Anda di halaman 1dari 9

PRAKTEK 10

“INDEX MASA TUBUH (IMT)”

Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Praktek  Kebutuhan Dasar Manusia II

Dosen Pembimbing Praktek : Khasiah Sa’adah, SKM, M.Tr.Kes 

Disusun Oleh :

Aisha Neilal Rahmah

P1337425220028

4A

PRODI TERAPI GIGI PROGRAM SARJANA TERAPAN

JURUSAN KESEHATAN GIGI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak-anak remaja saat ini seringkali merasa sensitif terhadap kondisi tubuh yang
tidak sempurna sehingga mereka berusaha melakukan berbagai cara untuk menjaga dan
merawat tubuh mereka salah satunya dengan mengatur pola makan sehat dan memperbanyak
rutinitas berolah raga. Namun, ada pula anak remaja yang cenderung memiliki pola pikir
yang bebas dan tidak memperhatikan kondisi tubuh mereka sehingga berakibat pada kondisi
fisik mereka yang tidak sehat dan tidak proporsional.

Kesehatan merupakan faktor utama seluruh proses yang terjadi pada tubuh. Menurut
WHO (1970), sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial
serta terbebas dari penyakit atau kelemahan. Pemeriksaan medis yang diperlukan untuk
mengetahui tubuh yang sehat meliputi pemeriksaan antropometris, fisiologis, biokimia, dan
patologi anatomi. Tubuh yang sehat dinilai dari penampilan fisik. Dalam beberapa kasus
sering terjadi ketidaksesuaian penilaian fisik dan penilaian medis mengenai Indeks Massa
Tubuh (IMT).

Ada 3 faktor utama yang dapat menyebabkan keseimbangan energi dalam tubuh
untuk menciptakan kondisi fisik yang sehat yaitu diet atau asupan makanan yang seimbang,
olahraga atau aktivitas fisik, dan faktor genetik. Menurut Soetiningsih (1998), faktor genetik
merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada
didalam sel telur yang dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini
ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Asupan makanan harus
selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak boleh berlebihan
sehingga dapat menyebabkan overweight atau obesitas karena makanan yang berbeda
mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda – beda, maka
keseimbangan energi yang wajar juga harus dipertahankan diantara semua jenis makanan ini
sehingga semua bagian metabolisme tubuh dapat dipenuhi dengan bahan makanan yang
dibutuhkan.

Meskipun ukuran tubuh sebenarnya memiliki korelasi yang kuat dengan persepsi
berat badan, namun dalam beberapa penelitian menyebutkan tidak sedikit orang yang
termasuk dalam kategori overweight tetapi tidak menyadarinya (Blokstra et al 1999,
Crawford et al, 1999). Sebaliknya, sejumlah orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
normal merasa dirinya termasuk dalam kategori overweight.

Saat ini jarang dilakukan penelitian yang menghubungkan antara aktivitas sehari-hari
dan Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang khususnya dikalangan mahasiswa. Mahasiswa
umumnya lebih kritis dalam masalah penampilan terutama proporsi tubuh, karena pada masa
remaja seperti para mahasiswa mereka aktif dalam pergaulan atau bersosialisasi, dimana
penampilan yang baik akan menimbulkan rasa percaya diri yang dapat menunjang dalam
bersosialisasi. Berdasarkan hal tersebut kami melakukan survey ke beberapa fakultas untuk
menilai nilai IMT dan membandingkan apakah terjadi perbedaan yang sangat signifikan
antara fakultas ilmu sosial dan ilmu eksak berdasarkan tingkat aktivitas mereka sehari-hari
yang akan dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan dan hasil pengamatan dibawah ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram
(kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2 ) (Sugondo, 2006). IMT merupakan indikator
yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih
dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat
dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan kemudian melakukan koreksi
terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006). IMT juga dapat diterapkan untuk anak
dan remaja, dengan cara yang sama menghitung nilai IMT seperti pada orang dewasa,
kemudian nilai tersebut di-plotkan ke grafik CDC IMT-berdasarkan umur (CDC, 2011).
Dalam grafik tersebut akan terlihat persentil IMT-berdasarkan umur si anak, dari nilai
persentil inilah dapat ditentukan apakah anak kurus, normal atau obese (CDC, 2011).

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh


1. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew Kungwal,
Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
usia yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian pada kelompok usia 40-
49 dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok
usia kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme,
berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering.

2. Jenis kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Namun,
angka kejadian BBI laki-laki = (TBcm- 100) – (TBcm −150 ) 4 BBI perempuan= (TBcm-
100) – (TBcm −150 ) 2,5 obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-
laki. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) periode 1999-
2000 menunjukkan tingkat obesitas pada laki-laki sebesar 27,3% dan pada perempuan
sebesar 30,1% di Amerika.24 2.1.3.3 Genetik Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih
dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan
generasi pertama keluarga.24 Studi lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen spesifik
telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga mengalami
obesitas dan kurang dari 10% memiliki berat badan normal.

3. Pola makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan. Pola makan
berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang dimakan oleh seorang
individu, masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji berkontribusi terhadap
peningkatan indeks massa tubuh sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi
karena kandungan lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain itu
peningkatan 16 porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan obesitas.
Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat
badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah
kalori yang sama.

4. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot
menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh membutuhkan aktifitas fisik
sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam
seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan
dengan beraktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari

C. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh


Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia,
dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki nilai IMT lebih
tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik
Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3.2 kg/m2 dibandingkan
etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).
Tabel Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang < 18.5

Kisaran normal 18.5-22.9

Berat badan lebih ≥ 23

Berisiko 23 -24.9

Obes I 25-29.9

Obes II ≥ 30

Referensi: Sugondo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid III.

D. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh


Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk menentukan indeks massa
tubuh sampel maka dilakukan dengan cara: sampel diukur terlebih dahulu berat badannya
dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di
bawah ini:

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan2 (m)

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT menurut
Asia Pasifik di atas.

E. Indeks Massa Tubuh dan Obesitas


Pada situs Badan Kesehatan Dunia, WHO, dapat dilihat persentase warga yang obese,
normal, maupun kurus pada setiap negara di seluruh dunia (WHO, 2011). WHO global
database on Body Mass Indeks (IMT) ini dikembangkan sebagai bagian dari komitmen WHO
dalam menjalankan rekomendasi atas The WHO Expert Consultation on Obesity: Preventing
and Managing the Global Epidemic (Geneva, 3-5 June 1997) (WHO, 2011). Departemen Gizi
untuk Kesehatan dan Perkembangan (Department of Nutrition for Health and Development)
awalnya mengembangkan the WHO Global Database on BMI untuk memberikan data yang
menyeluruh mengenai data obesitas dan berat badan berlebih yang representatif dari tiap
negara. Datadata ini dilaporkan dengan mengunakan cara standar BMI cut-off points untuk
menghasilkan data yang valid secara internasional (WHO, 2011).

F. Obesitas
1. Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme
energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis dan spesifik. Universitas Sumatera
Utara Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan (Sugondo, 2006).

a. Etiologi Obesitas
Berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas. Penyebab utamanya adalah gaya hidup yang
tidak aktif, hal ini dikarenakan aktivitas otot adalah cara terpenting untuk mengeluarkan
energi dari tubuh sehingga ini merupakan satu cara paling efektif untuk mengurangi
simpanan lemak (Guyton, 2007). Hal lain yang berperan dalam meningkatkan kejadian
obesitas adalah:

1) Perilaku makan yang tidak baik


Hal yang mempengaruhi seseorang sehingga memiliki perilaku makan yang tidak baik
adalah:
a) faktor lingkungan dan sosial, lingkungan yang memiliki pendapatan yang tinggi
cenderung memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dan kurang aktivitas,
b) faktor psikologis, misalnya pada orang stres yang memiliki kecenderungan untuk banyak
makan guna menurunkan stres yang dialami,
c) nutrisi berlebih pada masa kanak-kanak, ini dikarenakan pada tahun-tahun pertama
kehidupan kecepatan pembentukan sel lemak meningkat, sehingga makin besar jumlah
lemak yang disimpan maka makin besar pula jumlah jaringan lemak yang dibentuk
(Guyton, 2007).

2) Kelainan neurogenik
Lesi pada nukleus ventromedial hipotalamus pada binatang dapat menyebabkan obesitas,
namun pada kebanyakan penderita obese tidak mengalami hal ini. Yang dijumpai pada
penderita obese umumnya adalah abnormalitas neurotransmitter di hipotalamus yakni
peningkatan oreksigenik, seperti neuropeptida Y (NPY), dan penurunan anoreksigenik,
seperti leptin dan α-MSH (Flier et al, 2007).

3) Faktor genetik
Sekitar 20-25 persen kasus obesitas disebabkan faktor genetik (Guyton, 2007). Gen berperan
dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang mengatur pusat makan dan pengaturan
pengeluaran dan penyimpanan lemak. Gen-gen yang Universitas Sumatera Utara terlibat
dalam obesitas tersebut antara lain:
a) Mutasi MCR-4 (Guyton, 2007),
b) Defisiensi leptin kongenital dan
c) Mutasi reseptor leptin (Flier et al, 2007).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemenuhan kebutuhan gizi,kalori pada remaja sangat bermanfaat bagi peningkatan otak
( intelegensi ), bagi tumbuh kembangnya dan juga sangat menunjang dalam aktivitasnya
sehari-hari. Karena dengan pemenuhan kebutuhan gizi, kalori diharapkan nantinya kebutuhan
dan kesehatan pada manusia bisa meningkat dan tidak mengalami obesitas.

B. Saran

a) Remaja sebaiknya tetap sadar akan kebutuhan gizi dan kalori, serta menjaga berat
ideal walaupun mempunyai aktivitas yang padat.
b) Sadar bahwa kesehatan itu mahal harganya, lebih baik menjegah daripada mengatasi
c) Dengan pemenuhan kebutuhan gizi pada remaja diharapkan semakin banyak prestasi
yang dihasilkan di Negara ini. Karena dengan remaja yang terpenuhi zat gizinya
semakin aktif dan konsentrasi dia dalam belajar dan berkreasi.

Anda mungkin juga menyukai