Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK LEMAK- OBESITAS

Jawaban:
1. Definisi Obesitas
Obesitas adalah penyakit homeo stasis energi yang berlebihan akibat
ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang
digunakan(energy expenditure) dalam kaitannya dengan tuntutan tubuh.
Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular, yang berimplikasi
pada penurunan produktifitas dan usia harapan hidup seperti hipertensi,
penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-
lain.
(Kemenkes RI, 2018).

2. Prevalensi 5 Tahun Terakhir


Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita
sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 Tahun ke atas sebesar 21,8%. Target
angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk
mempertahankan obesitas tidak naik. Ini adalah upaya yang sangat besar
dan cukup sulit.

3. Gambaran Klinis Penyakit, Gejala dan Tanda-Tanda.


 Gambaran Klinis Penyakit

1) Faktor Genetik
Faktor gen atau keturunan berpengaruh terhadap bakat seseorang untuk
menjadi gemuk. Adanya mutasi pada gen menyebabkan kelainan reseptor
otak terhadap asupan makanan yang ditandai dengan kemampuan dalam
meningkatkan atau menghambat asupan makanan. Faktor transkripsi gen
dapat mempengaruhi pembentukan sel lemak terhadap status gizi
seseorang sehingga individu yang berasal dari keluarga obesitas memiliki
kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga
yang tidak obesitas.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan konsep
berpikir bahwa berat badan adalah indikator tingkat kesejahteraan
hidup dan berat badan yang berlebihan atau gemuk tidak akan menjadi
masalah.

3) Faktor Psikis
Faktor psikis berkaitan dengan memberikan reaksi terhadap gangguan
emosi dengan pola makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah
persepsi diri yang negatif. Otak menerima sinyal (input) dari lingkungan
dalam bentuk sinyal neural dan hormonal, kemudian otak akan
memberikan respon untuk mencari atau menjauhi makanan, pemilihan
jenis makanan, porsi makanan, lama makan dan digesti, absorbsi serta
metabolisme zat gizi di dalam tubuh.

4) Faktor Kesehatan
Beberapa penyakit dan kondisi dapat menyebabkan obesitas.
Penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya obesitas
seperti golongan steroid dan beberapa anti depresant yang dapat
meningkatkan berat badan.

5) Faktor Perkembangan
Faktor perkembangan berpengaruh terhadap obesitas sejak
perkembangan janin. Riwayat lahir BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
dapat menjadi pemicu obesitas yaitu peningkatan lemak tubuh yang lebih
cepat dari masa otot walaupun asupan makanan tidak berlebihan. Maka
seseorang dengan riwayat BBLR memiliki kemungkinan obesitas
dibandingkan dengan yang normal

6) Aktivitas Fisik
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi
daripada energi yang dikeluarkan. Seseorang yang kurang aktif
memerlukan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan orang dengan
aktivitas tinggi. Sedentary life atau tidak melakukan aktivitas fisik yang
seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung
mengalami obesitas
Ivo, M. S. et al. (2019)
 Gejala dan Tanda-Tanda
Secara umum obesitas dapat ditandai dengan gangguan pernafasan yang
disebabkan oleh adanya penimbunan lemak dibawah diafragma dan di
dalam dinding dada ada yang dapat menekan paru-paru. Gangguan
pernafasan dapat terjadi walaupun melakukan aktivitas ringan dan terjadi
pada saat tidur yang menyebabkan terhentinya pernafasan untuk
sementara waktu (tidur apneu) sehingga pada siang hari sering
mengantuk. Menurut Ivo, M. S. et al. (2019) obesitas dapat dikenali dengan
tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Dagu rangkap
2. Leher relative pendek
3. Dada yang mengembung dengan payudara yang membesar mengandung
lemak
4. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat
5. Kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha
bagian dalam saling menempel sehingga menyebabkan laserasi dan ulerasi
yang dapat menimbulkan bau tidak sedap.
Ivo, M. S. et al. (2019)

4. Metode Diagnosa atau penilaian status gizi untuk menilai Gangguan gizi
tersebut.
Diagnosis obesitas dapat ditegakkan melalui penilaian status gizi secara
langsung. Penilaian status gizi adalah pemeriksaan terhadap keadaan gizi
seseorang. Penilaian status gizi secara langsung, antara lain dapat
dilakukan dengan metode antropometri.
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002 dalam Sudargo,T.,et al, 2018).
Metode antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas
pada seseorang antara lain indeks massa tubuh (IMT), skinfold thickness
(SKF), rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP), dan bioelectricall impedance
analysis (BIA).

