OLEH :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nutrient atau zat gizi adalah zat yang terdapat dalam makanan dan
sangat di perlukan oleh tubuh untuk metabolisme, mulai dari proses
pencernaan, penyerapan makanan dalam usus halus, trasportasi oleh darah
untuk mencapai target dan menghasilkan energi, pertumbuhan tubuh,
pemeliharaan jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan penyakit, dan
daya tahan tubuh (Par’i, dkk., 2017).
Gizi adalah sesuatu bahan organik yang dibutuhkan tubuh untuk
melakukan fungsi normal dalam sistem tubuh. Apabila asupan gizi
seseorang bermasalah maka orang tersebut akan mengalami beberapa
gangguan-gangguan fungsi tubuh. Itulah sebabnya kita harus mengatur
pola makan agar gizi untuk tubuh kita selalu tercukupi, tidak berlebihan
serta tidak kekurangan. Dalam mengonsumsi makanan untuk kebutuhan
gizi, Pemerintah menganjurkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dengan
rata-rata energi dan protein 2.150 kilo kalori dan 57 gram per hari.
Penetapan rata-rata tersebut telah disesuaikan dengan kelompok umur,
jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013.
Status gizi adalah gambaran keadaan zat gizi seseorang yang
merupakan kondisi dimana berhubungan erat denga riwayat konsumsi
makanan dalam jangka waktu tertentu. Gizi adalah semua unsur atau zat
yang terdapat didalam atau semua zat yang terdapat dalam pangan yang
berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatka
derajat kesehatan seseorang (Sukardji,2002).
Status gizi di Indonesia saat ini mulai membaik. Hal ini ditandai oleh
adanya perhatian khusus pada keadaan gizi msyarakat, sehingga
memberikan peningkatan serta perbaikan yang berarti. Berdasarkan data
hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) di Indonesia pada tahun 2015
pemantauan status gizi menunjukkan hasil yang lebih baik dari tahun
sebelumnya. Persentase balita dengan gizi buruk mengalami penurunan.
Status gizi balita menurut indeks berat badan per umur (BB/U) didapatkan
hasil 79,9% gizi baik, 14,9% gizi kurang, 3,8% gizi buruk dan 1,5% gizi
lebih. Pada status gizi balita menurut indeks tinggi badan per usia (TB/U)
didapatkan hasil 71% normal, 29,9% pendek dan sangat pendek.
Sedangkan untuk status gizi balita menurut indeks berat badan per tinggi
badan (BB/TB) didapatkan hasil 82,7% normal, 8,2% kurus, 5,3% gemuk
dan 3,7% sangat kurus (Kemkes Indonesia, 2015).
Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter,
kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau
rujukan. Peran penilaian status gizi bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya status gizi yang salah. Penilaian status gizi menjadi penting
karena dapat menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian terkait
dengan status gizi. Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi, dapat
dilakukan upaya untuk memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat
(Par’i, dkk., 2017).
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS. Untuk menentukan klasifikasi status gizi
diperlukan batasan-batasan yang disebut ambang batas (Supariasa, dkk.,
2016).
Metode Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua yaitu melalui
pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung mencakup
parameter antropometri, biokimia, biofisik, dan klinis sedangkan untuk
pengukuran tidak langsung melalui survei konsumsi, statik vital, dan
faktor ekologi (Supariasa, dkk., 2016).
Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung yaitu
menggunakan pengukuran antropometri. Metode ini sudah sejak lama
digunakan, di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an. Pada tahun
1975, melalui kelompok kerja WHO menyarankan penggunaan
antropometri untuk menilai status gizi dalam kegiatan survei dan
surveilans gizi. Selanjutya. pada tahun 1983 WHO mengeluarkan lagi
buku Measuring Change in Nutritional Status yang sangat terkenal dalam
penggunaan buku rujukan National Center for Health Statistic (NCHS).
Dewasa ini, standar yang digunakan adalah WHO 2005 (Supariasa &
Hardiansyah, 2016).
