Anda di halaman 1dari 28

A.

Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan
antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannya di dalam tubuh
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2014). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya
dengan keadaan kesehatan tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat
penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari
keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk
variabel tertentu. Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi
dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh
manusia. Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi).
Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition
(kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu
keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan
tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang
disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005).
1. Metode Penilaian Status Gizi
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat
perkembangan kekurangan gizi, yaitu metode konsumsi, metode laboratorium,
metode antropometri dan metode klinik (Hadju, 1999). Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung (Supariasa et
al., 2014).
Penilaian Status gizi secara langsung meliputi :
a. Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter yaitu :
1) Umur
2) Berat Badan
3) Tinggi Badan
4) Lingkar Lengan Atas

5) Lingkar Dada
Indeks antropometri yg sering digunakan yaitu berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) (Supariasa et al., 2014).
Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas. Salah satu penentuan ambang batas yaitu dengan cara
standar deviasi unit (SD) atau Z-score. Rumus perhitungan Z-score yaitu
(Supariasa et al., 2014):
Nilai individu subjek−nilai median baku rujukan
z-score =
nilai simpang baku rujukan
Selain itu, contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang
dewasa yang berumur diatas 18 tahun.
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005).

IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

b. Klinis Berat badan (kg)


Pemeriksaan klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi yang dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh. Metode ini digunakan untuk survei klinis
yang mendeteksi secara cepat tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi melalui pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala.
c. Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh
seperti darah, urine, tunja, dan lain-lain.
d. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian Status gizi secara tidak langsung meliputi :
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Data yang di dapat
menggambarkan tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga
dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat
gizi.
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, metode survei konsumsi dapat
dibagi menjadi 2 yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. (Supariasa &
Kusharto, 2014).
Metode kualitatif umumnya digunakan untuk mengetahui frekuensi
bahan makanan yang dikonsumsi dan mengetahui pola/kebiasaan makan. Ada 4
metode kualitatif yang digunakan yaitu :
1) Metode frekuensi makan (food frequency)
2) Metode riwayat makan (dietary history)
3) Metode telepon
4) Metode pendaftaran makanan (food list)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat konsumsi
energi dan zat-zat gizi baik individu maupun kelompok masyarakat. Jenis
metode kuantitatif yaitu :
1) Metode recall 24 jam
2) Metode perkiraan makanan
3) Metode penimbangan makanan
4) Metode pencatatan
5) Metode inventaris
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunaan statistik vital dipertimbangkan sebagai
bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor ekologi
Digunakan untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat
sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
2. Klasifikasi Status Gizi
Berdasarkan Kemenkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, adapun
standar antropometri penilaian status gizi anak yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Untuk mengetahui status gizi dewasa maka ada kategori ambang batas
Tabel 1. Standar Antropometri Penilaian Gizi Anak Hal. 4
IMT yangJakarta.
digunakan, seperti
Kementerian yang terlihat
Kesehatan RI pada tabel di bawah ini yang
merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.
Tabel 2.1. Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia
Kategori IMT (kg/m2)
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,0
Sumber : Depkes, 2003

3. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Menurut (Schroeder, 2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi
dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit
infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh)
dan pelayanan kesehatan. Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat
menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu
dipertimbangkan. Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi
mempengaruhi pertumbuhan anak, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi.
Status sosial ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan
rumah tangga untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek
pemberian makanan anak, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Jus’at (1992)
membuat model mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak
antara lain: karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan
ketersediaan bahan makanan.
Status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor secara langsung dan
tidak langsung (Supariasa et al., 2014). Adapun faktor tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor langsung
1) Asupan makanan
2) Penyakit infeksi
b. Faktor tidak langsung
1) Persediaan makanan di rumah
2) Perawatan anak dan ibu hamil
3) Pelayanan kesehatan

