Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi sangat penting untuk menegakkan


diagnosa. Radiografi memungkinkan dokter gigi mengidentifikasi berbagai kondisi
yang tidak tampaksecara klinis. Dengan penggunaan radiografi dental, dokter gigi
akan mendapatkan banyak informasi mengenai kondisi gigi dan tulang pendukung.
Radiografi memegang peranan penting dalam diagnosis penyakit gigi dan jaringan
pendukung dengan mengidentifikasi faktor-faktor inisiasi dan status periodonsium
yaitu:
a.menentukan panjang akar gigi
b.menentukan morfologi akar gigi
c.menentukan rasio mahkota-akar
d.mengevaluasi kondisi tulang alveolar
e.mengevaluasi sejauh mana kehilangan tulang alveolar
f.mengidentifikasi furkasi
g.menentukan bentuk kehilangan tulang
h.membantu dalam merencanakan perawatan
i.mengevaluasi perawatan.
Namun, radiologi hanya digunakan sebagai pemeriksaan penunjang dalam
menentukan diagnosis. Foto ronsen merupakan gambaran dua dimensi yang mewakili
objek tiga dimensi sehingga derajat dan banyaknya kehilangan tulang sukar untuk
dinilai berdasarkan radiografi. Hal ini dikarenakan radiografi tidak dapat
memperlihatkan struktur tiga-demensional, dimana cacat tulang mungkin saja tidak
terlihat karena nampak tumpang tindih dengan tulang lain yang lebih tinggi. Selain
itu, struktur gigi yang tumpang tindih menyebabkan hanya tulang interproksimal
dapat dilihat dengan jelas. Radiografi juga menunjukkan tingkat kerusakan tulang
yang kurang parah daripada yang aslinya. Kerusakanringan pada tulang yang
disebabkan lesi awaltidak menyebabkan perubahan yang cukup dalam kepadatan
tulang dalam gambar radiografi untuk dapat dideteksi. Selain itu, radiografi tidak
menunjukkan hubungan antara jaringan lunak dengan jaringan keras.

1
Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan
dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah merencanakan perawatan
yang akan dilakukan terhadap kasus tersebut. Rencana perawatan suatu kasus adalah
merupakan cetak biru(blue print) bagi penanganan kasusnya. Dalam rencana
perawatan tersebut tercakuplah semua prosedur yang diperlukan untuk menciptakan
dan memelihara kesehatan periodonsium. Rencana perawatan yang disusun bukanlah
suatu rencana yang bersifat final. Perkembangan yang terjadi selama perawatan
berjalan yang belum terdeteksi sebelumnya, bisa menyebabkan harus dimodifikasinya
rencana perawatan yang telah disusun. Namun demikian, sudah menjadi ketentuan
bahwa perawatan periodontal tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum disusunnya
rencana perawatan, kecuali perawatan emergensi. Perawatan periodontal
membutuhkan suatu perencanaan jangka panjang. Manfaat perawatan periodontal
bagi pasien adalah diukur dari seberapa lama gigi geliginya masih dapat berfungsi
optimal, dan bukan dari seberapa banyak gigi yang diputuskan untuk dipertahankan.
Perawatan periodontal adalah lebih diarahkan untuk menciptakan dan memelihara
kesehatan periodonsium di rongga mulut pasien, dan bukan untuk secara khusus
mengketatkan kembali gigi yang telah mobiliti. Sehubungan dengan prinsip tersebut
diatas, keselamatan gigi geligi tidak boleh terancam hanya karena keinginan untuk
mempertahankan gigi yang prognosisnya adalah tanda Tanya (questionable). Kondisi
periodontal dari gigi yang dapat dipertahankan adalah lebih penting artinya dari
jumlah gigi yang dipertahankan tersebut. Dalam merencanakan perawatan
periodontal, titik tolaknya adalah gigi mana yang dapatdipertahankan dengan tingkat
keraguan yang minimal dan rentang keamanan yangmaksimal. Gigi yang berdasarkan
penilaian prognosisnya lebih menjurus ke 2 prognosis tidak ada harapan sebenarnya
tidak bermanfaat untuk dipertahankan meskipun gigi tersebut bebas dari karies. Gigi
dengan kondisi yang demikian akan menjadi sumber gangguan bagi pasien dan
mengancam kesehatan periodonsium. Grossi dan Genco mengemukakan 17 macam
penyakit sistemik yang berhubungan langsung dengan penyakit periodontal, termasuk
leukemia, hepatitis, HIV aids dan stroke. Beberapa penelitian retrospektif
membuktikan,pasien penyakit jantung, stroke, DIABETES MELLITUS, umumnya
kebersihan mulutnya lebih jelek dibanding pasien normal. Dari uraian di atas
disimpulkan, bahwa gigi dan mulut dapat menjadi pemicu dan memperparah berbagai
penyakit sistemik. Menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting bukan saja untuk
mencegah penyakit
2
oral, melainkan juga untuk memelihara kesehatan umum yang baik.Perawatan gigi
adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap sehat dan dapat menjalankan fungsinya.
Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan.
Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting,padahal manfaatnya sangat vital dalam
menunjang kesehatan dan penampilan. Kelenjar endokrin dan perubahan hormonal
pada kenyataannya menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada kesehatan rongga
mulut seseorang, namun makalah ini menspesifikkan manifestasinya pada jaringan
periodonsium. Jaringan periodonsium adalah jaringan penyangga gigi yang meliputi
gingiva, sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar yang saling mendukung
satu sama lain guna mempertahankan stabilitas susunan gigi.Sistem endokrin adalah
sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)yang menghasilkan hormon yang
tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ lain Hormon
bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam
tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu
tindakan.Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu
hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin, pankreas, ovarium, dan testis. Masing-
masing memiliki organ target dan efek yang berbeda. Hormon memegang peranan
penting dalam proses metabolisme tubuh, meski pengaruhnya membutuhkan 3 waktu
yang lebih panjang dibanding pengaruh yang ditimbulkan oleh sistem saraf. Banyak
penyakit sistemik telah terlibat sebagai indikator resiko atau faktor resiko yang
merugikan kondisi periodontal. Klinis dan ilmu dasar meneliti lebih dari beberapa
dekade yang lalu telah membuka lebih banyak pengertian tentang kompleksitas dan
patogenesis dari penyakit periodontal. Secara nyata, terdapat peranan penting dari
bakteri, dan ada beberapa bakteri spesifik (periodontal pathogens) yang berhubungan
dengan kerusakan pada penyakit periodontal. Bakteri-bakteri patogen ini tidak
menyebabkan penyakit hanya karena keberadaannya sendiri, tetapi kesehatan jaringan
periodontal bisa dilihat dari tidak adanya bakteri-bakteri tersebut. Mungkin salah satu
penemuan terbaru tentang periodontitis mengatakan bahwa respon host bervariasi
pada tiap individu dan baik respon imun host yang tidak adekuat maupun respon imun
host yang berlebihan dapat memperparah keadaan penyakit. Dengan kata lain respon
host terhadap periodontal patogen sangat penting dan dapat membedakan tingkat
keparahan penyakit pada satu individu dengan individu yang lain. Fakta-fakta terbaru
juga mulai menunjukkan adanya peran penyakit periodontal pada masalah kesehatan
sistemik, misalnya penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan penyakit
3
pernapasan. Disamping adanya hubungan timbal balik antara infeksi periodontal dan
respon imun host, lingkungan, fisik, dan faktor stress psikososial juga bisa
mempengaruhi jaringan periodontal dan merubah penampakan penyakit. Pada
umumnya, kelainan-kelainan pada beberapa hal di atas tidak memicu terjadinya
periodontitis kronis, tetapi bisa memperparah, mempercepat, atau bahkan
meningkatkan progresitas hingga menjadi pengrusakan jaringan periodontal.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana hubungan penyakit sistemik dengan penyakit periodontal?


