Anda di halaman 1dari 46

Case Report Session

Kondiloma Akuminata Genital dan Gonore Servisitis

Oleh:
Alma Sylvhanie Lufthi 1940312143
Hatika Dara Mareti 1840312708

Preseptor:

dr. Rina Gustia, SpKK, FINSDV, FAADV


dr. Ennesta Asri Sp.KK(K) FISNDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan
izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan case report section yang
berjudul “Kondiloma Akuminata Genital dan Gonore Servisitis” sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP DR. M.
Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Rina Gustia,


SpKK, FINSDV, FAADV dan dr. Ennesta Asri, SpKK(K), FINSDV serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa case report section ini masih banyak


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap case
report section ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta
pemahamantentang “Kondiloma Akuminata Genital dan Gonore Servisitis”,
terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, 7 Juli 2020

Penulis

BAB 1

2
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kondiloma akuminata (KA) anogenital merupakan salah satu infeksi
menular seksual (IMS) yang menjadi masalah kesehatan di seluruh negara
terutama negara-negara berkembang.1 Kondiloma akuminata anogenital atau
genital wartsatau yang lebih dikenal masyarakat awam sebagai kutil kelamin
adalah salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
Human papillomavirus (HPV) yang menyebabkan hiperplasia pada mukosa
dan kulit perineum. Pada >95% kasus yang ditemukan pada penderita
disebabkan oleh virus HPV tipe 6 dan 11, namun dapat juga disebabkan HPV
yang berisiko tinggi menjadi ganas seperti HPV 16 dan 18.2
Adanya kontak seksual menjadi faktor risiko terjadinya infeksi HPV,
dan risiko akan meningkat dengan banyaknya jumlah partner seksual. Faktor
risiko lain yang juga berperan adalah kegiatan seksual pada usia yang lebih
muda, adanya riwayat infeksi menular seksual, dan kebiasaan merokok yang
berperan dalam infeksi HPV yang persisten.3
Kondiloma akuminata anogenital merupakan salah satu IMS dengan
prevalensi cukup tinggi yang ada kaitannya dengan viral load yang tinggi.
Penelitian oleh Patel, dkk. (2013) menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi
HPV dapat menularkan kepada pasangannya dalam kurun waktu 3 minggu
sampai dengan 8 bulan. Seseorang dengan infeksi HPV tipe 6 atau 11 bisa
menimbulkan manifestasi KA anogenital dalam waktu 11 atau 12 bulan pada
pria dan 5 atau 6 bulan pada wanita. Kondiloma akuminata anogenital tidak
menimbulkan mortalitas, namun terdapat masalah psikososial yang cukup
signifikan terjadi pada penderita KA anogenital berhubungan dengan kualitas
hidup penderita.4
Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention
(CDC) tercatat bahwa lebih dari 19,7 juta kasus baru IMS tiap tahun dan
terdapat sebanyak 14,1 juta kasus infeksi HPV. Penelitian IMS di Indonesia

3
yang dilakukan pada 12 Rumah Sakit Pendidikan tahun 2007-2011
melaporkan bahwa kondiloma akuminata menempati peringkat ketiga
terbesar. Kondiloma akuminata menduduki peringkat pertama di 6 kota besar
di Indonesia yaitu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dan Denpasar.
Usia terbanyak didapatkan pada golongan usia 25-45 tahun. RSUP H. Adam
Malik, Medan tahun 2009 mencatat kasus IMS yang paling sering yaitu
kondiloma akuminata sebesar 29,9%. RSU Prof Dr. R.D. Kandou Manado
tahun 2012 dari total kunjungan baru terdapat 27 kasus baru kondiloma
akuminata (2,46%). Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya tahun 2006
mencatat kasus kondiloma akuminata sebesar 1,7% dan meningkat menjadi
1,9% pada tahun 2008 dengan penderita terbanyak ditemui pada perempuan
dengan perbandingan 3:2 dan usia terbanyak yaitu 25-44 tahun.5
Gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, bakteri diplokokus Gram negatif,
anaerob fakultatif, yang umumnya ditularkan melalui kontak seksual dengan
masa inkubasi 2-5 hari, namun juga dapat ditularkan kepada janin pada saat
proses kelahiran berlangsung.6
Gonore masih merupakan infeksi menular seksual yang paling sering
ditemukan di negara berkembang. Epidemiologi gonore berbeda pada tiap -
tiap negara. WHO memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru
ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat diperkirakan
dijumpai 600.000 kasus baru setiap tahunnya. Di Indonesia infeksi gonore
menempati urutan tertinggi dari semua jenis IMS. Beberapa penelitian di
Surabaya, Jakarta dan Bandung torhadap wanita pekerja seks komersial
menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4-50%.7
Banyak faktor penunjang yang dapat mempermudah dalam hal
penyebaran gonore, diantaranya: kemajuan sarana transportasi, pengaruh
geografi, pengaruh lingkungan, kurangnya fasilitas pengobatan, kesalahan
diagnosis, perubahan pola hidup, dan tak kalah penting ialah penyalahgunaan
obat. Kesemuanya ini dapat terjadi terutama karena latar belakang kurangnya
4
pengetahuan mengenai seluk beluk dari infeksi menular seksual. Infeksi
gonore dapat juga didapat dari setiap kontak seksual, pharyngeal dan anal
gonorrheae tidak biasa. Gejala pharyngeal gonorrheae biasanya berupa nyeri
tenggorokan, anal gonorrheae dapat dirasakan lebih nyeri disertai sekret yang
bernanah.6
Kasus infeksi pada wanita seringkali tidak menunjukkan suatu gejala
(asimtomatik) sehinga komplikasi dapat dengan mudah terjadi.8 Oleh karena
itu, pada kelompok tersebut perlu dilakukannya pemeriksaan dan identifikasi
terhadap Neisseria gonorrhoeae. Jika infeksi Neisseria gonorrhoeae tidak
segera diobati dan tidak ditangani dengan tepat maka dapat menyebabkan
peradangan pada saluran genital dan reproduksi sehingga dapat menyebabkan
ketidaksuburan.9
Pengobatan yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
untuk infeksi gonore tanpa komplikasi adalah sefiksim atau
levofloksasin, sedangkan pilihan lainnya adalah kanamisin, seftriakson, atau
tiamfenikol.10
1.2. Batasan Masalah
Pembatasan pada Case Report Session ini akan dibatasi pada
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari kondiloma akuminata dan gonore.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Case Report Session ini yaitu untuk mengetahui
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis kondiloma akuminata dan gonore.
1.4. Manfaat Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan Case Report Session ini adalah
tinjauan kepustakaan yang merujuk dari beberapa literatur.

