Anda di halaman 1dari 10

Diterjemahkan Oleh : Imam Subkhi (4251151016)

Pembimbing : drg.Frita Sp.Perio

Judul Jurnal :Hubungan Antara Diabetes dan Infeksi Periodontal


Penyakit periodontal adalah penyakit dengan prevalensi tinggi. Di Amerika Serikat 47,2%
orang dewasa ≥ 30 tahun telah didiagnosis dengan beberapa jenis periodontitis. Studi
longitudinal menunjukkan hubungan dua arah antara diabetes dan periodontitis, dengan
kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah pada pasien diabetes dan kontrol glikemik
yang lebih buruk pada pasien diabetes disertai penyakit periodontal. Perawatan periodontal
bisa dilakukan pada pasien diabetes. Efek jangka pendek dari perawatan periodontal sama
pada pasien diabetes dan populasi sehat, tapikekambuhan penyakit peridontal dapat terjadi
diharapkan tidak pada pasien dengan diabetes terkontrol. Namun, efek periodontitis dan efek
pengobatan pada kontrol metabolik diabetes tidak jelas didefinisikan dan hasil penelitian ini
tetap menjadi perdebatan.

Kata kunci:
Diabetes; Diabetes mellitus; Periodontitis; Penyakit periodontal; Perawatan periodontal;
Scaling dan perencanaan dasar; Perawatan periodontal non-bedah; Antibiotika;
Hemoglobin terglikosilasi; protein C-reaktif

Kiat inti:
Studi longitudinal telah menunjukkan dua arah hubungan antara diabetes dan periodontitis,
dengan kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah pada pasien diabetes dan kontrol
glikemik yang lebih buruk pada pasien diabetes ddisertai penyakit periodontal.Perawatan
periodontal dapat dilakukan pada pasien diabetes, tetapi lebih sering kambuhnya penyakit
periodontal dapat terjadi pada pasien yang tidak sehat atau individu diabetes yang terkontrol.
Namun, efek periodontitis dan perawatannya pada kontrol metabolik diabetes tidak jelas dan
hasil studi tetap kontroversial. Rekomendasi untuk dilakukan tinjauan pada jangka panjang
termasuk dalam laporan ini.

Apa itu penyakit periodontal?


Penyakit periodontal adalah kerusakan jaringanpendukung gigi denganakumulasi dan
pertumbuhan bakteri rongga mulut pada gigi. Penyakit periodontal meliputi duahal utama,
yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis ditandai oleh peradangan reversibel jaringan
periodontal, sedangkan periodontitis menunjukkan kerusakan struktur pendukung gigi,
dandapat menyebabkan kehilangan gigi. Bukti yang ada menunjukkan bahwa peradangan
gingiva (gingivitis) berlanjut menjadi periodontitis, namun beberapa gingivitis tidak pernah
berubah menjadi periodontitis 1,2. Akumulasi bakteri plak dapat menimbulkan kedua penyakit
periodontal ini tetapi kerentanan individu berpengaruh pada perkembangan periodontitis 2,3.

Klasifikasi penyakit periodontal yang saat ini digunakan diperkenalkan oleh International
Workshop 1999 untuk Klasifikasi Penyakit dan Kondisi Periodontal 4. Karena klasifikasi saat
ini hanya digunakan dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar literatur yang ada tentang
prevalensi dan luasnya penyakit periodontal pada berbagai populasi masih didasarkan pada
sistem klasifikasi sebelumnya.
Karena prevalensinya yang tinggi pada populasi saat ini, telah menjadi prioritas bagi
kesehatan masyarakat. Studi epidemiologis telah menjelaskan bahwa sekitar 50% dari
populasi menderita gingivitis dan sekitar 14% menunjukkan periodontitis 5. Persentase ini
lebih tinggi dalam penelitian terbaru tentang populasi Amerika Serikat, yang menunjukkan
bahwa 47,2% orang dewasa ≥ 30 tahun menderita periodontitis. Prevalensi periodontitis
meningkat dengan bertambahnya usia mencapai 70,1% pada orang dewasa ≥ 65 tahun
dipengaruhi oleh penyakit periodontal 6. Laki-laki menunjukkan status periodontal yang lebih
buruk daripada wanita [(56,4% vs 38,4%), serta mereka yang memiliki pendidikan terbatas
(66,9%) dan pendapatan (65,4%)]. Faktor-faktor tersebut, termasuk dengan kebiasaam
merokok merupakan faktor risiko yang meningkatkan perkembangan penyakit periodontal 7.

Etiologi dan patogenesis penyakit periodontal


Faktor etiologi utama penyakit periodontal adalah kombinasi mikroorganisme dan kerentanan
inang. Akumulasi plak pada gigi menyebabkan gingivitis, tetapi tingkat peradangan dan
kerusakan tulang alveolar pendukung gigi tergantung pada kerentanan host 8.

Bakteri pada rongga mulut dapat merusak jaringan periodontal melalui aksi enzim
pendegradasi matriks dan molekul yang mempengaruhi sel inang. Transisi dari gingivitis ke
periodontitis melibatkan perluasan radang ke area yang lebih dalam di jaringan ikat. Namun
alasan mengapa hal ini terjadi belum ditetapkan. Salah satu mekanisme etiopatogenik dapat
menjelaskan keberadaan bakteri atau produknya, seperti lipopolysaccharides, dalam jaringan
ikat periodontal. Mereka dapat menginduksi respon imun dengan produksi interleukin dan
tumor necrosis factor (TNF), yang memainkan peran penting dalam pengaturan proses
terjadinya inflamasi. Inflamasi tersebut merangsang produksi mediator sekunder, yang
memperkuat respons inflamasi. Bersamaan dengan itu, keberadaan sitokin mengurangi
kemampuan untuk memperbaiki jaringan yang rusak oleh sel-sel seperti fibroblas, dan
akhirnya, produk bakteri dan kaskade inflamasi ini merangsang osteoklastogenesis,
menyebabkan kerusakan tulang alveolar 9,10 (Gambar 1).

Gambar 1. Etiologi dan patogenesis penyakit periodontal

Beberapa penelitian telah menunjukkan bagaimana peradangan gingiva dapat dimodulasi


oleh sejumlah kondisi. Penyakit sistemik, variasi hormon steroid, kekurangan nutrisi,
konsumsi obat-obatan, diabetes, kebiasaan merokok tembakau dan kondisi lainnya memberi
dampak yang komprehensif dan mendalam padainang, mengakibatkan peningkatan respons
terhadap akumulasi bakteri plak 10.

Tingginya prevalensi Helicobacter pylori (H.pylori) di antara mikroorganisme yang diisolasi


dari lingkungan rongga mulut itu mungkin memiliki efek dalam pengembangan penyakit
periodontal. Umeda et al., menjelaskan bahwa pasien periodontal menunjukkan tingkat H.
pylori lebih tinggi daripada subyek sehat, tetapi tidak ada korelasi yang signifikan antara
terdapatnya H.pylori dan keparahan periodontitis 11, 12. Penambahan perawatan periodontal
sebagai terapi eradikasi mungkin dapat mencegah timbulnya kekambuhan karena H. pylori
dibandingkan dengan dilakukannya terapi eradikasi saja pada pasien periodontal yang
menderita penyakit lambung yang terkait dengan H. Pylori 13.

Manifestasi klinis penyakit periodontal


Tanda-tanda klinis peradangan gingiva (gingivitis) melibatkan kontur gingiva yang
membesar karena edema atau fibrosis, transisi warna menjadi merah dan / atau kebiruan,
peningkatan suhu sulkular, perdarahan saat probing dan, peningkatan eksudat gingiva
(Gambar 2). Gambaran klinis periodontitis termasuk kehilangan perlekatan klinis (clinical
attachment loss/CAL), kehilangan tulang alveolar (bone loss/BL), poket periodontal dan
peradangan gingiva. Selain itu, pembesaran atau resesi gingiva; meningkatkan mobilitas gigi,
pergerakan gigi, dan bahkan dapat terjadi lepasnya gigi (Gambar 3) 14.

