Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH FARMASI

OBESITAS

Oleh :
Sotya Satmaka Adira
G99172015

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi kurang
dan gizi lebih. Kedua permasalahan tersebut dapat mempengaruhi harapan hidup manusia
karena keduanya berhubungan erat dengan penyakit (Depkes, 2013). Salah satu
permasalahan gizi yang cukup serius adalah obesitas (Low dkk, 2009).
World Health Organization (WHO) tahun 2013 mendefinisikan obesitas adalah
akumulasi abnormal lemak tubuh yang dapat menyebabkan risiko bagi kesehatan. Obesitas
adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering dinyatakan dengan istilah gemuk
atau berat badan berlebih (Anderson, 2011). Obesitas merupakan suatu penyakit
multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebih sehingga dapat
mengganggu kesehatan (Sumanto, 2009). Dari ketiga pertanyaan di atas dapat kita ketahui
bahwa yang menyebabkan obesitas berbahaya adalah dampaknya sebagai faktor risiko
beberapa penyakit kronis.
Seiring dengan berkembangnya zaman serta perubahan tren dan pola hidup yang
kurang sehat, saat ini banyak sekali jumlah masyarakat yang menderita obesitas. Obesitas
dianggap sebagai sinyal pertama munculnya kelompok penyakit–penyakit non infeksi (Non
Communicable Diseases) yang banyak terjadi di negara maju maupun negara berkembang.
Fenomena ini sering diberi nama “New World Syndrome” atau sindroma dunia baru dan hal
ini telah menimbulkan beban sosial–ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar
di negara–negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2015).
Di Indonesia, obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi. Berdasarkan Laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, prevalensi obesitas pada penduduk
berusia ≥18 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 15,4%. Prevalensi
penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari
tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen
dari tahun 2010 (15,5%) (Kemenkes, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar
orang dewasa yang berusia > 18 tahun, kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari
600 juta mengalami obesitas. Secara keseluruhan, sekitar 13% dari populasi dunia dewasa
(11% laki-laki dan 15% perempuan) yang mengalami obesitas pada tahun 2014. Prevalensi
obesitas di seluruh dunia meningkat dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2014 (WHO, 2015).
Peningkatan angka kejadian obesitas ini berdampak pada peningkatan angka kejadian
penyakit kardiovaskular. Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat obesitas adalah
gangguan psiko-sosial, pertumbuhan fisik, gangguan pernapasan, gangguan endokrin (Imam,
2005; Sugondo, 2009). Menurut penelitian Lilyasari (2007) terdapat hubungan antara
obesitas dengan hipertensi. Penyebab obesitas sangat kompleks, artinya obesitas disebabkan
oleh banyak faktor. Obesitas timbul akibat masukan energi yang melebihi pengeluaran
energi. Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh
melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah dan sebagian energi tersebut
akan disimpan sebagai lemak (Guyton, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
WHO (2000) secara sederhana mendefinisikan obesitas sebagai kondisi abnormal
atas akumulasi lemak yang ekstrim pada jaringan adipose. Obesitas merupakan suatu
kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan
oleh beberapa faktor biologik dan metabolisme energi yang diketahui sangat berpengaruh
bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebih di jaringan adiposa
sehingga mengganggu kesehatan (Sumanto, 2009).
Obesitas tidak sama dengan overweight. Obesitas merupakan keadaan patologis,
yaitu terdapatnya penimbunan lemak yang berlebih dari yang diperlukan untuk fungsi
tuuh normal (Soetjiningsih, 1995). Namun demikian keduanya sama-sama menunjukan
adanya penumpukan lemak yang berlebihan dalam tubuh, yang ditandai dengan
peningkatan nilai Indek Massa Tubuh (IMT) di atas normal (Misnadiarly, 2007). Secara
klinis IMT yang bernilai antara 25-29.9 kg/m2 adalah overweight, sedangkan yang
bernilai lebih besar dari 30 kg/m2 adalah obese (Guyton, 2007).
IMT bukan suatu pengukuran langsung terhadap adipositas tubuh, sehingga perlu
diperhatikan bahwa atlit yang IMT nya diatas nilai 25 kg/m2 tidak bisa dikatan obese
atau overweight karena atlit tersebut besar masa otot nya lah yang masuk pada
pengukuran BMI. Cara yang lebih baik untuk mendefinisikan obesitas adalah mengukur
persentase lemak pada tubuh. Obesitas pada pria dinyatakan dengan adanya persentase
lemak sebesar 25%,pada wanita sebesar 35%. Meskipun persentase lemak tubuh dapat
diperkirakan melalui pengukuran tebal lipatan kulit, impedansi biolektrik, pengukuran
BB dalam air, metode-metode tersebut jarang digunakan, karena BMI sering digunakan
untuk menilai obesitas (Guyton, 2007)
B. EPIDEMIOLOGI
WHO telah menyatakan obesitas telah menjadi epidemik global, sehingga merupakan
suatu masalah kesehatan yang harus ditangani segera. Kejadian obesitas di Indonesia
mulai menjadi masalah gizi di masyarakat walaupun gizi kurang atau kurus masih tinggi.
Berdasarkan tempat tinggal prevalensi kegemukkan lebih tinggi di perkotaan
dibandingkan dengan prevalensi di pedesaan yaitu berturut-turut sebesar 10,4% dan 8,1%
(Riskesdas, 2010). Hal ini karena di daerah perkotaan banyak makanan fast food yang
memiliki kandungan lemak yang tinggi, dibandingkan dengan daerah pedesaan yang
mayoritas makanannya hasil dari perkebunan dan pertanian sendiri.
Di Indonesia, obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi. Berdasarkan Laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, prevalensi obesitas pada penduduk
berusia ≥18 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 15,4%. Prevalensi
penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi
dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas
perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%)
dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%) (Kemenkes, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar
orang dewasa yang berusia > 18 tahun, kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih
dari 600 juta mengalami obesitas. Secara keseluruhan, sekitar 13% dari populasi dunia
dewasa (11% laki-laki dan 15% perempuan) yang mengalami obesitas pada tahun 2014.
Prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2014
(WHO, 2015).
Insidensi obesitas di negara berkembang semakin meningkat sehinga saat ini banyak
orang dengan obesitas di dunia hampir sama jumlahnya dengan mereka yang menderita
kelaparan.

C. ETIOLOGI
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam
menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan
dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian
besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton,
2007).
Penyebab obesitas digolongkan menjadi dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor yang menyebabkan obesitas secara langsung yaitu:

1. Genetik
Yang dimaksud factor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari
orang tuanya. Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai
penyebab kegemukan. Namun demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan
bahwa faktor genetic merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan (Purwati,
2001). Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan
normal ternyata mempunyai 10 % resiko kegemukan. Bila salah satu orang tuanya
menderita kegemukan , maka peluang itu meningkat menjadi 40 – 50 %. Dan bila
kedua orang tuanya menderita kegemukan maka peluang factor keturunan menjadi
70–80% (Purwati, 2001). Bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas
dapat disebabkan faktor genetik.
Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau
lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan
lemak. Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu
penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi
leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan
mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk penyebab monogenik
tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas.
Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan untuk
mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton, 2007)
2. Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin
adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang
bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan
penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon,
insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi
pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam
lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis
(Wilborn et al, 2005).
Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid didalam
tubuhnya akan menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk menggunakan energi
akan berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi penurunan metabolisme basal
tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya
(Wirakusumah, 1997).
Selain hormon tiroid, hormone insulin juga dapat menyebabkan kegemukan.
Hal ini dikarenakan hormone insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi
kedalam sel-sel tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormone insulin, maka
timbunan lemak didalam tubuhnyapun akan meningkat. Hormon lainnya yang
berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, sebab
hormone ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan serta fungsi
hipotalmus yang abnormal, yang menyebabkan hiperfagia (Purwati, 2001).
3. Obat-obatan
Saat ini sudah terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar
didalam tubuh. Dengan demikian orang yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut,
nafsu makannya akan meningkat, apalagi jika dikonsumsi dalam waktu yang relative
lama, seperti dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit, maka hal ini akan memicu
terjadinya kegemukan (Purwati, 2001).
4. Asupan makan
Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang.
Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan,
berat badan lebih (over weight), dan obesitas. Makanan dengan kepadatan Energi
yang tinggi (banyak mengandung lemak dan gula yang ditambahkan dan kurang
mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang
positip ini (Gibney, 2009)
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas terjadi karena
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi
kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan
energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi
yang rendah (Damayanti, 2002). Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk
makanan) yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat
badan akan bertambah dan sebagian besar kelebihan energi tersebut akan di simpan
sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan adipositas (obesitas) disebabkan masukan
energi yang melebihi pengeluaran energi. Untuk setiap kelebihan energi sebanyak 9,3
kalori yang masuk ke tubuh, kira-kira 1 gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan
terutama di aposit pada jaringan subkutan dan rongga intraperitoneal, walaupun hati
dan jaringan tubuh lainnya seringkali menimbun cukup lemak pada orang obesitas.
Perkembangan obesitas pada orang dewasa juga terjadi akibat penambahan jumlah
adiposit dan peningkatan ukurannya. Seseorang dengan obesitas yang ekstrem dapat
memiliki adiposit sebanyak empat kali normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua
kali lebih banyak dari orang yang kurus (Guyton, 2007).
Ada tiga hal yang mempengaruhi asupan makan, yaitu kebiasaan makan,
pengetahuan, dan ketersediaan makanan dalam keluarga. Kebiasaan makan berkaitan
dengan makanan menurut tradisi setempat, meliputi hal-hal bagaimana makanan
diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan
seberapa banyak yang dimakan.
Ketersediaan pangan juga mempengaruhi asupan makan, semakin baik
ketersediaan pangan suatu keluarga, memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan
zat gizi (Soekirman, 2000). Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh
pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumberdaya masyarakat. Sedangkan kedua
hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kemiskinan.
Kecukupan gizi menurut Recommended dietary Allowanie (RDA) tahun
1989 adalah banyaknya zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan mencakup hampir
semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas,
berat badan, tinggi badan, genetic, dan keadaan hamil dan menyusui. Kecukupan gizi
yang dianjurkan berbeda dengan kebutuhan gizi (Karyadi, 1996).
Kebutuhan energi total untuk orang dewasa diperlukan untuk metabolisme
basal, aktivitas fisik, dan efek makanan atau pengaruh dinamik khusus (SDA).
Kebutuhan energi terbesar diperlukan untuk metabolisme basal (Almatsier, 2005).
5. Aktivitas Fisik
Obesitas juga dapat terjadi bukan hanya karena makan yang berlebihan,
tetapi juga dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan
energi. Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain
adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan
aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai
bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menempuh kehidupan yang
tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah penduduk yang
melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin banyak, sehingga
obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan (Moehyi, 1997).
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal
ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan
massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak
adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas.
Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat
meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas
penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara
umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal
memiliki tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski
aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan
berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik
memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin
banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak
langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja
seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan
aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat
kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya
olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal
tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak
saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur
berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).
6. Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat
menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang
dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas
yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat
timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang
mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang
menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial
(HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang).
Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak
untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan
minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM, maka
seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada
hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara
berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di
hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan
pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada hewan obesitas yang
dibatasi makannya (Guyton, 2007) .
7. Dampak penyakit lain
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari
penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah
hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma
dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat
badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan
anggapan itu maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek
pada berat badan (Flier et al, 2005).

Faktor yang menyebabkan obesitas secara tidak langsung, yaitu:

1. Pengetahuan gizi.
Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan
dengan baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup. Tingkat pendidikan
, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sangat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seseorang akan lebih banyak
memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi dirinya maupun
keluarganya .
2. Pengaturan Makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik.
Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya
adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya
prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan
tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai
sarana penyaluran stress. Akibat kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru
terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar
kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena
itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada
dewasanya nanti (Guyton, 2007).
Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat gizi
tenaga, zat pembangun , dan zat pengatur yang dikonsumsi seseorang dalam waktu
satu hari sesuai dengan kecukupan tubuhnya (Departemen Kesehatan RI, 1996)
Makanan sumber karbohidrat kompleks merupakan sumber energi utama. Bahan
makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras, jagung,
gandum), umbi-umbian (singkong ubi jalar dan kentang), dan bahan makanan lain
yang mengandung banyak karbohidrat seperti pisang dan sagu. Gula tidak
mengenyangkan tetapi cenderung dikonsumsi berlebih, konsumsi gula berlebihan
menyebabkan kegemukan. Oleh karena itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi
sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau 3-4 sendok makan setiap harinya.
Konsumsi zat tenaga yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan
kenaikan berat badan, bila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan obesitas yang
biasanya disertai dengan gangguan kesehatan lainnya. Berat badan merupakan
petunjuk utama apakah seseorang kekurangan atau kelebihan energi dari makanan
(Karyadi, 1996).
Obesitas dapat terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh melebihi
kebutuhan, dan penggunaan energi yang rendah (Wirakusumah, 1997). Beberapa
penyebab yang menjadikan seseorang makan melebihi kebutuhan adalah :
a. Makan berlebih
b. Kebiasaan mengemil makanan ringan
c. Suka makan tergesa-gesa
d. Salah memilih dan mengolah makanan

D. FISIOLOGI
Penyimpanan lemak yang terdapat di tubuh ternyata bukan merupakan hasil
kebiasaan buruk yang bersifat pasif. Adiposa ternyata berperan pada pengaturan proses
homeostasis energi, yaitu suatu proses yang membutuhkan keseimbangan antara asupan
energi (asupan makanan) dan pengeluaran energi (metabolisme dan aktifitas fisik) serta
jumlah cadangan energi dalam tubuh (massa lemak). Sistem biologi yang mengatur
asupan makanan, mengontrol frekuensi dan jumlah makanan yang dimakan, serta
memperbaiki keseimbangan yang terganggu, merupakan masalah yang kompleks dan
belum dipahami dengan jelas (Woods and Seeley, 2002).
Telah dilaporkan adanya dua hormon peptida yang diproduksi di saluran pencernaan
yang diketahui mempengaruhi perilaku makan jangka pendek, sedangkan leptin dan
insulin mengatur berat badan dalam jangka waktu hitungan bulan atau tahun. Terdapat
area di otak pada hypothalamus yaitu arcuate nucleus yang berperan menggabungkan
aktivitas hormon-hormon tersebut di atas, memberikan sinyal kepada tubuh untuk
mengatur kesimbangan asupan makanan dan penggunaan energi (Kelner and Helmuth,
2003).
Arcuate nucleus memiliki dua neuron utama dengan aksi yang berlawanan. Neuron
tipe pertama memproduksi neurotransmitter peptida yaitu neuropeptide Y (NPY) dan
agouti related peptide (AgRP), aktivasi neuron ini akan menstimulasi selera makan sambil
mereduksi metabolisme. Terdapat neuron lainnya yaitu neuron proopiomelanocortin
(POMC) / cocaine and amphetamine regulated transcript (CART) yang akan melepaskan
α melanocyte stimulating hormone (α MSH) yang dapat menghambat keinginan untuk
makan. Ketika cadangan lemak dan konsentrasi leptin menurun, neuron NPY dan AgRP
diaktivasi dan neuron POMC diinhibisi sehingga terjadi kenaikan berat badan (Kelner and
Helmuth, 2003).
Hormon lain yang juga berperan dalam pengaturan berat badan adalah hormon
insulin. Reseptor insulin terdapat di seluruh bagian otak. Penelitian lain mengatakan
bahwa aksi hormon ini untuk menekan selera makan terjadi secara langsung pada arcuate
nucleus. Pemberian insulin ke dalam otak dekat arcuate nucleus dapat menghambat
produksi NPY, yang bekerja menstimulasi selera makan (Kelner and Helmuth, 2003).