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Obesitas pada orang dewasa ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh
(IMT) atau body mass index (BMD). IMT adalah pengukuran antropometri
untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesual dengan standar
normal atau ideal. IMT didapatkan dengan cara membagi berat badan (kg)
dengan kuadrat tinggi badan (m²).
BB (KG)
IMT¿ TB X TB( m)
Pengukuran berat badan dapat dilakukan dengan menggunakan
timbangan berat badan. Sementara itu, pengukuran tinggi badan dapat
dilakukan dengan menggunakan microtoise.

Gambar Microtaise dengan ketelitiam 0,1 cm

Gambar timbangan berat badan dengan ketelitian 0,5 kg

Penggolongan obesitas ini merupakan bagian dari penentuan status


gizi. Artinya, obesitas merupakan bagian dari status gizi seseorang, yaitu
status gizi yang berlebih. Karena setiap ras memiliki tipikal ukuran tubuh
yang berbeda-beda, standar penentuan status gizi pun dibedakan
berdasarkan ras. Bagi etnis Asia, seseorang dikatakan mengalami gizi lebih
jika IMT melebihi 23 kg/m'. Standar penentuan status gizi bagi orang
Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Klasifikasi BMI/IMT kg/m² Risiko Kormobilitas
Kurang <18,5 rendah
Normal 18,50-22,9 Rata-rata
Kelebihan berat badan >23.0
Praobesitas 23,0-26,9 Meningkat
Obesitas ≥27,0 Tinggi
Sumber: WHO
Survei epidemiologi dan promosi kesehatan pada populasi biasanya
menggunakan IMT sebagai indikator yang berguna untuk mengukur
obesitas tubuh secara keseluruhan dan lingkar pinggang (cm) sebagai
pengukuran untuk akumulasi lemak pada perut yang merupakan indikator
obesitas sentral. WHO (2000) merekomendasikan penggunaan IMT 25-
29,9 kg/m m² sebagai kriteria untuk kelebihan berat badan dan 230 kg/m"
sebagai kriteria obesitas. Akan tetapi, data tersebut diambil dari
masyarakat di negara-negara barat. Sementara itu, penelitian di negara-
negara Asia Pasifik mengusulkan kriteria baru. Negara-negara di Asia
Pasifik menggunakan IMT dengan rentang 23-26,9 kg/m? sebagai kriteria
kelebihan berat badan dan 227 kg/m? sebagai kriteria obesitas
(Sudargo,T.,et al, 2018).
IMT merupakan titik kritis. Seseorang akan mengalami peningkatan
risiko menderita penyakit tertentu ketika seseorang melewati titik kritis
tersebut. IMT cenderung berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang.
Oleh karena itu, Klasifikasi IMT menjadi suatu hal yang penting dan obesity
tidak hanya kondisi fisik seseorang, tetapi merupakan penyakit (Nishida,
2004 dalam Sudargo,T.,et al, 2018).
Grafik IMT (WHO)
Perdebatan mengenai indikator IMT untuk orang Asia masih banyak
terjadi. Hal ini terkait dengan komposisi tubuh seseorang ketika komposisi
lemak orang Asia dan ras lain cukup berbeda. Seperti tampak di Gambar 1,
dengan IMT yang sama, orang Asia mempunyai kadar lemak yang lebih
tinggi daripada orang Eropa. Hal ini berkaitan dengan genetik dari ras
tersebut. Hasil dari sebuah penelitian mengungkapkan adanya variasi titik
kristis tersebut dari 22-25 kg/m' dan Indonesia sendiri mempunyai titik
kritis 22-24 kg/m. Titik kritis ini digunakan sebagai peningkatan risiko
penyakit seperti sindroma metabolik, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.
Klasifikasi kegemukan untuk Indonesia ialah IMT
23-26,9 kg/m? (Nishida, 2004 dalam Sudargo,T.,et al, 2018).