BAB 2

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondiloma Akuminata


2.1.1. Definisi
Kondiloma akuminata anogenital adalah suatu manisfestasi kulit
yang timbul karena infeksi oleh virus human papillomavirus (HPV), pada
sebagian besar kasus disebabkan oleh subtipe 6, 11, 16 dan 18. KA
anogenital seringkali juga disebut penyakit jengger ayam, kutil kelamin,
ataupun genital warts. Kondiloma akuminata anogenital adalah salah satu
infeksi menular seksual (IMS) disebabkan karena infeksi HPV ditularkan
melalui kontak kulit, selain itu bisa juga melalui seks oral, perabaan alat
kelamin, tangan dan perantara objek/benda yang terkontaminasi HPV.11
Manifestasi klinis KA anogenital berupa kutil yang bisa bergabung
membentuk plak. Ukuran lesi antara beberapa milimeter sampaibeberapa
sentimeter. Kutil dapat berlokasi dimana saja di bagian anogenital atau
area genital, termasuk pada bagian permukaan mukosa. Warna dapat
bervariasi dari berwarna putih, kemerahan sampai dengan
hiperpigmentasi.12,13
2.1.2. Epidemiologi
Kondiloma akuminata anogenital adalah salah satu bentuk infeksi
menular seksual (IMS) yang paling umum terjadi pada populasi.
Diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta kasus baru ditemukan setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Seperti dengan kasus IMS yang lain, insiden
terjadinya KA anogenital di berbagai negara tergantung pada praktek
seksual dan distribusi umur penduduk. Insidensi KA anogenital terus
mengalami peningkatan terutama pada individu yang memiliki lebih dari
tiga pasangan selama hidup dan pada individu yang memulai aktivitas
seksual pada usia yang lebih muda.4
Infeksi human papillomavirus (HPV) merupakan kasus infeksi
menular seksual yang paling umum terjadi di dunia. Dalam 630 juta kasus

6
baru infeksi HPV yang terjadi setiap tahun, 30 juta kasus berkembang
menjadi KA anogenital.14
Pada keseluruhan penelitian tahunan kejadian KA anogenital
ditemukan prevalensi kasus baru dan rekurensi sekitar 160 sampai dengan
289 per 100.000 orang dengan rata-rata 194,5 kasus per 100.000 orang.
Sedangkan insidensi kasus baru ditemukan sekitar 103 sampai dengan 168
per 100.000 orang dengan rata-rata 137 kasus per 100.000 orang pada pria
dan 76 sampai dengan 191 per 100.000 orang dengan rata-rata 120,5 per
100.000 orang pada wanita. Untuk kasus rekurensi sendiri ditemukan
sekitar 110 per 100.000 orang pada wanita dan 163 kasus per 100.000
orang pada pria. Puncak insidensi ditemukan sebelum usia 24 tahun pada
wanita dan antara usia 24 sampai usia 29 tahun pada pria.4 Di Indonesia
sendiri, prevalensi KA anogenital di masyarakat berkisar antara 5-19%.15
Berdasarkan penelitian mengenai IMS yang dilakukan di 12
Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007-2011, kejadian kondiloma
akuminata anogenital menduduki peringkat 3 terbesar. Adapaun 6 kota
dengan peringkat teratas adalah Medan, Jakarta, Bandung, Semarang,
Jogja dan Denpasar. Usia terbanyak ditemukan pada golongan usia 25-45
tahun. Di RSUD dr. Soetomo Surabaya, angka kesakitan KA anogenital
tahun 2006 adalah 1,7% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1,9%,
dengan perbandingan antara perempuan dan lakilaki 3:2 dengan puncak
usia 25-44 tahun. Sedangkan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009
didapatkan IMS paling sering adalah KA anogenital yaitu sebanyak
29,9%.16
2.1.3. Etiopatogenesis
Kondiloma akuminata anogenital disebabkan oleh infeksi virus
human papillomavirus (HPV) yang menginfeksi bagian teratas dari kulit.
Terdapat lebih dari 100 tipe berbeda dari HPV yang dapat menyebabkan
muculnya kutil, namun hanya sebagian kecil tipe yang menimbulkan KA
anogenital. Hal tersebut disebabkan karena KA anogenital bersifat sangat
7
mudah menular melalui kontak seksual dengan penderita lainnya. HPV
tipe 6 dan 11 merupakan penyebab terbanyak dari KA anogenital.13
HPV merupakan keluarga dari papillomaviridae yang merupakan
jenis virus DNA yang tidak berkapsul dan berukuran kecil. Replikasi virus
ini terbatas pada sel basal dari permukaan jaringan. Baik epitel dan
mukosa kulit akan dipenetrasi oleh virus ini untuk mencari host yang
sesuai. Mukosa dapat terinfeksi dimana saja sepanjang saluran kelamin,
pada wanita bisa pada vulva, vagina, leher rahim, dan daerah perianal,
sedangkan pada laki-laki pada daerah batang penis, skrotum, periuretral,
dan daerah perianal.12
Dari lebih 100 serotipe HPV yang ditemukan, 15-20 diantaranya
bersifat onkogenik. HPV penyebab infeksi genital dibagi kedalam tipe
risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi, dan risiko rendah tergantung pada
hubungannya dengan kanker. HPV yang bersifat non-onkogenik seperti
tipe 6 dan 11 berkontribusi pada lebih dari 90% infeksi genital seperti
kondiloma akuminata anogenital.17 Selain disebabkan oleh penularan
melalui kontak seksual, KA juga bisa ditularkan melalui transmisi
perinatal, setidaknya 20% dari kasus KA anogenital disebabkan oleh
infeksi perinatal.17
Pada ibu hamil yang memiliki infeksi HPV genital, 805 bayi yang
dilahirkan memiliki DNA HPV yang terdeteksi dalam aspirasi nasofaring
atau mukosa mulutnya yang dapat bertahan selama berbulan-bulan sampai
dengan bertahun-tahun.20 Genom HPV sendiri terdiri atas 6 early genes,
yaitu e1, e2, e4, e5, e6, dan e7, serta memiliki 2 late genes yaitu l1 dan
l2.19,20
Siklus hidup dari HPV sendiri terkait dengan adanya program
diferensiasi dari sel host yang terinfeksi, yaitu keratinosit. Infeksi dari
HPV bisa terjadi melalui microwounds dari epitel yang mengekspos sel
dari lapisan basal sebagai tempat masuk dari virus ini. Sedangkan reseptor
untuk masuknya virus ke sel target tidak diketahui, namun diduga
8
perlekatan virus ke sel target dimediasi oleh heparin sulfat. Lapisan basal
terdiri dari stem sel dan transit-ampli-fying sel yang yang terus membelah
dan menyediakan reservoir sel untuk daerah suprabasal yang terus
membelah. Adanya infeksi HPV pada daerah ini akan mengaktifkan
kaskade ekspresi gen virus yang memproduksi sekitar 20 sampai 100
salinan ekstrakromosom dari virus DNA per sel nya. Di antara protein
virus pertama yang akan diekspresikan adalah faktor replikasi, e1 dan e2.
Protein-protein ini membentuk kompleks yang mengikat urutan di asal
virus replikasi dan bertindak untuk merekrut polimerase seluler dan
protein aksesori untuk memediasi replikasi virus. Sel basal yang terinfeksi
kehilangan hubungan mereka dengan membran basal dan migrasi ke atas
ke lapisan epitel berikutnya, stratum spinosum.19
Semakin ke bagian distal lapisan maka e6 dan e7 juga akan
diekspresikan untuk melakukan profierasi sel dan memperlambat
diferensiasi sel. Saat sel-sel yang terinfeksi dalam sel-sel skuoamosa
berdiferensiasi, protein e4 dan late protein l1 dan l2 yang berasal dari
kapsid juga diekspresikan. Kapsid virus kan bertahan dalam saluran genital
di dalam sel-sel epitel deskuamasi. Pada saat terjadinya hubungan seksual,
sel-sel yang terinfeksi ini akan melepaskan virus dan menularkannya pada
permukaan mukosa genital. Lesi HPV akan muncul secara klinis pada
waktu 3 minggu sampai dengan 8 bulan bahkan sampai beberapa tahun,
namun kebanyakan kasus bersifat asimtomatis.20 Seseorang dengan infeksi
HPV tipe 6 atau 11 bisa menimbulkan manifestasi KA anogenital dalam
waktu 11 atau 12 bulan pada pria dan 5 atau 6 bulan pada wanita.4
2.1.4. Faktor Risiko
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, diketahui adanya
hubungan yang kuat antara jumlah pasangan seksual dengan resiko tinggi
infeksi HPV. Adanya peningkatan kejadian infeksi HPV pada usia muda
dicurigai disebabkan karena adanya tren memulai aktivitas seksual pada
usia yang lebih muda sehingga memungkinkan lebih banyak pasangan
9
seksual. Semakin banyak pasangan seksual meningkatkan kemungkinan
terpapar HPV, eksposur yang lebih besar memungkinkan untuk infeksi
virus yang terus-menerus dan infeksi yang persisten dapat menyebabkan
kanker. Hubungan antara perilaku seksual berisiko dan kanker dubur
didukung oleh hubungan positif dengan penyakit menular seksual lainnya
termasuk gonore, klamidiosis, serta virus herpes simpleks.13,21
Selain dari hubungan seksual pada usia muda dan juga jumlah
partner seksual, faktor risiko terjadinya KA anogenital juga ditentukan dari
tipe seksual yang dilakukan. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa
kejadian KA anogenital ditemukan lebih tinggi pada populasi yang
tergolong heteroseksual, kemudian diikuti dengan lelaki seks lelaki (LSL).
Hubungan seksual yang dilakukan dengan orang yang tidak jelas riwayat
seksualnya juga meningkatkan risiko terinfeksi KA anogenital. Selain itu
hubungan seksual yang dilakukan tanpa pengaman, adanya IMS lain yang
juga diderita dan juga kebersihan individu yang buruk juga berperan dalam
meningkatnya risiko terpapar infeksi HPV dan juga pada individu yang
pernah mengalami sexual abused.13,22
Kejadian KA anogenital yang tidak berhubungan dengan
transmisi seksual bisa ditularkan secara vertikal dari ibu kepada bayi,
walaupun masih belum jelas transmisi yang terjadi melalui amnion atau
pada jalan lahir.22
Gaya hidup yang buruk seperti kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol dan juga narkoba dicurigai turut meningkatkan kejadian KA
anogenital. Selain itu orang-orang dengan keadaan immunosupresi seperti
penyakit HIV/AIDS juga berisiko tinggi menderita infeksi akibat HPV.21
2.1.5. Manifestasi Klinis
Saat terinfeksi HPV, masa inkubasi akan berlangsung antara 3
minggu sampai dengan 8 bulan hingga menimbulkan manifestasi klinis.
Rata-rata gejala akan muncul 2 sampai 3 bulan setelah kontak.12
Kondiloma akuminata anogenital merupakan proliferasi epitel papilaris
10
yang seringkali dengan loop vaskular, lesi bisa single ataupun multiple,
menyebar atau saling menyatu satu sama lain. Tanda dan gejala KA
anogenital antara lain muncul sebagai pembengkakan kecil berwarna
seperti daging atau abu-abu di area genital, beberapa kutil yang berdekatan
akan bergabung membentuk susunan cauliflower atau susunan buga kol.
Pembengkakan ini bisa menimbulkan rasa gatal dan tidak nyaman, dan
menimbulkan perdarahan pada saat hubungan seksual. Kadang-kadang
muncul dalam keadaan sangat kecil dan tidak bisa dilihat dengan mata
telanjang.21
Pada wanita KA anogenital bisa muncul di vulva, dinding vagina,
daerah antara genitalia eksterna dan anus, lobang anus dan dibagian
serviks. Lebih dari satu pertiga perempuan yang terinfeksi KA anogenital
memiliki kutil kelamin di daerah vulva. Secara umum lesi yang ditemukan
biasanya kecil, multiple dan dapat terlihat dengan menggunakan spekulum.
Lesi bisa menginvasi disepanjang vagina, namun tersering ditemukan pada
sepertiga atas atau bawah vagina. Walaupun KA vagina sering kali
asimptomatis, adanya cairan yang keluar dari vagina dan nyeri bisa terjadi,
dan perdarahan yang terjadi setelah hubungan seksual bisa terjadi
walaupun jarang. Sedangkan pada laki-laki bisa muncul di batang penis,
skrotum, dan pada anus. Kondiloma akuminata anogenita juga bisa muncul
berkembang di mulut dan tenggorokan orang yang melakukan seks oral
dengan orang yang terinfeksi KA anogenital.13