2. Bagaimana perawatan penyakit periodontal oleh karena kelainan sistemik?
3. Bagaiman gambaran radiografi penyakit periodontal yang memiliki hubungan
dengan kelainan sistemik ?

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :


1.Mengetahui hubungan penyakit sistemik dengan penyakit periodontal
2.Mengetahui perawatan periodontal terhadap penyakit sistemik
3. mengetahui gambaran radiografi penyakit periodontal yang memiliki hubungan
dengan kelainan sistemik

1.4 Manfaat penulisan

Memberikan pemahaman tentang hubungan antara penyakit sistemik pada penyakit


periodontal

BAB 2
PEMBAHASAN
4
2.1.1 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemik yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan
sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DIABETES
MELLITUS atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar
gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. halnya
pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai
gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing
manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
5
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDIABETES MELLITUS). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian
therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat
keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita
diabetes tipe 1. Pada penderita
diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula
darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau
balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan
mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi
dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDIABETES MELLITUS). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi
terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh
terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

2.1.2 Penyakit periodontal

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit dalam rongga mulut yang sering
terjadi. Penyakit ini mengenai jaringan gusi dan penyanggah gigi lainnya. Yang
termasuk penyanggah gigi adalah gusi, serat perekat gigi dan tulang di sekitar
gigi.Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang
dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan gusi, serat
perekat dan tulang di sekitar gigi. Penyebab utamanya adalah plak. Umumnya tidak
menimbulkan rasa sakit. Kunjungan berkala ke dokter gigi sangat berarti untuk
mendapatkan diagnosa dini dan perawatan penyakit periodontal. Kira-kira 15% orang
dewasa usia 21 50 tahun dan 30% usia di atas 50 tahun mengalami penyakit ini.
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam
6
kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini sebagai
sesuatu yang tidak terhindari. Namun studi etiologi, pencegahan dan perawatan
penyakit periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah. Penyakit yang
paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang disebabkan bakteri dengan tanda-tanda
klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada
tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gusi. Gingivitis bersifat
reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan
plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjukkan peradangan sudah
sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif
dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun. Apabila tidak dirawat
dapat menyebabkan kehilangan gigi. Apabila sampai terjadi kehilangan gigi ini
menunjukkan kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di rongga mulut
sampai seumur hidup yang merupakan tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut. Berbagai gangguan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi
dapat terjadi pada penderita antara lain keterbatasan fungsi seperti nafas bau, sulit
mengunyah; rasa sakit dan disabilitas fisik seperti tidak bisa menyikat gigi dengan
baik.
Etiologi penyakit periodontal terbagi 2 :
1.Etiologi Lokal
Terbagi menjadi :
a. Iritasi
Menyebabkan jaringan mengalami peradangan karena adanya iritan
Inisiasi : penyebab utama. Co: plak bakteri
Predisposisi : Faktor pendukung yang mempermudah terjadinya
pengumpulan plak. Contoh: kalkulus, overhanging margin, ortho, caries, impaksi
makanan.

b. Fungsional
Menyebabkan jaringan mengalami degenerasi/degeneratif jaringan.