Gambar 2. Gambaran klinis dari Gambar 3. Gambaran Klinis peridontitis


gingivitis yang disebabkan oleh plak kronis pada pasien diabetes
disertai penyakit sistemik (diabetes
mellitus – terasosiasi gingivitis)

Diagnosis penyakit periodontal


Evaluasi klinis meliputi pemeriksaan periodontal (Gambar 4) untuk mengevaluasi: (1)
Kedalaman probing: jarak yang dijangkau oleh probe periodontal ke dalam saku periodontal
yang diukur dari margin gingiva ke dasarnya; (2) Level perlekatan klinis: Jarak dari
persimpangan cementoenamel ke bagian bawah poket periodontal; (3) Pendarahan saat
probing. Pendarahan setelah pemeriksaan ke dasar poket periodontal telah menjadi cara yang
umum untuk mengidentifikasi keberadaan peradangan subgingiva (4) Mobilitas dan furkasi
gigi. Pergerakan gigi pada soketnya yang dihasilkan dari gaya yang diberikan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori. Keterlibatan furkasi didefinisikan sebagai bone
loss/BL yang mempengaruhi pangkal cabang akar atau tempat dua - lebih akar bertemu.
Evaluasi radiografi menunjukkan apakah tulang alveolar pendukung akar gigi hilang. Dalam
situasi yang sehat tulang alveolar akan tetap 12 mm di bawah mahkota gigi. Jika tulang
terletak lebih jauh dari mahkota, itu berarti kehilangan tulang alveolar telah terjadi (Gambar
5).

Gambar 4. Diagnosis klinis dari periodontitis (dilihat dari probing)

Gambar 5. Gambaran radiografis pada pasien peridontitis

Klasifikasi penyakit periodontal


Pada tahun 1999, American Academy of Periodontologyyang menyelenggarakan simposium
internasional dengan tujuan mencapai konsensus mengenai klasifikasi penyakit dan gangguan
periodontal, menghasilkan delapan kategori: penyakit gingiva, periodontitis kronis,
periodontitis agresif, periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik, penyakit
periodontal nekrotikans, abses periodontal, periodontitis yang berhubungan dengan lesi
endodontik dan, perkembangan atau didapat kelainan dan kondisi 4,15,16. Mungkinkan untuk
memasukkan dalam klasifikasi ini subkategori tambahan seperti "periodontitis kronis yang
terkait diabetes mellitus" dan "periodontitis agresif diabetes mellitusassociated" di bawah
kategori periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik.

INTERRELASI ANTARA PERIODONTITIS DAN DIABETES


Berdasarkan pengamatan telah menunjukkan hubungan antara periodontitis dan berbagai
penyakit sistemik seperti gangguan kardiovaskular, penyakit pernapasan, osteoporosis,
imunodefisiensi dan juga diabetes mellitus 17-26.

Seperti yang telah disebutkan, studi longitudinal telah menunjukkan hubungan dua arah
antara diabetes dan periodontitis, dengan kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah
pada pasien diabetes dan kontrol glikemik yang lebih buruk pada pasien diabetes disertai
dengan penyakit periodontal 27-30.

Efek diabetes pada penyakit periodontal dan perawatan periodontal


Diabetes telah dikaitkan dengan berbagai penyakit mulut seperti disfungsi saliva dan
pengecapan, infeksi bakteri dan jamur rongga mulut (yaitu, kandidiasis), dan lesi mukosa oral
(yaitu, stomatitis, geographictongue, ulkus traumatik, lichen planus, ...) 31,32. Aliran saliva
yang berkurang dan sensasi mulut terbakar adalah karakteristik lainnya pada pasien diabetes
dengan kontrol glikemik yang buruk. Juga, berbagai tanda patologi rongga mulut seperti,
lichen planus, leukoplakia dan reaksi likenoid berhubungan dengan subyek diabetes karena
imunosupresi dan / atau obat yang digunakan. Selain itu, penyembuhan luka mukosa yang
tertunda, gangguan mukosa dan neuro-sensori, lesi pembusukan dan kehilangan gigi telah
dilaporkan pada pasien diabetes 33. Xerostomia adalah gejala yang sering ditemukan pada
pasien diabetes disertaioral hipoglikemik, dan dapat memfasilitasi timbulnya beberapa infeksi
jamur oportunistik. Kandidiasis telah dilaporkan pada pasien dengan diabetes yang tidak
terkontrol (Gambar 6).

Gambar 6. Gambaran klinis pada kasus peusoudomembran candidiasis akut

Bukti menunjukkan bahwa diabetes mengarah semakin parahnya penyakit periodontal, dan
hubungan yang signifikan antara diabetes dan periodontitis telah dibuktikan. Penyakit
periodontal memiliki insiden lebih tinggi pada pasien diabetes, sangat umum terjadi dan
tergolong parah jika dibandingkan dengan populasi yang sehat 27,34.

