Anda di halaman 1dari 9

Kerusakan tulang alveolar akibat dari kelainan sistemik Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada

orang dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan gingiva, serat perekat dan tulang di sekitar gigi. Penyebab utamanya adalah plak.Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang disebabkan bakteri dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, pembengkakan gingiva dan bleeding pada tekanan ringan. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjukkan peradangan sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun. Peter J. Aquilina, Anthony Lynham. 2003. Serious Sequele of Maxillofacial Infections. Royal Brisbane Hospital, Spring Hill. Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, alveolar. Etiologi primer periodontitis kronis adalah iritasi bakteri patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis (P.g), prevotella intermedia (P.i), bacteriodes forsytus (Bi) dan actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) serta beberapa faktor etiologi sekunder seperti halnya OH jelek, merokok, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi, usia, masa kehamilan, faktor genetik dan penyakit sistemik yang mengakibatkan kerusakan progresif pada jaringan periodontal, tulang alveolar disertai pembentukan poket, resesi atau keduanya. FAKTOR SISTEMIK Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. Faktor-faktor sistemik ini meliputi : 1. Demam yang tinggi 2. Defisiensi vitamin 3. Drugs atau pemakaian obat-obatan 4. Hormonal 1. Demam yang tinggi Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama pnderita mengalami demam yang tinggi, (misalnya disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal. 2. Defisiensi vitamin Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya iritasi lokal menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan). 3. Drugs atau obat-obatan Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri. 4. Hormonal Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit periodontal. PENGARUH KELAINAN DAN PENYAKIT SISTEMIK TERHADAP

PERIDONSIUM Beberapa bakteri spesifik (periodontal pathogens) yang berhubungan dengan kerusakan pada penyakit periodontal, bakteri patogen ini tidak menyebabkan penyakit hanya karena keberadaannya sendiri, tetapi kesehatan jaringan periodontal bisa dilihat dari tidak adanya bakteri-bakteri tersebut. Salah satu penemuan terbaru tentang periodontitis mengatakan bahwa respon host bervariasi pada tiap individu dan baik respon imun host yang tidak adekuat maupun respon imun host yang berlebihan dapat memperparah keadaan penyakit. Dengan kata lain respon host terhadap periodontal patogen sangat penting dan dapat membedakan tingkat keparahan penyakit pada satu individu dengan individu yang lain. Fakta-fakta terbaru juga mulai menunjukkan adanya peran penyakit periodontal pada masalah kesehatan sistemik, misalnya penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan penyakit pernapasan. Disamping adanya hubungan timbal balik antara infeksi periodontal dan respon imun host, lingkungan, fisik, dan faktor stress psikososial juga bisa mempengaruhi jaringan periodontal dan merubah penampakan penyakit. Pada umumnya, kelainan-kelainan pada beberapa hal di atas tidak memicu terjadinya periodontitis kronis, tetapi bisa memperparah, mempercepat, atau bahkan meningkatkan progresitas hingga menjadi pengrusakan jaringan periodontal. KELAINAN ENDOKRIN (endocrine disorders) Kelainan kelenjar endokrin, misalnya diabetes, dan perubahan hormonal yang berhubungan dengan pubertas dan kehamilan adalah contoh umum dari kondisi sistemik yang berefek kurang baik terhadap kesehatan periodontium. Gangguan endokrin dan perubahan hormon mempengaruhi jaringan periodontal secara langsung, merubah respon jaringan terhadap faktor lokal, dan menghasilkan perubahan anatomis pada gingiva yaitu meningkatkan akumulasi plak dan progress penyakit. a. Bacterial pathogens Pada penderita diabetes, kandungan glukosa pada cairan gingiva dan darahnya lebih tinggi daripada orang normal dengan skor Plaque and Gingival Index yang sama. Peningkatan kadar glukosa di cairan gingiva dan darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan mikroflora, mempengaruhi perubahan kualitatif dari bakteri sehingga bisa memperparah penyakit periodontal pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.

b.

Polymorphonuclear Leukocyte Function

Peningkatan kerentanan pasien diabetes terhadap infeksi telah di hipotesa berhubungan dengan defisiensi polymorphonuclear leukocytes yang menghasilkan kemotaksis yang lemah, phagocytosis yang tidak sempurna, atau adherence yang juga lemah. Tidak ada perubahan immunoglobulin A,G, atau M yang ditemukan pada pasien diabetes. c. Altered Collagen Metabolism Peningkatan aktivitas kolagenase dan penurunan sintesia kolagen ditemukan pada pasien diabetes dengan hiperglikemia kronis. Menurunnya sintesis kolagen, osteoporosis, dan penurunan tinggi tulang alveolar dengan osteoporosis, sebanding di tulang-tulang yang lain. Ligament periodontal dan sementum tampak seperti tidak terpengaruh, tetapi glikogen di deplesi pada gingival. Hiperglikemia kronis mempengaruhi sintesis, maturasi, dan maintenance kolagen dan matriks ekstraseluler. Pada tahap hiperglikemic, sejumlah banyak protein dan molekul matriks mengalami sebuah glycosylation nonenzymatic yang menghasilkan Advanced Glycation End Products (AGEs). AGEs dapat terbentuk pada level glukosa yang normal, tetapi dalam suasana yang hiperglikemic, AGE dapat bertambah banyak. AGE formation cross-link dengan kolagen, membuatnya kurang soluble dan sedikit bisa diperbaiki. Hasilnya. Kolagen jaringan pada pasien diabetes yang kurang terkontrol lebih rentan terhadap kerusakan. AGE memainkan peran yang penting dalam komplikasi klasik diabetes.Mereka juga memainkan peran yang sangat penting dalam kelanjutan penyakit periodontal. Kontrol glikemik yang buruk serta peningkatan AGE membuat jaringan periodontal rentan kerusakan. Migrasi selular melalui kolagen cross-linked terhambat dan yang paling penting, integritas jaringan menjadi lemah sebagai akibat dari kolagen rusak yang tersisa pada jaringan dalam waktu yang lama. Efek kumulatif dari perubahan respon selular terhadap factor local, melemahnya integritas jaringan, dan perubahan metabolisme kolagen, tidak diragukan lagi memainkan peran yang sangat penting dengan kerentanan individu berpenyakit diabetes terhadap infeksi dan dectructive periodontal disease. d. Hyperparathyroidism Hipersekresi parathyroid menghasilkan demineralisasi menyeluruh pada tulang, meningkatkan osteoklas dengan proliferasi jaringan ikat dalam ruang sumsum yang

membesar, dan formasi kista tulang serta sel tumor raksasa. Penyakit ini disebut osteitis fibrosa cystic atau Recklinghausens bone disease. Kehilangan lamina dura dan giant cell tumor dalam rahang adalah tanda dari penyakit tulang hyperparathyroid, yang mana bukanlah suatu hal yang biasa. Kehilangan seluruh lamina dura jarang terjadi, dan termasuk berbahaya yang memberikan terlalu banyak arti dalam diagnostik pada umumnya. Penyakit lain dimana kemungkinan terjadi hal-hal diatas adalah Pagets disease, fibrous dysplasia, dan osteomalasia. e. Sex Hormon Ada beberapa tipe penyakit gingival dimana perubahan hormone seks dianggap sebagai faktor pemicunya; tipe-tipe perubahan gingival dihubungkan dengan perubahan hormon fisiologis dan digolongkan oleh perubahan inflamasi nonspesifik dengan komponen vascular predominan yang mengawali kecenderungan hemorrhagic/perdarahan. f. Gingiva pada Pubertas Pubertas sering disertai dengan meningkatnya respon gingival terhadap iritasi local. Gejala inflamasi yaitu warna merah kebiruan, odema, dan pembesaran dihasilkan dari faktor lokal yang merupakan respon ringan gingival. Sebagai pendekatan terhadap orang dewasa, keparahan rekasi gingival berkurang, pengembalian menuju ke normal membutuhkan penghilangan faktor tersebut. Meskipun prevalensi dan keparahan penyakit gingival meningkat seiring dengan pubertas, gingivitis bukan merupakan kejadian yang universal selama periode ini, dengan oral hygiene yang baik, maka hal tersebut dapat dicegah. 1. Perubahan Gingiva yang berhubungan dengan siklus menstruasi Seperti gejala yang umum, siklus mentruasi tidak disertai dengan perubahan gingival, tetapi pada keadaan tertentu hal tersebut dapat terjadi. Perubahan ovarian. Selama masa menstruasi, prevalensi gingivitis meningkat. beberapa pasien mengeluhkan perdarahan pada gingival. Eksudat dari inflamasi gingival meningkat selama menstruasi, tetapi cairan gingival tidak terpengaruh. gingival sehubungan dengan menstruasi karena ketidak seimbangan hormonal dan kadang-kadang disertai dengan riwayat disfungsi

Mobilitas gigi tidak berubah secara signifikan selama siklus menstruasi. Jumlah bakteri saliva meningkat selama menstruasi dan pada ovulasi sampai hari ke-14 sebelumnya. 2. Penyakit Gingiva Selama Kehamilan Perubahan gingival selama kehamilan telah dijelaskan sejak tahun 1898, bahkan sebelumnya beberapa ilmu pengetahuan tentang perubahan hormonal pada kehamilan telah ada. Kehamilan itu sendiri tidak menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan disebabkan oleh bakteri plak. Kehamilan merangsang respon gingival terhadap plak dan memodifikasi resultan klinis. tidak ada perubahan yang terjadi pada gingival selama kehamilan tanpa adanya faktor lokal. Keparahan gingivitis meningkat selama kehamilan dimulai pada bulan kedua atau ketiga. pasien dengan gingivitis kronis sebelum kehamilan menjadi sadar terhadap gingival karena sebelumnya area yang terinflamasi menjadi membesar, odematus dan mengalami perubahan warna. Pasien dengan perdarahan gingival sebelum kehamilan menjadi perhatian terhadap meningkatnya tendensi perdarahan . Gingivitis menjadi lebih berat pada bulan kedelapan dan menurun pada bulan ke-9, akumulasi plak mengikuti pola yang lama. Beberapa peneliti melaporkan terdapat keparahan antara trimester kedua dan ketiga. Hubungan antara gingivitis dan kuantitas plak lebih besar setelah melahirkan daripada selama kehamilan, dimana disimpulkan bahwa kehamilan membutuhkan faktor lain yang merangsang respon gingiva terhadap faktor lokal. Insiden gingivitis selama kehamilan pada penelitian bervariasi dari 50%-100%. Kehamilan mempengaruhi keparahan dari area yang terinflamasi, tidak merubah gingival yang sehat. Mobilitas gigi, kedalaman poket, dan cairan gingival juga meningkat selama kehamilan. Reduksi parsial pada keparahan gingivitis terjadi pada dua bulan setelah melahirkan, dan setelah satu tahun kondisi gingival dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Tetapi gingival tidak kembali normal selama terdapat factor local. Pengurangan setelah kehamilan juga mobilitas gigi,

kedalaman poket, dan cairan gingival. Pada pengamatan longitudinal perubahan periodontal selama kehamilan dan untuk 15 bulan setelah melahirkan, tidak ada loss of attachment signifikan yang terlihat. Tendensi bleeding terlihat pada sebagian besar gejala klinis. Gingival terinflamasi dan bervariasi warnanya dari merah terang hingga merah kebiruan. Margin gingival dan interdental tampak odematus, pit pada fisur, terlihat halus dan mengkilat, lunak dan nampak seperti raspberry. Kemerahan yang ekstrim merupakan akibat dari vaskularisasi, dan terdapat peningkatan tendensi bleeding. perubahan gingival biasanya tanpa gejala kecuali terdapat komplikasi pada inflamasi akut. Pada beberapa kasus inflamasi gingival membentuk massa menyerupai tumor sebagai tumor pregnancy . Gambaran mikroskopik penyakit gingival selama kehamilan merupakan inflamasi yang non spesifik, tervaskularisasi, dan inflamasi yang proloferatif. Terdapat infiltrasi sel inflamasi dengan odema disertai degenerasi epitel gingival dan jaringan ikat. Epithelium hiperplastik dengan adanya retepeg, mengurangi permukaan yang berkeratin, dan bermacam derajat intraselular dan odema ekstraselular dan infiltrasi oleh leukosit. Kemungkinan interaksi antara bakteri-hormin dapat merubah komposisi plak dan menyebabkan inflamasi gingival belum diamati secara luas. Kornmen dan loesehe melaporkan bahwa flora subgingiva berubah menjadi anaerob selama kehamilan. Satu-satunya mikro organisme yang meningkat secara signifikan adalah P. Intermedia. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol secara sistemik dan progesterone bersamaan dengan tendensi bleeding yang tinggi. Disimpulkan juga bahwa selama kehamilan, penurunan respon limfositT maternal mungkin merupakan factor yang dapat merubah respon jaringan terhadap plak. Adanya gingivitis selama kehamilan dihubungkan dengan peningkatan kadar progesterone dimana menyebabkan pelebaran mikrovaskularisasi gingival, sirkulatori stasis dan meningkatnya kerentanan terhadap iritasi mekanis, semuanya menyebabkan cairan masuk ke dalam jaringan

perivaskuler.

Peningkatan

progesterone

dan

estrogen

terjadi

selama

kehamilan, dan berkurang setelah persalinan. Keparahan gingivitis bervariasi sesuai kadar hormonal selama kehamilan. Gingiva merupakan organ target bagi hormon seks wanita. Formicola dkk, menunjukkan bahwa injeksi estradiol radioaktif terhadap tikus betina terlihat tidak hanya pada saluran genital tetapi juga pada gingival. Disimpulkan juga bahwa terjadinya gingivitis selama kehamilan terjadi dalam dua periode : yaitu selama trimester pertama, ketika terjadi produksi gonadotropin yang berlebihan, dan selama trimester ketiga, dimana estrogen dan progesterone berada pada level tertinggi. Kerusakan sel mast pada gingival terjadi karena meningkatnya hormone seks dan resultan yang dikeluarkan oleh histamine dan enzim proteolitik yang berperan pada respon inflamasi terhadap factor local. 3. Kontrasepsi Hormonal dan Gingiva Kontrasepsi Hormonal membuat respon gingival terhadap factor local sama dengan yang terlihat selama kehamilan, ketika digunakan lebih dari 1,5 tahun dapat meningkatkan kerusakan periodontal. Meskipun beberapa merk kontrasepsi oral memproduksi perubahan dramatis daripada yang lain, tidak ada hubungan yang ditemukan pada perbedaan progesterone atau estrogen pada bermacam-macam merk tersebut. Kontrasepsi oral tidak mempengaruhi inflamasi gingival atau skor debris indeks. Menopausal Gingivostomatitis (senile atrophic gingivitis) Kondisi ini terjadi selama menopause atau selama periode postmenopause. Gejala yang ringan kadang-kadang terlihat, berhubungan dengan perubahan awal menopause. Menopausal Gingivostomatitis bukan merupakan kondisi yang umum. Pola tersebut digunakan untuk memperbaiki anggapan yang keliru yang bervariasi sehubungan dengan menopause. Gangguan pada rongga mulut bukan merupakan gejala yang umum dari menopause. Gingiva dan mukosa oral tampak kering dan mengkilat, bervariasi warnanya dari pucat hingga kemerahan, dan mudah berdarah. Terdapat fisur pada mucobucal fold pada beberapa kasus dan perubahan dapat terjadi pada mukosa vagina. Pasien mengeluhkan

burning sensation dan mulut kering, sehubungan dengan sensitivitas yang ekstrim terhadap perubahan termis, sensasi rasa yang abnormal yang disebut salty, peppery atau sour dan sulit memakai gigi tiruan sebagian lepasan. Hormon Kortikosteroid Pada manusia, pemberian sistemik kortison dan ACTH tidak mempunyai efek terhadap insiden dan keparahan terhadap penyakit gingival dan periodontal. Tetapi transplantasi ginjal pada pasien yang menerima terapi immunosupresive (prednisone dan metilprednison dan azatioprin atau siklofosfamid) secara signifikan mengurangi inflamasi gingival daripada kelompok kontrol dengan jumlah plak yang sama. Pemberian kortison secara sistemik pada eksperimen binatang menyebabkan osteoporosis tulang alveolar, dilatasi kapiler dan penelanan, dengan perdarahan pada ligament periodontal dan jaringan ikat gingival, degenerasi dan reduksi serabut kolagen pada ligament periodontal dan meningkatnya destruksi jaringan periodontal sehubungan dengan inflamasi yang disebabkan oleh iritasi lokal. Sumber 1. Manson J.D., Eley B.M., Periodontics, Fifth Edition, Edinburgh London New York etc: Wright. An imprint of Elsevier Ltd . 2004 : 55 81 2. Loberto JCS, Martins CA, Santos SSF, Cortelli JR, Jorge AOC. Oral cavity and periodontal pockets of cronies periodontitis patients. Braz J Microbial, 2004; Volume 35 No. 1-2. Available From : http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s151783822004000100010 & script = sci_arttext. Accessed Desember 1, 2010

Anda mungkin juga menyukai