7
Yaitu kondisi-kondisi yang menyebabkan trauma oklusi (trauma from occlusion)
Kerusakan di bagian jaringan perio di bagian attachment apparatus (ligamentum
perio, tulang alveolar) oleh karena gaya-gaya yang melampaui adaptasi jaringan.
2. Etiologi sistemik
Terbagi :
a. Modifying Primer
Tanpa adanya iritasi lokal dapat menyebabkan pembesaran gingiva (gingiva
enlargement). Misalnya pada orang yang diterapi obat-obat hipertensi atau Dilantin
dapat terjadi pembesaran gingiva walaupun sebenarnya oral hygienenya baik (tanpa
iritasi) Dapat juga disebabkan karena keturunan
b. Modifying sekunder
Harus terdapat iritasi lokal baru bisa terjadi pembesaran gingiva
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jaringan periodontal yang sehat dan tahap-
tahap perkembangan penyakit periodontal :
1. Gusi yang sehat
Tanda-tanda gusi yang sehat adalah berwarna merah muda, lembut dan kenyal,
bertekstur seperti kulit jeruk, bentuknya mengikuti kontur gigi dan tepinya berbentuk
seperti kulit kerang serta tidak ada perdarahan pada saat penyikatan gigi
2. Gingivitis (peradangan pada gusi)
Gingivitis umumnya ditandai dengan penumpukan plak di sepanjang tepi gusi, gusi
yang terasa sakit, mudah berdarah, lunak dan bengkak. Selain itu seringkali terjadi
perdarahan pada waktu menyikat gigi atau menggunakan benang gigi. Gingivitis
dapat dicegah dan disembuhkan melalui penyikatan gigi dan pembersihan sela gigi
yang baik. Sebaliknya, bila hygiene mulut jelek, gingivitis akan berkembang menjadi
periodontitis.
3. Periodontitis awal
Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan tulang penyanggah gigi. Kerusakan ini
disebabkan oleh desakan karang gigi yang terus tumbuh ke arah ujung akar gigi,
akibatnya perlekatan jaringan penyanggah gigi dengan gigi menjadi rusak. Kerusakan
yang terjadi menyebabkan menurunnya ketinggian tulang penyanggah gigi.
Kerusakan ini tidak dapat dipulihkan, tapi penjalarannya dapat dihentikan
membersihkan karang gigi dan mengangkat jaringan yang mati. Kadang-kadang,
tulang penyanggah gigi sudah menurun ketinggiannya, tinggi gusi tidak berubah.
Akibatnya terbentuk kantong yang mengelilingi gigi, disebut sebagai periodontal
8
pocket. Kantong ini akan menjadi tempat menumpuknya sisa makanan dan menjadi
tempat yang nyaman bagi kuman-kuman untuk hidup.
Tanda tanda periodontitis awal seperti tanda-tanda gingivitis (nomor 1),
ditambahkeadaan gusi yang kemerahan dan bengkak serta terdorong menjauhi gigi.
periodontal pocket yang sedang meradang akan terasa gatal dan terasa nyaman bila
melakukan gerakan menghisap.
4. Periodontitis lanjut
Tanda-tanda Periodontitis tingkat lanjut adalah terjadi perubahan cara menggigit,
perubahan kecekatan gigi palsu karena berkurangnya dukungan tulang penyanggah
gigi. Akibat pengurangan tinggi tulang penyanggah gigi, akar gigi terbuka, sehingga
sensitif terhadap panas atau dingin atau rasa sakit ketika menyikat. Peradangan pada
jaringan periodontal seringkali ditandai dengan keluarnya nanah di antara gigi dan
bila gusi ditekan, bau mulut dan rasa gatal pada gusi. Berkurangnya dukungan
jaringan penyanggah akan menyebabkan gigi akan goyang bahkan tanggal.
Beberapa keadaan medis yang bisa mempermudah terjadinya periodontitis:
- diabetes mellitus
- sindroma Down
- penyakit Crohn
- kekurangan sel darah putih
- AIDS.

2.1.3 Hubungan Diabetes Mellitus dengan penyakit periodontal

Pada penderita diabetes mellitus dengan kelainan periodontal selalu diikuti dengan
factor iritasi lokal. Disebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan factor predisposisi
yang dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal yang dimulai oleh agen
microbial, perubahan vaskuler pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh
darah besar dan kecil.Perubahan pada pembuluh darah kecil dapat dijumpai pada
arteriol, kapiler dan venula pada bermacam macam organ serta jaringan.Akibat
adanya angiopati pada penderita diabetes mellitus , pada jaringan periodontal akan
mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen, akibatnya akan
terjadi kerusakan jaringan periodontal. Selanjutnya akibat kekurangan oksigen
pertumbuhan bakteri anaerob akan meningkat. Dengan adanya infeksi bakteri anaerob
pada diabetes mellitus akan menyebabkan pertahanan dan perfusi jaringan menurun
9
dan mengakibatkan hipoksia jaringan sehinggabakteri anaerob yang terdapat pada
plak subgingiva menjadi berkembang dan lebih pathogen serta menimbulkan infeksi
pada jaringan periodontal. Pada neuropati diabetes mellitus yang mengenai syaraf
otonom yang menginervasi kelenjar saliva, akan mengakibatkan produksi saliva
berkurang dan terjadi xerostom. Menurunnya kepadatan tulang seringkali mempunyai
kaitan dengan diabetes mellitus. Sehubungan dengan kejadian ini, perlu diketahui
bahwa insulin dan regulasi diabetes mellitus mempunyai pengaruh pada metabolisme
tulang, antara lain insulin meningkatkan uptake asam amino dan sintesis kolagen oleh
sel tulang, yang penting untuk formasi tulang oleh osteoblast. Regulasi jelek diabetes
mellitus menyebabkan hipokalsemia yang akan menimbulkan peningkatan hormon
paratiroid ( resorbsi tulang akan meningkat) regulasi jelek diabetes mellitus juga
mengganggu metabolisme vitamin D3 dengan kemungkinan menurunnya absorbsi
kalsium di usus. Selain itu juga akan merangsang makrofag untuk sintesis beberapa
sitokin yang akan meningkatkanresorbsi tulang. Semua pengaruh diabetes mellitus
pada tulang inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara diabetes mellitus
dengan penurunan kepadatan tulang.
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jaringan periodontal.
Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung
untuk memperparah kesehatan jaringan periodontal :

Bacterial Pathogens
Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes
dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri
yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.
Polymorphonuclear Leukocyte Function
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai
akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang menyebabkan gangguan
chemotaxis, adherence, dan defek phagocytosis.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi
PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan monocytes / macrophage yang berperan
sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.

10
Altered Collagen Metabolis
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami hiperglikemi
kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan
aktivitas collagenese dan penurunan collagen synthesis.
Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami
kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan
tersebut.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DIABETES MELLITUS yang disertai
oleh beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam
terjadinya periodontitis kronis.
Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes bertanggung jawab bagi terjadinya
komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Keadaan hiperglikemia menyebakan
terbentuknya advanced glycation and products (AGE) non enzimatik pada
makromolekul jaringan. AGE merupakan senyawa yang berasal dari glukosa, secara
kimiawi irreversible dan terbentuk secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus sejalan
dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penumpukan AGE bisa terjadi di dalam
plasma dan jaringan gingival penderita diabetes.
Sel-sel pada endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi pengikat
(binding site) AGE pada permukaannya, yang diberi nama reseptor AGE (RAGE).
Terikatnya AGE ke sel-sel endotelial menyebabkan terjadinya lesi vaskular, trombosis
dan vasokonsriksi pada diabetes. AGE yang terikat ke monosit akan meningkatkan
kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai peningkatan jumlah sitokin
proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-, IL-1, dan IL-6. Ikatan AGE dengan
RAGE pada fibroblas menyebabkan terganggunya remodeling jaringan ikat,
sedangkan ikatan AGE dengan kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju
pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan
AGE menginduksi stress oksidan pada gingival sehingga memperkuat kerusakan
jaringan periodontal. Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang
dalam cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan
menyebabkan kerusakan tulang.
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh.
Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi,
sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi,
11
infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat.6
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis mempengaruhi kondisi
periodonsium penderita diabetes. Diabetes yang tidak terkontrol atau kurang baik
kontrolnya disertai oleh peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk
periodontitis kronis. Periodontitis kronis lebih sering terjadi dan lebih parah pada
individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik yang lebih parah.
Taylor et.al melaporkan bahwa kehilangan perlekatan adalah lebih sering dan lebih
banyak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 yang kontrol diabetesnya sedang
sampai buruk. Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang signifikan lebih tinggi
pada pasien DIABETES MELLITUS tipe1 yang kontrol diabetesnya buruk
dibandingkan pasien yang diabetesnya terkontrol baik. Demikian juga pada pasien
diabetes melitus tipe 2, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan adalah signifikan
lebih parah pada kelompok yang diabetesnya tidak terkontrol baik.
Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan antara periodontitis
kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2. Dilaporkan bahwa penderita diabetes
melitus tipe 1 meningkat risikonya menderita periodontitis kronis sejalan dengan
pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis meningkat sejalan dengan
meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik dewasa dengan diabates yang
tidak terkontrol baik, terjadi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang lebih
banyak dibandingkan pasien dengan diabetes yang terkontrol baik, meskipun mereka
dalam memelihara mulutnya adalah setara. Dilaporkan pula bahwa penderita
DIABETES MELLITUS tipe 2 adalah berisiko 4,2 kali mengalami kehilangan tulang
yang progresif dibandingkan dengan individu non-diabetik.