B. Konsumsi dan Tingkat Konsumsi


1. Konsumsi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan
atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan
sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat
gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya kelainan
struktur saluran cerna dan kekurangan enzim (Almatsier, 2003).
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya
dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat bermanifestasi kurang
atau lebih. Seseorang yang kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat
menyebabkan penyakit defisiensi. Konsumsi zat gizi yang berlebihan juga
membahayakan kesehatan. Kebutuhan berbagai zat gizi tergantung pada beberapa
faktor, seperti : umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Angka
kecukupan zat gizi yang dianjurkan (AKG) digunakan sebagai standar untuk
mencapai status gizi yang optimal bagi penduduk disuatu wilayah (Bakta, 2009).
2. Tingkat konsumsi
Tingkat konsumsi adalah perbandingan kandungan zat gizi yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang yang dibandingkan dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG).
Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
makanannya. Kualitas makanan menunjukan adanya semua zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik
dari sudut kualitas maupun kuantitas, maka akan mendapatkan status gizi yang
baik dan biasanya disebut dengan konsumsi adekuat. Pada konsumsi makanan
baik kualitas maupun kuantitas melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh
dinamakan konsumsi yang berlebihan maka akan terjadi gizi lebih, begitu juga
sebaliknya jika konsumsi yang kurang maka akan terjadi keadaan status gizi yang
kurang. Status gizi yang baik bagi vegetarian adalah jika tidak mengalami
kekurangan maupun kelebihan gizi. Kebutuhan gizi (requirement) adalah jumlah
zat gizi minimal yang diperlukan seseorang untuk hidup sehat (Rizqie Auliana,
1999).
3. Cara mengukur tingkat konsumsi
Tingkat konsumsi gizi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan.
Kualitas hidangan menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam
susunan hidangan dan perbandingan yang satu dengan yang lain. Kuantitas
menunjukkan kwantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau
susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan keadaan kesehatan gizi yang sebaik-
baiknya (Sediaoetama, 1996).
Penentuan status gizi dan menilai asupan zat gizi seseorang dapat
dilakukan dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Berdasarkan
jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan
dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif
biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis
bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara
memperoleh bahan makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, metode riwayat makan,
metode telepon, dan metode pendaftaran makanan. Metode kuantitatif
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2001).
Untuk memudahkan menilai kandungan zat gizi bahan makanan, telah
diciptakan sebuah program perangkat lunak (software) yang disebut program
nutrisurvey. Program nutrisurvey ini disamping berfungsi untuk menganalisis
kandungan zat gizi bahan makanan dan/atau resep makanan, juga dapat digunakan
untuk menentukan kebutuhan zat gizi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
aktivitas fisik (Supariasa, 2001).

C. Asi Eksklusif
1. Pengertian ASI Eksklusif

Menurut WHO (2006), definisi ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya
menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu,
tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi
vitamin, suplemen mineral atau obat. Pemberian ASI secara eksklusif menurut
DepKes (2003) adalah pemberian ASI saja kepada bayi tanpa diberi makanan
dan minuman lain sejak dari lahir sampai usia 6 bulan, kecuali pemberian obat
dan vitamin.

2. Manfaat ASI-Eksklusif

Menurut (Sandra Fikawati,Ahmad Syafiq, 2015) Manfaat ASI Eksklusif


yaitu:

a. Manfaat bagi Bayi

1) ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal

Komposisi ASI sangat tepat bagi kebutuhan tumbuh kembang bayi


berdasarkan usianya. Seelah usia 6 bulan ,bayi harus mulai diberi
makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau
lebih.

2) ASI menurunkan resiko kematian neonatal

Sekitar 40% penyebab kematian bayi dikarenakan oleh penyakit


infeksi, yaitu pneumonia dan diare. Bayi belum memiliki komponen
kekebalan tubuh yang lengkap layaknya orang dewasa, sehingga
bakteri dan virus lebih mudah berkembang. Makanan dan minuman
selain ASI yang diberikan kepada bayi berpotensi untuk menjadi
perantara masuknya bakteri dan virus ke tubuh bayi. Selain itu bayi
dapat memperoleh zat kekebalan tubuh ibu yang diperoleh melalui
ASI.

3) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi


Bayi yang diberikan colostrums secara ilmiah akan mendapatkan
IgA (Imunoglobulin A) yang tidak terdapat dalam susu sapi. Badan
bayi sendiri baru dapat membentuk sel kekebalan sukup banyak
sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia 9 sampai 12
bulan. ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang
akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus,
parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali
lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI
antara lain akan melindungi bayi dari alergi dan penyakit infeksi
seperti diare, infeksi telinga, batuk, dan pilek.

4) Komposisi sesuai kebutuhan

Pemberian ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupan sudah dapat


memenuhi kebutuhan bayi. Jumlah dan proporsi zat gizi yang
terkandung pada ASI dari ibu dengan status gizi baik sudah tepat dan
ideal untuk kebutuhan bayi. ASI juga memiliki kandungan gizi yang
berbeda dari waktu ke waktu, yaitu dalam bentuk kolostrum hingga
ASI matur.

5) Mudah dicerna, diserap, dan mengandung enzim pencernaan.

Komposisi zat gizi ASI bukan hanya tepat dalam hal jumlah, tetapi
proporsi zat gizi ASI juga membuat ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI
mengandung protein dan asam lemak dengan rasio yang pas, sehingga
mudah dicerna oleh bayi. Adanya bakteri pencernaan yaitu
bifidobakteri pada ASI juga merupakan factor penting bagi pencernaan
manusia, slaah satu perannya adalah mempermudah proses pencernaan
sehingga penyerapan zat gizi lebih mudah dan lebih cepat.

6) Tidak menyebabkan Alergi

Konsumsi ASI secara eksklusif membantu pematangan pelapis


usus dan menghalangi masuknya molekul pemicu alergi. Kandungan
IgA pada ASI berperan melapisi permukaan usus bayi yang masih
rentan terhadap keberadaan protein asing pada usia kurang dari 6
bulan.

7) Mencegah Maloklusi/ Kerusakan Gigi

Maloklusi merupakan ketidakteraturan gigi yang memengaruhi


estetika dan penampilan serta mengganggu fungsi pengunyahan,
penelanan, ataupun bicara. Proses menyusu memungkinkan rahang
bayi yang masih dalam proses perkembangan terbentuk lebih baik. ASI
mengandung kalsuim dalam jumlah cukup dan sesuai kebutuhan,
sehingga dapat langsung dimetabolisme sistem pencernaan bayi untuk
pembentukan jaringan sel tulang rahang dan tulang lainnya. Saat aktif
menghisap, mulut bayi bergerak teratur dan berkesinambungan yang
membantu proses pemadatan sel tulang rahang. Anak yang tidak
diberikan ASI cenderung memiliki oral habbit, seperti menghisap jari
dan cenderung mengalami tingkat keparahan maloklusi yang lebih
tinggi dibandingkan anak yang mendapat ASI.

b. Manfaat bagi Ibu

1) Mencegah pendarahan pasca persalinan

Pemberian ASI segera setelah ibu melahirkan merupakan metode yang


efektif untuk mencegah pendarahan pasca persalinan. Berbagai studi
secara konsisten menunjukkan adanya hubungan antara menyusui
dengan proses pemulihan ibu pasca melahirkan. Isapan bayi pada
putting payudara ibu akan merangsang kelenjar hipose bagian posterior
untuk menghasilkan hormone oksitoksin yang akan menyebabkan
konstraksi otot polos disekitar payudara untuk mengeluarkan ASI dan
kontraksi otot polos disekitar rahim untuk mengerut sehingga
mencegah terjadinya pendarahan pasca persalinan yang merupakan
salah satu penyebab utama kematian ibu.

2) Mengurangi Anemia
Setelah melahirkan ibu berisiko mengalami anemia , hal ini karena
banyaknya darah yang keluar dari tubuh ibu saat proses melahirkan.
Memberikan ASI segera setelah bayi lahir dapat mencegah pendarahan
,sehingga dapat mengurangi risiko anemia pada ibu.

3) Mengurangi Resiko Kanker Ovarium dan Payudara

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukan bahwa semakin lama


dan sering ibu menyusui akan memberikan efek protektif terhadap
kanker ovarium dan kanker payudara.

4) Memberikan rasa dibutuhkan

Ibu merupakan tokoh utama dalam proses menyusui. Menyusui bayi


dengan ASI merupakan fenomena yang menunjukan peran seorang ibu
pada awal kehidupan bayi. Secara psikologis proses menyusui akan
menumbuhkan rasa bangga dan membuat ibu merasa dibutuhkan.

