ke dalam monitor.
17,24
Kemudian pasien diminta untuk menutup mulut selama 1 menit, setelah itu pasien di
minta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Lalu selang ditempatkan di
pertengahan posterior dorsal bagian lidah dan tetap dibiarkan sampai nilai maksimum
VSCs tercatat.
27
Monitor akan menganalisis total kandungan sulfur dalam nafas.
17,24
Tingkat VSCs tercatat dalam parts per billion (ppb).
27
B. Breath Checker
Breath checker adalah monitor inovatif yang mendeteksi dan mengukur
tingkat VSCs pada udara yang ada di dalam rongga mulut (Gambar 5).
15
Tingkat
VSCs diukur dengan cara menghembuskan nafas pada alat tersebut.
28
Monitor akan
menampilkan tingkat bau dalam lima tingkatan tergantung pada jumlah VSCs yang
diukur dalam rongga mulut.
29
Universitas Sumatera Utara

Page 11
16
Gambar 5. Tanita Breath Checker
30
Tata cara pemakaian breath checker yaitu sebagai berikut:
31
1. Tarik penutup ke atas dan sensor akan menyala (Gambar 6). Nomor pada
layar akan menghitung mundur 5 sampai 1. Kocok alat perlahan 4 sampai 5 kali
untuk menghapus bau atau uap air yang tersisa di alat tersebut
.
Gambar 6. Bagian-bagian pada Breath Checker
31
2. Sensor harus sekitar 1 cm dari mulut pasien. Ibu jari menyentuh ke dagu
pasien sehingga sensor tepat berada di depan mulut pasien. Ketika start di
tampilkan, pasien mulai menghembuskan nafas ke arah sensor sampai terdengar
bunyi bip atau sekitar 4 detik (Gambar 7).
Universitas Sumatera Utara

Page 12
17
3. Jika pasien berhenti menghembuskan nafas sebelum terdengar bunyi bip
atau tidak menghembuskan nafas selama 6 detik, maka alat akan mati secara
otomatis.
Gambar 7. Penggunaan Breath Checker
32
4. Tingkat pengukuran akan muncul pada monitor (Gambar 8). Setelah selesai
sensor ditutup kembali, maka alat tersebut akan mati secara otomatis.
Gambar 8. Skala pengukuran pada Breath Checker
31
Pada layar monitor Breath Checker akan menunjukkan skor 0 sampai 5, yang
berarti 0 (tidak ada bau mulut), 1 (adanya sedikit bau mulut), 2 (adanya bau mulut
terdeteksi sedang), 3 (adanya bau mulut yang terdeteksi sangat jelas), 4 (adanya bau
mulut yang terdeteksi kuat) dan 5 (adanya bau mulut yang sangat tajam).
30
Pengukuran halitosis menggunakan Breath Checker menunjukkan seseorang benar
memiliki halitosis apabila pada monitor Breath Checker menunjukkan skor 2, yang
berarti orang tersebut memiliki halitosis yang terdeteksi jelas.
7,29
Universitas Sumatera Utara

Page 13
18
2.1.4.2 Metode Tidak Langsung
2.1.4.2.1 Tes BANA
Tes BANA adalah uji berbasis enzim yang digunakan untuk menentukan
aktivitas proteolitik oral anaerob tertentu yang berkontribusi terhadap halitosis dan
dianggap sebagai produsen H2SO4 aktif.
15
Tes ini adalah tes strip yang terdiri dari benzoil-DL-argini-anaphthylamide
yang mendeteksi asam lemak dan gram negatif anaerob obligat proteolitik, yang
menghidrolisis substrat tripsin sintetis dan menyebabkan halitosis (Gambar 9).
Dengan menggunakan tes BANA, tidak hanya dapat mendeteksi halitosis tetapi juga
menjadi penilaian risiko periodontal.
33
Gambar 9. BANA test
34
Pada tes BANA dengan uji strip plastik terdapat dua reagen matriks
terpisah:
35
1. Semakin rendah reagen putih matriks diresapi dengan N-benzoyl-
DL-arginin-B-napthylamide (BANA). Sampel plak subgingiva diterapkan
matriks yang lebih rendah ini.
2. Matriks reagen atas berisi reagen diazo kromogenik, yang bereaksi dengan
produk hidrolitik dari reaksi enzim membentuk warna biru. Warna biru muncul dalam
buff matriks atas dan bersifat permanen. Intensitas warna menentukan apakah itu
adalah reaksi positif atau lemah.
Universitas Sumatera Utara

Page 14
19
2.1.5 Penatalaksanaan
Sebelum pengobatan diberikan, etiologi halitosis harus teridentifikasi terlebih
dahulu sehingga pengobatan sesuai dengan sumber yang ditujukan.
11
Oleh karena itu,
langkah pertama adalah menentukan diagnosis yang tepat dengan mengidentifikasi
etiologi dan sebagian besar etiologinya berasal dari dalam rongga mulut.
1
Dalam praktek dokter gigi, kebutuhan pengobatan untuk halitosis terbagi
menjadi 5 kategori (Tabel 2) untuk memberikan pedoman dalam mengobati pasien
halitosis. Pedoman ini berkaitan langsung dengan diagnosis awal halitosis.
9
Tabel 2. Treatment needs (TN) for breath malodor
21
Kategori
Deskripsi
TN-1 Penjelasan halitosis dan instruksi untuk kesehatan mulut
(dukungan dan penguatan perawatan diri pasien sendiri
untuk perbaikan lebih lanjut dari kebersihan mulut mereka)
TN-2 Oral profilaksis, pembersihan dan perawatan profesional
untuk penyakit mulut, penyakit periodontal khususnya.
TN-3 Rujukan ke dokter atau dokter spesialis.
TN-4 Penjelasan data pemeriksaan, instruksi lanjut dari tenaga profesional,
edukasi dan jaminan.
TN-5 Rujukan ke psikolog klinis,psikiater atau lainnya spesialis psikologis.
Treatment needs (TN) halitosis dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi
halitosis (Tabel 3). Pengobatan halitosis fisiologis (TN-1), halitosis patologis (TN-1
dan TN-2) dan pseudo halitosis (TN-1 dan TN-4) menjadi tanggung jawab dokter
gigi. Namun, pengobatan halitosis patologis eksrtra oral (TN-3) atau halitophobia
(TN5) menjadi tanggung jawab seorang dokter spesialis seperti psikiater atau
psikolog.
9,22
Universitas Sumatera Utara

Page 15
20
Tabel 3. Klasifikasi halitosis dengan treatment needs (TN)
21
Klasifikasi
Treatment needs
1. Genuine halitosis
A. Halitosis fisiologis
TN-1
B. Halitosis patologis
i.
Oral
TN-1 dan TN-2
ii.
Ekstra oral
TN-1 dan TN-3
2. Pseudo halitosis
TN-1 dan TN-4
3. Halitophobia
TN-1 dan TN-5
Universitas Sumatera Utara
Page 16
21
2.2 Kerangka Teori
Pseudo
Halitosis
Faktor
Fisiologis
Faktor Patologis
Volatile Sulphur Compounds
Intra Oral
Ekstra Oral
Genuine
Halitosis
Halitophobia
Penatalaksanaan berdasarkan
Treatment Needs
Universitas Sumatera Utara

Page 17
22
2.3 Kerangka Konsep
Pasien RSGM USU
Faktor penyebab :
*Fisiologis
*Patologis :
- Intra Oral
-Ekstra Oral
HALITOSIS
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai