Anda di halaman 1dari 3

PENGARUH OBESITAS TERHADAP PENYAKIT PERIODONTITIS

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PRIMA
INDONESIA
2022
MASALAH PENELITIAN
Menurut WHO (2019), Obesitas merupakan kondisi kelebihan lemak didalam tubuh
yang berlebihan secara abnormal yang dapat berisiko bagi kesehatan tubuh. Penyebab paling
umum obesitas yaitu meningkatnya asupan makanan dan minuman secara berlebih dan tidak
terkontrol. 

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2016), obesitas merupakan
ketidakseimbangan Indeks Massa Tubuh atau BMI dimana berat tubuh lebih tinggi
dibandingkan dengan tinggi badan. Sedangkan menurut Kemenkes RI (2018), obesitas
merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi
dengan energi yang digunakan dalam waktu lama.

Obesitas menjadi faktor resiko dari beberapa penyakit yang umum menjangkit
masyarakat. Salah satu penyakit dengan faktor resiko obesitas adalah periodontitis.
Periodontitis adalah kondisi hilangnya jaringan pendukung gigi akibat inflamasi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik sehingga menyebabkan kerusakan ligamen
periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan pembentukan poket dan resesi.
Gambaran klinis periodontitis adalah hilangnya perlekatan antar gigi sehingga gigi menjadi
habis, atau sering disebut dengan Hipodonsia. Kondisi ini dapat mempengaruhi disfungsi
pengunyahan sehingga berpotensi menghambat terpenuhinya nutrisi dalam tubuh serta
kualitas hidup individu. 

Secara umum, periodontitis memiliki tanda gejala seperti terjadinya perubahan warna,
perubahan kontur dan konsistensi, serta perdarahan pada saat probing. Umumnya, timbul
darah saat probing tidak menjadi indikator positif attachment loss  tetapi, apabila perdarahan
terjadi secara berkelanjutan saat probing kemungkinan terjadi adanya inflamasi dan dapat
berpotensi terjadinya kehilangan perlekatan gingiva (attachment loss)  pada area yang
mengalami perdarahan. Periodontitis terbagi menjadi dua yaitu:

1. Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus yang


berkembang sangat lamban, tetapi dampak periode destruksi sangat cepat.
Peningkatan perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal,
sistemik, dan lingkungan yang mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit diabetes
mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes, faktor lingkungan seperti
kebiasaan merokok dan stress juga mempengaruhi respon hospes terhadap akumulasi
plak.
2. Periodontitis agresif berbeda dengan kronis berdasarkan kecepatan perkembangan
penyakitnya. Individu yang mengalami periodontitis agresif cenderung tidak memiliki
gejala yang tampak serta keadaan umum tampak sehat. Tidak ada akumulasi plak dan
kalkulus serta tidak ada riwayat periodontitis agresif pada keluarga.

Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Periodontitis

Menurut Sudirman (2018), berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, obesitas


menjadi faktor resiko periodontitis karena jaringan adiposa pada orang yang mengalami
obesitas akan melepas TNF-α  kedalam plasma sehingga mengakibatkan terhambatnya sinyal
insulin kemudian terjadilah resistensi insulin. Resistensi insulin akan menyebabkan diabetes
mellitus disertai kondisi hiperinflamatori yang menjadi penyebab terjadinya penyakit
periodontal. 
Prevelensi mendata bahwa penyakit periodontal lebih tinggi pada penderita diabetes
mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak menderita diabetes. Pada penderita
diabetes, advanced glycation/Advanced Glycation and product (AGE) terdeposite didalam
jaringan akibat dari hiperglikemia, merubah fenotip makrofag dan sel lain dari reseptor
spesifik permukaan sel. makrofag merupakan sel utama pada patogenesis periodontitis karena
memiliki kemampuan untuk memproduksi sitokin dalam jumlah besar. makrofag juga
berpengaruh terhadap respon inflamasi , metabolisme fibroblas dan limfosit dan menstimulasi
resopsi tulang melalui prostalglandin E. AGE yang dihasilkan mengubah makrofag menjadi
sel dengan fenotip destruktif, yang memproduksi sitokin pro-inflamasi yang tidak terkontrol
sehingga mengakibatkan kerusakan lokal yang parah pada jaringan peridonsium. Pertahanan
utama pada peridonsium adalah sel neutrofil. Pada pasien diabetes mellitus fungsi sel
neutrofil berkurang sehingga pasien diabetes mellitus rentan terhadap periodontitis.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2016, lebih dari 1,9 milyar penduduk dunia dengan usia
20-45 tahun mengalami peningkatan berat badan, 650 juta diantaranya mengalami obesitas.
Sedangkan Riskesdas tahun 2018, prevelensi periodontitis di Indonesia pada usia 20 tahun
keatas sebesar 21,8% dan prevelensi periodontitis sebesar 74,1%. Dalam datanya didapatkan
bahwa obesitas menjadi faktor resiko terbesar terjadinya periodontitis. 

Terdapat banyak sitokin proinflamasi yang terlibat pada penderita periodontitis,


seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang juga berhubungan dengan sitokin pro inflamasi pada
penderita obesitas. penderita obesitas akan memanupulasi respon imun dengan mengeluarkan
beberapa faktor proinflamasi yang berasal dari jaringan lemak dan dapat berakibat
meningkatnya kerusakan tulang penyangga gigi seperti pada periodontitis. Menurut Maulani,
dkk (2022) dalam penelitiannya yang dilakukan pada 262 pasien dengan periodontitis, laki-
laki dan perempuan sebagai sampelnya yang berasal dari Jakarta dengan rentang usia 18-66
tahun. Sampel penelitian ini 59,9% adalah perempuan dan 40,1% adalah laki-laki, dilakukan
pengukuran BMI, oral hygine, plaque indeks dan evaluasi periodontal lainnya. Berdasaran
pendidikan didapatkan 43,4% dengan pendidikan sekolah menengah atas, Berdasarkan
pekerjaan didapat 47,3% sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan kebiasaan didapat 79,4%
tidak merokok dan 4,93% tidak mengkonsumsi alkohol. Berdasarkan data yang didapat serta
patofisiologi tersebut didapatkan hasil bahwa obesitas dengan periodontitis memiliki
hubungan yang sangat erat.

Anda mungkin juga menyukai