OLEH
PRESEPTOR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
WHO mengembangkan konsep Four Pillars of Safe Motherhood
bersih dan aman dan pelayanan obstetri esensial.3 Mayoritas wanita yang
anatara anus dan vulva untuk memperbesar pintu vagina agar fetus tidak
hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Episiotomi
2.1.1 Anatomi Perineum
Perineum merupakan daerah berbentuk wajik terletak di antara kedua
paha. Batas anterior, posterior, dan lateral perineum sama dengan batas
kompleks sfingter anal, serta cabang pembuluh darah pudenda interna dan
yang berisi lemak, ditemukan di kedua sisi kanalis analis dan membentuk
fasia antara fossa dan jaringan di atas membrana perinei. Jadi kedua fossa
infeksi dan keganasan menyebar dari satu sisi kanalis analis ke sisi lainnya
secara klinis jika infeksi episiotomi meluas sampai ke salah satu dari
kedua fossa. 5
Gambar 2.1. Trigonum Urogenitalis dan Trigonum Analis6
Perinei6
Perineum dipersarafi
oleh nervus pudendus dan diperdarahi oleh arteri pudenda interna dimana
2.1.2 Definisi
Dalam arti sempit, episiotomi adalah insisi pudendus. Perineotomi
cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia
pembedahan lurus, yang lebih mudah untuk diperbaiki, untuk hasil laserasi
tidak teratur. Namun, terdapat keyakinan yang telah lama bertahan bahwa
nyeri pasca bedah lebih sedikit dan pemulihan lebih cepat pada episiotomi
insiden trauma perineum anterior lebih rendah pada kelompok yang rutin
menggunakan episiotomi.5
Dengan temuan ini terlihat bahwa episiotomi tidak melindungi korpus
meningkatkan resiko robekan derajat tiga dan empat. Signerello dkk, (2000)
inkontinensia feses sebanyak tiga kali lipat dan flatus dua kali lipat. Selain
memberikan resiko lima kali lipat terjadinya laserasi derajat dua atau lebih
daripada dilakukan secara rutin. Kami berada pada titik pandang bahwa
prosedur tersebut harus dilakukan secara selektif untuk indikasi yang sesuai.
Hal ini meliputi indikasi janin seperti distosia bahu dan presetasi bokong,
episiotomi ini adalah bila persalinan tidak berlangsung pervaginam dan bila
kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada pulva dan
vagina.5
akibat episiotomi dapat terjadi mulai dari insisi hingga pelahiran. Jika
insisi juga dapat dimulai digaris tengah tetapi diarahkan ke lateral menuju
tenang.
b. Pasanglah jarum no. 22 pada spuit 10 ml, kemudian isi spuit
sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat yang fatal, oleh sebab itu
lidokain 1 %.
g. Tunggu 1-2 menit agar efek anastesi bekerja maksimal, sebelum
episiotomi dilakukan.
h. Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi diantara
daerah nyeri.
j. Penyuntikan sampai menarik mundur, bertujuan untuk mencegah
dilakukan. 5
Teknik. Ada beberapa cara untuk menutup insisi episiotomi, tetapi
untuk menjahit adalah 2-0 chronic catgut. Benang yang terbuat dari turunan
dari lokasi lesi karena nyeri atau dispareunia. Kattle, dkk. (2002) secara
benang poliglaktin 910 yang cepat diserap atau poliglaktin 910 standar.
Benang yang pertama biasanya diserap dalam 42 hari dan benang yang
nyeri perineum. Bahan yang cepat diserap berkaitan dengan lebih rendahnya
tradisional end to end SAE, jahitan dilakukan pada otot SAE, dan empat
ikat otot SAE. Jahitan melalui bagian inferior dan posterior sfingter
perbaikan bagian ini. Pada awal penutupan, ujung-ujung kapsul dan otot
rata sekala nyeri dari 7,60 sebelum diberikan terapi ice pack menurun
hingga 4,27 setelah diberikan terapi ice pack.8 Menurut penelitian tingkat
kesulitas pada saat buang air besar, buang air kecil, serta insomnia karena
nyeri dapat menjadi tanda adanya hematoma besar pada vulva, paravaginal,
atau iskiorektal atau selulitis perineum, lokasi ini harus diperiksa secara
6 bulan, tetapi tidak pada 1 tahun perempuan dengan dan tanpa trauma
pada 6 bulan. 5
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 29 tahun
MR : 0-01-42-37
Keluhan Utama :
20/3/18 pukul 15:02 WIB dengan keluhan keluar air-air yang banyak sejak 5 jam
SMRS
Riwayat Menstruasi:
Menarche usia 13 tahun, siklus teratur, 1 X 28 hari, lamanya 5-7 hari,
Riwayat perkawinan :
1 x tahun 2016
3. Sekarang
Pemeriksaan Fisik :
TB : 152 cm
BB : 48 kg
Abdomen
Genitalia :
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan CTG
Diagnosis
Diagnosis
Tatalaksana
VT ulang
Akselerasi persalinan
BAB IV
DISKUSI
Unand Padang pada tanggal 20/3/18 pukul 15:02 WIB dengan keluhan keluar
minggu . Pasien mengeluhkan juga nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari dan
G3P0A2H0 parturien aterm kala I fase aktif dengan inersia uteri sekunder dan
Partus normal disebut juga partus spontan yaitu bila bati lahir dengan
presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat pertolongan istimewa serta
tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari
24 jam.
1. Lightening atau settling atau droping yaitu, kepala turun memasuki PAP
terutama primigravida pada multi tidak begitu kentara.
1. Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering teratur.
2. Keluar lender bercampur darah (show yang lebih banyak lagi karena
robekan-robekan kecil pada serbiks).
c. Kontraksi diafragma.
d. Ligamentum action terutama ligamentum rotundum.
2. Factor janin.
3. Kala III : kala uri, dari janin lahir sampai dengan plasenta lahir.
Kala I, proses membukanya serviks sebagai akibat his dalam 2 fase, yaitu :
Pada primigravida kala I berlangsung 14 jam pada multi para kira-kira 7 jam.
Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan multipara 0,5 jam.
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya . biasanya plasenta lepas 6 sampai dengan 15 menit
Setelah bayi lahir dan keluar spontan dengan tekanan pada fundus uteri,
pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
1. Kontraksi uterus harus baik dapat diketahui dengan palpasi, bila perlu
lakukan dengan massage dan berikan uterotonika ; methergin, ermetin dan
pitosin.
5. Luka-luka perineum harus terawatt dengan baik dan tidak ada hematom.
6. Bayi dalam keadaan baik.
Ibu dalam keadaan baik yaitu nadi dan tekanan darah harus normal, tidak
Inersia uteri sekunder timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu
yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi
pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah
sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder
2. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih
sering dalam kala II
5. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai
dengan 12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes
permenit. Tujuan pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat
membuka.
b. Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat
his setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan
anjurkan ibu untuk istirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa
jam, kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio
sesarea.
d. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips.
Sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan
dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio
sesaria).
DAFTAR PUSTAKA