2. Skinfold Thickness (SKF)


Obesitas adalah kelebihan lemak di dalam tubuh. Skinfold thickness
(SKF) adalah pengukuran lemak tubuh. Pengukuran lemak tubuh dilakukan
melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) pada beberapa
bagian tubuh. Menurut Supariasa (2002), bagian tubuh yang biasa diukur
ketebalan lemaknya, antara lain lemak pada bagian lengan atas (triceps dan
biceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah
garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal),
suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatelar), dan pertengahan
tungkai bawah (medial call).
Teknik SKF mengukur lapisan lemak subkutan yang menutupi tubuh
dengan menggunakan kaliper (Sudargo,T.,et al, 2018). Kaliper yang
digunakan telah dikalibrasi sehingga mengerahkan tekanan konstan 10
g/mm². pengukuran ini didasrkan pada dua asumsi. Asumsi pertama yaitu
ketebalan jaringan adiposa jaringan subkutan yang mencerminkan porposi
yang konstan dari lemak tubuh total. Asumsi kedua bahwa bagian tubuh
yang diukur mewakili pengukuran ketebalan rata-rata jaringan adiposa
subkutan (Sudargo,T.,et al, 2018).
Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil lipatan kulit dan
lemak dengan menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari. Selanjutnya,
menarik lipatan kulit dengan hati-hati agar terpisah dari otot di bawahnya
dan menggunakan kaliper untuk mengukur tebal lipatan kulit. Kaliper tidak
boleh terlalu ditekan karena dapat membuat ketidaknyamanan subjek dan
mengurangi pengukuran tebal lipatan kulit.

Kaliper adalah alat yang digunakan untuk mengukur SKF yang


berasal dari logam dan plastik. Harga dari kaliper bervariasi tergantung
dari asal bahan (logam atau plastik), keakuratan, presisi, dan rentang
pengukuran. Contoh kaliper berkualitas tinggi ialah kaliper merek
Harpenden, Lange, Holtain, dan Lafayette. Kaliper-kaliper tersebut
memberikan tekanan yang konstan (-10 g/mm"), rentang pengukuran 0-60
mm, dan presisi 0,2 mm (1,0 mm untuk Harpenden dan Lange)
(Sudargo,T.,et al, 2018).

3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)


Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) merupakan metode yang
dapat digunakan untuk menentukan status obesitas seseorang. RLPP
adalah metode sederhana yang dapat menjelaskan distribusi penimbunan
lemak di bawah kulit dan jaringan adiposa intra abdominal (Sudargo,T.,et
al, 2018).
Kegemukan dapat diketahui melalui distribusi penyimpanan lemak
dalam tubuh. Kelebihan jumlah lemak, umumnya akan disimpan di jaringan
adiposa di bawah kulit atau di rongga perut. Setiap jumlah lemak dan
karbohidrat makanan yang tidak langsung digunakan akan disimpan di
jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida (Sudargo,T.,et al, 2018).

Gambar pita metine dengan ketelitian 0,1 cm


Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) adalah perbandingan antara
lingkar pinggang yang diukur pada bagian terkecil dari perut secara
horizontal dengan lingkar panggul yang diukur melewati bagian paling
maksimal dari panggul. Lingkar pinggang dan lingkar panggul diukur
dengan pita metlin dan diukur secara langsung.
Jenis Kelamin Tidak Obesitas Obesitas
Laki-laki ≤0,90 >0,90
Perempuan ≤0,80 >0,80