11
Gambar 2.1. Kondiloma akuminata pada vulva13

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis kondiloma akuminata anogenital bisa ditegakkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang merinci. Pada kasus yang bersifat
subklinis dan sedang, pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan adalah
dengan diusapkan kasa yang telah direndam di asam asetat 3-5% selama 2
menit pada kulit genital, jika muncul gambaran acetowhite menandakan
infeksi yang disebabkan oleh infeksi HPV. Namun tes ini tidak spesifik
menandakan infeksi untuk KA anogenital. Tipe lesi harus dikonfirmasi
dengan menggunakan pemeriksaan histologi. Biopsi kadang dibutuhkan
untuk memastikan diagnosis, pemeriksaan ini direkomendasikan untuk
pemeriksaan lesi yang dicurigai menjadi ganas atau memiliki
kemungkinan ganas yang terus meningkat. Termasuk pada lesi yang
mengalami ulserasi, adanya perubahan bentuk yang tiba-tiba, dan tidak
membaik dengan pengobatan.6,12,13

12
Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk
mendiagnosis infeksi HPV adalah kolposkopi dan asam asetat.
Pemeriksaan kolposkopi dilakukan untuk menggambarkan neoplasia yang
terbentuk pada serviks, vagina dan vulva setelah diusap dengan asam
asetat. Penemuan dengan menggunakan kolposkopi dinilai berdasarkan
lesi acetowhitwe yang timbul, kontur permukaan, pola mosaik, dan tanda-
tanda lainnya. Semakin besar abnormalitas dari parameter tersebut
menunjukkan semakin parah lesi yang muncul. Biopsi juga bisa dilakukan
saat hasil pemeriksaan kolposkopi menunjukkan kelainan lesi yang
mengarah kepada lesi pre-kanker atau lesi kanker. Pemeriksaan DNA juga
bisa dilakukan baik dengan menggunakan Hybrid Capture HPV DNA Test
2 (hc2) ataupun menggunakan Polymerase chain reaction (PCR). Pada
wanita juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear atau pap
test untuk deteksi awal kanker serviks sebagai komplikasi dari infeksi
HPV anogenital yang terjadi.23,24
2.1.7. Diagnosis Banding
1. Benign penile pearly papules: merupakan keadaan yang normal yang
dapat dijumpai pada 20% laki-laki muda, muncul pada masa pubertas,
lebih sering dijumpai pada keadaan tidak disirkumsisi. Lesi seringkali
asimptomatik, dijumpai terutama mengitari sulkus koronarius.
Keadaan ini tidak perlu diobati.25
2. Veruka vulgaris: vegetasi yang tidak bertangkai, kering, dan bewarna
abu-abu atau sama dengan warna kulit. 25
3. Kondiloma lata: merupakan salah satu bentuk lesi sifilis stadium II,
berupa plakat yang erosif dan basah, ditemukan banyak Spirochaeta
palllidum. 25
4. Karsinoma sel skuamosa: vegetasi berbentuk seperti kembang kol,
mudah berdarah, dan berbau. 25