5) Sebagai metode KB Sementara

Pemberian ASI dapat memengaruhi kerja hormone pada tubuh ibu


yang dapat menghambat ovulasi. Diketahui pemberian ASI dapat
menjadi KB alami yang efektif dengan beberapa ketentuan, yaitu :

a) Bayi berusia kurang dari 6 bulan

b) Bayi diberi ASI Eksklusif dengan frekuensi minimal 10 kali/hari

c) Ibu belum menstruasi kembali.

3. Keuntungan ASI Eksklusif

Menurut (Fikawati,S dan Ahmad Syafiq, 2015) Keuntungan pemberian


ASI eksklusif pada bayi:

a. Enam hingga delapan kali lebih jarang menderita kanker anak (leukemia
limphositik, Neuroblastoma, Lympoma Maligna)
b. Risiko dirawat dengan sakit saluran pernapasan 3 kali lebih jarang dari
bayi yang rutin konsumsi susu formula.

c. Menghindari penyakit infeksi seperti diare.

d. Mengurangi risiko alami kekurangan gizi dan vitamin

e. Mengurangi risiko kencing manis

f. Lebih kebal terkena alergi

g. Mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah

h. Mengurangi penyakit menahun seperti usus besar

i. Mengurangi kemungkinan terkena asma

4. Kelemahan ASI Eksklusif

Menurut (Fikawati,S dan Ahmad Syafiq, 2015) Kelemahan pemberian ASI


Eksklusif, yaitu :

a. Waktu yang diperlukan untuk menyusui

Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya


emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat
menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.
Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup
untuk memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak
boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif.
Untuk menyiasati pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi
mendapatkan ASI perah yang telah diperoleh satu hari sebelumnya.

b. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan


periklanan distribusi susu buatan menimbulkan pergeseran perilaku dari
pemberian ASI ke pemberian Susu formula baik di desa maupun
perkotaan. Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus, dan
bahkan meningkat tidak hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan
juga ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik
sama baiknya dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu,
sehingga tertarik untuk coba menggunakan susu instan itu sebagai
makanan bayi. Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi,
menyebabkan daya hisap berkurang, karena bayi mudah merasa kenyang,
maka bayi akan malas menghisap putting susu, dan akibatnya produksi
prolactin dan oksitosin akan berkurang.

c. Berhubungan dengan kesehatan ibu

Seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh dokter


untuk menyusui, yang dianggap baik untuk kepentingan ibu (seperti :
gagal jantung, Hb rendah).

d. Tenaga Kesehatan

Masih seringnya dijumpai di rumah sakit (rumah sakit bersalin) pada


hari pertama kelahiran oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya,
walaupun sebagian besar daripada ibu-ibu yang melahirkan di kamar
mereka sendiri, hampir setengah dari bayi mereka diberi susu buatan atau
larutan glukosa. Hal tersebut menjadikan bayi sudah tidak Asi Eksklusif.