2.2.1 Perawatan penyakit periodontal pada diabetes melitus


Pada penderita diabetes mellitus perawatan hanya dapat dilakukan apabila
diabetesnya terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah yang agak besar,
sebaiknya diberikan antibiotik mulai sehari sebelumnya sebagai perlindungan. Bila
diabetes tidak terkontrol, pasien harus segera dirujuk ke dokter umum yang akan
melakukan pemeriksaan kadar gula urin dan kadar gula darah.
Sebuah kerja sama yang erat antara dokter spesialis yang menangani masalah diabetes
dan periondotologist sangat penting untuk mengelola masalah-masalah periodontal
pasien dan mengurangi inflamasi dampak lingkungan yang merugikan pada
pengendalian diabetes dan kesehatan jantung.
12
Pada penderita diabetes mellitus perawatan hanya dapat dilakukan apabila
diabetesnya terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah yang agak besar,
sebaiknya diberikan antibiotik mulai sehari sebelumnya sebagai perlindungan. Bila
diabetes tidak terkontrol, pasien harus segera dirujuk ke dokter umum yang akan
melakukan pemeriksaan kadar gula urin dan kadar gula darah.
Sebuah kerja sama yang erat antara dokter spesialis yang menangani masalah diabetes
dan periondotologist sangat penting untuk mengelola masalah-masalah periodontal
pasien dan mengurangi inflamasi dampak lingkungan yang merugikan pada
pengendalian diabetes dan kesehatan jantung.
Beberapa kelompok peneliti telah mengamati pengaruh perawatan periodontal
terhadap kontrol glikemik pasien diabetes. Stewart et al. melaporkan bahwa terjadinya
penurunan level HbA1c secara signifikan pada kelompok penderita diabetes mellitus
tipe 2 yang mendapat perawatan mekanis dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang tidak mendapat perawatan periodontal.
Kelompok peneliti lainnya mengamati pula pengaruh perawatan periodontal yang
dibarengi dengan pemberian antimikroba/antibiotik. Miller et al. mengamati 10 orang
pasien diabetes mellitus tipe 1 yang diberikan perawatan skeling, penyerutan akar dan
doksisiklin 100 secara sistemik, dan ternyata disertai penurunan level HbA1c dan
albumin terglikasi pada pasien yang mengalami perbaikan inflamasi gingiva.
Iwamoto et al. melaporkan bahwa dengan terapi periodontal mekanis yang
dikombinasikan dengan aplikasi subgingival jel minosiklin 10 mg (Periocline)
terjadi penurunan level HbA1c yang signifikan sebanyak 0,8% pada 13 orang pasien
DIA diabetes mellitus tipe 2.2
Pemberian antibiotik berupa doksisiklin atau minosiklin, keduanya merupakan derivat
tetarasiklin, ternyata mempengaruhi hasil perawatan. Hal ini disebabkan tetrasiklin
dan kedua derivatnya mempunyai potensi menghambat proses kolagenolisis dan
meningkatkan sintesis dan sekresi protein. Disamping itu, melalui mekanisme non-
antikolagenase doksisiklin terbukti dapat menurunkan level glikasi protein. Dengan
demikian pemberian doksisiklin sebagai penunjang perawatan medis pada pasien
diabetik yag menderita penyakit periodontal bisa memberikan dua keuntungan.
Pertama, sebagai antibioktik berspektrum luas yang efektif terhadap kebanyakan
patogen periodontal. Kedua, sebagai modulator bagi respons pejamu pasien diabetik
terhadap infeksi periodontal, doksisiklin menghambat glikasi non-ensimatik protein
ekstraseluler dan kemungkinan besar menghambat pula glikasi hemoglobin.
13
Gambaran radiografik pasien penderita diabetes mellitus pada jaringan periodontal
1. Periodontitis kronis

Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras


dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang
alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan
lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan
penyangga gigi.

Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam
rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun
jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan
obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan
radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah
mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan
kelainan yang terjadi di daerah tersebut.11

Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi akibat diabetes mellitus
yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi
pada jaringan penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan
radiografi dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana
membedakannya dengan kelainan yang lain.11

Gambar 3. Periodontitis kronis secara Radiografi

2. Resorpsi tulang alveolar

14
Penderita diabetes mellitus cenderung memiliki oral hygiene yang buruk apabila
tidak dilakukan pembersihan gigi secara adekuat. Pemeriksaan secara radiografis juga
memperlihatkan adanya resorpsi tulang alveolar yang cukup besar pada penderita
DM dibanding pada penderita non DM. Pada penderita DM terjadi perubahan
vaskularisasi sehingga lebih mudah terjadi periodontitis yang selanjutnya merupakan
faktor etiologi resorpsi tulang alveolar secara patologis. Resorpsi tulang secara
fisiologis dapat terjadi pada individu sehat, namun resorpsi yang terjadi pada DM
disebabkan karena adanya gangguan vaskularisasi jaringan periodontal serta
gangguan metabolisme mineral.

3. Perubahan yang terjadi pada pulpa gigi

Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di dalam
dinding dentin yang keras. Perluasan dentin menciptakan lingkungan khusus bagi
pulpa. Kamar pulpa menjadi terbatas oleh pembentukan dentin sampai suatu volume
rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Pembatasan anatomi
penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa menjadi suatu organ peredaran
terminal, dengan pintu masuk dan keluar yang terbatas bagi foramen apikal dan
aksesori. Ciri-ciri ini membatasi suplai vaskular serta drainase pulpa akan membatasi
sirkulasi kolateral.
Pada gigi molar pertama mandibula panjang rata-rata giginya adalah 21,9 mm.
Atap kamar pulpa gigi molar sering berbentuk empat persegi panjang, bagian dinding
mesial lurus, dinding distal bulat, dan dinding bukal serta lingual berbentuk jajaran
genjang. Atap kamar pulpa mempunyai empat tanduk pulpa yaitu,mesiobukal,
mesiolingual, distobukal, dan distolingual. Atap kamar pulpa terletak pada sepertiga
servikal mahkota tepat di atas daerah serviks gigi dan dasar terletak pada servikal
akar.Radiografi digunakan dalam mendeteksi pulpa untuk memberikan interpretasi
adanya karies yang dapat merusak pulpa. Radiografi juga dapat menunjukkan jumlah,