13
5. Karsinoma verukosa (Buschke-Lowenstein tumor atau giant
condylomata); dianggap sebagai lesi neoplastik yang ebrsifat invasif
lokal, biasanya dihubungkan dengan HPV tipe 16. 25
2.1.8. Tatalaksana
Terapi pada KA dapat dilakukan dengan asam trikloroasetat,
kriotherapy, bedah listrik, imiquimod, interferon intralesi, operasi laser,
podofilin, podophyllotoxin, eksisi bedah, dan vaksin.26
Pengobatan KA saat ini berfokus pada pengangkatan kutil
eksternal daripada mengobati infeksi virus yang mendasarinya. Terapi
dapat berupa topikal, bedah, atau imunomodulator. Hal tersebut dapat
berbeda cukup signifikan dalam hal biaya, durasi terapi, jadwal pemberian
dosis, dan efek samping. Hingga saat ini, terdapat bukti yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat gold standart terapi untuk mengobati KA. Pemilihan
modalitas terapi biasanya tergantung pada kebutuhan dan keinginan
masing-masing pasien.27

Gambar 2.2. Algoritma pengobatan kondiloma akuminata anogenital


14
2.2. Gonore
2.2.1. Definisi
Infeksi Gonore adalah seluruh infeksi yang disebabkan oleh
kuman Neisseria gonorrheae yang bersifat purulen dan dapat menyerang
permukaan mukosa manapun di tubuh manusia. Infeksi ini merupakan
infeksi menular seksual (IMS) yang mempunyai insidens yang cukup
tinggi di antara IMS lainnya.1
2.2.2. Epidemiologi
Gonore terdapat dimana-mana di seluruh dunia dan merupakan
penyakit kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaan
maupun setelah menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai
kekebalan antara berbagai suku bangsa atau jenis kelamin atau umur.
Diperkirakan setiap tahun tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan
di dunia. Beberapa strain kuman gonokok yang resisten terhadap penisilin,
quinolone dan antibiotik lainnya telah ditemukan beberapa tahun yang lalu
dan membawa persoalan dalam pengobatan, telah tersebar di beberapa
negara.3
2.2.3. Etiologi

Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser


pada tahun 1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai N.
gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis,
N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca. Gonokokus termasuk golongan
diplokokus berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u dan pajang 1,6 u.
Kuman ini bersifat tahan asam, Gram negatif, dan dapat ditemui baik di
dalam maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak dapat bertahan hidup pada
suhu 39 derajat Celcius, pada keadaan kering dan tidak tahan terhadap zat
disinfektan. Gonokokus terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan
tipe 4. Namun, hanya gonokokus tipe 1 dan tipe 2 yang bersifat virulen
karena memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada mukosa

15
epitel terutama yang bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum matur
dan menimbulkan peradangan. 28

Gambar 2.3. Kuman Neiserria gonorrhoeae

2.2.4. Patogenesis
Gonococci menampakkan beberapa tipe morfologi dari koloninya,
tetapi hanya bakteri berpili yang tampak virulen. Gonococci yang
berbentuk koloni yang pekat ( opaque ) saja yang diisolasi dari manusia
dengan gejala uretritis dan dari kultur uterine cervical pada siklus
pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk transparan diisolasi
dari manusia dari infeksi uretral yang tidak bergejala, dari menstruasi dan
dari bentuk invasif dari gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi
diseminasi.29
Pada wanita, tipe koloni terbentuk dari sebuah strain gonococcus
yang berubah selama siklus menstruasi. Gonococci yang diisolasi dari
pasien membentuk koloni-koloni yang pekat atau transparan, tetapi mereka
umumnya memiliki 1-3 Opa protein pada saat tumbuh di kultur primer
yang sedang diuji. Gonococci dengan koloni transparan dan tanpa Opa
protein hampir tidak pernah ditemukan secara klinis tetapi dapat
dispesifikasi melalui penelitian di laboratorium. 29

16
Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran
genitourinaria, mata, rectum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang
akut yang mengarah ke invaginasi jaringan, hal yang diikuti dengan
inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra
( uretritis ), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika
kencing. 29
2.2.5. Manifestasi Klinis
1. Pada laki-laki
Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan terkena
uretritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas
yang berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas
pada waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya nanah kental
berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini umumnya penderita tetap
merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala konstitusi ringan.
Sebanyak 10% pada laki-laki dapat memberikan gejala yang sangat ringan
atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini
sebenarnya merupakan stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena
waktu inkubasi pada laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-
rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya.30
Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu maka sering menimbulkan komplikasi lokal
berupa epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang didahului
oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi
kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir kencing.30,31
2. Pada wanita
Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena
uretra pada wanita selain pendek, juga kontak pertama pada serviks
sehingga gejala yang menonjol berupa servisitis dengan keluhan berupa
keputihan. Karena gejala keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan

17
dengan penyebab keputihan fisiologis lain, sehingga tidak merangsang
penderita untuk berobat.31
Dengan demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan
menjadi sumber penularan yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang
simtomatis dengan keluhan keputihan harus dibedakan dengan penyebab
keputihan yang lain seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun
uretritis non gonore yang lain.30
Pada wanita, infeksi primer tejadi di endoserviks dan menyebar
kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan yang mukopurulen.
Ini dapat berkembang ke tuba uterine, menyebabkan salpingitis, fibrosis
dan obliterasi tuba. Ketidak suburan ( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita
dengan salpingitis karena gonococci.30

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan tidak
didapatkan fasilitas untuk melakukan pemeriksaan dalam dan
laboratorium, dapat digunakan alur pendekatan sindrom baik untuk pasien
laki-laki maupun perempuan.

18
Gambar 2.4 Duh Tubuh Uretra Laki-Laki Dengan Pendekatan
Sindrom4

19
Gambar 2.5 Duh Tubuh Uretra Laki-Laki Dengan Pemeriksaan Mikroskop4

20
Catatan: bila layanan kesehatan tidak memiliki fasilitas
pewarnaan Gram, dapat digunakan metylen blue untuk mewarnai sediaan
apus duh tubuh uretra.