Lalla et al., menentukan prevalensi periodontitis pada kelompok usia yang berbeda 35.
Ternyata hal itu 4,8 kali lebih tinggi di antara pasien diabetes dibandingkan dengan non-
diabetes ketika dilakukan studi kohort pada usia 15 hingga 24 tahun, dan 2,3 lebih tinggi pada
kelompok 25-34 tahun.Clinical attachment loss lebih tinggi pada pasien diabetes kelompok
usia 15 hingga 55 tahun. Lim et al., memperkirakan bahwa kontrol glikemik adalah faktor
risiko terpenting yang terkait dengan keparahan dan meluasnya periodontitis 36. Peneliti lain
seperti Lalla et al., menyatakan bahwa tingkat kerusakan periodontal terkait dengan kontrol
glikemik yang tidak tepat pada pasien diabetes sehingga kontrol metabolik yang akurat
menjadi penting dilakukan untuk mencegah komplikasi periodontal 37. Dengan demikian,
kontrol glikemik dan onset diabetes adalah faktor penting dalam perkembangan penyakit
periodontal, tetapi harus dipertimbangkan bahwa ada heterogenitas substansial pada penderita
diabetes 38.

Glycosylated hemoglobin (HbA1c) memungkinkan kontrol kadar glukosa serum dalam


interval 120 hari dan merupakan alat ukur yang dapat digunakan. Komplikasi pada diabetes
mikro dan makrovaskuler terkait dengan peningkatan kadar HbA1c. Risiko periodontitis
adalah 3 kali lipat lebih tinggi di antara pasien diabetes, karena prevalensi dan keparahannya
lebih besar pada pasien diabetes yang mengalami peningkatan kadar HbA1c 39,40.

Berbagai hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan pengaruh diabetes mellitus pada
periodontitis tetapi semuanya saat ini sedang diamati dan masih menjadi perdebatan. Dua
persamaan patogen yang serupa tetapi berbeda dapat menajdi alasan secara biologis,
kemungkinan asal muasalnya sama dari kedua penyakit ini yang menyebabkan host rentan
terhadap penyakit, atau hubungan sebab akibat langsung melalui efek produk glikosilasi
tingkat lanjut (AGEs), diabetes memicu peningkatan fenotip inflamasi dalam sel.
5,27
.

Penelitian telah menunjukkan bagaimana hiperglikemia kronis menghasilkan AGEs yang


dapat berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE) pada sel yang berbeda seperti fibroblast, sel
endotel dan makrofag [42]. Dengan demikian, makrofag ditransformasikan menjadi sel-sel
hipereaktif yang menghasilkan sitokin proinflamasi seperti interleukin 1β dan 6 (IL1β, IL6)
dan TNFα. Advanced glycosylation end juga dapat mengubah sel endotel yang akan menjadi
hiperpermeabel dan hiperresif untuk molekul adhesi, sementara fibroblas akan menunjukkan
penurunan produksi kolagen 43.

Oleh karena itu, AGE yang dihasilkan oleh hiperglikemia kronis dapat menghasilkan respon
hiper-inflamasi, modifikasi vaskular, diubahpenyembuhan dan peningkatan kecenderungan
infeksi (Gambar 7). Lalla et al., Periodontitis mendukung hipotesis bahwa aktivasi RAGE
berkontribusi terhadap patogenesis periodontitis pada pasien diabetes 44. Meningkatnya
akumulasi AGE dan interaksinya dengan RAGE pada gingiva diabetik menyebabkan
peningkatan produksi sitokin proinflamasi, disfungsi vaskular, dan hilangnya efektivitas
integritas jaringan dan fungsi pertahanan.

Gambar 7. Proses bagaimana diabetes mellitus dapat memperburuk / memicu terjadinya


peridontitis
Terlepas dari fakta-fakta tersebut, perawatan periodontal dapat berhasil dilakukan pada
pasien diabetes. Efek jangka pendek dari perawatan periodontal serupa pada pasien diabetes
dan populasi yang sehat, tetapi lebih seringnya penyakit periodontal terjadi pada individu
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik 26, 45-47.

Efek penyakit periodontal dan pengobatannya terhadap diabetes


Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Nutrisi Nasional 2009-2010 melaporkan bahwa
prevalensi diabetes adalah 12,5% di antara pasien periodontal, tetapi hanya 6,3% pada subyek
tanpa periodontitis 48.