D. Makanan Pendamping Asi (MP-ASI)


1. Pengertian
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi yang
diberikan pada bayi atau anak berumur 6-24 bulan untuk memenuhikebutuhan
gizinya. tujuan pengenalan MP-ASI bukan hanya untukmemenuhi kebutuhan
nutrisi bayi tapi juga untuk memperkenalkan polamakan keluarga kepada bayi.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini adalah makanan atau minuman yang
diberikan pada bayi sebelum berusia 6 bulan. (Aritonang, 2006)
Di dalam pengaturan makanan untuk bayi ini terdapat dua tujuan. Pertama
adalah memberikan zat gizi bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan dan
perkembangan fisik atau psikomotorik, serta melakukan aktifitas fisik. Dan kedua
adalah untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk bayi dan anak
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu : memenuhi kecukupan
energi dan semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan dengan
menu seimbang, bahan makanan setempat dan kebiasaan makan (Supariasa, 2008)
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan.
Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah
untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi
kebutuhan gizi (Depkes RI, 2005).
2. Tujuan Pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk melengkapi zat
gizi ASI yang sudah berkurang, Mengembangkan kemampuan bayi untuk
menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk,
Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, Mencoba
adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.
Dalam pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya
memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak
menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya.
a. Berada dalam derajat kematangan.
b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan
menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.
d. Bebas dari mikro organisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan
e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan
3. Prinsip Pemberian MP-ASI
Prinsip Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI diberikan pada anak yang
berusia 6-24 bulan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan
mengunyah dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan
berbagai tekstur dan rasa. Pemberian MP-ASI harus bertahap dan bervariasi ,
mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar,
makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat. Memasuki usia
enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi sudah
tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu,
lambung juga telah baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan
bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut.
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai pemberian MP-ASI secara tepat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Komponen Usia
6-8 bulan 9-11 bulan 12-24 bulan
Jenis 1 jenis bahan 3-4 jenis bahan dasar Makanan keluarga
dasar (6 bulan) (sajikan secara terpisah
2 jenis bahan atau dicampur)
dasar (7-8 bulan)
Tekstur Semi cair Makanan yang dicincang Padat
(dihaluskan), halus atau lunak
secara bertahap (disaring kasar),
kurangi campuran ditingkatkan sampai
air sehingga semakin kasar sehingga
menjadi semi bisa di genggam
padat
Frekuensi Makanan utama 2- Makanan utama 3-4 kali Makanan utama 3-4
3 kali sehari, sehari, camilan 1-2 kali kali sehari, camilan
camilan 1-2 kali sehari 1-2 kali sehari
sehari
Porsi setiap Dimulai dengan 2- ½ mangkok kecil atau ¾ sampai 1
makan 3 sendok makan setara dengan 125 ml mangkok kecil atau
dan ditingkatkan setara dengan 175-
bertahap sampai ½ 250 ml
mangkok kecil
atau setara dengan
125 ml
ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi
Sumber: Pedoman Gizi Seimbang, 2014

Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kkal dan 16 gram protein.
Kandugan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 kkal dan 10 gram protein maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi bayi usia 12-24 bulan adalah sekitar 850 kkal dan 20 gram
protein, kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 kkal dan 8 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 kkal dan 12 gram
protein (Departemen Kesehatan RI, 2006)
Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan utama
disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka ragam.
Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat gizi
lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau mentega, selai
kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah berbagai berbagai
jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI, 2010)

4. Dampak Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Terlalu Dini


Menurut Amalia ( 2006 ) bayi yang terlalu dini diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dapat mengalami dampak, sebagai berikut :
a. Gangguan menyusui Bayi usia 0 – 6 bulan makanan yang paling cocok
adalah ASI eksklusif tetapi dalam hal ini bayi sudah diperkenalkan makanan
selain ASI sehingga dalam kelangsungan laktasi akan mengalami gangguan
dan bayi sulit untuk menyusu.
b. Beban ginjal yang meningkat Bayi yang secara dini diperkenalkan makanan
pendamping kurang baik karena pada usia yang masih dini ini sistem –
sistem organ terutama organ ginjal belum bisa berfungsi secara sempurna,
karena fungsi ginjal sebagai reabsobsi kembali. Makanan yang dimakan bayi
terlalu banyak mengandung natrium klorida akan meningkatkan beban kerja
ginjal 2x lipat, dan kemungkinan akan terjadi hiperosmolaritas sehingga
bayi cepat lapar, haus.
c. Alergi terhadap makanan Sistem organ yang belum sempurna pada bayi dan
sistem imunitas yang masih rendah maka bayi yang mendapatkan makanan
pendamping ASI akan mudah alergi terhadap makanan yang dimakan
antaranya alergi terhadap susu sapi dengan angka kejadian sekitar 7,5%,
selain itu juga bayi dapat pula alergi terhadap sayuran, ikan, telur dan sereal.
d. Gangguan pengaturan selera makan, makanan padat di anggap sebagai
penyebab kegemukan. Beberapa penelitian menunjukkan bayi yang diberi
susu formula dan makanan padat akan meningkatkan berat badan di banding
bayi yang diberi susu formula saja. Sumardiono ( 2007 ) pada penelitiannya
menunjukkan bahwa pemberian makanan pendamping tidak terdapat
perubahan berat badan di banding dengan bayi yang mendapat susu formula
yang disukai.
e. Perubahan selera makan Bayi biasanya sering makan makanan yang disukai
tidak pandang itu bahaya atau bukan terhadap tubuh mereka.