21
Gambar 2.6 Duh Tubuh Vagina Dengan Pendekatan Sindrom4

22
Gambar 2.7 Duh Tubuh Vagina Dengan Pemeriksaan Inspekulo4
Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium tersedia,
maka untuk diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan pemeriksaan
klinis, tetapi harus diikuti pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan
bakteriologis meliputi pemeriksaan dengan hapusan dan biakan untuk
identifikasi dan tes kepekaan antibiotik. Dengan cara pengecatan gram dari

23
hapusan ini nilainya cukup tinggi karena kemungkinan kuman gonokok
ditemukan cukup tinggi.
Pada wanita selain pemeriksaan dengan gram, harus diikuti
dengan biakan oleh karena dengan hanya kemungkinan ditemukan kuman
gonokok lebih kecil di samping kemungkinan keliru dengan flora lain dari
vagina.
Berikut ini adalah uraian lima tahapan pemeriksaan pembantu1:
1. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram ditemukan
gonokok gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh
pada laki-laki diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada
perempuan diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholini, serviks, untuk
pasien dengan anamnesis berisiko melakukan kontak seksual anogenital
dan orogenital, maka pengambilan bahan duh dilakukan pada faring dan
rektum. Sensitivitas pemeriksaan langsung ini bervariasi, pada spesimen
duh uretra laki-laki sensitivitas berkisar 90-95%, sedangkan dari spesimen
endoserviks sensitivitasnya hanya berkisar antara 45-65% dengan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-99%.

Gambar 2.8. Apusan Neisseria gonorrhoeae


2. Kultur

24
Untuk identifikasi spesies perlu dilakukan pemeriksaan biakan
(kultur). Dua macam media yang dapat digunakan :
a. Media transpor
b. Media pertumbuhan
Contoh media transpor:
1. Media Stuart
Merupakan media transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali
pada media pertumbuhan.
2. Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeae dan N.
Meningitidis; dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan
media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada
media pertumbuhan lagi. Media ini merupakan modifikasi media Thayer
Martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
Contoh media pertumbuhan :
1. Mc Leod’s chocolate agar
Merupakan media non selektif. Berisi agar coklat, agar serum.
Selain kuman N. gonorrhoeae kuman-kuman yang lain juga dapat
tumbuh.
2. Media Thayer Martin
Media ini selektif untuk isolasi N. gonorrhoeae. Media ini
mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram
positif, kolestrimetat untuk menekan pertumbuhan kuman gram negatif
dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
3. Modified Thayer Martin agar
Media ini berisi media Thayer Martin ditambah dengan
trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp..
3. Tes indikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)
a. Tes Oksidase

25
Tes oksidase merupakan suatu tes untuk mengetahui apakah suatu
bakteri memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim oksidase.
Aeromonas, Vibrio, Neisseria, Moraxella, dan Campylobacter adalah
kuman-kuman yang bila ditetesi dengan reagen oksidase akan
menghasilkan warna biru dalam 10-30 detik dan itu berarti positif tes
oksidase.

Gambar 2.9. Tes Oksidase positif


b. Tes Fermentasi
Metode fermentasi merupakan suatu pemeriksaan spesifik
mikrobiologi untuk kuman Neisseria species yang sudah sering digunakan.
Tes ini diuji menggunakan media TCA (Cystine Trypticase Agar) yang
mengandung glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dan fruktosa serta phenol
red sebagai indikatornya. Tidak semua spesies kuman ini dapat
memfermentasi semua kandungan bahan. Hasil dari fermentasi berupa
asam. Neisseria gonorrhoeae hanya dapat memfermentasi glukosa.

26
Gambar 2.10. Tes Fermentasi positif
4. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM
dis. BBL 961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan
menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman
mengandung enzim beta-laktamase.
5. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana
infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena
pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat. Pada tes ini ada
syarat yang harus diperhatikan :
a. Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
b. Urin dibagi dalam dua gelas
c. Tidak boleh menahan kencing dari gelas 1 ke gelas 2
Syarat mutlak adalah kandung kencing harus mengandung air seni
paling sedikit 80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml maka gelas 2
sukar dinilai karena baru menguras uretra anterior.
Hasil pembacaan :

Gelas 2 Arti
Gelas 1
Jernih Jernih Tidak ada infeksi

Keruh Jernih Infeksi Uretritis


Anterior

27
Keruh Keruh Panuretritis

Jernih Keruh Tidak mungkin

Pemeriksaan lain yang dikembangkan untuk deteksi di antaranya


adalah pemeriksaan antibodi terhadap N. gonorrhoeae seperti fiksasi
komplemen, imunopresipitasi, imunofloresensi, ELISA dan lain-lain.
Namun uji serologis tersebut hanya mempunyai sensitivitas sebesar 70%,
sehingga tidak digunakan sebagai pemeriksaan penapisan.28
Deteksi asam nukleat terhadap N. gonorrhoeae terdiri atas : DNA
probe system (Accuprobe, Gen Probe, USA); deteksi asam nukleat tanpa
amplifikasi (NAAT) berupa PCR, LCR, TMA dll.
2.2.7. Komplikasi

1. Komplikasi lokal 28 :
a. Pada laki-laki : tysonitis, cystitis, vesikulitis, parauretritis,
cowperitis, deferenitis, littritis, prostatitis, epidydimitis, infertil.
b. Pada wanita : skenitis, bartholinitis, cystitis, salpingitis,
proctitis, PID, infertilitas.
2. Komplikasi ekstra genital : orofaringitis. Konjungtivitis. 28
3. Komplikasi disseminata : arthritis, myokarditis, endokarditis,
perikarditis, meningitis. 28

28
2.2.8. Tatalaksana
Tabel 1. Terapi Gonore

Pemilihan pengobatan untuk gonore juga melihat tingkat


sensitivitas dari antibiotik yang akan digunakan. Setiap daerah memiliki
tingkat sensitivitas antibiotik yang berbeda sehingga terapi yang digunakan
sebagai pilihan pertamapun berbeda.

29
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Lili Marlina

Tgl Lahir/Umur : 05 Juli 1998/ 22 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Rumah Tangga

Alamat : Lubuk Basung

Status : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Bangsa : Indonesia

Suku : Minang

Nama Ibu Kandung : Mariati

No. Telp : 085307520967

No. RM : 01.08.43.92

Tanggal Pemeriksaan : 07 Juli 2020

ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, berusia 22 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 07 Juli 2020 dengan:

Keluhan Utama

Kutil pada alat kelamin bagian luar yang terasa gatal yang bertambah semakin
banyak dan membesar sejak ± 1 bulan yang lalu.

