Anda di halaman 1dari 57

MODUL

BAHAN AJAR KEPERAWATAN

KEPERAWATAN DASAR 1
SATU (KD-1)

Ns. Opan Sukiman, S.Kep.

INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN


Jl. Raya Industri Pasir Gombang, Cikarang Utara, Bekasi
Telp. (021) 8911 1110 Fax. (021) 8905 196
Email : info@imds.ac.id Website : www.imds.ac.id
MODUL
BAHAN AJAR KEPERAWATAN

KEPERAWATAN DASAR SATU (KD-1)

Oleh:

Ns. Opan Sukiman, S.Kep.

INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN


Jl. Raya Industri Pasir Gombang, Cikarang Utara, Bekasi
Telp. (021) 8911 1110 Fax.
BAB I (021) 8905 196
Email : info@imds.ac.id Website : www.imds.ac.id
KONSEP DAN PRINSIP KEBUTUHAN AKTIFITAS DAN LATIHAN

A. KEBUTUHAN AKTIFITAS DAN LATIHAN

1. Pengertian Kebutuhan Aktifitas dan Latihan

Aktifitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan aktifitas merupakan kebutuhan

dasar untuk melakukan aktifitas (bergerak). Karakteristik fisik individu

yang sehat adalah adanya kemampuan melakukan aktifitas untuk

memenuhi kebutuhan misalnya berdiri, berjalan, bekerja, dan lain-lain

(Wartonah, 2010).

Latihan adalah suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkan untuk

menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh (Wartonah, 2010).

Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan aktif

seseorang termasuk didalamnya adalah makan/minum, toileting, mandi,

berpakaian, mobilisasi, berpindah dan ROM.

2. Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Aktifitas dan Latihan

Kemampuan aktifitas seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem

persyarafan dan sistem muskuloskeletal (Wartonah, 2010). Sistem tubuh

yang berperan dalam aktifitas dal latihan, antara lain:

a. Sistem Persyarafan

Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis)

dan sistem saraf tepi (percabangan dari saraf pusat). Setiap syaraf

memiliki bagian syaraf somatis (memiliki fungsi sensorik & motorik) &

otonom. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada


fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,

sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya

daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan

mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial

tangan. Sistem persarafan berfungsi sebagai menerima rangsangan dari

luar kemudian diteruskan kedalam susunan saraf pusat. Saraf pusat

memproses impuls dan kemudian memberikan respon dan diteruskan ke

otot rangka.

b. Sistem Muskuloskeletal, terdiri dari:

1. Otot

Otot dalah sebuah jaringan konektif yang tugas utamanya adalah

berkontraksi yang berfungsi untuk menggerakkan bagian-bagian

tubuh baik yang disadari maupun yang tidak sadar. Otot manusia

dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) Otot Lurik (otot rangka)


Rangka tubuh manusia dapat bergerak dikarenakan adanya

kontraksi dan relaksasi dari otot rangka (lurik). Otot ini bekerja

dibawah kendali sistem saraf sadar atau bekerja menurut

kehendak kita. Otot rangka melekat pada rangka (tulang), namun

ada yang tidak melekat sama sekali, misalnya otot lidah dan otot

mata eksternal.

b) Otot Polos

Otot polos berbentuk seperti gelendong dengan satu inti terletak

ditengah. Otot polos dapat dijumpai pada organ dalam dan

pembuluh darah manusia. Misalnya, pada saluran pencernaan

makanan, kantung kencing, uterus, ureter, dan sebagainya. Otot

polos bekerja diluar kesadaran kita.

c) Otot Jantung

Otot jantung merupakan otot yang khas karena bentuknya seperti

otot rangka, namun sistem kerjanya seperti otot polos, yaitu diluar

kesadaran kita (otomatis).

2. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot

dengan tulang. Setiap otot punya tendon di ujung-ujungnya. Tendon

memiliki kemampuan meregang yang sangat kecil. Tugas tendon

adalah untuk mengirimkan daya di antara tulang dan otot. Pada

dasarnya tendonlah yang memungkinkan kita bergerak karena

tendon adalah perantara ketika otot menggerakkan tulang.

3. Ligamen

Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang sedikit lentur, yang

mengikat satu tulang dengan tulang lainnya dan membentuk sendi.

Ligamen mengendalikan jangkauan gerak sendi, mencegah dan

menstabilkan sendi sehingga tulang bergerak dalam keselarasan.

Karena memiliki kemampuan peregangan terbatas, ligamen

membatasi panjang gerak sendi untuk melindunginya dari cedera.

4. Tulang (Rangka)
Adapun fungsi dari tulang atau rangka secara umum adalah sebagai

berikut:

a) Menyongkong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada

tubuh (postur tubuh).

b) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati

dan medulla spinalis.

c) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga

ligament.

d) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.

e) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah).

5. Sendi

Sendi merupakan semua persambungan tulang, baik yang

memungkinkan tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain

maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Ada tiga klasifikasi

sendi yaitu:
a) Sendi sinartrosis, yaitu sendir yang tidak memperbolehkan

pergerakan. Dapat dibedakan menjadi sendi sinartrosis sinfibrosis

dan sinartrosis sinkondrosis.

b) Sendi diartrosis, yaitu sendi yang memungkinkan terjadinya

gerakan. Dapat dibedakan menjadi sendi peluru, sendi pelana,

sendi putar, sendi luncur, dan sendi engsel.


c) Sendi amfiartrosis, yaitu sendi yang pergerakannya terbatas atau

sendi memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Dapat dibedakan

menjadi sendi sindesmosis dan sendi simfisis.

3. Faktor yang Mempengaruhi Aktifitas dan Latihan

Menurut Andri & Wahid (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi

aktivitas dan latihan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat Perkembangan Tubuh

Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan mobilitas pada tingkat

usia yang berbeda.

b. Keadaan Fisik

Seseorang dengan cacat tubuh atau mengalami kelaianan akan

mempengaruhi pergerakan tubuh.

c. Keadaan Nutrisi

Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan pada otot, dan

obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.


d. Kelemahan Neuromuscular dan Skeletal

Adanya postur abnormal seperti scoliosis, lordosis, dan kifosis dapat

berpengaruh terhadap pergerakan.

e. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas bila

dibandingkan dengan petani atau buruh.

4. Mobilisasi

a. Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara

bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

memenuhi aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Haswita dan

Sulistyowati, 2017).

Menurut Mubarak, dkk (2015), mobilisasi adalah kemampuan

seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yangb

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Lingkup mobilisasi

itu sendiri mencakup exercize atau range of motion (ROM), ambulasi,

body mechanic.

b. Tujuan Mobilisasi

Memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup

sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi

diri dari trauma), mempertahankan interaksi sosial dan konsep diri,

mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan nonverbal (Mubarak,

dkk., 2015).
c. Jenis Mobilisasi

Berdasarkan jenisnya, menurut Hidayat dan Uliyah (2012) mobilisasi

terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Mobilisasi Penuh

Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa

adanya gangguan pada bagian tubuh.

2. Mobilisasi Sebagian

Mobilisasi sebagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk

bergerak secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan

saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi

sebahagian terbagi atas dua jenis, yaitu:

a) Mobilisasi Sebagian Temporer

Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu

untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut

dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversible pada sistem

muskuloskeletal. Contohnya: adanya dislokasi pada sendi atau

tulang.

b) Mobilisasi Sebagian Permanen

Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu

untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.

Contohnya: terjadinya kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena

cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem

saraf motorik dan sensorik.


d. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

Menurut Mubarak, dkk (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi

mobilisasi yaitu sebagai berikut:

1. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan aktifitas

seseorang berdampak pada perilaku kebiasaan sehari-hari.

Contohnya: Seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda

dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.

2. Proses Penyakit atau Cedera

Proses penyakit sangat berpengaruh pada mobilitas seseorang.

Contohnya: Orang yang mengalami fraktur femur akan mengalami

keterbatasan pergerakan pada ekstremitasnya

3. Kebudayaan

Kemampuan melakukan aktifitas dapat juga dipengaruhi oleh

kebudayaan. Contohnya: Orang yang memiliki kebiasaan sering

berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, dan

sebaliknya bagi orang yang sakit dan memiliki adat tertentu dilarang

untuk beraktivitas.

4. Tingkat Energi

Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.

Cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.

Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan

energi yang cukup. Contohnya: Orang yang lagi sakit berbeda

mobilitasnya dibandingkan dengan orang yang sehat.


5. Usia dan Status Perkembangan

Kamampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan

perkembangan usia. Contohnya: Pada individu lansia, kemampuan

untuk melakukan aktivitas dan mobilitas menurun sejalan dengan

penuaan dibandingkan dengan usia remaja atau dewasa.

6. Sistem Neuromuskular

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi

otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon dan saraf

5. Imobilisasi

a. Pengertian Imobilisasi

Imobilisasi atau imobilitas merupakan keadaan seseorang yang tidak

dapat secara bebas bergerak, mengingat kondisi yang mengganggu

pergerakan (aktifitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,

cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya

(Potter & Perry, 2006).

b. Jenis Imobilisasi

Berdasarkan jenisnya, menurut Potter & Perry (2006), imobilisasi

terbagi atas empat jenis, yaitu:

1. Imobilisasi Fisik

Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik

dengan tujuan mencegah terjadi gangguan komplikasi pergerakan,

seperti pada pasien hemiplegia tidak dapat mengubah posisi

tubuhnya untuk mengurangi tekanan.


2. Imobilisasi Intelektual

Imobilisasi intelektual merupakan keadaan seseorang mengalami

pembatasan untuk berpikir, seperti pada pasien yang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3. Imobilisasi Emosional

Imobilisasi emosional merupakan keadaan seseorang mengalami

pembatasan secara emosional yang terjadi sebagai hasil perubahan

secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri, seperti keadaan stres berat

karena diamputasi atau kehilangan bagian anggota tubuh yang paling

dicintai.

4. Imobilisasi Sosial

Imobilisasi sosial merupakan keadaan individu yang mengalami

terhambatnya untuk melakukan interaksi sosial, karena keadaan

penyakitnya sehingga dapat memengaruhi peran individu dalam

kehidupan sosial.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Pergerakan (Imobilisasi)

Menurut Wartonah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

kurangnya pergerakan (imobilisasi), antara lain: gangguan

muskuloskeletal yang meliputi, osteoporosis, atropi, kontraktur, fraktur,

kekakuan dan sakit sendi. Gangguan kardiovaskuler yang meliputi,

postural hipotensis, vasodilatasi vena. Gangguan sistem respirasi yang

meliputi penurunan gerak pernafasan, bertambahnya sekresi paru,

atelektasis, dan hipostatis pneumonia.


d. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas

Menurut Hidayat dan Uliyah (2012), dampak dari imobilitas

memengaruhi sistem tubuh seperti:

1. Perubahan Metabolisme Tubuh

Secara umum imobilitas mengganggu metabolisme secara normal.

Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme

Rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk

perbaikan sel-sel tubuh.

2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

Ketidakseimbangan cairan & elektrolit mengakibatkan persediaan

protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang.

Berkurangnya perpidahan cairan dari intravaskuler ke interstisial

dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit.

3. Gangguan Perubahan Zat Gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya

pemasukan protein dan kalori dapat megakibatkan pengubahan zat-

zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi

menerima zat makanan dalam jumlah yg cukup untuk melaksanakan

aktivitasnya.

4. Gangguan Fungsi Gastroitestinal

Imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,

mengakibatkan menurunnya jumlah masukan cukup, menimbulkan

gejala : kembung, mual, nyeri lambung dan gangguan eliminasi.


5. Perubahan Sistem Pernafasan

Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun dan menurunnya

aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, ekpansi paru menurun dapat

terjadi akibat tekanan yg meningkat oleh permukaan paru.

