Anda di halaman 1dari 5

MATERI PENGUKURAN INDEKS MASSA TUBUH

A. Definisi

Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram
(kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2 ) (Sugondo, 2006). IMT merupakan
indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi
berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah
lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan
kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006). IMT
juga dapat diterapkan untuk anak dan remaja, dengan cara yang sama menghitung nilai
IMT seperti pada orang dewasa, kemudian nilai tersebut di-plotkan ke grafik CDC
IMT-berdasarkan umur (CDC, 2011). Dalam grafik tersebut akan terlihat persentil
IMT-berdasarkan umur si anak, dari nilai persentil inilah dapat ditentukan apakah anak
kurus, normal atau obese (CDC, 2011).

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh


1. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew Kungwal,
Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara usia yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian pada
kelompok usia 40-49 dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas
dibandingkan kelompok usia kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena
lambatnya proses metabolisme, berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi
pangan yang lebih sering.

2. Jenis kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Namun, angka kejadian BBI laki-laki = (TBcm- 100) – (TBcm −150 ) 4 BBI
perempuan= (TBcm- 100) – (TBcm −150 ) 2,5 obesitas lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Data dari National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES) periode 1999-2000 menunjukkan tingkat obesitas pada laki-laki
sebesar 27,3% dan pada perempuan sebesar 30,1% di Amerika.24 2.1.3.3 Genetik
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh
faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi pertama keluarga.24
Studi lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen spesifik telah menemukan
bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga mengalami obesitas dan
kurang dari 10% memiliki berat badan normal.

3. Pola makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan. Pola
makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang dimakan oleh
seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji
berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh sehingga seseorang dapat
menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan lemak dan gula yang tinggi pada
makanan cepat saji. Selain itu peningkatan 16 porsi dan frekuensi makan juga
berpengaruh terhadap peningkatan obesitas. Orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding mereka yang
mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama.

4. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot
menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh membutuhkan aktifitas
fisik sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap
harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan peningkatan berat
badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari

C. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh


Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak
tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki
nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih
tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT
berbeda 3.2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang < 18.5
Kisaran normal 18.5-22.9
Berat badan lebih ≥ 23
Berisiko 23 -24.9
Obes I 25-29.9
Obes II ≥ 30
Referensi: Sugondo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid III.

D. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh


Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk menentukan indeks
massa tubuh sampel maka dilakukan dengan cara: sampel diukur terlebih dahulu berat
badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke
dalam rumus di bawah ini:

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan2 (m)

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT
menurut Asia Pasifik di atas.

E. Indeks Massa Tubuh dan Obesitas


Pada situs Badan Kesehatan Dunia, WHO, dapat dilihat persentase warga yang obese,
normal, maupun kurus pada setiap negara di seluruh dunia (WHO, 2011). WHO global
database on Body Mass Indeks (IMT) ini dikembangkan sebagai bagian dari komitmen
WHO dalam menjalankan rekomendasi atas The WHO Expert Consultation on
Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic (Geneva, 3-5 June 1997)
(WHO, 2011). Departemen Gizi untuk Kesehatan dan Perkembangan (Department of
Nutrition for Health and Development) awalnya mengembangkan the WHO Global
Database on BMI untuk memberikan data yang menyeluruh mengenai data obesitas
dan berat badan berlebih yang representatif dari tiap negara. Datadata ini dilaporkan
dengan mengunakan cara standar BMI cut-off points untuk menghasilkan data yang
valid secara internasional (WHO, 2011).
F. Obesitas
1. Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis dan spesifik.
Universitas Sumatera Utara Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2006).

a. Etiologi Obesitas
Berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas. Penyebab utamanya adalah gaya
hidup yang tidak aktif, hal ini dikarenakan aktivitas otot adalah cara terpenting untuk
mengeluarkan energi dari tubuh sehingga ini merupakan satu cara paling efektif untuk
mengurangi simpanan lemak (Guyton, 2007). Hal lain yang berperan dalam
meningkatkan kejadian obesitas adalah:

1) Perilaku makan yang tidak baik


Hal yang mempengaruhi seseorang sehingga memiliki perilaku makan yang tidak baik
adalah:
a) faktor lingkungan dan sosial, lingkungan yang memiliki pendapatan yang tinggi
cenderung memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dan kurang aktivitas,
b) faktor psikologis, misalnya pada orang stres yang memiliki kecenderungan untuk
banyak makan guna menurunkan stres yang dialami,
c) nutrisi berlebih pada masa kanak-kanak, ini dikarenakan pada tahun-tahun
pertama kehidupan kecepatan pembentukan sel lemak meningkat, sehingga makin
besar jumlah lemak yang disimpan maka makin besar pula jumlah jaringan lemak
yang dibentuk (Guyton, 2007).

2) Kelainan neurogenik
Lesi pada nukleus ventromedial hipotalamus pada binatang dapat menyebabkan
obesitas, namun pada kebanyakan penderita obese tidak mengalami hal ini. Yang
dijumpai pada penderita obese umumnya adalah abnormalitas neurotransmitter di
hipotalamus yakni peningkatan oreksigenik, seperti neuropeptida Y (NPY), dan
penurunan anoreksigenik, seperti leptin dan α-MSH (Flier et al, 2007).
3) Faktor genetik
Sekitar 20-25 persen kasus obesitas disebabkan faktor genetik (Guyton, 2007). Gen
berperan dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang mengatur pusat makan dan
pengaturan pengeluaran dan penyimpanan lemak. Gen-gen yang Universitas Sumatera
Utara terlibat dalam obesitas tersebut antara lain:
a) Mutasi MCR-4 (Guyton, 2007),
b) Defisiensi leptin kongenital dan
c) Mutasi reseptor leptin (Flier et al, 2007).

Sumber :
Pradana, Aditya. 2010. Hubungan antara lemak viseral dengan indeks masa tubuh.
Sumatera : USU.

Anda mungkin juga menyukai