30
Riwayat Penyakit Sekarang

• Awalnya ± 5 bulan yang lalu terdapat kutil 1 buah pada alat kelamin bagian
luar sebesar kepala jarum pentul pada bagian klitoris, kutil tersebut dirasakan
sedikit gatal, tidak nyeri, tidak berbau, tidak berdarah dan pasien sering
mencongkel kutil tersebut. Pasien tidak ada mengobati keluhan tersebut. Pada
saat itu pasien sedang hamil 7 bulan anak yang kedua.
• Kemudian ±1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kutilnya bertambah
semakin banyak dan membesar setelah pasien melahirkan anak kedua secara
SC atas indikasi panggul sempit. Terdapat beberapa kutil pada alat kelamin
bagian luarnya dengan berbagai ukuran, dengan ukuran kutil terkecil sebesar
biji jagung, terasa gatal, berdarah jika disentuh, tidak berbau dan berwarna
seperti daging. Pasien kemudian berobat ke RSUD Lubuk Basung dan pasien
dirujuk ke rumah sakit DR. M. Djamil Padang untuk penatalaksaan lebih
lanjut.
• Pasien mengeluhkan terdapatnya cairan berwarna putih susu dari lubang
kemaluan sejak 2 tahun yang lalu sewaktu pasien hamil anak yang pertama,
cairan keluar spontan dengan jumlah tidak terlalu banyak, konsistensi encer,
berbau, gatal, tidak nyeri dan tidak berdarah. Pasien sudah mengobati
keluhannya di Puskesmas Lubuk basung dan pasien lupa nama obat yang
diberikan.
• Kemudian, pasien mengeluhkan lagi terdapatnya cairan berwarna putih susu
dari lubang kemaluan sejak 1 tahun yang lalu, jumlah tidak banyak, konsistensi
encer, tidak nyeri, tidak gatal dan tidak berbau. Pasien tidak ada mengobati lagi
keluhannya.
• Nyeri saat BAK tidak ada, BAK berwarna kuning, tidak berdarah, tidak
berpasir dan tidak berbusa dengan frekuensi normal seperti biasa.
• Riwayat nyeri panggul disangkal.
• Riwayat menggunakan celana ketat tidak ada.
• Riwayat menggunakan cairan antiseptic khusus vagina tidak ada.

31
• Riwayat ganti celana dalam minimal 2 kali sehari ada.
• Keluhan keluar nanah bercampur darah dari kemaluan tidak ada.
• Pasien tidak mengalami demam dan tidak ada pembengkakan pada lipatan
paha.
• Pasien sudah menikah 2 tahun yang lalu dengan 1 orang suami, kontak seksual
dengan suami secara genital-genital, pernah menggunakan kondom sesekali
setelah melahirkan anak pertama, terakhir berhubungan dengan suami 2
minggu yang tanpa menggunakan pengaman.
• Riwayat kontak seksual terakhir kali dengan laki-laki selain suami tidak ada.
• Riwayat tukak/kutil kelamin pada suami tidak ada.
• Riwayat suami pasien memiliki keluhan yang sama tidak ada.
• Riwayat suami pasien memiliki pasangan seksual lain tidak ada.

Riwayat Penyakit dahulu

• Terdapatnya cairan berwarna putih susu dari lubang kemaluan sejak 2 tahun
yang lalu sewaktu pasien hamil anak pertama, cairan keluar spontan dengan
jumlah tidak terlalu banyak, konsistensi encer, berbau, gatal, tidak nyeri dan
tidak berdarah.
• Riwayat kutil di kelamin dan anus disangkal.

Riwayat Keluarga

• Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Riwayat Atopi

• Riwayat mata merah berair-air tidak ada.


• Riwayat asma tidak ada.
• Riwayat alergi serbuk bunga tidak ada.
• Riwayat bersin-bersin dan hidung berair tidak ada.
• Riwayat alergi obat ada waktu hamil anak yang kedua, namun pasien lupa
nama obatnya.

32
• Riwayat atopi pada keluarga tidak ada.

Riwayat Pengobatan

• Pasien sudah pernah mengobati keputihannya di Puskesmas Lubuk Basung


namun pasien lupa nama obatnya.
• Pasien belum ada riwayat pengobatan untuk keluhan kutil pada kelaminnya.

Riwayat pekerjaan, social, ekonomi, kejiawaan dan kebiasaan

• Pasien seorang ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai penghias
pelaminan, pasien tidak memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan, kebiasaan
merokok (-), alkohol (-), narkoba (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis kooperatif
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 92 kali/menit
- Nafas : 16 kali/menit
- Suhu : 36,5 C
- Tinggi Badan : 155 cm
- Berat Badan : 45 kg
- IMT : 18,75 kg/m2 → normoweight
- Status Gizi : Baik
- Kepala : Normochepal, tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva hiperemis (-), sekret (-) Sklera tidak
Ikterik
- Leher : JVP 5-0 cmH2O
- KGB : Tidak ada pembesaran KGB
- Pemeriksaan Thorak

33
Paru

Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri (statis)


Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri (dinamis)
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler, Rh-/- , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II Kanan: Linea parasternalis dekstra
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Extremitas : Akral hangat, perfusi baik, udem (-) dan CRT < 2detik.

Status Dermatologikus : tidak ditemukan kelainan

34
Foto Pasien

Status Venerologikus

INSPEKSI

- Pubis : edem (-), eritem (-), vesikel (-), ulkus (-), vegetasi (-)
- Vagina : edem (-), eritem (-), vesikel (-), ulkus (-), vegetasi (+)
35
ukuran 0,1×0,2×0,1 cm dan 0,3×0,2×0,2 cm, duh tubuh
(+), konsistensi encer warna putih, homogen.
- Vulva : edem (-), eritem (-), vesikel (-), ulkus (-), vegetasi (+)
ukuran Bervariasi.
- Perineum : edem (-), eritem (-), vesikel (-), vegetasi (-),ulkus (-)
- Perianal : edem (-), eritem (-), vesikel (-), ulkus (-), vegetasi (-)
Pemeriksaan acetowhite (+)
Ph Vagina = 5
PALPASI
KBG inguinal : Tidak terdapat pembesaran kgb inguinal medial.

RESUME

Seorang pasien perempuan usia 22 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan


Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama kutil pada alat
kelamin bagian luar yang terasa gatal yang bertambah semakin banyak dan
membesar sejak ± 1 bulan yang lalu.
Awalnya ± 5 bulan yang lalu terdapat kutil 1 buah pada alat kelamin
bagian luar sebesar kepala jarum pentul pada bagian klitoris, kutil tersebut
dirasakan sedikit gatal, tidak nyeri, tidak berbau, tidak berdarah dan pasien sering
mencongkel kutil tersebut. Pasien tidak ada mengobati keluhan tersebut. Pada saat
itu pasien sedang hamil 7 bulan anak kedua. Kemudian ±1 bulan yang lalu pasien
mengeluhkan kutilnya bertambah semakin banyak dan membesar setelah pasien
melahirkan anak kedua secara SC atas indikasi panggul sempit. Terdapat beberapa
kutil pada alat kelamin bagian luarnya dengan berbagai ukuran, dengan ukuran
kutil terkecil sebesar biji jagung, terasa gatal, berdarah jika disentuh, tidak berbau
dan berwarna seperti daging. Pasien kemudian berobat ke RSUD Lubuk Basung
dan pasien dirujuk ke rumah sakit DR. M. Djamil Padang untuk penatalaksaan
lebih lanjut.
Pasien mengeluhkan terdapatnya cairan berwarna putih susu dari lubang
kemaluan sejak 2 tahun yang lalu sewaktu pasien hamil anak pertama, cairan
36
keluar spontan dengan jumlah tidak terlalu banyak, konsistensi encer, berbau,
gatal, tidak nyeri dan tidak berdarah. Pasien sudah mengobati keluhannya di
Puskesmas Lubuk basung dan pasien lupa nama obat yang diberikan. Kemudian,
pasien mengeluhkan lagi terdapatnya cairan berwarna putih susu dari lubang
kemaluan sejak 1 tahun yang lalu, jumlah tidak banyak, konsistensi encer, tidak
nyeri, tidak gatal dan tidak berbau. Pasien tidak ada mengobati lagi keluhannya.
Pasien sudah menikah 2 tahun yang lalu dengan 1 orang suami, kontak
seksual dengan suami secara genital-genital, pernah menggunakan kondom
sesekali setelah melahirkan anak pertama, terakhir berhubungan dengan suami 2
minggu yang lalu tanpa menggunakan pengaman Riwayat kontak seksual terakhir
kali dengan laki-laki selain suami tidak ada. Riwayat tukak/kutil kelamin pada
suami tidak ada. Riwayat suami pasien memiliki keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat suami pasien memiliki pasangan seksual lain tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan vegetasi (+) ukuran 0,1×0,2×0,1 cm dan
0,3×0,2×0,2 cm, duh tubuh (+), konsistensi encer warna putih, homogen di
vagina. Pada vulva ditemukan vegetasi dengan ukuran bervariasi.
Dari keluhan yang dialami pasien, diagnosis kerja dari pasien ini adalah
kondiloma akuminata genital dan servisitis gonore akut non komplikata dengan
diagnosis banding bacterial vaginosis, fluor albus patologis, kandidiasis,
trikomoniasis dan servisitis non gonococcus. Sehingga diperlukan pemeriksaan
rutin seperti pemeriksaan gram, KOH, dan NaCL. Jika tidak ditemukan
diplokokus gram negatif pada pemeriksaan gram, maka dianjurkan untuk kultur
spesimen dengan media Thayer-Martin, untuk memastikan tidak adanya bakteri
N.gonorrhoeae.