E. TIPE OBESITAS
Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa tipe
(Purwati, 2001) yaitu :
1. Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih
banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran
sel normal terjadi pada masa anak-anak. Upaya menurunkan berat badan ke kondisi
normal pada masa anak-anak akan lebih sulit.
2. Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar
dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan
upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe
hiperplastik.
3. Tipe Hiperplastik dan Hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan
ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak anak dan
terus berlangsug sampai seteah dewasa. Upaya untuk menurunkan beat badan pada
tipe ini merupakan yang paling sulit karena beresiko terjadi komplikasi penyakit,
seperti penyakit degeneratif.

Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe obesitas yaitu:
1. Tipe buah apel (Adroid), pada tipe ini ditandai dengan pertumbuhan lemak yang
berlebih dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Tipe
ini umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause. Lemah yang
menumpuk adalah lemak jenuh
2. Tipe buah pear (Genoid), tipe ini mempunyai timbunan lemak pada bagian bawah,
yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh
perempuan. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tak jenuh.

Jaringan adiposa tidak terisolasi pada area tertentu di tubuh, melainkan tersebar
menyeluruh. Pada wanita 18% berat badan adalah lemak sedangkan pada pria 16% berat
badan adalah lemak. Pada tubuh manusia, lemak didistribusikan menjadi 2 kategori yaitu
disimpan pada area panggul dan kaki (“pear-shaped” – obesitas perifer) atau disimpan
terpusat disekitar abdomen (“apple-shaped” – obesitas sentral) (WHO, 2008).
Rasio Lingkar Perut (LPe) dan Lingkar Panggul (LPa) merupakan cara sederhana
untuk membedakan obesitas bagian bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh
(pinggang dan perut). Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk
perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas
sentral / apple-shaped obesity dan memiliki faktor resiko stroke, DM, dan penyakit
jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk
perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer
/ pear-shaped obesity (WHO, 2008).
Gambar 1. Obesitas Apple-shaped dan Obesitas Pear-shaped.

F. KLASIFIKASI
Menurut Indra (2013), obesitas atau yang biasa disebut dengan kegemukan adalah
suatu keadaan dimana seseorang kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan
lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30%
pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria
dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang
memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang
normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan > 100% (Indra, 2013)
Mengukur lemak tubuh secara langsung merupakan hal yang sangat sulit dan sebagai
pengukur pengganti digunakan body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT)
untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Sumanto, 2009).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan
lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kwadrat tinggi badan dalam ukuran meter (Arisman,2007).
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk
pengukurannya sendiri digunakan indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram
(kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan ukuran tinggi
badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. Hubungan antara lemak
tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan
demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi.
IMT dapat memberikan gambaran yang tidak sesaui dengan keadaan obesitas karena
variasi lean body mass (Sudoyo, 2009).
Rumus menentukan IMT :
IMT = BB
TB²
Meta-Analisis beberapa kelompok entnik yang berbeda dengan konsentrasi lemak
tubuh, usia, dan gender yang sama menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki
IMT lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2
dibandingkan dengan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada bangsa China,
Ethiopia, Indonesia, Thailand adalah 1,9; 4,6; 3,2; dan 2,9 kg/m2 lebih rendah
dibandingkan etnik Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cuttoff IMT untuk
obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu.
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan
IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang <18,5
Kisaran Normal 18,5-24,9
Berat badan lebih >25
Pra-Obes 25,0-29,9
Obesitas Tingkat I 30,0-34,9
Obesitas Tingkat II 35,0-39,9
Obesitas Tingkat III >40
Sumber: WHO technical series, 2000
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar
Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

Menurut Irianto (2007) Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah:
a. Pengukuran sederhana dan mudah dilakukan
b. Dapat menentukan kelebihan dan kekurangan berat badan
Namun, indeks ini tak lepas dari kekurangan yaitu:
a. Hanya dapat digunakan untuk menentukan status gizi orang dewasa (usia 18 tahun
ke atas)
b. Tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan
c. Tidak dapat digunakan untuk menentukan status gizi bagi orang yang menderita sakit
edema, asites dan hepatomegaly
Jumlah lemak tubuh dapat ditentukan in vivo dengan cara menimbang dibawah
permukaan air, Dual Energy C-Ray Absorptiometry (DEXA) atau dengan mengukur
tebal lipatan kulit.
IMT tidak dapat membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak memberikan
distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan
metabolisme yang dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak
tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur
lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur
pada titik yang terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (Arora et
al, 2007).

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding
dada bisa menekan paru-paru sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa
terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu
(tidur apneu) sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoarthritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan
pergelangan kaki), juga kadang-kadang sering ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relative lebih
sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema
(pembengkakakn akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan
kaki. Obesitas dapat dikenali dengan tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Dagu rangkap
b. Leher relative pendek
c. Dada menggembung dengan payudara yang membesar mengandung lemak
d. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya
berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel
menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau tak sedap
e. Pada anak laki-laki penis tampak kecil karena terbenam dalam jaringan lemak
suprapubik (Irwan, 2016).

Menurut Hasdianah (2014) gejala-gejala yang biasa dialami oleh seseorang yang
mengalami obesitas antara lain:
a. Kebiasaan tidur dengan mendengkur
b. Susah tidur nyeri pada punggung atau sendi
c. Berhenti nafas pada saat tidur secara tiba-tiba
d. Selalu merasakan panas berkeringat secara berlebihan
e. Sulit bernafas
f. Depresi sering merasakan ngantuk dan lelah
g. Ruam atau infeksi pada lipatan kulit
Dari gejala diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gejala obesitas yaitu sulit
bernafas, dagu rangkap, leher relative pendek, payudara yang membesar, perut membuncit
dan pada anak laki-laki penis tampak kecil.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran Antropometri (BB,TB dan LP)
b. Pengukuran lingkar pinggang (pertengahan antara iga terbawah dengan krista
iliaca, pengukur dari lateral dengan pita tanpa menekan jaringan lunak). Resiko
meningkat bila laki-laki >85cm dan perempuan >80cm
c. Pengukuran tekanan darah untuk menentukan resiko dan komplikasi