15
bagian, bentuk, panjang, lebar pulpa, dan kamar pulpa serta perluasan perusakan
periapikal dan tulang alveolar.
Pada kamar pulpa terlihat gambaran radiografi sebagai daerah radiolusen
karena mengandung bahan noncalcified dan struktur gigi
kurang padat mengelilingi kamar pulpa. Ukuran dan bentuk normal kamar pulpa dan
saluran akar berubah seiring bertambahnya usia, adanya anomali perkembangan
tertentu, dan iritasi lokal. Densitas radiografi kamar pulpa dan saluran akar berbeda
akibat dari segi
ukuran, posisi gigi, dan angulasi radiografi tapi bukan akibat dari
vitalitas gigi. Pengurangan bertahap dalam ukuran dan bentuk kamar pulpa serta
saluran ditandai dengan terbentuknya dentin sekunder pada dinding kamar pulpa.Pada
pasien yang menderita diabetes melitus sangat rentan terhadap infeksi bakteri.
Kerentanan ini disebabkan oleh gangguan peredaran darah umum, dimana pembuluh
darah rusak akibat akumulasi deposito ateromatosa dalam jaringan pembuluh darah.
Pada pulpa gigi yang terbatas atau tidak
ada sirkulasi kolateral, akan lebih rentan berada pada risiko infeksi. Pemeriksaan
klinis dan radiografi oleh peneliti telah menunjukan bahwa ada prevalensi yang lebih
besar dari lesi periapikal pada penderita diabetes melitus dibanding non-diabetes
melitus.

BAB 3
PENUTUP
16
3.1 Kesimpulan
Diabetes militus dapat menimbulkan serangkaian perubahan pada periodonsium yang
pada akhirnya bisa mempengaruhi kondisi periodontal penderita diabetes. Di samping
itu, infeksi yang terkait dengan penyakit periodontal mempengaruhi status diabetes
pasien, khususnya pada level hemoglobin terglikasi. Perawatan periodontal yang
diikuti dengan pemberian minosiklin atau doksisiklin lebih berpotensi menurunkan
level hemoglobin terglikasi dibandingkan dengan perawatan mekanis saja.
Dengan adanya hubungan timbal balik antara periodontitis dengan diabetes militus,
seorang dokter gigi dituntut untuk lebih profesional dalam penanganan pasien
diabetes. Kerentanan terhadap kerusakan periodontal harus dijelaskan kepada pasien
dan harus dilakukan scaling yang teratur dan perawatan kebersihan mulut yang rutin.
Disarankan dilakukannya pemeriksaan gigi dan mulut setiap tahun bagi pasien
diabetes militus karena memungkinkan dilakukannya diagnosis penyakit mulut yang
lebih awal. Para praktisi di bidang kedokteran gigi ikut bertanggung jawab
menginformasikan pasien diabetes militus mengenai komplikasi penyakit ini di
rongga mulut dan menganjurkan perawatan kesehatan mulut yang baik. Kelainan
periodontal pada peyakit diabetes militus akan selalu diikuti dengan factor iritasi local
atau diabetes militus adalah factor predisposisi yang mempercepat kerusakan jaringan
periodontal, pada penderita diabetes militus akan terjadi perubahan vaskuler yang
dapat mengenai pembuluh darah besar dan kecil. Angiopati pada penderita diabetes
mellitus akan berdampak pada kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan
oksigen dan mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal serta meningkatkan
pertumbuhan bakteri anaerob yang mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga bakteri
anaerob yang terdapat pada plak subgingival menjadi lebih berkembang dan lebih
pathogen.pada neuropati diabetes mellitus yang mengenai saraf otonom menginervasi
kelenjar saliva dan menyebabkan terjadinya xerostom.

3.2 Saran
Sebaiknya penanganan pada penyakit diabetes mellitus lebih diperhatikan, karena
adanya perubahan fungsi pada jaringan periodontal yang berpengaruh pada
keseluruhan tubuh. Dokter gigi sebaiknya lebih professional dalam penanganan
pasien diabetes mellitus.

17
Daftar Pustaka
1.Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan diabates
18
melitus. Dentika J Dent 2003; 8(2): 120-5.
2.Gigi Sehat Badan Sehat. Diabates melitus dan jaringan periodontal. 24 Juni 2009.
http:/gigisehatbadansehat.blogspot.com/2009/07/diabetes-jaringan.html (3 Oktober
2009).
3.Schulze A, Busse M. Periodontal disease in diabetics : Relationship, Prevention, and
Treatment. Clinical Sports Medicine International (CSMI) 2008; 1(2): 1-4.

19

Anda mungkin juga menyukai