Jika individu diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk periodontitis, penting juga untuk
menentukan apa pengaruh periodontitis dan perawatannya terhadap diabetes. Akan lebih
mudah diterima bahwa periodontitis, seperti infeksi lainnya, dapat memiliki efek buruk pada
kontrol glikemik diabetes, harus diperhatikan manajemen diabetes pada pasien-pasien ini.
Sebagian besar bukti tentang masalah tersebut berasal dari studi intervensi dan observasional,
menunjukkan bahwa periodontitis mempengaruhi kontrol glikemik pasien diabetes. HbA1c
nilai < 7% terkait dengan tingkat glikemik yang tepat sementara > nilai 8% mewakili
glikemia pada diebetes tidak terkontrol. Studi longitudinal telah menunjukkan bahwa
periodontitis yang parah dikaitkan dengan glikemia yang tidak terkontrol, kadar HbA1c yang
lebih tinggi dan perkembangan komplikasi sistemik pada penyakit diabetes 1,30,49.

Juga telah dilaporkan bahwa periodontitis dikaitkan dengan sedikit peningkatan HbA1c pada
subjek non-diabetes (periodontitis berpotensi meningkatkan kejadian diabetes), meskipun
hubungannyatidak dapat dijelaskan secara pasti 50.

Studi mengasumsikan bahwa infeksi periodontal dapat merusak kontrol glikemik dengan
meningkatkan resistensi jaringan insulin 26. Oleh karena itu, tingkat glikemik dapat
ditingkatkan melalui perawatan periodontal non-bedah, menghilangkan akumulasi plak
bakteri dan mengurangi peradangan gingiva. Asumsi ini didasarkan pada studi yang
mengamati peningkatan kontrol glikemik diabetes setelah terapi periodontal [46,51]. Harus
dipertimbangkan bahwa penelitian lain tidak menemukan hubungan sebab akibat seperti itu,
mungkin karena waktu yang tidak memadai untuk penyembuhan jaringan periodontal, atau
karena periodontitis belum diselesaikan dengan baik 30,52.

Alasan lain mungkin pengaruh faktor-faktor seperti diet, latihan fisik atau penggunaan
antidiabetik yang dapat mengubah HbA1c secara signifikan, dan hal ini membuat lebih sulit
untuk mengamati efek metabolik dari perawatan periodontal 45.

Pengaruh terapi periodontal non-bedah pada kontrol glikemik diabetes


Beberapa penelitian telah meneliti pengaruh terapi periodontal non-bedah pada kontrol
glikemik pasien diabetes. Baik pasien non-diabetes dan diabetes menunjukkan hasil jangka
pendek yang serupa setelah terapi periodontal non-bedah dalam hal pemeriksaan
pengurangan kedalaman, peningkatan CAL dan perubahan mikrobiota pada subgingiva 53.
Jika kontrol glikemik dianggap sebagai hasil pengobatan setelah terapi periodontal non-
bedah, hasilnya dapat bervariasi (Tabel 1).

Penelitian yang berbeda pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 belum menemukan
dampak yang menguntungkan dari perawatan periodontal dalam kontrol glikemik. Llambés et
al., memperoleh perubahan dalam HbA1 crata-rata sekitar 0,07%, tanpa perbedaan yang
signifikan secara statistik setelah perawatan periodontal non-bedah pada pasien diabetes tipe
1 setelah 3 bulan 45. Demikian pula, Seppälä et al., melaporkan bahwa pada pasien diabetes
tipe 1 yang tidak terkontrol, terapi periodontal non bedah tidak memiliki dampak pada
HbA1c 54. Hasil yang sama diamati dalam penelitian yang dilakukan oleh Aldridge et al.,
yang menyatakan tidak ada perubahan kadar HbA1c setelah terapi periodontal non-bedah
pada 22 penderita diabetes tipe 1 dengan kondisi periodontitis yang parah 55.

Di sisi lain, FariaAlmeida et al., melaporkan bahwa terapi periodontal non-bedah secara
signifikan mengurangi kadar HbA1c sekitar 5,7% pada penderita diabetes tipe 2, sementara
Dağ et al., dan Auyeung et al., melaporkan bahwa terapi ini saja secara signifikan dapat
mengurangi tingkat HbA1c hanya pada penderita diabetes yang terkontrol dengan baik 46, 56-57.
Smith et al., melaporkan bahwa terapi periodontal mekanik saja tidak menghasilkan
perubahan signifikan dalam kontrol glikemik pada pasien diabetes 47.

Baru-baru ini, Engebretson et al., menunjukkan bahwa terapi periodontal non-bedah pada
penderita diabetes tipe 2 dengan periodontitis kronis tidak meningkatkan kontrol diabetes
glikemik 58. Menurut temuan ini perawatan periodontal non-bedah untuk mengurangi kadar
HbA1c tidak dapat dikatakan benar. Akhir-akhir ini, Gay et al., dalam ujiklinis acak di mana
152 tipe 2 pasien diabetes dengan periodontitis terkontrol, ditentukan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan secara statistik yang ditemukan dalam perubahan kadar HbA1c 59.

Selanjutnya, laporan tinjauan sistematis saat inipeningkatan kontrol glikemik, dengan


pengurangan HbA1c sekitar 0,4%, setelah perawatan periodontal non-bedah 60. Penurunan
rata-rata 0,36% dari HbA1c glikosilasi pada subjek dengan diabetes tipe 2 telah ditentukan
baru-baru ini 61. Namun, signifikansi klinis pengaruhnya masih belum diketahui. Telah
dilaporkan bahwa setiap pengurangan 1% HbA1c dapat dikaitkan dengan 35% pengurangan
risiko komplikasi mikrovaskular 62. Sejauh ini, tidak ada penelitian yang mengevaluasi
perubahan kadar HbA1c pada pasien non-diabetes setelah menerima terapi periodontal non-
bedah.

Efek terapi periodontal non-bedah dalam kombinasi dengan antimikroba pada kontrol
glikemik diabetes.
Dua penelitian telah mengamati manfaat tambahan chlorhexidine sebagai tambahan pada
terapi periodontal non-bedah pada pasien diabetes. Christgau et al., menunjukkan bahwa
terapi periodontal non-bedah dikombinasi dengan irigasi subgingiva dengan klorheksidin
0,2% tidak meningkatkan kadar HbA1c 53. Hasil yang sama dicapai ketika klorheksidin
0,12% dipertimbangkan 63.
Iwamoto et al., menunjukkan bahwa terjadi penurunan 0,8% dalam HbA1c pada penderita
diabetes tipe 2 setelah terapi periodontal non-bedah dan penggunaan subgingival gel
minocycline 64.

Studi di mana antibiotik sistemik digunakan bersama dengan terapi mekanik menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam kontrol glikemik pada pasien diabetes. Hal ini mungkin
terjadi karena manfaat tambahan antibiotik sistemik, seperti antimikroba dan efek modulasi
host, serta penghambatan glikosilasi nonenzimatik 63,65-67.

Terapi periodontal non-bedah yang dikombinasikan dengan doksisiklin 100mg dikaitkan


dengan penurunan rata-rata HbA1c sebesar 0,6% pada pasien diabetes tipe 2 65. Namun tidak
ada cukup bukti tentang penggunaan tetrasiklin tetapi tampaknya berperan dalam membatasi
kerusakan jaringan. Akhir-akhir ini, peningkatan sederhana dalam kontrol glikemik terdeteksi
setelah terapi non-bedah plus azithromycin 68. Namun, Llambés et al., menunjukkan
pengobatan periodontal non-bedah dikombinasikan dengan dosisiklin secara sistemik tidak
berpengaruh pada HbA1c pasien diabetes tipe 1 43,45.

Efek terapi periodontal bedah pada kontrol diabetes glikemik


Bukti-bukti yang tersedia saat ini tidak cukup untuk menentukan respon setelah perawatan
bedah periodontal pada pasien diabetes. Subjek diabetes biasanya menunjukkan peningkatan
periodontitis setelah perawatan periodontal bedah. Namun, jika kontrol diabetes buruk, lebih
banyak rekurensi poket periodontal dan respon jangka panjang yang tidak diharapkan setelah
perawatan bedah, efek perawatan bedah periodontal terhadap HbA1c saat ini tidak diketahui
53,69
.

Mekanisme yang tepat menghubungkan periodontitis / peradangan periodontal dan kadar


HbA1c masih belum diketahui dengan jelas. Pada periodontitis, terdapat peningkatan
produksi mediator proinflamasi, seperti TNF α, IL6, IL1β dan interferon gamma (IFα),
danpeningkatan level protein acutephase, seperti Protein Creactive(CRP). Semua mediator
ini memiliki pengaruh yang penting bagi metabolisme glukosa dan lipid. TNF α, IL6 dan
IL1β merupakan antagonis insulin dan metabolisme lipid dihambat oleh TNF α. Peningkatan
kadar CRP menyebabkan resistensi pada insulin. Interferon-αmenginduksi apoptosis sel β
pankreas. Glikosilasi hemoglobin yang non-enzimatik bukan disebabkan oleh peradangan,
tetapi lebih disebabkan oleh hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin 44,70.
Dengan demikian, ini bisa menjelaskan mengapa pasien periodontitis memiliki kadar HbA1c
yang tinggi.

Menurut laporan ini, dapat dikatakan bahwa kontrol periodontitis setelah terapi dapat
mengurangi level mediator lokal dan sirkulasi seperti IL6 dan TNF α. Keduanya dapat
memicu fase akut protein seperti CRP, dan mengganggu pensinyalan insulin intraseluler.
Akibatnya, jika mediator ini dikurangi melalui perawatan periodontal, ini secara teoritis dapat
membantu dalam mengendalikan diabetes. Namun, mekanisme ini masih harus ditinjau
kembali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keparahan penyakit periodontal
berkorelasi dengan kadar CRP dalam darah pada pasien diabetes, namun kadar CRP tidak
berkurang setelah perawatan periodontal 71-74.
KESIMPULAN
Batas-batas ulasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa: Periodontitis adalah penyakit
infeksius dengan prevalensi tinggi yang biasanya berhubungan dengan beberapa gangguan
sistemik, termasuk diabetes mellitus.

Diabetes telah dikaitkan dengan berbagai penyakit mulut seperti: xerostomia, gangguan
neurosensori, beberapa penyakit mukosa mulut, kerusakan gigi dan penyakit periodontal.
Telah tercatat dalam beberapa literatur bahwa penyakit periodontal lebih umum dan parah
pada pasien diabetes daripada pada pasien sehat. Namun, harus diingat bahwa tingkat kontrol
metabolisme dan durasi diabetes tampaknya mempengaruhi risiko penyakit periodontal,
dengan heterogenitas yang signifikan di antara pasein diabetes.

Perawatan periodontal efektif pada pasien diabetes, tetapi kekambuhan jangka panjang yang
diharapkan ketika merawat pasien diabetes terkontrol dengan baik. Periodontitis yang parah
lebih sering ditemukan pada subyek diabetes dengan kadar HbA1c tinggi dan sistemik
komplikasi diabetes. Namun, pengaruh perawatan periodontal pada HbA1c tidak pasti. Efek
menguntungkan dari perawatan periodontal pada tingkat HbA1c tampaknya lebih jelas pada
penderita diabetes tipe 2 dan ketika antibiotik dikaitkan dengan terapi periodontal lokal,
meskipun laporan lain tidak menemukan perbaikan dalam kontrol diabetes setelah perawatan
periodontal. Penelitian lebih lanjut tentang subyek diabetes tipe 1 dan tipe 2 akan diperlukan
untuk mengetahui bagaimana perawatan periodontal mempengaruhi kontrol metabolik
diabetes. Akan sangat penting untuk mengendalikan faktor-faktor lain yang mungkin
mempengaruhi kadar HbA1c, seperti obat diabetes, diet dan kegiatan fisik.

Pengurangan HbA1c setelah perawatan periodontal biasanya kurang dari 0,5%. Diperlukan
penelitian lebih lanjutan untuk mengevaluasi signifikansi klinis dari perbaikan ini. Selain itu,
mungkin perlu untuk mengeksplorasi efek modalitas yang berbeda dari terapi periodontal
pada pasien dengan berbagai jenis diabetes dan berbeda tingkat kontrol metabolismenya.
Analisis lebih lanjut dari mediator inflamasi, seperti CRP, dapat membantu menjelaskan
hubungan keduanya antara diabetes dan penyakit periodontal, serta variasi pasien dalam
sampel dari berbagai keparahan diabetes dan penyakit periodontal. Setiap peningkatan
pengendalian diabetes dan / atau penyakit periodontal memiliki potensi untuk meningkatkan
kualitas hidup secara signifikan pada pasien diabetes.

Anda mungkin juga menyukai