3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan resiko dan komplikasi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, profil
lipid, asam urat
H. DAMPAK OBESITAS
Obesitas memiliki efek samping yang besar pada kesehatan. Obesitas berhubungan
dengan meningkatnya mortalitas, hal ini karena meningkatnya 50 sampai 100% resiko
kematian dari semua penyebab dibandingkan dengan orang yang normal berat badannya,
dan terutama oleh sebab kardiovaskular (Flier et al, 2005). Berikut beberapa efek
patologis dari obesitas adalah resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2, gangguan pada
sistem reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pulmoner, Gallstones (batu
empedu), penyakit tulang, sendi dan kulit (Flier et al, 2005).
Dari segi fisik, orang yang mengalami obesitas akan mengalami rendah diri dan
merasa kurang percaya diri. Sehingga seringkali akan mengalami tekanan, baik dari
dirinya sendiri maupun dari lingkungannya ( Purwati, 2001)
Kelebihan penimbunan lemak diatas 20% berat badan idial, akan menimbulkan
permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ tubuh (Misnadierly, 2007).
Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif.
Penyakit – penyakit tersebut antara lain :
a) Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau di atas 140/90 mm Hg, terdapat pada lebih dari sepertiga
orang obesitas. Gagal Jantung sekalipun tanpa tekanan darah yang tinggi, obesitas
sendiri sudah dapat mengakibatkan kelemahan otot jantung atau cardiomyopathy,
sehingga mengganggu daya pompa jantung. Orang dengan obesitas akan mempunyai
resiko yang tinggi terhadap Penyakit hipertensi. Menurut hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada usia 20 – 39 tahun orang obesitas mempunyai resiko dua
kali lebih besar terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai
berat Badan normal (Wirakusumah, 1994).
b) Jantung koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500 penderita
kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang penyakit jantung koroner.
Meningkatnya factor resiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya
penambahan berat badan seseorang. Penelitian lain juga menunjukkan kegemukan
yang terjadi pada usia 20 – 40 tahun ternyata berpengaruh lebih besar terjadinya
penyakit jantung dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih tua
(Purwati, 2010).
c) Diabetes Mellitus
Orang gemuk dengan BMI di atas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai
kecenderungan menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan bertambahnya ukuran
lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau android,
menimbulkan resistensi insulin, suatu keadaan yang menyebabkan insulin tubuh tidak
dapat bekerja dengan baik, maka terjadilah kencing manis. Diabetes mellitus dapat
disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut tidak selalu timbul jika seseorang
tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90 % penderita diabetes mellitus tipe serangan
dewasa adalah penderita kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai
kadar lemak yang abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes
yang ingin menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi
konsumsi bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan
tinggi serat (Purwati, 2001).
d) Gout
Osteoartritis biasanya terjadi pada obesitas, nyeri sendi umumnya pada sendi-sendi
besar penyanggah berat badan, misalnya lutut dan kaki. Pengapuran dan bengkak
sendi akan bertambah dengan bertambahnya usia atau memasuki masa menopause.
Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi yang
lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal. Penderita
obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat badannya secara
perlahan-lahan (Purwati, 2001)
e) Batu Empedu
Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi karena
ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh, cairan
empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan dalam kantong
empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi pada penderita obesitas tipe
buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati penyakit batu empedu,
tetapi hanya membantu dalam pencegahannya. Sedangkan untuk mengobati batu
empedu harus menggunakan sinar ultrasonic maupun melalui pembedahan
(Andrianto, 1990). Pada obesitas dengan BMI diatas 30 didapatkan kecenderungan
timbul batu empedu dua kali lipat dibandingkan orang normal; pada obesitas dengan
BMI lebih dari 45, ditemukan angka 7 kali lipat.
f) Psikososial
Masalah obesitas bukan semata-mata masa-lah medis, tetapi juga menimbulkan banyak
persoalan psikososial, si gemuk bukan hanya mengalami kesukaran belajar, tidak
memperoleh pendidikan dengan baik, tetapi juga kelak sukar mendapatkan pekerjaan
yang baik, termasuk hubungan sosial, keluarga, dalam hal berteman, umumnya
mengalami hambatan yang berdampak pada kepribadian dan kejiwaan seseorang.
Depresi, reaksi cemas, atau stres, banyak didapatkan pada orang gemuk, terutama kaum
wanita.
g) Stroke
Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula dan lemak darah, maka orang
obesitas sangat mudah terserang stroke.
h) Gagal Nafas
Akibat kegemukan menyebabkan kesukaran bernafas terutama pada waktu tidur malam
(sleep apnea), keadaan yang berat dapat menim-bulkan penurunan kesadaran sampai
koma.
i) Kanker
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan
beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan pada
wanita akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara. Laporan terbaru
WHO memperkirakan obesitas dan hidup yang santai bertanggung jawab atas
timbulnya kanker payudara, usus besar, endometrium, ginjal, dan esofagus. Di Inggris,
20-30 ribu kasus kanker per tahun terdapat pada kaum obesitas. Terbukti pula hubungan
kuat antara obesitas dengan risiko timbulnya kanker pankreas, rahim, prostat, dan
indung telur.
j) Angka Kematian Meningkat
Penelitian dari Framingham Heart Study di Amerika Serikat menemukan bahwa pria
maupun wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan berat badan berlebihan atau BMI
lebih dari 30, diperkirakan umurnya 7 tahun lebih pendek daripada orang dengan berat
badan normal.
Untuk mengurangi resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi. Pengurangan
lemak dalam makanan sebanyak 20 – 25 % perkilo kalori merupakan pencegahan terhadap
resiko penyakit kanker payudara (Purwati, 2001).

I. PENATALAKSANAAN
Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap komorbid
obesitas. Bahkan, penurunan berat badan sebesar 5 sampai 10 persen dari berat awal dapat
mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan.
Walaupun belum ada penelitian retrospektif yang menunjukkan perubahan pada
angka kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obese, dengan penurunan
berat badan, pengurangan pada faktor risiko ini dianggap akan menurunkan
perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular
Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu obesitas dan
ovenveight mengurangi faktor risiko diabetes dan pennyakit kardiovaskular. Bukti kuat
lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan
darah pada individu overweight normotensi dan hipertensi; mengurangi serum trigliserida
dan meningkatkan kolesterol-HDL dan secara umum mengakibatkan beberapa
pengurangan pada kolesterol serum total dan kolesterol-LDL. Penurunan berat badan juga
dapat mengurangi kadar glukosa darah pada individu ovenweight dan obesitas tanpa
diabetes; dan juga mengurangi kadar glukosa darah serta HbA, pada beberapa pasien
dengan diabetes tipe 2
Tidak ada terapi tunggal yang efektif untuk orang dengan kelebihan berat badan dan
obesitas, dan masalah cenderung muncul setelah penurunan berat badan. Harapan
penurunan berat badan dari seseorang seringkali melebihi kemampuan dari program yang
ada sehingga untuk mencapai keberhasilan semakin sulit.
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah
kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah
Tujuan Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan harus SMART: Spesific, Measurable. Achievable Realistic
and Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan adalah untuk mengurangi
berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 persen adalah
6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI sebesar 27 sampai 35,
penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kcal/hari akan menyebabkan penurunan berat
badan berat badan sebesar 0,5 sampai 1 kg/minggu dan penurunan sebesar 10 persen
dalam 6 bulan.
Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat dan berat
badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkurang terjadi penurunan
energi ekspenditure.
Oleh karena itu, setelah terapi penurunan berat badan selama 6 bulan, suatu program
penurunan berat badan harus dilakukan. Jika dibutuhkan penurunan berat badan lebih
banyak, dapat dilakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap anjuran diet dan aktivitas fisik
Untuk pasien yang tidak mampu untuk mencapai penurunan berat badan yang
signifikan, pencegahan kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang paling
penting. Pasien,seperti ini tetap dikutsertakan dalam program manajemen berat badan.
Strategi Penurunan dan Pemeliharaan Berat Badan
Terapi Diet. Pada program manajemen berat badan, terapi diet efektif direncanakan
berdasarkan individu. Terapi dict ini harus dimasukkan ke dalam status pasien
overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit denyut 500 hingga 1000 kcal hari
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apaun.
Sebelum menganjurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 100 kcalhari sebaiknya
diukur kebutuhan energi basal pasien terlebih dahulu. Pengukuran kebutuhan energi basal
dapat menggunakan rumus Harris-Benedict.
Rumus Harris-Benedict:
Laki-laki:
BEE = 665 + (13.75 x kg)+ (5.003 x cm)-(6.775 x age)
Wanita:
B.EE= 655.1+ (9.563 x kg)-(1.850 x cm)-(4.676 x age)
Kebutuhan kalori total sama dengan BEE dikali dengan jumlah faktor stress dan
aktivitas. Faktor stress ditambah aktivitas berkisar dari 1,2 sampai lebih dari 2
Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak scharusnya kurang dan sama
dengan 30 persen dari total kalori. Pengurangan persentase lemak dalam menu schari-hari
saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali total kalori juga berkurang.
Ketikan asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh.
Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan kadar kolesterol-LDL.
Aktivitas Fisik. Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari
program penurunan berat badan; walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan
berat badan lebih banyak dalam jangka enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan
terjadi karena penurunan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada
pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi
pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan
pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan
berat badan dalam jangka panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur
Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitasnya sebaiknya
ditingkatkan secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada satu saat atau
secara bertahap sepanjang hari.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka
waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan
jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan
sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapat dicapai.
Regimen ini dapat diadaptasi ke dalam berbagai bentuk aktivitas fisik lain, tetapi jalan
kaki lebih menarik karena keamanannya dan kemudahannya. Pasien harus harus
dimotivasi untuk meningkatkan aktivitas sehari-hari seperti naik tangga daripada naik lift.
Seiring waktu pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat.
Strategi lain untuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai
(sedentary) dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan risiko cedera rendah
Terapi Perilaku. Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan
aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan
makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah,
contigency Faraj management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.
Farmakoterapi. Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam
program manajemen berat badan. Sibutramine dan Orlistat merupakan obat-obatan
penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan
jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat
berguna.
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik efektif menurunkan berat
badan dan mempertahankanva ke pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan
tekanandarah dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau
riwayat strok.
Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemerian orlitas,
dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Semua
pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan
oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan keamanan.
Terapi Bedah. Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat
badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI
40 atau 235 kg dengan kondisi komorbid. Terapi Bedah ini harus dilakukan sebagai
alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita
komplikasi obesitas yang ekstre.
Bedah Gastrointestinal (restriksi gastrik [banding vertical gastric] atau bypass gastric
(roux-en Y) adalah suau interbensi penurunan berat badan pada subyek yang bermotivasi
dengan risiko operasi yang rendah. Suatu program yang terintegrasi harus dilakukan baik
sebelum maupun sesudah untuk memberikan panduan diet, aktivitas fisik, dan perubahan
perilaku serta dukungan sosial.