Pengukuran antropometri sering digunakan untuk menilai ukuran,
proporsi dan komposisi tubuh manusia. Pada dewasa, pengukuran
antropometri ini digunakan untuk mengevaluasi status kesehatan dan diet,
risiko penyakit, dan perubahan komposisi tubuh serta dapat menilai status
obesitas seseorang (McDowell et al., 2008; Gruson et al., 2010).
Pengukuran antropometri tergolong pengukuran yang sederhana. Alat
yang digunakan mudah dipahami namun tetap membutuhkan pelatihan
dalam penggunaanya, serta tidak sulit untuk diperoleh. Pengukuran
antropometri pun dianggap efektif serta efisien dalam mengetahui status
gizi seseorang karena dapat dibakukan.
Metode antropometri sangat berguna untuk melihat
ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak
dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson,
2005).
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri.
Indeks antropometri tersebut meliputi perhitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) yang terdiri dari berat badan dan tinggi badan, Waist to Hip Rasio
(WHR) yang terdiri dari pengukuran lingkar pinggag dan lingkar panggul,
pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA), serta Percent Body Fat (%BF).
Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan
sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan
dari prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan
menunjukkan kesalahan yang tepat sehingga perubahan dapat dilakukan
sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan. Hal ini dilakukan dengan
mempelajari hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi
dann akurasi pengukuran dan keterampilan apa yang perlu diberikan.
(Supariasa, dkk., 2016).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu:
1. Bagaimana status gizi perseorangan dengan menggunakan pengukuran
Indeks Massa Tubuh (IMT) ?
2. Bagaimana status gizi perseorangan dengan menggunakan pengukuran
prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut ?
3. Bagaimana status gizi perseorangan dengan menggunakan pengukuran
Waist to Hip Ratio (WHR) ?
4. Bagaimana status gizi perseorangan dengan menggunakan pengukuran
Lingkar Lengan Atas (LiLA) ?
5. Bagaimana status gizi perseorangan dengan menggunakan pengukuran
Percent Body Fat (PBF) ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dilakukannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui status gizi perseorangan melalui metode pengukuran
antropometri.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukannya praktikum ini yaitu:
a. Untuk menetukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan
perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
b. Untuk menetukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan
pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
c. Untuk menetukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan
perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR).
d. Untuk menetukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan
perhitungan Lingkar Lengan Atas (LiLA).
e. Untuk menetukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan
perhitungan Percent Body Fat (PBF).
D. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum ini yaitu dapat
menentukan status gizi seseorang melalui pengukuran antropometri
dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT), prediksi tinggi badan
berdasarkan tinggi lutut, perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR), lingkar
lengan atas (LiLA), dan Percent Body Fat (PBF).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa,
Jakarta. Hlm. 4
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat
badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan
berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.
METODE PRAKTIKUM
C. Peserta Praktikum
Peserta praktikum yaitu mahasiswa kelas C Kesehatan Masyarakat
angkatan yang berjumlah 40 dan yang hadir 39.
D. Prosedur Kerja
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
a. Pengukuran Berat Badan
1) Diminta responden mengenakan pakaian biasa (usahakan
dengan pakaian yang minimal). Responden tidak menggunakan
alas kaki.
2) Dipastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan
angka 0,0.
3) Diminta responden berdiri di atas timbangan dengan berat
yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan
pandangan lurus ke depan.
4) Diperhatikan Posisi kaki responden agar tepat di tengah alat
timbang, usahakan responden tetap tenang dan kepala tidak
menunduk ( memandang lurus kedepan).
5) Dibaca angka yang berada di kaca jendela yang akan muncul,
dan ditunggu sampai angka tidak berubah (statis).
6) Dibaca dan dicatat berat badan responden pada tampilan
dengan skala 0,1 terdekat.
7) Penimbangan diulang sampai dengan 3 kali.
b. Pengukuran Tinggi Badan
1) Diminta responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu),
topi (penutup kepala). Posisikan responden tepat di bawah
microtoice.
2) Diminta Reponden berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
3) Diarahkan responden agar posisi kepala dan bahu bagian
belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding
tempat microtoice di pasang.
4) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung
bebas dan menghadap paha.
5) Diminta responden untuk menarik nafas panjang dan berdiri
tegak tanpa mengangkat tumit untuk menegakkan tulang
belakang. Usahakan badan tetap santai.
6) Ditarik microtoice hingga menyentuh bagian atas kepala
responden. Microtoice dipastikan berada tepat di tengah kepala
responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus
tetap menempel pada dinding. Pengukuran tinggi badan
diambil pada saat menarik nafas maksimum. Dengan mata
pengukur sejajar dengan alat petunjuk angka untuk
menghindari kesalahan penglihatan.
7) Tinggi badan pada jendela dibaca ke arah angka yang lebih
besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka
(skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur
harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar.
Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
9) Pengukuran ini diulang selama tiga kali
A. Tabel Hasil
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Adapun hasil praktikum pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan mengukur tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) pada praktikan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh(IMT) Mahasiswa Kelompok 3 Kelas C pada Tahun
2018
BB TB
No. Nama IMT
(kg) (cm)
19,21
1. Nur Pratami 47 156,3
Normal
21,30
2. Mitha Rahmila 51,23 155,07
Normal
27,47
3. Darwinda Khaerunnisa 63,5 152,1
Overweight
21,27
4. Diah Puspitasari 53,83 159,1
Normal
16,76
5. Apsela Bunda Gladys 37,73 150,03 Moderate
Thinnes
17,52
6. Ayu Widya Desrianthi 41,83 154,5
Mild Thinnes
26,57
7. Nurul Rida’ Ainun 56,33 145,6
Overweight
35,49
8. Ayunita Chairunnisa 88,03 157,5
Obesitas kelas II
9. A. M. Fadel Ananta P 61 164,56 22,67
Normal
Sumber : Data Primer, 2018
2. Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut
Adapun hasil praktikum prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi
lutut pada praktikan didapatkan hasil sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan praktikum, maka hasil dari pembahasan hasil
praktikum dapat ditarik kesimpulan:
1. Indeks Massa Tubuh (IMT) praktikan atas nama Nurul Rida’ Ainun,
yaitu 26,57. Pengukuran ini berdasarkan hasil pengukuran tinggi
badan 145,6 cm dan berat badan 56,33 cm. Hasil tersebut tergolong
overweight.
2. Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut praktikan atas nama
Nurul Rida’ Ainun yaitu 148,55 cm dengan tinggi lutut 44,63 cm.
Rasio pengukuran dengan tinggi badan menggunakan microtoice
adalah 2,9 sehingga perhitungan dinyatakan akurat.
3. Hasil perhitungan WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul) dari
praktikan atas nama Nurul Rida’ Ainun yaitu 0,89 dengan lingkar
pinggang (LPi) adalah 76 cm dan lingkar panggul (LPa) adalah 85
cm, sehingga status WHR praktikan termasuk very high.
4. Hasil pengukuran Lingkar perut (LP) dari praktikan atas nama Nurul
Rida’ Ainun adalah 85 cm, maka digolongkan tidak normal.
5. Hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) praktikan atas nama
Nurul Rida’ Ainun adalah 29 cm, maka termasuk dalam kateori
normal.
6. Hasil perhitungan Percent body fat praktikan atas nama Nurul Rida’
Ainun adalah 37,21% dengan pengukuran trisep adalah 24 mm dan
pengukuran subscapula adalah 26 mm. Maka praktikan dikateorikan
overweight.
B. Saran
1. Untuk Dosen
Dosen sebaiknya ikut hadir dan mendampingi selama proses
praktikum berlangsung.
2. Untuk Asisten
Asisten sebaiknya tetap membimbing praktikan dengan baik agar
kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan praktikan bisa
mendapatkan manfaat yang maksimal.
3. Untuk Laboratorium
Laboratorium sudah memiliki fasilitas cukup lengkap namun
memiliki ruangan yang terbilang sempit sehingga tidak terlalu
nyaman digunakan untuk banyak orang.
4. Untuk Praktikum
Kegiatan praktikum sebaiknya dilakukan tepat waktu dan sesuai
prosedur.