Gangguan Saluran Pencernaan Bayi yang secara dini diperkenalkan makanan


pendamping kurang baik karena pada usia yang masih dini ini saluran
pencernaan belum bisa berfungsi secara sempurna terutama pada lambung
dan usus. Sehingga bayi akan sering mangalami diare, infeksi saluran
pencernaan, dll.

E. Pengetahuan Ibu Hamil


Menurut (Notoatmodjo, 2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Namun, orang yang memiliki
pengetahuan yang baik belum tentu mau mengaplikasikan apa yang ia ketahui ke
dalam kehidupannya sehari hari. Factor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain pendidikan, semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan
semakin mudah untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan
dengan pengetahuan. Social budaya pada ibu hamil dapat mepengaruhi
pengetahuan tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap terbentuknya cara berfikir dan perilaku seseorang.

Konsumsi zat gizi bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
hamil saja, melainkan ada beberapa factor yang mepengaruhi tingkat konsumsi
yaitu Status ekonomi yang baik dan status sosial yang baik sangat mempengaruhi
seorang ibu dalam memilih makanannya (Arisman, 2007). Ekonomi seseorang
mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya.
Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar
sekali gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan
membuat gizi ibu semakin terpantau (Proverawati, 2009) .Kedua yaitu penyakit
penyerta selama kehamilan, kondisi sakit asupan zat gizi tidak boleh dilupakan
karena dalam kondisi sakit ibu justru membutuhkan tambahan asupan energy
(Arisman, 2007) .Status kesehatan ibu hamil kemungkinan sangat berpengaruh
terhadap nafsu makannya. Seorang ibu dalam keadaan sakit otomatis akan
memiliki nafsu makan yang berbeda dengan ibu yang dalam keadaan sehat namun
ibu harus tetap ingat bahwa gizi yang ia dapat akan dipakai untuk dua kehidupan
yaitu bayi dan dirinya sendiri (Proverawati, 2009). Factor ketiga yaitu factor
aktivitas, setiap aktivitas memerlukan energi, semakin banyak aktivitas yang
dilakukan ibu, maka semakin banyak asupan energi yang harus dikonsumsi ibu
(Arisman, 2007). Aktivitas dan gerakan seseorang berbeda-beda. Seseorang
dengan gerak yang aktif otomatis memerlukan energi yang lebih besar daripada
mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap aktivitas memerlukan energi, maka
apabila semakin banyak aktivitas yang dilakukan, energi yang dibutuhkan juga
semakin banyak (Proverawati, 2009).

F. Hipertensi
1. Penatalaksanaan Diet Hipertensi
a. Diet Rendah Garam
Yang dimaksud dengan garam dalam Diet Rendah Garam adalah
garam natrium seperti yang terdapat dalam garam dapur (NaCl), soda kue
(NaHCO3) baking powder, natrium benzoate dan vetsin (mono sodium
glutamat). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh
yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa
tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Asupan
makanan sehari-hari umumnya mengandung lebih banyak natrium dari
pada yang dibutuhkan tubuh. Dalam keadaan normal jumlah natrium yang
dikeluarkan tubuh melalui urine sama dengan jumlah yang dikonsumsi,
sehingga terdapat keseimbangan.
Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang
dibutuhkan sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO
(1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram
sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).
Asupan natrium yang berlebihan, terutama dalam bentuk natrium
klorida dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh,
sehingga menyebabkan edema atau asites dan/atau hipertensi. Penyakit-
penyakit tertentu seperti sirosis hati, penyakit ginjal tertentu,
dekompensasio kordis, tolsemia pada kehamilan dan hipertensi esensial
dapat menyebabkan gejala edema atau asites dan atau hipertensi. Dalam
keadaan demikian, asupan garam natrium perlu dibatasi.
b. Tujuan diet
Tujuan Diet Garam Rendah adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi.
c. Syarat diet
Syarat-syarat Diet Garam Rendah adalah :
1) Cukup energy, protein, mineral dan vitamin
2) Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit
3) Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam
atau air dan/atau hipertensi.
d. Macam diet dan indikasi pemberian
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites
dan/atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensasio
kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan, dan
hipertensi esensial. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan
keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Garam Rendah.
1) Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan
garam dapur.
2) Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien edema, asites dan/atau hipertensi
tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet
Garam Rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½
sdt garam dapur (2 g).
3) Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi
ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I.
Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 g) garam
dapur.

e. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.