J. PENCEGAHAN
Menurut (Hasdianah, 2014:91) strategi pencegahan overweight dan obesitas terdiri
dari:
a. Pencegahan primer adalah dengan pendekatan komunitas untuk mempromosikan
cara hidup sehat. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
tempat kerja dan pusat kesehatan masyarakat.
b. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan prevalensi obesitas.
c. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi obesitas dan komplikas penyakit
yang ditimbulkan.
d. Pada prinsipnya dari pencegahan dan penatalkasanaan overweight dan obesitas
adalah mengurangi asupan energy serta meningkatkan keluaran energi dengan cara
pengaturan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, modifikasi gaya hidup serta
dukungan secara mental dan sosial.
Menurut (Indra, 2013: 146-148), pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas
fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua
komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan
berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani
kebiasaan makan yang sehat. Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir
lemak tubuh penderita dan risiko kesehatannya dengan cara menghitung BMI. Risiko
kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkatkan sejalan dengan
meningkatnya angka BMI yaitu :
- Risiko rendah : BMI < 27
- Risiko menengah : BMI 27-30
- Risiko tinggi : BMI 30-35
- Risiko sangat tinggi : BMI 35-40
- Risiko sangat tinggi : BMI 40 atau lebih
Jenis dan beratnya latihan serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita
berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita.
- Penderita dengan risiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang (1200-1500
kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai dengan olahraga
- Penderita dengan risiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200
kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olahraga
- Penderita dengan risiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat anti-
obesitas disertai diet rendah kalori dan olahraga
Memilih program penurunan berat badan yang aman dan berhasil. Unsur-unsur yang
harus dipertimbangkan dalam memilih suatu program penurunan berat badan yaitu:
- Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin,
mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus rendah kalori
- Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan
secara perlahan dan stabil
- Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan
kesehatan secara menyeluruh
- Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah penurunan
berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan bagian tersulit dari
pengendalian berat badan. Program yang dipilih harus meliputi perubahan kebiasaan
makan dan aktivitas fisik yang permanen, untuk merubah gaya hidup yang pada masa
lalu menyokong terjadinya penambahan berat badan. Program ini harus
menyelenggarakan perubahan perilaku termasuk pendidikan dalam kebiasaan makan
yang sehat dan rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah berat badan.
Ada rumus yang telah dikemukakan oleh Dr. Aman selaku ketua bidang ilmiah IDIAI
yang juga ahli dalam masalah obesitas menyatakan bahwa cara menghindari obesitas dengan
“Rumus 5210”. Berikut ini penjelasannya:
a. 5 kali (minimal) makan buah dan sayur setiap hari. Usahakan buah dan sayur selalu
ada, meski buah yang harganya murah.
b. 2 jam duduk sudah terlalu lama di luar waktu sekolah, anak tidak boleh duduk lebih
dari dua jam. Waktu menonton televise, bermain game dan sebagainya harus
dipangkas. Kebanyakan duduk membuat metabolism tubuh terganggu dan tidak ada
pembakaran kalori sehingga memicu obesitas, 1 jam aktivitas fisik setiap hari, selain
aktivitas fisik 1 jam per hari, usahakan melakukan olahraga terstruktur selama 20
menit minimal 3 kali dalam sepekan. Aktivitas fisik bisa berupa jalan, naik tangga,
dsb.
c. Kebiasaan turun dari mobil, masuk kelas, serta dijemput langsung masuk mobil lagi
harus dibuang. Olahraga yang bisa dipilih seperti jalan, lari, bersepeda dan berenang.
d. 0 gram gula, maksudnya sesedikit mungkin mengkonsumsi minuman manis.
Kebanyakan anak minum-minuman yang serba manis, seperti teh dan jus. Semua itu
harus dikurangi dan diganti dengan banyak minum air putih. Untuk menghindari dan
mencegah obesitas yang danpaknya sangat tinggi untuk memicu penyakit lain.
Dari pencegahan diatas penulis menyimpulkan bahwa untuk mencegah terjadinya
obesitas maka harus melakukan gaya hidup sehat, termasuk makan sehat dan aktivitas fisik
seperti berolahraga, bersepeda, jalan-jalan,dll. Selain itu perilaku diet dengan menjaga berat
badan tubuh tetap normal, makan dengan teratur dan banyak mengkonsumsi slada, sayur-
sayuran hijau, tomat dan wortel.

K. PROGNOSIS
Resiko kematian meningkat seiring dengan tingginya kelebihan berat badan. Resiko yang
berhubungan dengan konsekuensi metabolismee dan resiko yang berhubungan dengan
penfaruh berat badan pada tubuhnya sendiri relatif berlipat ganda sesuai dengan
kelebihan berat badannya.
BAB III
STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. T
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Surakarta
Agama : Islam
Berat badan : 90 kg
Tinggi Badan : 160 cm
2. Keluhan Utama : Mudah sesak jika beraktivitas ringan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita datang dengan keluhan mudah sesak nafas jika beraktivitas ringan
seperti naik tangga maupun jalan kaki terlalu jauh atau terlalu lama. Pasien tidak
pernah berolahraga. Pasien adalah seorang mahasiswa kedokteran sehingga sehari-
hari pasien lebih banyak duduk di depan komputer karena pasien hobi belajar. Pasien
sangat suka mengkonsumsi makanan fast food, stress eating, kebiasaan ngemil dan
malas bepergian keluar untuk membeli makanan (go food) karena sibuk belajar.
Pasien menyangkal sedang memiliki masalah kesehatan dan tidak sedang
meminum obat apapun. Pasien merasa susah mengontrol nafsu makannya sehingga
semua makanan yang ada selalu dia makan. Riwayat nyeri dada disangkal (-), riwayat
sesak napas disangkal (-), riwayat sering terbangun pada malam hari karena sesak
napas disangkal (-). Ibu pasien meninggal pada usia 60 tahun karena penyakit jantung
koroner.
Pasien memiliki seorang saudara, yakni satu orang kakak laki-laki. Kakak
pasien, termasuk pasien menderita kegemukan. Kakak laki-laki pasien, kadar
kolesterolnya tinggi.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : Ibu dan Ayah Obese
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Ibu meninggal karena PJK
Riwayat Diabetes Mellitus : Ayah Diabetes Mellitus Tipe 2
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien sangat suka mengkonsumsi makanan fast food, stress eating, dan malas
bepergian keluar untuk membeli makanan (jasa antar online)
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang wanita berusia 22 tahun, dengan status single. Pasien
merupakan mahasiswa. Pasien berobat menggunakan asuransi BPJS.
8. Anamnesis Sistemik
Kepala : pusing (-), nggliyer (-), nyeri kepala (-), perasaan berputar-
putar (-), rambut rontok (-).
Mata : pandangan kabur(-), mata kuning (-), pandangan dobel (-),
berkunang-kunang (-)
Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-)
Mulut : mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi
berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-)
Tenggorokan : nyeri telan (-), serak (-), gatal (-)
Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Kardiovaskular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-), berdebar-debar
(-)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), perut perih (-), kembung (-), sebah (-),
nafsu makan menurun (-), muntah darah (-), perubahan BAB
(-)
Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-), nyeri saat
BAK (-), sering kencing malam hari (-)
Muskuloskeletal : lemas (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kesemutan (-)
Extremitasatas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak(-/-), luka (-/-), terasa
dingin (-/-)
Ekstremitas bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa
dingin (-/-)
Kulit : kering (-), gatal (-), bercak kemerahan (-), luka (-), pucat (-),
kuning (-), kebiruan (-), keringat malam hari (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis
Status gizi : BB = 90 kg
TB = 160 cm
BMI = 34.8
Kesan : status gizi kesan obese derajat I (WHO,2000)
Tanda vital :
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 89 x/menit, reguler, isi cukup
c. Respirasi : 18 x/menit
d. Suhu : 36ºC (per axiller)
Kulit : Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),
venectasi (-), spider nevi (-), turgor menurun (-)
Kepala : Bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dengan
sedikit uban, mudah rontok (-)
Mata : Cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir kering(-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat(-),
gusi berdarah (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan : Tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat (5+2), KGB
servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)
Thorax : Normochest, simetris, retraksi interkostal (-), spider nevi (-),
pernapasan tipe thoraco-abdominal, SIC melebar (-)
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas jantung
Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSS
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR : 90 kali/menit, reguler, BJ I-II normal,
intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru : Depan
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)RBK
Belakang
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)
Abdomen : Inspeksi : dinding perut > dinding dada
Auskultasi : peristaltik usus (+) 16x/menit
Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba.
Extremitas Atas : Pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing finger
(-/-), spoon nail (-/-)
Ekstremitas Bawah : Pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka(-/-), clubbing finger
(-/-), spoon nail (-/-)
C. RESUME
Pada hasil anamnesis diketahui seorang wanita datang dengan keluhan sesak nafas
jika beraktivitas ringan seperti naik tangga maupun jalan kaki terlalu jauh atau terlalu
lama. Pasien tidak pernah berolahraga. Pasien adalah seorang mahasiswa kedokteran
sehingga sehari-hari pasien lebih banyak duduk di depan komputer karena pasien hobi
belajar. Pasien sangat suka mengkonsumsi makanan fast food, stress eating, kebiasaan
ngemil dan malas bepergian keluar untuk membeli makanan (go food) karena sibuk
belajar.
Pasien menyangkal sedang memiliki masalah kesehatan dan tidak sedang meminum
obat apapun. Pasien merasa susah mengontrol nafsu makannya sehingga semua makanan
yang ada selalu diamakan. Riwayat nyeri dada disangkal (-), riwayat sesak napas
disangkal (-), riwayat sering terbangun pada malam hari karena sesak napas disangkal (-
). Ibu pasien meninggal pada usia 60 tahun karena penyakit jantung koroner. Pasien
memiliki seorang kakak laki-laki. Kakak pasien, termasuk pasien menderita kegemukan.
Kakak laki-laki pasien kadar kolesterolnya tinggi.
Pengukuran berat badan didapatkan 90 kg, tinggi badan 160 cm, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 89 x/menit, reguler, respirasi 18 x/menit, dan suhu 36ºC (per axiller).
D. DIAGNOSIS BANDING
1. Keadaan Asites atau edema
2. Dislipidemia
3. Sindroma Metabolik

E. DIAGNOSIS
Obesitas Derajat I

F. TUJUAN PENGOBATAN
1. Untuk menurunkan Indeks Massa Tubuh

G. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad bonam

H. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa

Terapi non medikamentosa mempunyai tujuan untuk penurunan berat badan melalui
diet, aktivitas fisik, dan terapi perilaku, yakni sebagai berikut :

a. Menyarankan kepada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak dan


menjalani diet sehat.

b. Memelihara dan menjaga kesehatan jasmani, dengan berolahraga ringan, seperti


berjalan, atau bersepeda di sekitar kompleks rumah selama 30 - 45 menit, tiga kali
dalam seminggu.

c. Terapi perilaku dengan tujuan mengontrol kebiasaan makan dan manajemen


stress pasien.
d. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan obat pemberian dokter secara
teratur dan tidak menghentikan pengobatan secara tiba-tiba tanpa seizin dokter.
Dan apabila pasien merasa tidak ada perbaikan, atau muncul gejala lain, segera
kontrol ke dokter.

e. Menyarankan kepada pasien untuk kontrol pada minggu ke-2

2. Medikamentosa

a. Orlistat kapsul 120 mg secara per oral 3x/hari diminum saat makan selama 12
minggu

b. Renovit kaplet per oral 1x/hari

Penulisan resep :
Dr. Sotya Adira
SIP : G99172015
Klinik Adira Creative
Jl. Kenangan Mantan No 10 Surakarta
(0271) 990099

3 Oktober 2018
R/ Xenical cap mg 120 No. XLII
ʃ 3 dd cap 1 pc
____________________________₰

R/ Renovit cap fl No. XIV


ʃ1 dd cap 1
____________________________₰

Pro : Nn. T (22 tahun)


Alamat : Surakarta
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan riwayat penyakit keluarga yang menyatakan ibunya


meninggal pada usia 60 tahun karena penyakit jantung koroner. Kakak pasien, termasuk
pasien menderita kegemukan (obesitas). Kakak pasien mempunyai kadar kolesterol yang
tinggi. Dari anamnesis tersebut dapat dilihat bahwa adanya suatu penyakit genetik familial
pada pasien ini dan keluarganya. Ditambah dengan pasien sangat suka mengkonsumsi
makanan fast food, stress eating, kebiasaan ngemil dan malas bepergian keluar untuk
membeli makanan (go food) karena sibuk belajar dan jarang olehraga. Selain itu pasien susah
mengontrol nafsu makannya. Hal ini meningkatkan faktor risiko terjadinya obesitas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 90 kg, tinggi badan 160 cm, tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 89 x/menit, reguler, respirasi 18 x/menit, dan suhu 36ºC (per
axiller). Dari berat badan dan tinggi badan pasien dapat dinilai IMT pasien, yaitu 34.8 yang
dapat digolongkan sebagai obesitas derajat I.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis kerja yaitu Obesitas Derajat I. Terapi yang diberikan pada kasus ini
terdiri atas terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa pada kasus
ini adalah Xenical 120 mg. Xenical adalah salah satu obat anti obesitas berupa orlistat.
Orlistat bekerja dengan menghambat penyerapan lemak, mengubah metabolisme lemak
badan dengan cara menghalangi kerja enzim lipase lipoprotein yang bekerja memecah lemak,
sehingga lemak dibuang keluar tubuh melalui feses. Lemak dapat diabsorpsi apabila telah
diubah oleh lipase menjadi asam lemak dari makanan tidak dihidrolisis menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Oleh karena itu, sebagian lemak tidak diserap usus (Tan & Rahardja,
2008). Selain itu pemberian Renovit digunakan sebagai multivitamin karena pengobatan
menggunakan orlistat dapat mengganggu absorbsi vitamin larut lemak yaitu vitamin
A,D,E,K.
XENICAL (Orlistat)
Merupakan salah satu obat yang sering dijumpai di Apotik untuk menjaga berat tubuhnya
agar tetap sesuai dengan keinginan mereka. Xenical memang lebih dikhususkan untuk orang
yang mengalami masalah dengan kelebihan berat badannya. selain untuk menurunkan berat
badan ( obesitas ) bisa juga untuk pasien yang mengalami masalah dengan kolesterolnya.
Xenical yang mengandung Orlistat 120 mg ,rumus kimianya (S)-2-formylamino-4-methyl-
pentanoic acid (S)-1-[[(2S, 3S)-3-hexyl-4-oxo-2-oxetanyl] methyl]-dodecyl ester dengan
Rumus Empirisnya C29H53NO5.
Xenical adalah suatu penghambat enzim lipase saluran cerna yang poten dan spesifik dengan
lama kerja yang panjang. Bekerja pada lumen lambung dan usus halus dengan membentuk
suatu ikatan kovalen pada bagian serine yang aktif dari lipase pankreas dan lambung. Enzim
yang di non-aktifkan tersebut dengan demikian tidak dapat menghidrolisis trigliserida
makanan menjadi asam lemak bebas dan monogliserida yang dapat diabsorpsi. Karena
trigliserida yang utuh tidak diserap, maka defisit kalori akan berdampak positif pada
pengaturan berat badan. Dengan demikian tidak diperlukan absorpsi sistemik dari obat untuk
dapat melakukan aktivitas kerjanya.
Farmakokinetik
Absorpsi:
Studi pada relawan sehat dengan berat badan normal dan relawan dengan obesitas
memperlihatkan jumlah orlistat yang diserap adalah minimal. Konsentrasi plasma orlistat
yang tidak terurai tidak terukur ( < 5 ng/ml) setelah 8 jam pemberian orlistat per oral .
Umumnya pada dosis terapi, kadar plasma orlistat yang tidak terurai hanya terdeteksi secara
sporadis dan dalam konsentrasi yang sangat rendah (<10 ng/ml atau 0,02mm), tanpa bukti-
bukti akumulasi, yaitu konsisten dengan tingkat absorpsi yang dapat diabaikan. Distribusi
Volume distribusi tidak dapat ditentukan karena tingkat absorpsi obat sangat minimal dan
tidak memiliki farmakokinetik sistemik yang jelas. Orlistat in vitro memperlihatkan > 99 %
ikatan protein plasma (terutama lipoprotein dan albumin). Distribusi orlistat ke dalam
eritrosit sangat sedikit.
Metabolisme
Berdasarkan data yang diperoleh dari hewan, sangat mungkin metabolisme orlistat terutama
berlangsung pada dinding usus. Berdasarkan studi pada pasien obesitas, dua metabolit utama
yaitu M1 (cincin lakton 4 anggota dihidrolisis) dan M3 (M1 dengan N-formil leucine moiety
dibelah) meliputi hampir 42 % dari total konsentrasi plasma yang dihasilkan oleh fraksi yang
sangat kecil dari obat yang diabsorpsi secara sistemik. M1 dan M3 mempunyai cincin B-
lakton terbuka dan aktivitas hambat lipase yang sangat lemah (1000 dan 2500 kali lebih
lemah dari orlistat). Memperhatikan aktivitas hambat dan kadar plasma yang rendah pada
dosis terapetik (rata-rata 26 ng/ml dan 108 ng/ml), maka metabolit ini dianggap tidak
bermakna secara farmakologi.
Eliminasi
Studi pada orang yang beratnya normal dan pasien obesitas menunjukkan bahwa ekskresi
melalui feses dari obat yang tidak diserap adalah merupakan cara eliminasi utama. Hampir
97 % dari dosis obat yang diberikan akan diekskresi melalui feses dan 83%nya dalam bentuk
orlistat yang tidak terurai. Ekskresi ginjal kumulatif dari total orlistat adalah < 2% dari dosis.
Waktu untuk mencapai ekskresi lengkap (feses dan kemih) adalah 3 - 5 hari. Ekskresi orlistat
tampaknya serupa antara orang yang mempunyai berat normal dan obesitas. Orlistat, M1 dan
M3 juga diekskresi melalui empedu. Indikasi dan penggunaan Xenical bersama-sama dengan
diet rendah kalori diindikasikan untuk pengobatan pasien-pasien obesitas dengan indeks
massa tubuh (BMI) lebih besar atau sama dengan 30 kg/m2, atau pasien dengan berat badan
berlebih (BMI >28 kg/m2 dengan faktor risiko penyerta).
Pengobatan dengan orlistat sebaiknya hanya dimulai jika sebelumnya usaha penurunan berat
badan dengan melakukan diet berhasil mengurangi berat badan sedikitnya 2,5 kg dalam 4
minggu berturut-turut. Pengobatan dengan orlistat sebaiknya dihentikan setelah 12 minggu
jika pasien tidak dapat mencapai penurunan berat sedikitnya 5% dari berat badan saat
memulai pengobatan.
Dosis dan pemakaian
Dewasa
Dosis Xenical yang dianjurkan adalah 1 kapsul 120 mg setiap kali makan (saat makan atau
hingga 1 jam setelah makan). Jika tidak makan atau makanan tidak mengandung lemak,
Xenical boleh tidak diberikan. Khasiat pengobatan Xenical (termasuk pengaturan berat
badan dan perbaikan faktor resiko) terus berlanjut pada pemakaian jangka panjang.
Pasien harus mendapat diet rendah kalori dengan nutrisi berimbang dengan kandungan lemak
kira-kira 30% dari jumlah kalori total. Diet dianjurkan agar kaya akan buah-buahan dan
sayur-sayuran. Asupan harian lemak, karbohidrat dan protein harus dibagi rata dalam 3 kali
makan.
Karena tidak ada data mengenai uji khasiat dan keamanan, maka pengobatan dengan orlistat
tidak boleh lebih dari 2 tahun
Dosis di atas 120 mg tiga kali perhari belum menunjukkan manfaat tambahan. Penyesuaian
dosis tidak diperlukan untuk pasien geriatri.
Berdasaran pengukuran lemak feses, efek Xenical dapat segera terlihat 24-48 jam setelah
pemberian. Pada penghentian pengobatan, kandungan lemak feses biasanya kembali pada
keadaan sebelumnya dalam 48-72 jam.
Gangguan fungsi hati dan /atau ginjal
Belum ada data mengenai efek orlistat pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
Anak-anak dibawah 18 tahun
Keamanan dan khasiat Xenical pada anak-anak belum ditentukan. Penggunaan Xenical tidak
ditujukan bagi anak-anak
Kontraindikasi
Xenical dikontraindikasikan pada pasien dengan sindroma malabsorpsi kronik, kolestasis,
menyusui, dan pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap orlistat atau zat-zat lain
yang ada dalam kapsul.
Peringatan dan perhatian
Pasien perlu dinasehati untuk tetap mematuhi pedoman diet (lihat dosis dan pemberian).
Kemungkinan timbulnya gangguan saluran cerna (lihat Efek samping yang tak diinginkan)
dapat meningkat bila Xenical diberikan bersama makanan yang banyak mengandung lemak
(misalnya dengan diet 2000 kalori /hari , > 30 % kalori total dari lemak setara dengan >67 g
lemak).
Asupan lemak per hari harus terbagi rata dalam tiga kali makan. Jika Xenical diberikan
bersama dengan makanan yang sangat tinggi lemak (misalnya pada makan siang atau makan
malam), kemungkinan timbulnya efek pada saluran cerna yang tidak diinginkan dapat
meningkat.
Pada uji klinis, penurunan berat badan dengan pemberian orlistat didapatkan lebih rendah
pada pasien diabetes tipe II dibandingkan pasien non-diabetes. Pemberian obat anti diabetes
perlu dipantau bila menggunakan orlistat.
Pengobatan dengan orlistat dapat mengganggu absorpsi vitamin-vitamin larut lemak (A, D,
E, K). Kadar vitamin A, D, E dan K dan beta-karoten masih tetap dalam rentang normal pada
mayoritas pasien yang menjalani pengobatan hingga dua tahun penuh.
Guna memastikan nutrisi yang cukup, maka pasien-pasien yang menjalani diet untuk
mengontrol berat badan perlu dianjurkan untuk mengkonsumsi banyak buah dan sayur serta
mempertimbangkan penggunaan suplemen multivitamin. Jika pemberian suplemen vitamin
dianjurkan, maka suplemen tersebut harus diminum setidaknya dua jam setelah pemberian
orlistat, atau diberikan sebelum tidur.
Berkurangnya berat badan karena Xenical diikuti dengan perbaikan pengaturan metabolik
pada pasien diabetes yang mungkin memerlukan atau membutuhkan penurunan dosis
pengobatan hipoglikemik oral (misalnya sulfonilurea).
Kehamilan dan Ibu menyusui
Pada studi reproduksi hewan, tidak ditemukan efek embriotoksik atau teratogenik yang
berhubungan dengan pemakaian Xenical. Karena tidak menimbulkan efek teratogenik pada
hewan, maka diharapkan tidak terjadi efek malformatif pada manusia. Namun, pemberian
Xenical selama kehamilan tidak dianjurkan, karena ketiadaan data klinis.
Ekskresi Xenical dalam ASI belum diteliti. Xenical tidak boleh diberikan pada ibu menyusui.
Efek samping
Pengalaman dari uji klinis
Efek samping Xenical umumnya pada saluran cerna dan berkaitan dengan efek farmakologi
obat dalam mencegah absorpsi lemak. Kejadian yang umum ditemukan adalah bercak
berminyak, flatus bersama dengan kotoran, terdesak buang air besar, feses
berlemak/berminyak, evakuasi minyak, meningkatnya defekasi dan inkontinensia fekalis.
Kejadian ini meningkat dengan makin tingginya kandungan lemak dalam diet. Pasien harus
diberitahu akan kemungkinan terjadinya efek pada saluran cerna dan apa yang perlu
dilakukan seperti memperbaiki diet terutama persentase kandungan lemak. Konsumsi
makanan rendah lemak akan mengurangi kemungkinan mengalami efek samping saluran
cerna dan ini akan membantu pasien memonitor dan mengatur asupan lemaknya.
Efek samping ini umumnya ringan dan bersifat sementara. Efek saluran cerna terjadi pada
permulaan pengobatan (dalam 3 bulan) dan umumnya pasien hanya mengalamai satu kali
saja.
Efek samping yang seringkali dialami pasien yang mendapat Xenical adalah: sakit
perut/ketidaknyamanan, kembung, feses cair atau lunak, nyeri rektum/tidak nyaman,
gangguan gigi atau gusi.
Kejadian lain yang amat jarang ditemukan adalah: infeksi saluran napas atas, infeksi saluran
napas bawah; influenza; nyeri kepala; iregularitasi menstruasi; cemas; keletihan; infeksi
saluran kemih.
Pengalaman post-marketing
Terdapat beberapa laporan kasus hipersensitivitas. Gejala klinis utama berupa pruritus, ruam,
urtikaria, angioedema dan anafilaksis.
Interaksi
Pada studi farmakokinetik tidak didapatkan interaksi dengan alkohol, digoksin, metformin,
nifedipin, kontraseptif oral, fenitoin, statin ataupun warfarin. Bagimanapun, orlistat
meningkatkan bioavailabilitas (konsentrasi plasma meningkat sekitar 30%) dan khasiat
menurunkan lipid dari Pravastatin.
Penurunan absorpsi vitamin D, E dan beta karoten telah diamati pada pemberian bersama
Xenical. Jika pemberian suplemen multivitamin dianjurkan, maka sebaiknya diberikan
sedikitnya dua jam setelah pemberian Xenical atau pada saat menjelang tidur.
Pada studi klinis selama 2 tahun, kadar vitamin-vitamin pada kebanyak pasien tersebut tetap
berada dalam batas normal.
Karena ketiadaan data mengenai interaksi farmakokinetik, pemberian olistat bersamaan
dengan Fibrates, Acarbose, Biguanides, atau obat-obatan anoreksia tidak dianjurkan. Bila
Warfarin atau antikoagulan lain diberikan bersama-sama dengan orlistat (dosis tinggi dan
penggunaan jangka panjang), maka nilai INR harus dimonitor.
Penurunan BB, pada penderita diabetes yang mengkonsumsi Xenical, akan diikuti dengan
perbaikan kontrol metabolik, dengan demikian dibutuhkan pengurangan dosis oral
hipoglikemik (contohnya sulfonilurea)
Overdosis
Overdosis Xenical belum terbukti. Dosis tunggal 800 mg Xenical dan dosis multipel hingga
400 mg 3 X sehari selama 15 hari telah diuji pada orang dengan berat normal dan pasien
obesitas tanpa efek samping yang berarti. Lebih lanjut, dosis 240 mg tiga kali sehari diberikan
pada pasien obesitas selama 6 bulan tanpa peningkatan efek samping yang bermakna.
Seandainya terjadi overdosis Xenical, dianjurkan agar pasien diawasi selama 24 jam.
Berdasarkan studi pada manusia dan hewan, adanya efek sistemik sehubungan dengan efek
penghambatan lipase oleh orlistat akan segera hilang.
Stabilitas
Obat tidak boleh digunakan setelah tanggal daluarsa yang tertera pada kotak

RENOVIT (Multivitamin)
Tersedia dalam kemasan strip isi 4 kaplet dan botol isi 30 kaplet.
Merupakan Multivitamin dan mineral yang lengkap dan seimbang, membantu proses
metabolisme dan meregenerasi sel, membantu memelihara daya tahan tubuh dan membantu
proses penyembuhan
KOMPOSISI
Tiap kaplet mengandung:

Vitamin A 5000 IU Vitamin E 30 IU


Vitamin B1 HCl 10 mg Folic Acid 400 mcg
Vitamin B2 10 mg Biotin 45 mcg
Niacinamide 20 mg Calcium 162 mg
Vitamin B6 HCl 10 mg Pantothenic Acid 10 mg
Vitamin B12 30 mcg Calcium 162 mg
Vitamin C 90 mg Iodine 150 mcg
Vitamin D 400 IU Magnesium 100 mg
Zinc 15 mg
Selenium 25 mcg
Copper 2 mg
Manganese 5 mg
Molybdenum 25 mcg
Chromium 25 mcg
Kalium 30 mg
Chloride 27.2 mg
Fosfor 125 mg
Iron 27 mg
*%AKG berdasarkan diet 2000 kalori
ATURAN PAKAI: 1kaplet/hari
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Obesitas adalah suatau keadaan dimana seseorang mengalami kelebihan berat badan yang
dapat diukur dengan menggunakan IMT. Kelebihan berat badan ini terjadi karena
penumpukan lemak pada jaringan adiposa. Terjadinya obesitas banyak dipengaruhi oleh
gaya hidup, genetik, psikis, hormonal, obat-obatan dan jenis kelamin. Kejadian obesitas
pada laki-laki dan perempuan tidak signifikan karena dipengaruhi oleh hal lain sepeti
gaya hidup. Cara untuk mencegah terjadinya obesitas yaitu banyak melakukan aktivitas
fisik dengan berolahraga secara teratur, mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan
memperhatikan gizi seimbang serta menjaga berat badan tubuh tetap normal

B. SARAN
1. Menyarankan pada pasien untuk memelihara dan menjaga kesehatan jasmani, dengan
berolahraga ringan secara rutin, mengurangi konsumsi makanan berlemak dan
menjalani diet sehat dan mengkonsumsi obat pemberian dokter secara teratur dan
tidak menghentikan pengobatan secara tiba-tiba tanpa seizin dokter.

2. Pengobatan yang dilaksanakan secara tepat dilakukan untuk menghindari munculnya


komplikasi akibat penanganan yang salah atau terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
Emery, Elizabeth Zorzanello. 2014. Proses Asuhan Gizi. Jakarta: EGC.
Hadi, Rizqa Fiorendita. 2015. Gambaran Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar di SD Pertiwi
dan SD Negeri 03 Alai Padang.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/230/224.
Hasdianah. 2014. Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hendra, Christme. 2016. Faktor-Faktor Risiko Terhadap Obesitas Pada Remaja di Kota
Bitung. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/11040/10629.
Hikam, Aslakhul. 2010. Panduan Hidup Sehat & Bugar Super Lengkap. Yogyakarta: GETAR
HATI.
Indra, Dewi. 2013. Prinsip-Prinsip Ahli Gizi. Jakarta: Dunia Cerdas.
Irianto, Djoko Pekik. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta:
ANDI.
Irwan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish.
Kementerian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.
pdf.
Kussoy, Karina. 2013. Prevalensi Obesitas Pada Remaja di Kabupaten Minahasa.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/5431/4938.
Octari, Cici. 2014. Hubungan Status Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Obesitas pada Siswa
SD Negeri 08 Alang Lawas.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/50/45 .
Puspita, Dinarwulan. 2014. Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Tumbuh Kembang
Anak dan Kejadian Obesitas di Sekolah Dasar Swasta Bruder Melati Pontianak.
http://journal.stikmuhptk.ac.id/index.php/JKKV1N3S14/article/view/92/20.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Woods SC and Seeley RJ (2002). Understanding the physiolofy of obesity: review od recent
development in obesitasity research. Int J obesitas Relat Metab Disord, 26:S8-10
Kelner K and Helmuth L (2003). Obesity-What is to be done. Science 2003; 299: 845

Anda mungkin juga menyukai