PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang dipengaruhi
oleh asupan makanan dan penggunaan nutrien di dalam tubuh. Status gizi dapat
menjadi predictor suatu outcome penyakit dan juga dapat menjadi salah satu cara
pencegahan dini suatu penyakit. Salah satu metode dalam penentuan status gizi
adalah pengukuran antropometri. Untuk orang dewasa, penentuan status gizi
undernutrisi atau overnutrisi dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh
(IMT). Indeks massa tubuh dapat diperoleh dari hasil pengukuran berat badan dan
tinggi badan pada orang dewasa. (Rasyid & Agussalim Buchar, 2015).
Secara umum antropometri memiliki pengertian pengukuran tubuh manusia.
Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh untuk berbagai tingkat umur. Pada saat ini antropometri
sering digunakan untuk melakukan skrining kasus kurang gizi karena
penggunaannya relative mudah, murah dan praktis. Sekalipun terkesan mudah, ada
banyak hal yang harus diperhatikan agar mendapatkan hasil pengukuran
antropometri yang akurat. (Kp & Kp, 2016).
Kegunaan dan ruang lingkup antropometri sesungguhnya memiliki cakupan
yang luas. Di bidang gizi, antropometri berguna untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini akan tercermin pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan persentase
air dalam tubuh. Selain itu, antropometri dapat dipergunakan dalam bidang
antropologi ragawi sebagai sarana untuk mengidentifikasi perbedaan antar ras dan
tipetubuh. Antropometri sekarang sangat diperlukan dalam bidang ergonomic
untuk mendapatkan perlatan yang nyaman digunakan sesuai postur tubuh. (Kp &
Kp, 2016).
Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang mudah dan murah.
Indeks massa tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai salah satu indikator yang
baik untuk menentukan status gizi remaja. Antropometri sebagai indikator status
gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter antara lain berat badan,
tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit.
Remaja memiliki status antropometri yang beragam. Pada masa pertumbuhan
status antropometri pada remaja dapat mengalami perubahan dengan cepat.
(Yunieswati, 2014).
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam
bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan(BB/TB), lingkar lengan atas
menurut umur (LLA/U) dan sebagainya. Karena antropometri sebagai indicator
penilaian status gizi yang paling mudah yang dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Oleh karenaitu, untuk mengetahui status gizi seseorang, maka dilakukan
pengukuran antropometri ini (Wicaksono, Kridalukmana, & Windasari, 2016)
B. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini agar mahasiswa mampu memahami, yaitu :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui status gizi antropometri pada mahasiswa kelas C kelompok I
2. Tujuan Kusus
a. Untuk mengetahui IMT
b. Untuk mengetahui Lila
c. Untuk mengetahui Obesitas Sentral
d. Untuk mengetahui WHR
e. Untuk mengetahui Persen Lemak Tubuh
C. Manfaat
Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu agar mahasiswa dapat menambah
informasi tentang pengukuaran antropometri pada mahasiswa kelas C kelompok 1.
dapat lebih memahami hasil pengukuran, titik-titik pengukuran antropometri
Untuk menganalisis berbagai pengukuran dimensi tubuh, ini digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral
pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot
menurun. Pada orang yangedema dan asites terjadi penambahan cairan dalam
tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya
terjadi pada orang kekurangan gizi. Pada masa bayi atau balita, berat badan dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali
terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Dapat
digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan
menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja,
lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada klien edema dan
asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan
jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi (Supariasa,
2002).
Berat badan (BB) menggambarkan masa tubuh (otot danlemak). Berat badan
menurut umur merupakan ukuran yang baik untuk mengetahui keadaan gizi anak–anak,
terutama anak golongan umur 0-5tahun (Balita). Ukuran ini juga memberi
gambaran yang baik tentang pertumbuhan anak (Sirajuddin, 2012).
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiringdengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktuyang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama (Sirajuddin, 2012).
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk indikator menyatakan status
gizi saat ini, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu
Indeks BB/TB disebut juga indikator status gizi yang independent terhadap umur.
Karena Indeks BB/TB yang dapat memberikangambaran tentang proporsi berat
badan relatif terhadap tinggi badan, makadalam penggunaannya indeks ini
merupakan indikator kekurusan (Sirajuddin, 2012).
A. LILA
Lingkar lengan atas dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untu
penentuan status gizi, karena mudahdilakukan dan tidak memerlukan alat-alat
yang sulit diperoleh dengan hargayang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan,terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk
indeks status gizi (Supariasa, 2002).
Pengukuran lingkar lengan atas untuk mengetahui kelompok yang beresiko
kekurangan energi kronik atau KEK maupun yang mengalami kelebihan distribusi
lemak di bagian lengan pada orang yang mengalami obesitas. Lingkar lengan atas
dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk menentukan gizi, karena
mudah dilakukan dan memerlukan alat-alat yang tidak sulit untuk diperoleh
(Kumesan et al., 2016).
Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur (WUS). Pemantauan
LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka
pendek. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS
adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) (Sirajuddin, 2012).
Ambang batas LILA (Lingkar Lengan Atas) wanita usia subur
denganrisiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang
dari23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyairisiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR) (Sirajuddin, 2012).
Menurut Supariasa (2002), prosedur kerja pengukuran lingkar lengan atas
adalah sebagai berikut:
1. Tentukan titik mid point pada lengan dengan menekuk lengan subjek membentuk 90°,
dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek
dan menetukan titik tengah antara tulang ataspada bahu kiri dan siku. Tandailah
titik tengah tersebut.
2. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel
pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atauada rongga antara
kulit dan pita.
3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali
orang kidal diukur pada lengan kanan). Lengan harus dalam posisibebas, lengan
baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur
dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya sudah tidak rata (Sirajuddin, 2012).
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada pengukuran ini adalah :
1. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian
yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal inididasarkan pada hasil-hasil
penelitian yang umumnya menunjukkanperbedaan angka prevalensi
Kekurangan Energi Protein (KEP) yang cukupberarti antar penggunaan LILA
di satu pihak dengan berat badan menurutumur atau berat badan menurut tinggi
badan maupun indeks-indeks lain dipihak lain, sekalipun dengan LILA.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat
keterampilanpengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan,
megingatbatas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari
padatinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti
padaLILA dibandingkan dengan tinggi badan.
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah)tetapi
kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian
halnya dengan berat badan.
B. Obesitas Sentral
Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh
bagian perut yang diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada jaringan lemak
subkutan dan lemak viseral perut. Penumpukan lemak pada jaringan lemak
visceral merupakan bentuk dari tidak berfungsinya jaringan lemak subkutan dalam
menghadapi ketidakseimbangan energi pada tubuh. Resiko kesehatan pada tipe ini
lebih tinggi dibandingkan dengan tipe menyerupai perifer karena sel-sel lemak di
sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah
dibandingkan dengan sel-sel lemak ditempat lain (Putri, Udiyono, Adi, &
Saraswati, 2016).
Obesitas sentral merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit-
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus tipe 2, dislipidemia, penyakit
jantung, hipertensi, kanker, sleep apnea, dan sindrom metabolik. Sindroma
metabolik merupakan suatu kumpulan gangguan metabolic yang mencakup
intoleransi glukosa (diabetes melitus tipe 2, impaired glucose tolerance, atau
impaired fasting glucose), resistensi insulin, obesitas sentral, dislipidemia dan
hipertensi, yang kesemuanya merupakan faktor risiko untuk penyakit
kardiovaskular (Putri et al., 2016).
Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah
kelompok umur usia remaja. Alasan mengapa remaja dikategorikan berisiko
adalah (1) Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi
dan zat gizi yang banyak; (2) Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan
menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi; (3) Keikutsertaan dalam
olahraga, kecanduan alkohol, dan obat, tidak sedikit remaja yang makan secara
berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Putri et al., 2016).
Obesitas sentral sering disebut juga tipe android atau viseral adalah suatu
keadaan dimana penimbunan lemak terjadi secara berlebihan dan jauh melebihi
normal di daerah abdomen. Jaringan lemak intra abdominal terdiri lemak viseral
atau intraperitoneal yang terutama terdiri dari lemak omental dan messenterial
serta massa lemak retroperitoneal yang terletak sepanjang perbatasan dorsal usus
dan bagian permukaan ventral ginjal (Sundari, Masdar, & Rosdianan, 2015).
Lingkar perut diukur dari titik tengah batas/margin tulang rusuk bawah dan
batas tulang Krista iliaka kanan dan kiri kemudian diukur secara horizontal dengan
dengan menggunakan pita pengukur. Pengukuran dilakukan dengan cara subjek
diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas untuk
menentukan titik pengukuran namun jika keberatan maka responden boleh
memakai pakaian yang tipis tidak terlalu tebal. Pengukuran lingkar perut
dilakukan oleh pengukur yang jenis kelaminnya sama dengan responden.
Responden tergolong obesitas abdominal berdasarkan kriteria WHO untuk orang
dewasa Asia yaitu jika lingkar perut responden laki-laki ≥ 90 cm dan wanita
adalah ≥ 80 cm sedangkan bukan tergolong obesitas abdominal jika lingkar perut
responden laki-laki <90 cm dan lingkar perut perempuan <80 cm (Septyaningrum
& Martini, 2014).
Menurut The US National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult
Treatment Panel (ATP) III 2001 obesitas sentralis direpresentasikan sebagai
lingkar pinggang 102 cm atau 40 inchi (pria), 88 cm atau 36 inchi (wanita).
Menurut WHO 1999, obesitas digambarkan sebagai obesitas sentralis yang
direpresentasikan sebagai rasio lingkar pinggang pinggul > 0,90 (pria), > 0,85
(wanita), dan/atau IMT > 30 kg/m2.5 Menurut The European Group for the Study
of Insulin Resistance (EGIR) 1999, obesitas direpresentasikan sebagai obesitas
sentralis untuk ria lingkar pinggang 94 cm dan untuk wanita lingkar pinggang 80
cm.6 Menurut The International Diabetes Federation (IDF) 2006, obesitas
direpresentasikan sebagai obesitas sentralis yang didefinisikan sebagai lingkar
pinggang, dengan nilai yang disesuaikan dengan etnis, jika Indeks Massa Tubuh
(IMT) 30 kg/m2. maka obesitas sentral diasumsikan ada dan lingkar pinggang
tidak harus diukur. Baru-baru ini, IDF 2006 mengusulkan nilai titik potong yang
umum untuk semua populasi Asia termasuk Jepang, 90 cm untuk pria dan 80 cm
untuk para wanita (Bantas, Koesnanto, & Moelyono, 2013).
C. WHR
Waist to Hip Ratio (WHR) atau rasio lingkar pinggang dan panggul
diyakini sebagai prediktor yang baik untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular
(Khaira, Sulastri, & Semiarty, 2005).
Rasio lingkar pinggang panggul diukur dari hasil perbandingan nilai
pengukuran lingkar pinggang atau lingkar perut terhadap lingkar panggul yang
diukur melalui tonjolan gluteus yang paling maksimal. Responden tergolong
mengalami obesitas abdominal berdasarkan ukuran rasio lingkar pinggang panggul
jika rasio lingkar pinggang panggul pada laki-laki > 0,9 dan pada wanita > 0,8 dan
tidak mengalami obesitas abdominal jika rasio lingkar pinggang panggul pada
laki-laki ≤ 0,9 dan pada perempuan ≤ 0,8 (Septyaningrum & Martini, 2014).
Berdasarkan distribusi lemak tubuh, dapat dilakukan pengukuran lingkar
pinggang (waist circumferrence) dan rasio lingkar pinggang panggul (waist hip
ratio). Dibandingkan dengan pengukuran IMT, pengukuran antropometri dari
obesitas abdominal, seperti lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul
memiliki hubungan yang lebih kuat dengan faktor risiko metabolik dan penyakit
kardiovaskular (Mahmudah, Cahyati, & Wahyuningsih, 2013).
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asamlemak
bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan
metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaanpenyakit yang
berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umum
digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang
dan panggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus
tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda
(Esmaillzadeh, 2004).
Dari hasil penelitian Lawrence (2007) menyimpulkan hubungan antara
lingkar pinggang, lingkar pinggal-panggul dan rasio lingkar pinggang danpanggul
terhadap risiko kardiovaskuler. Obesitas yang diukur dengan lingkarpinggang dan
rasio lingkar pinggang-panggul secara signifikan berhubungan dengan risiko
kejadian insiden kardiovaskuler. Kenaikan 1 cm di lingkarpinggang dikaitkan
dengan peningkatan 2% risiko masa depan kardiovaskuler dan peningkatan 0,01 di
rasio lingkar pinggang-panggul dikaitkan dengan peningkatan 5% dalam risiko.
Hasil ini konsisten pada pria dan wanita (Sirajuddin, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan Esmaillzadeh (2004) yang dilakukan pada
pria dewasa di kota Tahrenian menyimpulkan bahwa semua indicator antropometrik
memiliki hubungan yang signifikan dengan faktor-faktor risiko kardiovaskular,
rasio pinggang-panggul memiliki koefisien korelasi tertinggi dibandingkan dengan
ukuran antropometri lainnya. Untuk semua faktor risikodi semua kategori usia,
kemungkinan tertinggi rasio yang tergolong rasio pinggang-panggul. Dari empat
indikator individu, rasio lingkar pinggang-panggul memiliki sensitivitas tertinggi,
spesifisitas dan akurasi untuk memprediksi faktor risiko kardiovaskular. Cutoff
poin untuk rasio lingkar pinggang-panggul terlihat memiliki persentase yang lebih
tinggi dari prediksi yang tepat dari BMI, lingkar pinggang dan rasio pinggang
terhadap tinggi disemua kategori usia (Esmaillzadeh, 2004).
WHR (Waist to Hip Ratio) merupakan salah satu pengukuran
untuk menentukan status gizi perorangan. WHR ini diperoleh dengan
membagiantara lingkar pinggang dan lingkar panggul. Rumus Waist to Hip Ratio
(WHR) :
Lingkar Pinggang (LPi)
WHR = Lingkar Panggul (LPa)
A. Hasil
1. Tabel Hasil Pengukuran Antropometri
LINGKAR
NO Nama JK KETERANGAN
PERUT
1 Moh. Rizaldi L 90 NORMAL
2 Anggreani P 77 NORMAL
3 Mariana P 71 NORMAL
4 Nurul Hidayah P 76 NORMAL
5 Sriwinda P 73 NORMAL
6 Sri Utami Lamalaka P 66 NORMAL
7 Zainal L 79 NORMAL
8 Galuh Nurul Fatimah P 74 NORMAL
9 Hajri Wahyuni P 58 NORMAL
10 Tia Septi Inggriani P 73.5 NORMAL
11 Shinta P 83.9 OBESITAS SENTRAL
12 Ester P 74 NORMAL
13 Muh. Irfan L 88 NORMAL
14 Khaerunisa P 69 NORMAL
15 Taqbirandda Sekar P 86 OBESITAS SENTRAL
16 Stevi A P 84 OBESITAS SENTRAL
17 Fauziah R P 64 NORMAL
18 Komariyah P 63 NORMAL
19 Mohammad Yusril L 68 NORMAL
A. Kesimpulan
1. Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau
lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi.
2. Lingkar lengan atas dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untu penentuan
status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status
gizi.
3. Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh bagian perut
yang diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada jaringan lemak subkutan dan
lemak viseral perut.
4. Waist to Hip Ratio (WHR) atau rasio lingkar pinggang dan panggul diyakini sebagai
prediktor yang baik untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular
5. Persen lemak tubuh adalah perbandingan berat lemak tubuh dibandingkan
dengan total berat penyusun tubuh lainnya (lemak, otot, tulang, air)
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah waktu yang terlalu singkat dalam
melakukan penelitian antropimetri serta metode penelitian yang masih kurang
efektif dan semoga laporan ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan
terkait pengukuran antropemetri