6. Perubahan Kardiovaskuler

Perubahan sistem kardiovaskuler akibat imobilitas, yaitu berupa

hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya

pembentukan trombus.

7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

a) Gangguan Muskular:

Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,

menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.

Berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.

b) Gangguan Skeletal:

Imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya

akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.

8. Perubahan Eliminasi

Menurunnya jumlah urine yang mungkin disebabakan oleh

kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran

darah renal dan urine berkurang.

9. Perubahan Perilaku

Akibat imobilitas timbul rasa bermusuhan, bingung, cemas,

emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan menurunnya

koping mekanisme.
10. Perubahan Sistem Integumen

Imobilisasi menyebabkan terjadinya penurunnya elastisitas kulit

karena menurunnya sirkulasi darah, serta terjadinya iskemia serta

nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai

akibat tekanan yang kuat dan penurunan sirkulasi dijaringan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN

AKTIVITAS DAN LATIHAN

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan yaitu menilai informasi yang dihasilkan dari

pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal respon

pasien yang didasarkan pada banyak faktor yang nantinya akan digunakan

sebagai pertimbangan dalam kaitannya dengan diagnosis yang berfokus

pada masalah atau risiko. Pengkajian dilakukan dengan dua tahap yaitu

pengumpulan data (informasi subjektif dan objektif) dan peninjauan

informasi riwayat pasien pada rekam medik (NANDA, 2018).

Menurut Hidayat dan Uliyah (2012), pengkajian pada kebutuhan aktifitas

dan latihan meliputi, identitas pasien, keluhan utama, riwayat sekarang,

penyakit terdahulu, kemampuan mobilitas, kemampuan rentang gerak,

kekuatan otot dan gangguan koordinasi, perubahan intoleransi aktifitas,

serta perubahan psikologi.


a. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomer register, dan

diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Tidak dapat melakukan pergerakan, merasakan nyeri, rasa lemah dan

tidak dapat melakukan aktivitas.

c. Riwayat Pasien Saat Ini

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi : alasan pasien yang

menyebabkan terjadinya keluhan/gangguan, tingkat mobilitas dan

imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama

terjadinya gangguan mobilitas.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan mobilitas seperti adanya riwayat penyakit sistem

neurologi (cerebro vaskuler, trauma kepala, peningkatan tekanan

intrakranial, cedera medulla spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit

sistem kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif),

riwayat penyakit muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis),

riwayat penyakit sistem pernafasan (penyakit paru obstruktif menahun,

pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat-obatan seperti

sedatif, hipnotik, depressan sistem saraf pusat, laksatif, dan obat-obatan

lain-lain.
e. Kemampuan Aktifitas/Mobilitas

Pengkajian terhadap kemampuan mobilitas meliputi kemampuan untuk

miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah secara mandiri. Dapat

dilihat dari kategori Tingkat Kemampuan Aktifitas dari tabel dibawah

ini:

f. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada

daerah seperti: kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-

tangan, ibu jari, pergelangan tangan, pinggul, dan kaki (lutut, telapak

kaki, jari kaki).

Gerakan Penjelasan Rentang


Leher:
Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke dada 45O-600
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak 0O
Hiperekstensi Menekuk kepala ke belakang semaksimal mungkin 45O-700
Fleksi Lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah bahu 20O-45O
Rotasi Memalingkan wajah ke kiri dan ke kanan 700
Bahu:
Fleksi Menaikkan lengan dari posisi samping tubuh ke posisi 180O
diatas kepala
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi disamping tubuh 1800
Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus 45O-60O
Abduksi Menaikkan lengan ke posisi samping diatas kepala dengan 1800
telapak tangan jauh dari kepala
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan menyilangkan tubuh 50O
sejauh mungkin
Rotasi interna Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan 900
lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang
Rotasi eksterna Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari 90O
ke atas dan samping kepala
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh. 3600
Siku:
Fleksi Menekuk siku hingga lengan bawah bergerak ke depan 150O
sendi bahu dan tangan sejajar bahu
Ekstensi Meluruskan siku dengan menurunkan tangan 00
Lengan bawah:
Supinasi Memutarkan lengan bawah dan tangan sehingga telapak 70O-90O
tangan menghadap ke atas
Pronasi Memutarkan lengan bawah sehingga telapak tangan 70O-90O
menghadap ke bawah
Pergelangan
tangan:
Fleksi Menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan 80O-90O
bawah
Ekstensi Menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan dan 80O-90O
lengan bawah berada dalam arah yang sama
Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh 70O-90O
mungkin
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring (medial ke ibu jari 0O-20O
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kea rah lima 30O-50O
jari
Jari-jari
Tangan:
Fleksi Membuat genggaman 90O
Ekstensi Meruluskan jari-jari 90O
Hiperekstensi Mengerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30O-60O
Abduksi Meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain 20O
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan 20O
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada -
tangan yang sama.
Sirkumduksi Memutar ibu jari dengan lingkaran penuh -
Pinggul:
Fleksi Menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas 90O-120O
Ekstensi Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain 90O-120O
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh 30O-50O
Abduksi menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh 30O-50O
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali ke posisi medial dan 30O-50O
melebihi jika mungkin 90O
Rotasi interna Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain 90O
Rotasi eksterna Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain -
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar
Lutut:
Fleksi Menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120O-130O
Ekstensi Mengembalikan tungkai ke lantai 120O-130O
Pergelangan
Kaki:
Dorsofleksi Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke 20O-30O
Plantarfleksi atas 45O-50O
Menggerakkkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
Inversi bawah 10O
Eversi Memutar telapak kaki ke samping dalam (medial) 10O
Memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)
Jari-jari Kaki:
Fleksi Melengkungkan jari-jari kaki ke bawah 30O-60O
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki 30O-60O
Abduksi Meregangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain 15O
Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama 15O

g. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Pengkajiannya meliputi : tangan dan kaki bagian kiri dan kanan dinilai

apakah ada/tidaknya kelemahan, kekuatan dan spasme. Untuk

mengetahui kekuatan dan kemampuan fungsi motorik perlu diperiksa

tentang kemampuan otot dan perlu dilakukan pemeriksaan derajat

kekuatan otot yang dibuat ke dalam enam derajat (0-5). Derajat ini

menunjukan kekuatan otot tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

h. Perubahan Intoleransi Aktifitas

Pengkajian terhadap intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan

perubahan pada sistem pernafasan antara lain, suara nafas, cek analisa
gas darah, gerakan dinding thoraks, adanya mukus, adanya nyeri saat

respirasi. Pengkajian intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan

perubahan sistem kardiovaskuler seperti, nadi, tekanan darah, gangguan

sirkulasi perifer, adanya thrombus serta perubahan tanda-tanda vital

selama melakukan aktifitas dan perubahan posisi.

i. Perubahan Psikologi

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan adanya gangguan

mobilitas dan imobilitas antara lain, perubahan perilaku, meningkatnya

emosi, perubahan dalam koping mekanisme dan lain-lain.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon

pasien terhadap maslaah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan

bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Menurut SDKI, 2016 (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) masalah

keperawatan yang muncul pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan

aktifitas antara lain yaitu gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktifitas,

keletihan, dan lain-lain.

a. Gangguan mobilitas fisik

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri.
Penyebab:

Kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme,

ketidakbugaran fisik, penurunan kekuatan otot, gangguan

muskuloskeletal, penurunan massa otot, kekakuan sendi, keterlambatan

perkembangan, nyeri dan lain-lain.

Tanda dan Gejala:

Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat

bergerak, merasa cemas saat bergerak, enggan melakukan

pergerakan.

Objektif : Kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun, sendi

kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik

lemah.

b. Intoleransi aktivitas

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari.

Penyebab:

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring,

kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton.

Tanda dan Gejala:

Subjektif : Mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktifitas, merasa tidak

nyaman setelah beraktifitas, dan merasa lelah.

Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat,

tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,

gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas,

gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis.


c. Keletihan

Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan

istirahat

Penyebab:

Kondisi fisiologis (penyakit kronis, penyakit terminal, anemia,

malnutrisi, kehamilan), program perawatan/pengobatan jangka panjang,

stres berlebihan, depresi, gangguan tidur, dan lain-lain.

Tanda dan Gejala:

Subjektif : Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa

kurang tenaga, mengeluh lelah, merasa bersalah akibat tidak

mampu menjalankan tanggung jawab, libido menurun.

Objektif : Tidak mampu mempertahankan aktifitas rutin, tampak lesu,

kebutuhan istirahat meningkat.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018). Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas

observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018).

Diagnosa Luaran SLKI Intervensi SIKI


Keperawatan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Monitoring frekuensi
dengan gangguan jam, klien mengalami jantung dan tekanan darah
muskuloskeletal peningkatan mobiltas fisik sebelum memulai
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil: mobilisasi.
klien mengeluh sulit 1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi adanya nyeri
menggerakkan meningkat atau keluhan fisik lainnya.
ekstremitas, kekuatan 2. Kemudahan dalam Terapeutik:
otot menurun, nyeri melakukan aktifitas 3. Fasilitasi aktifitas
saat bergerak meningkat mobilisasi dengan alat
3. Penggunaan alat bantu bantu
secara benar 4. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi:
5. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
6. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
Kolaborasi:
7. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
pemberian latihan
aktifitas
Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 1. Monitoring kelelahan fisik
kelemahan dibuktikan jam, toleransi aktifitas dan emosional
dengan klien meningkat dengan kriteria Terapeutik:
mengeluh lemah, hasil: 2. Sediakan lingkungan yang
mengeluh lelah, 1. Perasaan lemah nyaman dan rendah
merasa tidak nyaman menurun stimulus
setelah beraktifitas, 2. Keluhan lelah menurun 3. Berikan aktifitas distraksi
tekanan darah berubah 3. Tekanan darah yang menenangkan
>20% dari kondisi membaik/normal Edukasi:
istirahat. 4. Frekuensi nadi 4. Anjurkan tirah baring
menurun 5. Anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
Kolaborasi:
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Keletihan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 1. Monitor lokasi dan
kondisi fisiologis jam, tingkat keletihan ketidaknyamanan selama
dibuktikan dengan menurun dengan kriteria melakukan aktifitas
klien merasa kurang hasil: Terapeutik:
bertenaga, mengeluh 1. Memverbalisasi 2. Sediakan lingkungan yang
lelah, tidak mampu peningkatan energi dan nyaman dan rendah
mempertahankan merasa lebih baik stimulus
aktifitas rutin, tampak 2. Istirahat cukup 3. Berikan aktifitas distraksi
lesu 3. Menjelaskan yang menenangkan
penggunaan energi Edukasi:
untuk mengatasi 4. Anjurkan menghubungi
kelelahan perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi:
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

4. Implementasi Keperawatan

Pada proses keperawatan, pelaksanaan atau implementasi adalah fase

ketika perawat menginplementasikan intervensi keperawatan. Perawat

melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk


intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan (Kozier, Erb, Berman,

& Synder, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan bertujuan untuk

menentukan berbagai respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang

sudah disusun dan sebatas mana tujuan-tujuan yang direncanakan sudah

tercapai (Smeltzer & Bare, 2013).

BAB II
KONSEP DAN PRINSIP ROM DAN MOVING/BERPINDAH

A. RANGE OF MOTION (ROM)

1. Pengertian ROM

Range Of Motion (ROM) adalah salah satu terapi pemulihan dengan cara

latihan otot untuk mempertahankan kemampuan pasien menggerakkan

persendian secara normal dan lengkap (Tseng,et all, 2007). Range Of

Motion merupakan pergerakan persendian sesuai dengan gerakan yang

memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot baik secara pasif

maupun aktif (Winstein et al., 2016).