Tabel 2.3
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan


Sumber Karbohidrat Beras, kentang, Roti, biscuit, dan kue-kue
singkong, terigu, tapioca, yang dimasak dengan
hunkwe, gula, makanan garam dapur dan/atau
yang diolah dari bahan baking powder dan soda.
makanan tersebut diatas
tanpa garam dapur dan
soda seperti : macaroni,
mi, bihun, roti, biscuit,
kue kering.
Sumber protein hewani, Daging dan ikan Otak, ginjal, lidah, sardine,
maksimal 100 g sehari, daging, ikan, susu dan telur
telur maksimal 1 butir yang diawet dengan garam
sehari. dapur seperti daging asap,
ham, bacon, dendeng,
abon, keju, ikan asin, ikan
kaleng, korner, ebi, udang
kering, telur asin, dan telur
pindang.
Sumber protein nabati Semua kacang-kacangan Keju, kacang tanah dan
dan hasilnya yang diolah semua kacang-kacangan
dan dimasak tanpa dan hasilnya yang dimasak
garam dapur. dengan garam dapur dan
lain ikatan natrium.
Sayuran Semua sayuran segar, Sayuran yang dimasak dan
sayuran yang diawet diawet dengan garam dapur
tanpa garam dapur dan dan lain ikatan natrium
natrium benzoat seperti sayuran dalam
kaleng, sawi asin, asinan
dan acar.
Buah-buahan Semua buah-buahan Buah-buahan yang diawet
segar, buah yang diawet dengan garam dapur dan
tanpa garam dapur dan ikatan natrium, seperti
natrium benzoate. buah dalam kaleng.
Lemak Minyak goreng, Margarine dan mentega
margarine, dan mentega biasa
tanpa garam.
Minuman Teh , kopi Minuman ringan
Bumbu Semua bumbu-bumbu Garam dapur untuk Diet
kering yang tidak Garam Rendah I, baking
mengandung garam powder, soda kue, vetsin,
dapur dan lain ikatan dan bumbu-bumbu yang
natrium. Garam dapur mengandung garam dapur
sesuai ketentuan untuk seperti kecap, terasi,
Diet Garam Rendah II tomato ketchup, petis dan
dan III. tauco.

G. Diabetes Melitus
1. Penatalaksanaan DM
Terdapat lima pilar penatalaksanaan DM (PERKENI, 2015) yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi pasien dan
untuk mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
b. Terapi diet
Terapi diet merupakan bagian dari penatalaksanaan DM secara total.
Pada pasien DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Diet pasien DM
yang utama adalah pembatasan karbohidrat kompleks dan lemak serta
peningkatan asupan serat.
1) Prinsip Diet: Diet DM
2) Tujuan Diet :
Tujuan diet penyakit DM adalah membantu pasien memperbaiki
kebiasaan makan dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik
yg lebih baik dengan cara :
a) Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas
normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin
dan obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik.
b) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
c) Memberikan cukup energi untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal
d) Menghindari dan menangani komplikasi akut pasien yang
menggunakan insulin seperti hiperglikemi, komplikasi jangka
pendek, dan jangka lama, serta masalah yang berhubungan dengan
latihan jasmani
e) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseuruhan melalui gizi
yang optimal
3) Prinsip pemberian diet:
Prinsip pengaturan makan pada penderita DM adalah pola makan
3J yang harus dipahami dan diingat oleh para penderita DM dalam
mengatur pola makan sehari-hari yaitu:
a) Jadwal
Pengaturan jadwal bagi penderita DM biasanya adalah 6 kali
makan, tiga kali makan utama dan tiga kali selingan. Usahakan
makan tepat waktu karena apabila telat makan akan terjadi
hipoglikemia (rendahnya kadar gula darah) dengan gejala seperti
mual, muntah, dan pingsan.