Diagnosis Kerja
Kondiloma Akuminata Genital
Servisitis gonore akut non komplikata

Diagnosis Banding
Fluor albus patologis
37
Kandidiasis
Bacterial vaginosis
Servisitis non gonococcus
Trikomoniasis

Pemeriksaan Rutin

- Pemeriksaan Gram (30 Juni 2020) : Ditemukan sel ragi/yeast cell dalam jumlah
sedikit/sangat jarang dengan sel leukosit PMN 1-2 sel/LP.
- Pewarnaan NaCL (30 Juni 2020) : Tidak ditemukan bakteri Trophozoit
trichomonas vaginalis pada duh genital pasien ini yang diperiksa dengan
NaCL.
- Pewarnaan KOH: Ditemukan sel-sel ragi/yeast cell dengan pseudohypha pada
sediaan duh genital yang diperiksa secara KOH.

Pemeriksaan Anjuran :
Kultur pada media Thayer-Martin dan Agar coklat Mc Leod (30 Juni 2020) =
Neisseria Gonorhoe

PENATALAKSANAAN
Umum :

• Menjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya bisa menular melalui


hubungan seksual
• Mandi minimal 2 kali sehari menggunakan sabun.
• Handuk dicuci sekali seminggu, setelah pemakaian handuk dijemur.
• Pemakaian sabun mandi dipisahkan dengan keluarga atau menggunakan
sabun cair.
• Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoae yang ditularkan melalui kontak seksual.
• Anjurkan abstinensia/tidak boleh berhubungan seksual sampai dinyatakan
sembuh secara laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan
38
kondom.
• Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan berobat.
• Membawa pasangan ke dokter untuk pemeriksaan keluhan yang sama.
• Anjurkan Provider Initiated Testing and Counceling (PITC) terhadap infeksi
HIV ke poliklinik VCT.
Khusus :

- Penotolan TCA 80%


- Sefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal
- Flukonazole tab 1×150 mg

Prognosis

Quo ad sanam : bonam


Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmetikum : bonam
Quo ad functionam : bonam

39
RESEP

dr. Hatika Alma


Praktik Umum
SIP. No. 06/2020
Hari Praktik : Senin-Jumat
Jam Praktik : 16.00-18.00
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan No. 15
No Telp : (0751) 14765

R/ Sefiksim tab 200 mg No.II


S1dd tab II
R/ Flukonazole tab 150 mg No.I
S1dd tab I

Pro : Ny. LM
Usia : 22 Tahun
Alamat : Lubuk Basung

40
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien Ny. LM, perempuan, 22 tahun datang ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 07 Juli
2020 dengan keluhan kutil pada alat kelamin bagian luar yang terasa gatal yang
bertambah semakin banyak dan membesar sejak ± 1 bulan yang lalu. Dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
Dari anamnesis pasien mengeluhkan Awalnya ± 5 bulan yang lalu terdapat
kutil 1 buah pada alat kelamin bagian luar sebesar kepala jarum pentul pada
bagian klitoris, kutil tersebut dirasakan sedikit gatal, tidak nyeri, tidak berbau,
tidak berdarah dan pasien sering mencongkel kutil tersebut. Pasien tidak ada
mengobati keluhan tersebut. Pada saat itu pasien sedang hamil 7 bulan anak yang
kedua. Kemudian ±1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kutilnya bertambah
semakin banyak dan membesar setelah pasien melahirkan anak kedua secara SC
atas indikasi panggul sempit. Terdapat beberapa kutil pada alat kelamin bagian
luarnya dengan berbagai ukuran, dengan ukuran kutil terkecil sebesar biji jagung,
terasa gatal, berdarah jika disentuh, tidak berbau dan berwarna seperti daging.
Pasien kemudian berobat ke RSUD Lubuk Basung dan pasien dirujuk ke rumah
sakit DR. M. Djamil Padang untuk penatalaksaan lebih lanjut.
Selain itu, pasien mengeluhkan terdapatnya cairan berwarna putih susu
dari lubang kemaluan sejak 2 tahun yang lalu sewaktu pasien hamil anak
pertama, cairan keluar spontan dengan jumlah tidak terlalu banyak, konsistensi
encer, berbau, gatal, tidak nyeri dan tidak berdarah. Pasien sudah mengobati
keluhannya di Puskesmas Lubuk basung dan pasien lupa nama obat yang
diberikan. Kemudian, pasien mengeluhkan lagi terdapatnya cairan berwarna
putih susu dari lubang kemaluan sejak 1 tahun yang lalu, jumlah tidak banyak,
konsistensi encer, tidak nyeri, tidak gatal dan tidak berbau. Pasien tidak ada
mengobati lagi keluhannya. Duh yang keluar berasal dari sisa dari bakteri gonore
dan sel-sel inflamasi. Tidak terdapatnya perubahan frekuensi buang air kecil,

41
perubahan warna, dan tidak berdarah dapat mengenyampingkan adanya infeksi
saluran kencing.
Pasien sudah menikah 2 tahun yang lalu dengan 1 orang suami, kontak
seksual dengan suami secara genital-genital, pernah menggunakan kondom
sesekali setelah melahirkan anak pertama, terakhir berhubungan dengan suami 2
minggu yang lalu tanpa menggunakan pengaman. Riwayat kontak seksual
terakhir kali dengan laki-laki selain suami tidak ada. Riwayat tukak/kutil kelamin
pada suami tidak ada. Riwayat suami pasien memiliki keluhan yang sama tidak
ada. Riwayat suami pasien memiliki pasangan seksual lain tidak ada. Dari
anamnesis pasien tidak didapatkan adanya faktor resiko.
Dari pemeriksaan venerologi didapatkan adanya vagina duh tubuh
konsistensi encer warna putih, homogeny vegetasi ukuran 0,1×0,2×0,1 cm dan
0,3×0,2×0,2 cm. Vulva didapatkan vegetasi ukuran bervariasi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, dapat
diambil diagnosis kerja kondiloma akuminata genital dan servisitis gonore akut
non komplikata dengan diagnosis banding fluor albus patologis, bacterial
vaginosis, trikomoniasis, kandidiosis dan servisitis non gonococcus. Hal ini
dikarenakan secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau
non gonococcus. Sehingga diperlukan pemeriksaan rutin seperti pemeriksaan
gram, NaCL dan KOH untuk melihat adanya bakteri diplokokus gram negatif,
dan dapat ditambah dengan pemeriksaan kultur dengan media Thayer-Martin dan
agar coklat Mc Leod.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah edukasi dan terapi
farmakologis. Edukasi dapat dilakukan dengan menjelaskan tentang penyakit
bahwa penyakitnya bisa menular melalui hubungan seksual, handuk harus dicuci
sekali seminggu, setelah pemakaian handuk dijemur, pemakaian sabun mandi
dipisahkan dengan keluarga atau menggunakan sabun cair, anjurkan
abstinensia/tidak boleh berhubungan seksual sampai dinyatakan sembuh secara
laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom, lakukan

42
konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, pentingnya
keteraturan berobat. Pengobatan yang diberikan untuk pasien ini menurut
literatur adalah sefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal, fluconazole 1 × 150 mg dan
penotolan TCA 80%.
Prognosis pasien ini adalah quo ad sanam bonam, quo ad vitam bonam,
quo ad kosmetikum bonam, dan quo ad functionam bonam, selama pasien segera
diobati dan teratur dalam kontrol. Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah
salpingitis, bartholinitis dan vaginitis.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Gross G, Pfister H. Role of human papillomavirus in penile cancer, penile


intraepithelial squamous cell neoplasias and in genital warts. Med
Microbiol Immunol. 2004;193:35–44.
2. Lacey, CJN. Woodhall, SC. Wilkstrom, A. Ross J. 2011 European
guideline for the management of anogenital warts. Int Union Againts Sex
Transm Infect. 2011;1:1–20.
3. Juckett G, Hartman-adams H, Virginia W. Human papillomavirus:
Clinical manifestations and prevention. Am Fam Physician.
2010;82(10):1209–14.
4. H. Patel, Wagner M, Singhal P, Kothari S. Systematic review of the
incidence and prevalence of genital warts. BMC Infect Dis. 2013;13(1):39.
5. Nelwan S.R., Niode N.J., Kapantow M.G. Profil kondiloma akuminata di
Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof.DR. R.D. Kandou Manado
Periode Januari 2012- Desember 2012. Ejournal. 2014; 2(1): 1-7.
6. Daili, S.F dan Hanny Nilasari. Gonore; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2015. hal 443-9.
7. Departemen Kesehatan RI. Penatalaksanaan penyakit menular seksual
berdasarkan pendekata sindrom. Dalam: Daili SF, Makes WI, Zubir F, eds.
Pedoman penatalaksanaan penyakit menular seksual. Dirjen P2M dan
Depkes Jakarta; 1999. Hal: 8-12
8. Fadly, R. R., Endriani, R. dan Masadi, N. Identifikasi dan Uji Resistensi
Antibiotik Terhadap Neisseria gonorrhoeae pada Swab Vagina Pekerja
Seks Komersial Wanita (PSKW) Di Kawasan Jondul Kel. Rejosari kec.
Tenayan Raya Pekanbaru. Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2013.
9. WHO. Report on global sexually transmitted infection surveillance.
Geneva: World Health Organization; 2018.
10. KEMENKES RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2016.

44
11. Aprilianingrum F. Faktor risiko kondiloma akuminata pada pekerja seks
komersial [Tesis]. Universitas Diponegoro; 2006.
12. Yanofsky VR, Patel R V, Goldenberg G. Genital warts: a comprehensive
review. J Clin Aesthet Dermatol. 2012;5(6):25–36.
13. Jain S, Diwan A, Sardana S. Genital warts and human papillomavirus: An
update. Der Chem Sin. 2015;6(6):16–26.
14. Camargo C, Tasca K, Mendes M, Miot H, Souza L. Prevalence of
anogenital warts in men with HIV/AIDS and associated factors. Open
AIDS J. 2014;8:25–30.
15. Nurbudhi N. Prevalensi dan karakteristik pasien kondiloma akuminata di
RSUP Sanglah Denpasar periode Maret 2015 sampai dengan Maret 2016
[Skripsi]. Denpasar; 2016.
16. Indriatmi W. Epidemiologi infeksi menular seksual. Semarang; 2012.
17. Trottier H, Burchell N. Epidemiology of mucosal human papillomavirus
infection among adult and children. In: Broeck D Vanden, editor. Human
Papillomavirus and Related Diseases - From Bench to Bedside - Research
aspects. 1st ed. Rijeka: INTECH; 2009.291–307.
18. Lee SM, Park JS, Norwitz ER, Koo JN, Oh IH, Park JW, et al. Risk of
vertical transmission of human papillomavirus throughout pregnancy: A
prospective study. PLoS One. 2013;8(6):4–9.
19. Hebner CM, Laimins LA. Human papillomaviruses: basic mechanisms of
pathogenesis and oncogenicity. RevMedVirol. 2006;16(1052–9276):83–
97.
20. Panggabean F, Hapsari Y, Pudjiati S. Pengembangan terakhir pengobatan
kutil anogenital. Period Dermatology Venereol. 2008;20(3):235–42.
21. Brendle SA, Bywaters SM, Christensen ND. Pathogenesis of Infection by
Human Papillomavirus. 2014;45(1872):47–57.
22. Dhumale SB, Sharma S, Gulbake A. Ano-genital warts and HIV status– a
clinical study. J Clin Diagnostic Res. 2017;11(1):3–4.

45
23. Ambardaker N. HPV infection in men [Internet]. WebMD. 2017.
Available from: https://www.webmd.com/sexual-conditions/hpv-genital-
warts/hpv-virus-men#1 - Diakses 7 Juli 2020.
24. Marfatia Y, Dixit R, Bhavsar C. Laboratory diagnosis of human
papillomavirus virus infection in female genital tract. Indian J Sex Transm
Dis AIDS. 2011;32(1):50–2.
25. Menaldi SLSW, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.
26. Narsinghani PA, Patel D, Marfatia Y. 2016. Treatment of genital wart.
Indian J Sex Transm Dis AIDS. 2016; 37(1):101-4
27. Yanofsky VR, Patel RV, Goldenberg G. Human papillomavirus genotype
as a major determinant of the course of cervical cancer. J. Clin. Oncol. The
Journal of clinical and aesthetic dermatology. 2012; 5(6):25–36.
28. Aditama, T.Y. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Infeksi Menular
Seksual. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
29. Jawetz, Melnick, dan Adelbergs. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
Pertama. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. hal 419-431.
30. Murtiastutik D. 2008. Gonore pada wanita. Dalam infeksi menular
seksual. Barakah J, Lumintang H, Martodiharjo S, ed. Surabaya; Airlangga
University press, edisi I. Hal: 608-26
31. Stary A. 2003.Sexually nansmitted disease. Dalam; Bolognia IL, Jorizzo
JL, Rapini RP. Eds. Dermatology. London ; Elsevier Limited, hal: l27l-94.

46

Anda mungkin juga menyukai