Menurut Potter & Perry (2010) rentang gerak (ROM) adalah jumlah

pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi, di salah satu dari

tiga bidang, yaitu: sagital, frontal, atau tranfersal. Bidang sagital adalah

bidang yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh

menjadi sisi kanan dan sisi kiri. Bidang frontal melewati tubuh dari sisi ke

sisi dan membagi tubuh ke depan dan ke belakang. Bidang tranversal

adalah bidang horizontal yang membagi tubuh ke bagian atas dan bawah.
2. Tujuan ROM

Menurut Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009)

dan Smeltzer & Bare (2008), tujuan latihan ROM adalah sebagai berikut:

a. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi

b. Mengembalikan kontrol motorik

c. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan

lunak

d. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial

e. Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang

mengalami paralisis.

f. Memaksimalkan fungsi ADL

g. Mengurangi atau menghambat nyeri

h. Mencegah bertambah buruknya system neuromuscular

i. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan

j. Meningkatkan harga diri

k. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan

3. Klasifikasi ROM

Dikenal 3 jenis latihan ROM, yaitu latihan ROM aktif, Aktif dengan

penampingan dan latihan ROM pasif:

a. Latihan ROM aktif.

Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri.

Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan

kemandirian dan kepercayaan diri klien.


b. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted).

Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan didampingi

oleh perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan

dukungan dan atau bantuan untuk mencapai gerakan ROM yang

diinginkan.

c. Latihan ROM pasif

Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami

keterbatasan dalam pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat

dilakukan dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari

kemungkinan kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan

dengan range yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan

bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika

pasien tidak dapat melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat

bisa membantunya untuk melakukan latihan (Rhoad & Meeker, 2008).

Latihan dapat dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran

perawat dalam hal ini dimulai dengan melakukan pengkajian untuk

menentukan bagian sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi

latihan yang diperlukan.

4. Indikasi ROM

a. ROM Pasif

1. Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila

dilakukan pergerakan secara aktif akan menghambat proses

penyembuhan.
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak

aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma,

kelumpuhan atau bed rest total.

b. ROM Aktif

1. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan

menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.

2. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat

menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan ROM Aktif.

5. Kontra Indikasi ROM

a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu

proses penyembuhan cedera.

b. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya

membahayakan (life threatening)

1. ROM Pasif dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar,

sedangkan ROM Aktif pada persendian dan kaki untuk

meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus.

2. Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan

lain-lain, ROM Aktif pada ekstremitas atas masih dapat diberikan

dalam pengawasan yang ketat.

6. Prinsip-prinsip dalam Melakukan Latihan ROM

Kozier, et all. (2008), Potter & Perry (2006), Rhoad & Mekeer (2008)

menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat

melakukan latihan ROM sebagai berikut:


a. Untuk latihan ROM aktif, klien dianjurkan untuk melakukan gerakan

sesuai yang sudah diajarkan, hindari perasaan ketidaknyamanan saat

latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistematis dengan urutan

yang sama dalam setiap sesi, setiap gerakan dilakukan tiga kali denga

frekuensi dua kali sehari.

b. Yakinkan bahwa klien mengetahui alasan latihan ROM dilakukan.

c. Sendi tidak boleh digerakkan melebihi rentang gerak bebasnya,sendi

digerakkan ke titik tahanan dan dihentikan pada titik nyeri.

d. Pilih waktu di saat pasien nyaman dan bebas dari rasa nyeri untuk

meningkatkan kolaborasi pasien.

e. Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus yang normal.

f. Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut, perlahan dan berirama.

g. Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari

peserta latihan mengalami ketegangan dan injuri otot serta kelelahan

h. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa.

i. Tekankan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat

adalah gerakan sampai dengan mengalami tahanan bukan nyeri.

j. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri.

k. Amati respons non verbal peserta latihan.

l. Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada peserta

latihan untuk beristirahat apabila terjadi spasme otot yang

dimanifestasikan dengan kontraksi otot yang tiba-tiba dan terus

menerus.
7. Intensitas Latihan ROM

Dosis dan intensitas latihan ROM yang dianjurkan menunjukkan hasil

cukup bervariasi. Secara teori tidak disebutkan secara spesifik mengenai

dosis dan intensitas latihan ROM tersebut, namun dari berbagai literatur

dan hasil penelitian tentang manfaat latihan ROM dapat dijadikan sebagai

rujukan dalam menerapkan latihan ROM sebagai salah satu intervensi.

Range of motion memiliki pengaruh terhadap rentang gerak responden bila

dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari dalam 6 hari dan dengan waktu

10-15 menit dalam sekali latihan (Chaidir & Zuardi, 2014). Penelitian

Filantip (2015) juga membuktikan bahwa latihan 2 kali sehari dalam 6 hari

dengan waktu 10-15 menit akan berpengaruh terhadap rentang gerak

responden.

Smeltzer & Bare (2008) menyebutkan bahwa latihan ROM dapat

dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap

latihan, sedangkan Perry & Poter (2006) menganjurkan untuk melakukan

latihan ROM minimal 2 kali/hari. Tseng, et al. (2007) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6

hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masing-masing 5

gerakan untuk tiap sendi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

responden penelitian yang melakukan latihan tersebut mengalami

perbaikan pada fungsi aktivitas, persepsi nyeri, rentang gerakan sendi dan

gejala depresi.
8. Macam-Macam Gerakan ROM

Macam-macam gerakan ROM, yaitu:

a. Fleksi, yaitu gerakan menekuk persendian

b. Ekstensi, yaitu gerakan meluruskan persendian

c. Hiperekstensi, yaitu lanjutan dari ekstensi

d. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi sumbuh tubuh

e. Adduksi, yaitu gerakan mendekati sumbuh tubuh

f. Rotasi, yaitu gerakan memutar atau menggerakkan suatu bagian

melingkari aksis tubuh

g. Pronasi, yaitu gerakan memutar kebawah/menelungkupkan tangan

h. Supinasi, yaitu gerakan memutar keatas/menengadahkan tangan

i. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke jari-jari tangan pada

tangan yang sama

j. Inversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian dalam

k. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar

B. MOVING/BERPINDAH/AMBULASI

1. Pengertian Ambulasi

Ambulasi adalah upaya seseorang untuk melakukan latihan jalan atau

berpindah tempat (Uliyah, 2006). Sedangkan menurut Asmandi (2008),

ambulasi adalah aktifitas berjalan.

2. Tujuan Ambulasi

a. Untuk memenuhi kebutuhan aktifitas

b. Memenuhi kebutuhan ambulasi


c. Mempertahankan kenyamanan

d. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas

e. Mempertahankan kontrol dari pasien

f. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan

3. Manfaat Ambulasi

Menurut Nova, MY (2009), manfaat ambulasi, antara lain:

a. Menurunkan insiden komplikasi immobilisasi pasca operasi meliputi:

1. Sistem integumen: kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi

yang terlambat yang menyebabkan terjadinya atropi akut dan

perubahan turgor kulit.

2. Sistem kardiovaskuler: penurunan curah jantung, peningkatan beban

kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis, atelektasis.

3. Sistem respirasi: penurunan kapasitas vital, penurunan

ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun,

embolisme paru.

4. Sistem pencernaan: anoreksia, konstipasi, penurunan metabolisme.

5. Sistem perkemihan: menyebabkan perubahan pada eliminasi urin,

infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria.

6. Sistem muskuloskeletal: penurunan massa otot, osteoporosis,

pemendekan serat otot.

7. Sistem neurosensoris: kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan

syaraf pada bagian distal nyeri yang hebat.

b. Mengurangi komplikasi respirasi sirkulasi

c. Mempercepat proses pemulihan pasien pasca bedah


d. Mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan distensi

abdomen

e. Mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus

f. penurunan intensitas nyeri

g. Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal.

4. Faktor yang Mempengaruhi Ambulasi

Menurut Haswita dan Sulistyowati (2017), faktor yang mempengaruhi

ambulasi, antara lain:

a. Status Kesehatan

Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem

musculoskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi.

Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya

kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari.

b. Nutrisi

Salah satu fungsi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan

tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat

menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadinya penyakit.

c. Situasi dan Kebiasaan

Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya, sering

mengangkat benda-benda berat, akan menyebabkan perubahan

mekanika tubuh dan ambulasi.

d. Emosi

Kondisi psikologis dapat menurunkan kemampuan dinamika tubuh dan

ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman,


tidak bersemangat dan harga diri rendah, akan mudah mengalami

perubahan mekanika tubuh dan ambulasi.

e. Gaya hidup

Gaya hidup adalah perubuhan pola hidup seseorang, dapat

menyebabkan stress ddan kemungkinan besar akan menimbulkan

kecerobohan dalam beraktifitas sehingga dapat menggagu koordinasi

musculoskeletal dan neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan

perubahan mekanika tubuh.

f. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh dan ambulasi akan

mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan baik. Hasil

penelitian mengatakan bahwa mengatakan bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak

didasari oleh pengetahuan.

5. Alat-alat yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Ambulasi

a. Kruk, yaitu alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan

permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh

dalam keseimbangan pasien.


b. Canes (tongkat), yaitu alat yang terbuat dari logam atau kayu setinggi

pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan

sehat. Meliputi, tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged),

tongkat dengan kaki tiga (tri cane), dan tongkat berkaki segi empat

(quad cane).

c. Walkers, yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat

penyanggah yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami

kelemahan umum, dengan lengan yang kuat dan mampu menopang

tubuh.
6. Prinsip-Prinsip Dalam Ambulasi

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat dalam membantu

pasien ambulasi (Wiyono & Arifah, 2008) adalah sebagai berikut:

a. Ketika merencanakan untuk memindahkan pasien, atur untuk bantuan

yang adekuat. Gunakan alat bantu mekanik jika bantuan tidak

mencukupi.

b. Dorong klien untuk membantu sebanyak mungkin sesuai kemampuan.

c. Jaga punggung, leher, pelvis, dan kaki lurus, cegah terpelintir.

d. Fleksikan lutut, buat kaki tetap lebar.

e. Dekatkan tubuh perawat dengan klien.

f. Gunakan lengan atau tungkai (bukan punggung).

g. Tarik klien kearah penariknya menggunakan sprei.

h. Rapatkan otot abdomen dan gluteal untuk persiapan bergerak.

i. Seseorang dengan beban yang sangat berat diangkat bersama dengan

dipimpin seseorang yang menghitung sampai tiga.


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM)

Definisi:
Range Of Motion merupakan pergerakan persendian sesuai dengan gerakan
yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot baik secara pasif
maupun aktif (Winstein et al., 2016).
Tujuan:
1. Mempertahankan, mencegah kekakuan dan meningkatkan fungsi sendi
2. Mempertahankan dan meningkatkan tonus dan kekuatan otot
3. Mencegah efek bedrest dan immobilasi yang lama
4. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
5. Meningkatkan kenyamanan pasien
6. Mempersiapkan pasien untuk melakukan ambulasi
Indikasi:
1. Stroke atau pasien dengan penurunan tingkat kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama.
Kontraindikasi:
1. Thrombus/emboli, terdapat peradangan
2. Kelainan sendi/tulang
3. Fase immobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
4. Trauma baru (kemungkinan fraktur)
5. Nyeri berat
6. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
Persiapan/Pre-Interaksi:
1. Evaluasi diri (menggali potensi diri, mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan)
2. Cek catatan medis pasien dan rencana tindakan keperawatan untuk melihat
kondisi pasien yang dapat mempengaruhi aktivitas pasien. Identifikasi
keterbatasan pergerakan.
Persiapan Alat:
1. Hand rub
Persiapan Pasien
1. Menjelaskan tujuan Pelaksanaan
2. Mengatur posisi lateral lurus (terlentang biasa)
Persiapan Lingkungan:
1. Menutup pintu dan jendela
2. Memasang tabir atau tirai
Perkenalan dan Orientasi:
1. Perawat memberi salam (memperkenalkan diri jika pertama sekali bertemu)
2. Cek identitas pasien dengan meminta pasien menyebutkan minimal 2
identifikasi yaitu nama lengkap dan tanggal lahir yang dicocokkan dengan
gelang dan status pasien (jika memungkinkan).
3. Evaluasi kondisi pasien saat ini (evaluasi tindakan sebelumnya jika ada)
4. Jelaskan prosedur ke pasien atau keluarga dan dapatkan persetujuan.
Sampaikan kepada pasien untuk melaporkan segala kondisi atau keadaan
yang dialami seperti pusing, lemah dan sesak napas saat dilakukan latihan.
5. Pindahkan barang-barang yang dapat mengganggu proses latihan.
6. Lakukan kontrak tindakan (jenis tindakan, durasi, tempat dilakukan)
7. Cuci tangan
Fase Kerja dan Tindakan:
1. Jaga privasi klien dengan menutup korden dan tutup pintu jika
memungkinkan. Atur posisi tempat tidur setinggi pinggang untuk
memudahkan memberikan latihan. Turunkan bagian kepala pasien hingga ke
posisi datar atau serendah yang pasien dapat toleransi.
2. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital
3. Berdiri di sebelah tempat tidur, dimana akan dilakukan latihan sendi.
Turunkan penyangga tempat tidur jika belum. Lengan yang dibuka/diekspos
adalah lengan yang saat ini akan dilatih.
4. Lakukan latihan dengan lambat dan tegas. Ulangi latihan 2 hingga 5 kali.
Hentikan gerakan jika pasien mengeluh nyeri atau jika menemukan ada
tahanan.
5. Pelaksanaan
a. Gerakan Leher
1) Ambil bantal dibawah kepala pasien
2) Letakkan tangan kiri perawat di bawah kepala pasien dan tangan kanan
pada pipi/wajah pasien.
3) Lakukan gerakan:
a) Fleksi dan ekstensi: gerakkan kepala menyentuh dada kemudian

kepala sedikit ditengadahkan.

b) Fleksi lateral: miringkan kepala ke samping kanan dan kiri hingga

telinga dan bahu hampir bersentuhan (ROM Aktif).

c) Rotasi: memalingkan wajah kesamping kanan dan kiri

d) Hiperekstensi: menggerakkan kepala kebelakang semaksimal

mungkin (ROM Aktif)

e) Observasi perubahan yang terjadi.

b. Gerakan Bahu
1) Fleksi/Ekstensi
a) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
b) Angkat lengan pasien dari posisi disamping tubuh ke depan ke
posisi diatas kepala.
c) Mengembalikan lengan ke posisi disamping tubuh
d) Lakukan observasi perubahan yang terjadi.
2) Abduksi dan Adduksi
a) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
b) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat (ke
arah samping).
c) Kembalikan ke posisi semula.
d) Catat perubahan yang terjadi.
3) Hiperekstensi dan Rotasi Bahu Internal/Ekstrenal serta Sirkumduksi
a) Atur posisi pasien (miring)
b) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas dekat siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Hiperekstensi: menggerakkan lengan pasien kebelakang tubuh, siku
tetap lurus.
d) Lakukan rotasi bahu dengan menggerakkan lengan menghadap
kedalam
e) Kembalikan lengan ke posisi awal.
f) Lakukan rotasi bahu dengan menggerakkan lengan menghadap
kedalam dan keluar
g) Kembalikan ke posisi awal.
h) Sirkumduksi: menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh (ROM
Aktif)
i) Catat perubahan yang terjadi.
c. Gerakan Siku
1) Fleksi dan Ekstensi
a) Atur posisi lengan pasien dan telapak mengarah ke tubuh pasien.
b) Letakkan tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
c) Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.
d) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
e) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
d. Gerakan Lengan Bawah
1) Pronasi dan Supinasi
a) Atur posisi lengan pasien dengan siku lurus.
b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan tangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Supinasi: memutarkan lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
d) Pronasi: memutarkan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah
e) Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi dan supinasi.
f) Lakukan observasi terhadap perubahan yng terjadi.
e. Gerakan Pergelangan Tangan
1) Fleksi dan Ekstensi
a) Atur posisi lengan pasien dengan siku lurus
b) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
c) Tekuk pergelangan tangan pasien kebawah dan keatas.
d) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
2) Adduksi dan Abduksi
a) Atur posisi lengan pasien dengan siku lurus
b) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
c) Abduksi (fleksi radial): Bengkokkan pergelangan tangan secara
lateral menuju ibu jari.
d) Adduksi (fleksi ulnar): Bengkokkan pergelangan tangan secara
lateral ke arah jari kelima.
e) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
f. Gerakan Jari-jari Tangan
1) Fleksi dan Ekstensi
a) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang pergelangan.
b) Bengkokkan jari-jari tangan dan ibu jari ke arah telapak tangan
(tangan menggenggam).
c) Dari posisi fleksi, kembalikan ke posisi semula (buka genggaman
tangan).
2) Hiperekstensi: Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin semampu pasien.
3) Abduksi: Buka dan pisahkan jari-jari tangan.
4) Adduksi: Dari posisi abduksi, kembalikan ke posisi semula atau
merapatkan jari-jari.
5) Oposisi: Sentuhkan masing-masing jari tangan ke ibu jari.
6) Sirkumduksi: memutar ibu jari dengan lingkaran penuh
7) Kembalikan ke posisi awal.
8) Catat perubahan yang terjadi.
g. Gerakan Pinggul/Panggul
1) Fleksi dan Ekstensi
a) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
b) Menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas.
c) Menggerakkan kembali tungkai kesamping tungkai yang lain atau
kebawah.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
2) Abduksi dan Adduksi
a) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
b) Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau kesamping ke arah
perawat.
c) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
3) Sirkumduksi
a) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
b) Menggerakkan tungkai melingkar
c) Kembalikan ke posisi semula.
d) Observasi perubahan yang terjadi.
4) Rotasi Internal/Eksternal
a) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
b) Putar kaki kearah pasien atau kearah tungkai lain.
c) Putar kaki ke arah pelaksana atau menjauhi tungkai lain.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
5) Hiperekstensi
a) Miringkan pasien
b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan
satu tangan yang lain di paha sebelah belakang pasien.
c) Gerakkan tungkai kebelakang tubuh
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
h. Gerakan Lutut
1) Fleksi dan Ekstensi
a) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
b) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c) Gerakkan tumit ke arah belakang paha.
d) Turunkan dan luruskan lutut.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Observasi perubahan yang terjadi.
i. Gerakan Pergelangan Kaki
1) Dorsofleksi dan Plantarfleksi
a) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
b) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke
bagian atas tubuh pasien.
c) Kembalikan ke posisi awal.
d) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak
kaki diarahkan ke bawah.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
2) Inversi dan Eversi (ROM Aktif)
a) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita
(pelaksana) dan pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan
satunya.
b) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap
ke kaki lainnya.
c) Kembalikan ke posisi semula.
d) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain.
e) Kembalikan ke posisi awal.
f) Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi.
j. Gerakan Jari-jari Kaki
1) Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki.
b) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d) Kembalikan ke posisi awal.
e) Observasi perubahan yang terjadi.
2) Abduksi dan Adduksi
a) Tangan perawat membantu melebarkan/meregangkan jari-jari kaki
pasien kemudian merapatkan kembali.
b) Kembalikan ke posisi awal.
c) Observasi perubahan yang terjadi.
6. Atur klien pada posisi yang nyaman
7. Benahi selimun linen
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Fase Terminal:
1. Beritahukan kepada pasien/keluarga jika tindakan sudah selesai
2. Evaluasi tindakan dan respon pasien, tanyakan perasaan pasien
3. Kontrak selanjutnya (jenis tindakan, durasi, setting)
4. Dokumentasikan