Supariasa (2002) dalam Sudargo,T.,et al, (2018) mengungkapkan


bahwa banyaknya lemak dalam perut menunjukkan adanya perubahan
metabolisme di dalam tubuh, antara lain perubahan terhadap daya tahan
terhadap insulin dan peningkatan produksi asam lemak bebas. Banyaknya
lemak di dalam perut lebih sensitif menggambarkan perubahan tersebut
dibandingkan dengan banyaknya lemak bawah kulit atau lemak pada kaki
dan tangan. Perubahan metabolisme ini memberikan gambaran tentang
pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi
lemak tubuh.
Peningkatan RLPP berkontribusi pada berkembangnya risiko
penyakit yang terkait dengan distribusi lemak sentral (Esmailzedah et al.,
2004 dalam Sudargo,T.,et al, 2018 ). Hail penelitian prospektif
menunjukkan bahwa rasio lingkar pinggang dan panggul berhubungan erat
dengan penyakit kardiovaskuler (Supariasa, 2002 dalam Sudargo,T.,et al,
2018). Hasil penelitian Janseen er al. (2004 dalam Sudargo,T.,et al, 2018)
menunjukkan bahwa pengukuran lingkar pinggang lebih menggambarkan
keadaan penumpukan lemak tubuh dibandingkan dengan IMT. Sementara
itu, Borken et al. (1983) dalam Waspadji et al. 2003 dalam Sudargo,T.,et al,
(2018) menunjukkan bahwa lingkar pinggang dapat dipergunakan untuk
meramal banyaknya jaringan adiposa bagian dalam dan berhubungan
dengan massa lemak bebas. Dengan demikian, lingkar pinggang hendaknya
merupakan salah satu pengukuran yang dilaksanakan secara rutin pada
saat dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pengukuran lingkar pinggang, bila
digabungkan dengan pengukuran lingkar pinggul, dapat digunakan untuk
mendeteksi penyebaran lemak di jaringan adiposa (Sudargo,T.,et al, 2018).

4. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)


Metode penilaian komposisi tubuh yang paling umum dan paling
praktis digunakan di lapangan ialah bioelectrical impedance analysis (BIA).
Pengukuran BIA dilakukan dengan melampirkan sepasang elektroda pada
pergelangan tangan dan pada pergelangan kaki sehingga arus listrik yang
lemah (800 mAmp) dapat melewati tubuh. Meskipun pengukuran dapat
dilakukan di setiap frekuensi, 50 kHz telah menjadi standar untuk
instrumen komersial. Aspek lain yang menarik dari teknologi BIA ialah
bahwa B° A mungkin adalah satu-satunya teknik komposisi tubuh yang
telah langsung dipasarkan kepada masyarakat umum (Sudargo,T.,et al,
(2018).
Karada scan adalah salah satu alat untuk menilai komposisi tubuh
berdasarkan metode bioelectrical impedance analysis (BIA). Karada scan
adalah alat pengukuran berat badan, persentase lemak tubuh, persentase
otot, indeks massa tubuh (IMT), lemak viseral, dan resting metabolism
(RM) yang cepat dan mudah (Omron Karada Scan HBF 356, 2003 dalam
Sudargo,T.,et al, 2018).

Gambar keranda scan


Kekuatan keranda scan:
a. Berat badan : 0,0 kg to 40,0 kg: 400g
40,1 kg to 150,0 kg: 1%
b. Body fat % : 3,5 %
c. Skeletal muscle % : 3,5 %
d. Resting metabolisme : 120 kcal
e. Viserat fat level : 3 levels
Omron Karada Scan HBF 356, 2003 dalam Sudargo,T.,et al, 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Ivo, M. S. et al. (2019) Hubungan Obesitas dengan Kondisi Jaringan


Periodontal Masyarakat Di Wilayah Puskesmas Ranggo NTB, Journal of Oral
Health Care
Kemenkes RI. (2018). Kenali masalah gizi yang ancam remaja Indonesia. Biro
Komunikasi Dan Pelayanan Masyarakat, 8–9. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18 051600005/kenali-masalah-gizi-yang-
ancam-remaja-indonesia.html

http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/
materi_rakorpop_2018/hasil%20Riskesdas%202018.pdf - Diakses Agustus
2018.
Sudargo, T., Freitag, H., Kusmayanti, N. A., & Rosiyani, F. (2018). Pola makan
dan obesitas. UGM press. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2022 pada
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=kNBWDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=obesitas&ots=cu-
1wHr5js&sig=NFrmZ9qvbOyvugPfT8BnIeaNLes&redir_esc=y#v=onepage&
q=obesitas&f=false

Anda mungkin juga menyukai