b) Jumlah
Prinsip jumlah makanan yang dianjurkan untuk penderita DM
adalah porsi kecil dan sering, artinya makan dalam jumlah sedikit
tetapi sering, yang disesuaikan dengan kebutuhan penderita
berdasarka berat badan, tinggi badan, faktor aktivitas dan faktor
stress.
c) Jenis
Jenis makanan menentukan kecepatan naiknya adar gula darah.
Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah
disebut juga indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula
darah sehabis makanan tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi
indeks glikemik makanan tersebut. Jadi, hindari makanan yang
berindeks glikemik tinggi seperti sumber karbohidrat sederhana,
gula, madu, surup. roti, mie, dan lain-lain.
c. Syarat Diet
1) Jumlah energi yang dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB
ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain..
2) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
a) Sumber karbohidrat yang dianjurkan: beras, ubi, singkong, kentang,
roti tawar, tepung terigu, sagu, dan tepung singkong
b) Sumber karbohidrat yang tidak dianjurkan: mengandung banyak gula
sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirop, jam, jeli, buah-buahan
yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, dan es krim.
3) Kebutuhan protein normal yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
Jenis protein yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan:
a) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging kurus /
tanpa lemak ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
b) Sumber protein yang tidak dianjurkan: daging dan ikan yang
diawetkan, seperti ikan asin, dendeng, sarden, dan corned beef.
4) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Komposisi yang
dianjurkan: lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.4 lemak tidak jenuh
ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Konsumsi
kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
a) Sumber lemak yang dianjurkan: minyak zaitun, minyak ikan.
b) Sumber lemak yang tidak dianjurkan : goreng-gorengan, margarine,
mentega.
5) Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup,
penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak
diperlukan. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 2300 mg perhari. Penyandang DM yang juga
menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,
dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
6) Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
7) Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan
menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Pemanis berkalori
perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. Glukosa alkohol
antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
8) Latihan jasmani
Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga secara
teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
joging, dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan dengan usia dan
status kesehatan. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang
relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan
dengan masing-masing individu.
9) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makanan
dan latihan jasmani. Terapi berupa suntikan insulin dan obat
hipoglikemik oral, diantaranya adalah metformin dan gibenklamid.
10) Pemantauan gula darah mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan
menggunakan darah kapiler. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi,
tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan
terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum
makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskursi glukosa),
menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara
siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang
tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
Almatsier, S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Arisman. (2007). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Bakta, I. (2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In Sudoyo A W, Setyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II (5th ed.). Jakarta: Balai Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Gibson, R. (2005). Principle of Nutritional Assessment (Second Edi). New York:
Oxford University Press.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu.
Kementerian Kesehatan RI. https://doi.org/362.11.Ind P
Lestari, M. U., Lubis, G., & Pertiwi, D. (2014). Artikel Penelitian Hubungan
Pemberian Makanan Pendamping Asi ( MP-ASI ) dengan Status Gizi Anak Usia
1-3 Tahun di Kota Padang Tahun 2012, 3(2), 188–190.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka
Cipta,Jakarta.
Proverawati, A. S. (2009). Buku Ajaran Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Pedoman ASI, 2016. (2016). Pedoman pekan asi sedunia 2016.
RI, D. (2006). ( MP-ASI ) LOKAL.
Rottie, J. V. (2017). Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
( Mp-Asi ) Dengan Status Gizi Bayi Pada Usia 6-12 Bulan Di Wilayah
Manado, 5.
Schroeder, D. (2001). Malnutrition, Edited Samba R.D., and Bluem M.W.L.,
Nutrition and Health in Development countries, Tatawa New Jersey Humania
Press.
Sediaoetama, A. (1996). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Supariasa. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Supariasa, I. D. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2014). Penilaian Status Gizi. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC.
Supariasa, I. D. N., & Kusharto, C. M. (2014). Survei Konsumsi Gizi. Yogyakarta:
Graha ilmu.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.Pelaksanaan Program Perbaikan
Gizi. Kabupaten/Kota. Jakarta.
Fikawati,S dan Ahmad Syafiq. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai