Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS DETERMINAN OBESITAS SEBAGAI

MASALAH GIZI GENTING DI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Perencanaan Program Gizi

yang dibina oleh


Bapak Juin Hadisuyitno, SST, M.Kes

Oleh :
Alfina Nur Isyrofi P17111181003

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN GIZI
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
FEBRUARI 2021
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang serius. Kondisi ini merupakan
penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake)
dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO,2000).
Penanganan Obesitas menjadi penting, karena dampak yang ditimbulkan akan mempengaruhi
status kesehatan penderita. Data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa proporsi kejadian
Obesitas pada usia ≥15 Tahun tahun 2018 telah mengalami peningkatan yang signifikan,
dibuktikan dengan tahun 2007 sebanyak 18,8%, dilanjut dengan 2013 sebanyak 26,6%, dan
2018 sebanyak 31,0% [ CITATION Kem181 \l 1033 ]. Hal ini berarti bahwa adanya tren
peningkatan penyakit Obesitas berkaitan dengan faktor-faktor resiko. Diantara penyebab
langsung kejadian Obesitas adalah genetik atau turunan, metabolic dan hormonal, dan asupan
makanan. Sementara penyebab tidak langsung kejadian obesitas adalah gaya hidup,
kesadaran hidup sehat, terlebih ketidakpedulian masyarakat yang terlihat dari adanya stigma
tersebut.

Determinan penyebab langsung yang pertama adalah genetic, yaitu faktor keturunan
yang berasal dari orang tuanya. Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan genetik
anak dalam mengalami obesitas. Jika salah satu orangtua (ayah atau ibu) menderita kelebihan
BB, kemungkinan anaknya mempunyai kelebihanBB sebesar 40-50 persen, dan jika kedua
orangtua menderita obese, kemungkinan anaknya menjadi obese sebesar 70-80 persen. Hasil
analisis memperlihatkan faktor riwayat keluarga obesitas bersifat protektif terhadap obesitas.
[ CITATION Riy17 \l 1033 ]

Faktor kedua, yaitu Hormonal Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi
hormone tiroid didalam tubuhnya akan menurun. Dalam penelitian .[ CITATION Riy17 \l 1033 ],
Obesitas ditemukan pada perempuan pasca-menopause sebanyak 515 dari 888 orang (57,2%)
dan mempunyai rata-rata umur menopause 48 tahun. Distribusi perempuan pasca-menopause
yang mengalami obesitas menurut kelompok umur disajikan pada Gambar 2. Mayoritas
perempuan pasca-menopause memiliki umur pralansia (45-59) tahun. Pada kelompok umur
tersebut, persentase perempuan pasca-menopause yang obese lebih besar dibandingkan tidak
obese, sedangkan pada kelompok umur dewasa dan lansia sebaliknya. Oleh karena itu
kemampuan untuk menggunakan energi akan berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi
penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat
berat badannya (Wirakusumah, 1997). Selain hormon tiroid hormone insulin juga dapat
menyebabkan kegemukan. Hal ini dikarenakan hormone insulin mempunyai peranan dalam
menyalurkan energi kedalam sel-sel tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormone
insulin, maka timbunan lemak didalam tubuhnyapun akan meningkat. Hormon lainnya yang
berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, sebab hormone ini
berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan serta fungsi hipotalmus yang
abnormal, yang menyebabkan hiperfagia (Purwati, 2001).

Perempuan pasca-menopause yang obese memiliki karakteristik melakukan aktivitas


fisik kurang (< 600 MET), merokok ringan, tingkat kecukupan karbohidrat lebih tinggi pada
kelompok obese dibandingkan kelompok tidak obese, tetapi sebaliknya untuk tingkat kecukupan
protein. Beberapa faktor mempengaruhi perubahan komposisi BB pada menopause, seperti
faktor genetik, penuaan, diet, sukubangsa, penurunan massa otot, tingkat metabolik dan terapi
obat (steroid). Dampak kurang aktivitas fisik dan penuaan menyebabkan penimbunan asam
lemak pada jaringan adiposa dan oksidasi, yang berkontribusi pada peningkatan lemak tubuh
pada perempuan setelah menopause.

Asupan makan Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi


seseorang. Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat
badan, berat badan lebih (over weight), dan obesitas. Hasil analisis menunjukkan, asupan
protein dan riwayat keluarga obesitas merupakan determinan obesitas. Asupan protein selain
sebagai sumber energi, juga berperan penting dalam pertumbuhan dan kekuatan otot. Asupan
tinggi protein dapat memberikan kontribusi jumlah energi dalam sehari. Kelebihan asupan
protein akan disimpan dalam bentuk energi di dalam tubuh. Kelebihan energi secara terus
menerus mengakibatkan penimbunan lemak di dalam tubuh sehingga berisiko mengalami
kegemukan.

Dalam penelitian mengenai determinan, dilakukan dengan menganalisa konsumsi


makanan dikumpulkan dengan metode food recall 1 x 24 jam. Tingkat kecukupan zat gizi
meliputi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan kalium, yang dikelompokkan menjadi 2
kategori, yakni berlebih dan cukup, dengan kriteria berlebih jika melebihi kebutuhan yang
dianjurkan sesuai AKG tahun 2013. Untuk mengetahui bahwa seseorang mengalami Obesitas
adalah dengan Penilaian Status Gizi melalui pengukuran antropometri, melalui indikator
Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Komposisi Tubuh (% Lemak Tubuh), dan Rasio Lingkar
Pinggang Pinggul (RLPP). Menurut WHO, Klasifikasi IMT yang termasuk kategori Obesitas
adalah 25-29,9 kg/m2 termasuk Obesitas I, dan lebih dari 30 kg/m 2 adalah Obesitas II.
[ CITATION WHO08 \l 1033 ]. Batasan RLPP untuk Obesitas negara Asia termasuk Indonesia
pada laki-laki adalah > 0,90 dan pada perempuan > 0,85 meter. Pengukuran tersebut dilakukan
dalam upaya untuk deteksi awal Obesitas. Normalnya, persentase lemak pada wanita 25-32
persen, sedang pada pria 18-25 persen. Status obesitas diperoleh saat persentase lemak di
atas 32 persen dan di atas 25 persen. Apabila hasil pengukuran lebih dari standar, ini menjadi
sinyal bahwa seseorang membutuhkan tindak lanjut.

Penanganan Obesitas dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian
Kesehatan RI. Program tersebut disusun menjadi Program Gerakan Nusantara Turunkan
Angka Obesitas (GENTAS) yang digagas pada tahun 2015, dengan tujuan menurunkan angka
Obesitas melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dengan menerapkan Aktivitas Fisik dan Pola
Makan yang baik. Program GENTAS antara lain pesan sehat dalam Panduan Pelaksanaan
GENTAS [CITATION Kem17 \l 1033 ], yaitu :

a. Atur Pola Makan menggunakan piring makan Model T yaitu jumlah sayur 2 kali lipat dari
bahan makanan sumber karbohidrat, Konsumsi sayur dan buah minimal harus sama
dengan jumlah karbohidrat ditambah protein (SB = KH + P)
b. Aktif Bergerak dengan mengatur aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat. Latihan fisik
dengan prinsip Baik, Benar Terukur, dan Teratur (BBTT), dan dianjurkan untuk “Nikmati
harimu”
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. ( 2019, September 25). Retrieved January 12, 2021, from


https://id.wikipedia.org/wiki/Gizi_seimbang#:~:text=Gizi%20seimbang.%20Gizi
%20seimbang%20adalah%20susunan%20makanan%20sehari%E2%80%93hari,Di
%20Amerika%20Serikat%20dan%20beberapa%20negara%20lain%2C%20

Obesity Risk Factors among 25-65 Years Old Adults in Bogor City, Indonesia: A Prospective
Cohort Study. (2018). Jurnal Gizi dan Pangan, 5-62.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular . (2017). Panduan


Pelaksanaan Gerakan Nusantara Tekan Obesitas (GENTAS). Jakarta.

Hughes, D. (2017). #DietKenyang dengan Cooking Hypnotherapy. Jakarta: PT Grasindo.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN GIZI
SEIMBANG.

Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Riskesdas 2018, 87-89.

Supariasa, I. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2018). Penliaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

WHO. (2008). Waist Circumference And Waist-Hip Ratio. Report of a WHO Experti
Consultation.

Anda mungkin juga menyukai