GAMBAR
GERAKAN RANGE OF MOTION (ROM)

1. Gerakan Leher
2. Gerakan Bahu
3. Gerakan Siku

4. Gerakan Lengan Bawah


5. Gerakan Pergelangan Tangan

6. Gerakan Jari-jari Tangan


7. Gerakan Pinggul
8. Gerakan Lutut

9. Gerakan Peregelangan Kaki


10. Gerarakan Jari-jari Kaki
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MOBILISASI (SIMS) MIRING KIRI DAN MIRING KANAN

Definisi:
Mobilisasi dengan posisi sims adalah teknik pemberian posisi dengan
memiringkan tubuh ke kanan atau ke kiri dengan posisi tubuh masih tetap
berbaring.
Tujuan:
1. Mencegah rasa tidak nyaman pada otot
2. Mempertahankan tonus otot
3. Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi, seperti ulkus dekubitus,
kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur.
4. Memudahkan tindakan pemberian enema
5. Memudahkan perawatan dan pemeriksaan pada area perineal
Indikasi:
1. Klien dengan paralisis atau kelemahan
2. Klien yang mengalami penurunan kesadaran
3. Klien yang diberikan obat melalui anus
4. Klien yang akan dilakukan pemeriksaan rectal atau anus
5. Klien yang akan dilakukan tindakan huknah.
Kontraindikasi:
1. Klien dengan cedera cervikal
2. Klien dengan fraktur ekstremitas atas atau fraktur clavikula
Persiapan/Pre-Interaksi:
1. Evaluasi diri (menggali potensi diri, mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan)
2. Cek catatan medis pasien dan rencana tindakan keperawatan untuk melihat
kondisi pasien dan memastikan tindakan mobilisasi sims aman untuk
dilakukan
Persiapan Alat:
1. Bantal atau guling seperlunya
2. Sarung tangan
Persiapan Pasien
1. Menjelaskan tujuan Pelaksanaan
2. Mengatur posisi lateral lurus (terlentang biasa)
Persiapan Lingkungan:
1. Menutup pintu dan jendela
2. Memasang tabir atau tirai
Perkenalan dan Orientasi:
1. Perawat memberi salam (memperkenalkan diri jika pertama sekali
bertemu)
2. Cek identitas pasien dengan meminta pasien menyebutkan minimal 2
identifikasi yaitu nama lengkap dan tanggal lahir yang dicocokkan dengan
gelang dan status pasien (jika memungkinkan).
3. Evaluasi kondisi pasien saat ini (evaluasi tindakan sebelumnya jika ada)
4. Jelaskan prosedur ke pasien atau keluarga dan dapatkan persetujuan.
5. Pindahkan barang-barang yang dapat mengganggu proses mobilisasi sims.
6. Lakukan kontrak tindakan (jenis tindakan, durasi, tempat dilakukan)
7. Dekatkan alat-alat disisi klien
8. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
Fase Kerja dan Tindakan:
1. Jaga privasi klien dengan menutup korden dan tutup pintu jika
memungkinkan. Atur posisi tempat tidur setinggi pinggang untuk
memudahkan memberikan tindakan.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
3. Miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri
lurus dengan lutut. Paha kanan ditekuk kearah dada.
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien
5. Letakkan tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan
kanan diatas tempat tidur.
6. Bila pasien miring kekanan dengan posisi badan setengah telungkup dan
kaki kanan lurus dengan lutut, paha kiri ditekuk kearah dada.
7. Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri
diatas tempat tidur.
8. Letakkan bantal pada area abdomen, pelvis, paha atas dan tempat tidur
9. Pastikan bahwa bahu dan pinggul berada pada bidang yang sama
9. Rapikan alat dan klien
10. Lepas sarung tangan dan cuci tangan setelah prosedur dilakukan
11. Observasi posisi dan pindahkan posisi klien pada sisi yang berlawanan tiap
2 jam.
Fase Terminal:
1. Beritahukan kepada pasien/keluarga jika tindakan sudah selesai
2. Evaluasi tindakan dan respon pasien, tanyakan perasaan pasien
3. Kontrak selanjutnya (jenis tindakan, durasi, setting)
4. Dokumentasikan

Anda mungkin juga menyukai