Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT TRICHOMONIASIS IN A POSTMENOPAUSAL WOMAN CURED AFTER DISCONTINUATION OF ESTROGEN REPLACEMENT THERAPY

Disusun Oleh : KELOMPOK 7 Sri Umi Ati Arga Ilyasa K Retno Wilis M Qory Ulfiyah R Anindita HP Yudith Alfa P Ardhi Oemar A. Eska Perdini S. Prasetyo Tri K. Hilda Novyana K1A005050 K1A005051 K1A005052 K1A005053 K1A005054 K1A005055 K1A005056 K1A005066 K1A005035 K1A005042

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2008

Abstract Latar Belakang : Data epidemiologi dan eksperimental menunjukkan bahwa estrogen mempunyai efek terhadap Trichomonas Vaginalis(1). Kasus : Seorang wanita post menopaus dengan alergi metronidazole yang telah mengalami perawatan trichomoniasis vagina yang dihubungkan dengan diskontinuitas terapi penggantian estrogen(1). Kesimpulan : Manipulasi hormonal telah dipelajari untuk penanganan terhadap wanita dengan trichomoniasis yang mana alergi terhadap metronidazol atau yang mengalami infeksi strain trichomoniasis vaginalis yang resisten terhadap metronidazole(1). Kita menunjukkan sebuah kasus dimana seorang wanita post menopaus dengan alergi metronidazol yang telah menjalani perawatan trichomoniasis yang dihubungkan dengan penghentian terapi penggantian estrogen. Metronidazol masih peka terhadap isolate trichomonas vaginalis secara in vitro. Ini merupakan kasus infeksi trichomonas vaginalis pertama yang dilaporkan dengan

diskontinuitas dari terapi estrogen(1). Trichomonas Vaginalis adalah genital pathogen yang paling sering menyerang wanita premenopause. Insidensi yang tinggi terdapat pada wanita dengan pasangan seksual lebih dari satu dan penyakit menular seksual lainnya. Trichomoniasis juga dilaporkan pada wanita postmenopause. Obat pilihan (drug of choice) untuk mengobati infeksi trichomanal adalah metronidazole. Sediaan terapi menggunakan metronidazole 500 mg oral dua kali sehari dalam 7 hari atau metronidazole 2 g oral dosis tunggal, dengan angka kesembuhan mencapai 90%. Resistansi terhadap metronidazole jarang terjadi. Pasien pengguna metronidazole

mungkin mengeluhkanmual, muntah dan rasa metalik. Toksisitas terhadap SSP juga pernah dilaporkan. Reaksi Hipersensitivitas terhadap metronidazole jarang dilaporkan. Meskipun demikian, efek dermatologic dari obat ini telah diterangkan pada literature(1). Laporan Kasus Pasien adalah seorang wanita tua berusia 55 tahun. Dari keterangan riwayat pengobatan terdahulu diketahui bahwa pasien pernah melakukan 3 kali pemeriksaan vagina normal pada tahun 1970-an dan riwayat operasi ligasi tuba tahun 1986. pasien telah mengalami masa menopause dan saat ini sedang menjalani terapi sulih hormon dengan menggunakan esterogen equin konjugasi 0,625 mg per hari (1-25 hari tiap bulan) dan megoxyprogesterone 5 mg per hari (13-25 hari tiap bulan) selama kurang lebih 2 tahun(1). Pada bulan april tahun 1994 pasien mulai mengeluhkan rasa tidak nyaman pada vulva vaginanya disertai dengan keluarnya secret yang abnormal. Pasien didiagnosis trichomoniasis oleh dokter ahli ginekologi melalui pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan sampel dari sekret vaginannya. Dokter memberikan resep generik metronidazole per oral dengan dosis 500 mg 3 kali sehari selama 7 hari. Pasien merasa gejala yang dialaminya berangsur-angsur membaik selama menjalani masa pengobatan namun, ketika masa pengobatan berakhir gejala tersebut kambuh kembali. Pada hari ke-3 dan ke-4 masa

pengobatan pasien mulai mengeluhkan timbulnya erupsi yang terdapat di permukaan tepi kaki kanannya dan ekzema yang terdapat pada tangan kanannya yang sudah berjalan selama kurang lebih 3 minggu. Kemudian memasuki hari ke5 masa pengobatan pasien mendapatkan terapi metronidazole 0,75% sediaan

vaginal gel untuk menggantikan terapi sebelumnya dengan menggunakan metronidazole 500 mg per oral. Tiap-tiap pengobatan yang telah diberikan dihubungkan dihubungkan dengan timbulnya gejala yang dialami pasien. Tidak didapatkan reaksi alergi pada saat penggunaan metronidazole sediaan vaginal gel(1). Dia mempunyai satu orang teman seksual selama 6 tahun lebih. Teman seksualnya tidak mengalami gejala-gejala. Teman laki2nya diobati dengan metronidazol oral selama 1 minggu pada Mei 1994. Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan teman laki-lakinya atau dengan yang lainnya sejak onset gejalanya pada April 1994(1). Ketika diperiksa pada tanggal 8 September 1994 dan pada 22 September 1994, terdapat cairan vagina yang purulen. Pada vagina dan mukosa serviks terdapat area yang hiperemi. Organisme T. Vaginalis tampak pada suspensi dari sekret vaginal dalam 0.9 % salin pada pemeriksaan dengan mikroskop. Pada kultur vagina dalam medium Diamonds yang dimodifikasi juga terdapat T. Vaginalis. Isolat tersebut diperiksa oleh Dr. Jonathan Zenilman di The Johns Hopkins Hospital di Baltimore, Maryland, dengan metode dari Muller dkk dan menemukan bahwa bakteri tersebut rentan terhadap metronidazol(1). Oleh karena adanya reaksi alergi terhadap metronidazole yang timbul karena Ige yang termediasi, kami memutuskan untuk mengopname pasien dan pemberian metronidazole di bawah pengawasan yang ketat setelah premedikasi dengan prednisone dan hydroxyzine. Pengobatan telah tertunda selama 2 bulan untuk mengatur jadwal dari pasien dan dokter(1).

Pada pertengahan Oktober 1994, pasien berhenti menggunakan terapi pengganti hormon estrogen pasien dan progesterone. Pada akhir Oktober 1994, dia diberikan trimethoprin - sulfamethoxazole, yang merupakan tablet efek ganda dengan dosis dua kali sehari selama 7 hari dikarenakan terdapatnya gejala pada urinary. Pada awal November 1994, gejala pasien telah berkurang(1). Pemeriksaan pada bulan November dan desember 1994 ditemukan adanya eritema pada mukosa vestibular. Secret vagina tampak normal, pH vagina kurang dari 4,5. pada sedian basah vagina ditemukan banyak leukosit pada sel epitel vagina. Trichomonas tidak ditemukan ketika suspensi secret vagina diperiksa secara mikroskopik. Kultur secret vagina dan sediment urin dari setiap visite follow up, dalam modified Diamonds medium (Ramel, Lexena, Kansas), hasilnya Trichomonas vaginalis negative. Modified Diamonds medium adalah pemeriksaan pemeriksaan mikroskopik Trichomonas motil setiap 2-3 hari setiap minggu. Pada saat itu pasien disarankan untuk meresume kontak seksual dengan pasangannya setelah mendapat pengobatan oral metronidazole selama 7 hari. Tidak ada gejala tricomoniasis yang dirasakan oleh pasangannya(1).

DISKUSI Terlihat dalam perawatan trichomoniasis terjadi discontinuitas terapi sulih estrogen pada pasien ini. Pasien juga mendapat terapi trimethoprimsulfamethoxazole, tetapi obat ini tidak memiliki efek apapun terhadap T. vaginalis secara in vitro(1) Peran estrogen pada patogenesis infeksi T. vaginalis telah menjadi subyek penelitian dan penyelidikan di klini maupun di laboratorium. Terdapat

peningkatan kejadian trichomoniasis selama kehamilan, hal ini dipercaya akibat peningkatan estrogen yang dapat meningkatkan kepekaan terhadap T. vaginalis dan dapat menimbukan simptom. T. vaginalis mempunyai androgen spesifik dan reseptor estrogen, sehingga dipercaya bahwa hormon steroid dapat secara langsung mempengaruhi organism ini. Pada binatang, estrogenation diperlukan untuk infeksi T. vaginalis. Pada wanita peningkatan hormon estrogen juga

diperlukan untuk infeksi T. vaginalis. Stein and Cope menemukan peningkatan pertumbuhan T. vaginalis secara in vitro dengan penambahan estradiol. Dengan cara yang sama, Martinotti dan Savoia menentukan bahwa -estradiol dapat meningkatkan pertumbuhan T. Vaginalis(1).

PEMBAHASAN Trichomonas vaginalis Pendahuluan Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogen yang umumnya ditemukan pada saluran genitourinaria manusia. Penularan biasanya melalui hubungan kelamin; organisme ini dapat menyebabkan vaginitis pada wanita dan uretritis non gonore pada pria. Pada tahun 1836 Donne menemukan Trichomonas vaginalis pada duh tubuh vagina yang segar. Beberapa peneliti selama 30 tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa Trichomonas vaginalis merupakan patogen urogenital penting yang dapat menular secara seksual. Azomycin (2 nitroimidazol) yang ditemukan oleh Nakamura (1955), mempunyai efek trikomoniasida, sehingga disintesis secara kimia. Salah satunya adalah 1-hydroxyethyl-2-methyl-5 nitroimidazol, sekarang dikenal sebagai metronidazol, diketahui memiliki aktivitas tinggi secara in vitro terhadap Trichomonas vaginalis. Metronidazol mempunyai spektrum yang luas terhadap protozoa dan sebagai antimikroba. Sejak tahun 1958, metronidazol sudah dikenal di seluruh dunia sebagai kemoterapi untuk Trichomonas vaginalis (2) Baru-baru ini dilaporkan beberapa kasus kegagalan pengobatan ulang dengan metronidazol yang menandakan adanya strain dengan resistensi tinggi. Kurangnya pengobatan alternatif untuk infeksi Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap metronidazol menyebabkan peningkatan dosis dan usaha untuk lebih mengetahui farmakodinamik pada penggunaan nitroimidazol. Peningkatan risiko terkena trikomoniasis terdapat pada individu yang mempunyai pasangan seksual yang banyak, higiene yang buruk dan sosial ekonomi yang rendah(2).

Epidemiologi Prevalensi Trichomonas vaginalis sebesar 5-10% pada populasi umum wanita, 50-60% pada wanita penghuni penjara dan pekerja seks komersial. Pada wanita yang mempunyai keluhan pada vagina, prevalensi Trichomonas vaginalis antara 18-50%; dan pada 30-50% wanita dengan gonore juga ditemukan infeksi Trichomonas vaginalis. Prevalensi infeksi Trichomonas vaginalis pada pria yang mengunjungi klinik penyakit menular seksual sebanyak 6%. Infeksi Trichomonas vaginalis pada pria selalu dihubungkan dengan uretritis non gonore, dengan prevalensi antara 1-68%. Pada skrining serologis yang dilakukan pada orangorang yang terlihat sehat di rumah sakit, diperkirakan sebanyak dari seluruh wanita mengidap agen ini selama masa aktif seksualnya. Trichomonas vaginalis ditemukan pada lebih dari 30% saluran urogenital pria yang pasangan wanitanya terinfeksi Trichomonas vaginalis. Di Eropa Timur infeksi Trichomonas vaginalis sekurang kurangnya 25% ditemukan pada kasus uretritis non gonore. Di Zimbabwe 5,5% infeksi Trichomonas vaginalis terjadi pada pria dan 10-50% infeksi Trichomonas vaginalis pada wanita bersifat asimtomatik. Di Lods, Polandia, pada pemeriksaan urin penderita pria dengan usia 18-60 tahun ditemukan 1,74% terinfeksi Trichomonas vaginalis sedangkan pada wanita usia 18-60 tahun ditemukan 10,67%. Di Inggris Barat, 5,3% wanita yang datang ke klinik ginekologi terinfeksi Trichomonas vaginalis dan 21,3% penderita yang datang ke bagian penyakit menular seksual mengandung organisme ini. Di Amerika, pada 465 pekerja asuransi didapatkan 6,3% wanita yang menikah dari 1,4% wanita tidak menikah mengidap Trichomonas vaginalis. Sebagian besar pekerja seks komersial atau pengguna obat (70%) mem-punyai Trichomonas

vaginalis. Pada wanita kulit hitam diperkirakan 2-8 kali lebih banyak ditemukan Trichomonas vaginalis dibandingkan wanita kulit putih. Infeksi paling sering terjadi pada dekade II dan III, tetapi dapat terjadi pada setiap umur dan pernah dilaporkan hampir 17% bayi usia 1 hari 11 bulan telah terinfeksi Trichomonas vaginalis (2). Definisi Trikomoniasis adalah suatu penyakit menular seksual pada vagina atau uretra yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. (3) Etiologi Trikomonas adalah suatu organisme eukaryotik yang termasuk kelompok mastigophora, mempunyai flagel, dengan ordo trichomonadida. Terdapat lebih dari 100 spesies, sebagian besar trichomonas merupakan organisme komensal pada usus mamalia dan burung. Terdapat 3 spesies yang sering ditemukan pada manusia yaitu Trichomonas vaginalis yang merupakan parasit pada saluran genitourianaria, Trichomonas tenax dan Pentatrichomonas hominis merupa-kan trichomonas non patogen yang ditemukan di rongga mulut untuk Trichomonas tenax dan usus besar untuk Pentatrichomonas hominis. Organisme ini berbentuk oval atau fusiformi, atau seperti buah pir dengan panjang rata-rata 15 mm dengan tanda khas selalu berpindah tempat. Intinya terletak anterior, antara inti dan permukaan ujung yang lebih luas terdapat 1 atau lebih struktur yang membulat yang disebut blepharoplasts dan dari tempat inilah keluar keempat flagel. Flagel kelima berbentuk membran bergelombang yang berasal dari kompleks kinetosomal dan terbentang sepanjang setengah dari organisme ini. (3)

Pergerakannya dengan kedutan yang didorong oleh keempat flagel anterior, kecepatan dan aktivitas hentakannya yang khas menyebabkan organisme ini mudah diidentifikasi pada sediaan segar. Trichomonas vaginalis tumbuh di lingkungan yang basah dengan suhu 35-37 C dengan pH antara 4,9-7,5. Trichomonas vaginalis tidak menyerang jaringan di sebelah bawah dinding vagina, ia hanya ada di rongga vagina; sangat jarang ditemui di tempat lain. Lingkungan vagina sangat disukai oleh organisme ini. Trichomonas vaginalis dapat menimbulkan reaksi radang pada rongga vagina yang didominasi oleh sel lekosit polymorphonuclear (PMN). Trichomonas vaginalis dan ekstraknya dapat merangsang kemotaktik sel lekosit PMN, yang mungkin mempengaruhi perkembangan gejalanya. Mekanisme lengkap penghancuran sel epitel vagina yang diserang oleh Trichomonas vaginalis belum diketahui dengan pasti. Terdapat 3 kemungkinan untuk timbulnya spektrum klinis yang luas pada penyakit ini: (3) 1. Terdapat variasi virulensi intrinsik di antara strain trichomonas yang berbeda. 2. Perbedaan kerentanan epitel vagina di antara penderita dan juga pada penderita yang sama pada waktu yang lama. 3. Terdapat perbedaan lingkungan mikro vagina yang mempengaruhi gejala klinisnya. (3) Pria yang mengandung Trichomonas vaginalis sebagian besar

asimtomatik dan respon radang pada uretra pria biasanya tidak ditemukan. Hal ini berhubungan dengan epitel kuboid pada uretra. Trichomonas vaginalis dapat menginfeksi epitel skuamosa pada vagina tetapi hanya yang rentan saja. Cara menghilangkan Trichomonas vaginalis dari saluran urogenital pria belum

diketahui pasti, tetapi mungkin organisme hilang secara mekanik pada waktu buang air kecil dan adanya seng di dalam cairan normal prostat dapat dengan cepat membunuh trichomonas(3) Penularan Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual.. Trichomonas vaginalis dapat hidup pada obyek yang basah selama 45 menit pada kloset duduk, kain lap pencuci badan, baju, air mandi dan cairan tubuh. Penularan perinatal terjadi kira-kira 5% dari ibu yang terinfeksi tetapi biasanya sembuh sendiri dengan metabolisme yang progresif dari hormon ibu. Infeksi Trichomonas vaginalis mempunyai masa inkubasi 4-21 hari. (3)

Gejala klinis Pada wanita Vaginitis Adanya duh tubuh vagina yang encer berwarna kuning kehijauan dan purulen merupakan gambaran yang karakteristik untuk vaginitis trichomonal. Bau vagina yang abnormal, pruritus, vulva yang kemerahan dan membengkak, petechiae pungtata pada serviks (strawberry cervix). Lebih dari setengah wanita yang terinfeksi mempunyai gejala klinis, difus, ekskoriasi pada bagian dalam paha. Penderita mungkin juga mengeluh disparenia dan pada waktu pemasangan spekulum terasa sakit serta edema vestibulum dan labia minor mungkin ditemukan.(3)

Uretritis Kira-kira setengah kasus vaginitis trikomonalis juga mengenai uretra. Keadaan ini mungkin asimtomatik atau menyebabkan disuria. (3) Skenitis dan bartolinitis Skenitis dan bartolinitis dengan pembentukan abses mungkin

berhubungan dengan trikomoniasis dan kadang-kadang Trichomonas vaginalis dapat diisolasi dari sekreti organ ini, infeksi kedua kelenjar ini sangat jarang terjadi. (3) Pada pria Penemuan secara langsung Trichomonas vaginalis dengan menggunakan mikroskop sukar pada genitalia pria atau sampel urin. Sebagian besar pria yang terinfeksi tidak mempunyai gejala. Bila bergejala kebanyakan berupa duh tubuh uretra yang seperti susu dan sakit bila buang air kecil sehingga memberikan gejala sebagai uretritis non gonore. Diagnosis dibuat dengan menemukan organisme ini pada duh (3) LABORATORIUM Pemeriksaan mikroskop secara langsung Dengan sediaan basah dapat ditemukan protozoa dengan 4-5 flagel dan ukuran 10-20 m yang motil. Pada wanita metode ini mempunyai sensitifitas 5070% dan spesimen harus diambil dari vagina karena agen penyebab hanya menyerang epitel skuamosa. Pada pria cara penemuan Trichomonas vaginalis tidak selalu berhasil dan Trichomonas vaginalis dapat dideteksi dengan menggunakan sedimen urin. (3)

Cara lain menggunakan pewarnaan Gram, Giemsa, Papanicolaou, Periodic acid schiff, Acridine orange, Fluorescein, Neutral red dan

Imunoperoxidase. (3) Kultur Teknik kultur menggunakan berbagai cairan dan media semi solid yang merupakan baku emas untuk diagnosis. Biasanya dengan menggunakan medium Feinberg-Whittington memberikan hasil yang dapat dipercaya. Teknik kultur ini mempunyai sensitifitas kira-kira 97%.(3) Metode serologi Beberapa studi mengatakan bahwa uji serologis kurang sensitif daripada kultur atau pemeriksaan sediaan basah. Pada metode serologi ini dapat digunakan teknik ELISA, tes latex agglutination yang menggunakan antibodi poliklonal. Antigen detection immunoassay yang menggunakan antibodi monoklonal dan nucleic acid base test. (3)

DIAGNOSIS Diagnosis trikomoniasis masih merupakan suatu masalah, sebab gambaran klinis trikomoniasis tidak dapat dipercaya sebagai petunjuk diagnosis, karena kurang sensitif dan spesifik. Diagnosis efektif trikomoniasis tergantung pada identifikasi organismenya. Spesimen dari uretra jarang digunakan bila dibandingkan yang berasal dari vagina. (3) Diagnosis pasti trikomoniasis dapat ditegakkan dengan adanya protozoa berflagel yang terlihat dari pemeriksaan sediaan basah, smears, atau media kultur. (3) Papanicolaou (Pap)

PENGOBATAN Pengobatan trikomoniasis vagina tidaklah semudah hubungan langsung antara kerentanan organisme terhadap metronidazol dengan dosis obat, tetapi mungkin tergantung pada interaksi kompleks beberapa faktor yang meliputi: kerentanan obat terhadap trichomonas, kadar obat setempat, potensial redoks intravagina (yang mungkin mengatur jumlah obat yang diambil oleh parasit) dan mikroflora vagina yang menyertainya (yang mungkin mengurangi jumlah obat setempat). Metronidazol masih tetapi sebagai obat pilihan untuk trikomoniasis pada wanita dan pria. Tidak ada pengobatan alternatif yang efektif selain metronidazol. Metronidazol bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA pada Trichomonas vaginalis dan menyebabkan degradasi DNA yang berakibat putusnya untaian DNA dan tidak stabil-nya helix, dengan cara mereduksi ferredixin-depleted extract pada Trichomonas vaginalis melalui pyrovat ferredoxin oxidoreductase dan diduga hasil reduksi ini yang bertanggung jawab pada kematian sel. Metronidazol hampir sempurna diserap melalui usus, berpenetrasi dengan baik kedalam jaringan dan cairan tubuh (vagina, semen, saliva dan ASI) serta diekskresi sebagian besar melalui urin.(4) Rejimen yang dianjurkan Metronidazol 2 g dosis tunggal, peroral. Pengobatan ini sangat efektif dengan angka keberhasilan antara 82-90%. Pengobatan juga diberikan kepada pasangan seksualnya dengan rejimen yang sama. Jika pasangan seksualnya diobati bersama-sama maka angka kesembuhan melebihi 95%. Angka reinfeksi 16-25% terjadi jika pasangan seksualnya tidak diobati. Penderita dan pasangan seksualnya dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual hingga dinyatakan sembuh .(4)

Rejimen alternatif Metronidazol 500 mg, 2 kali sehari selama 7 hari. Rejimen ini dianjurkan untuk penderita yang tidak sembuh dengan pengobatan dosis tunggal. Metronidazol 2 g dosis tunggal selama 3-5 hari. Dianjurkan untuk penderita yang gagal dengan pengobatan ulangan. Rejimen metronidazol multidosis selama 7 hari sangat efektif untuk penderita pria.(4) Metronidazol 250 mg, 3 kali sehari selama 7 hari. Di Amerika Serikat digunakan selama 10 hari. Metronidazol 1 g, 2 kali sehari selama 1-2 hari. Fenobarbital dan kortikosteroid akan menurunkan kadar metronidazol plasmadan akan menurunkan aktifitas metronidazol terhadap Trichomonas vaginalis, sedangkan cimetidine akan menaikan kadar metronidazol plasma.(4) Kasus yang resisten secara klinis dapat diobati dengan dosis 2-4 g metronidazol selama 3-14 hari atau metronidazol 2 g peroral setiap hari disertai 500 mg yang diberikan intravagina. (4) Hubungan antara sensitifitas Trichomonas vaginalis in vitro dengan respon klinis terhadap kemoterapi mungkin lebih ditentukan oleh kadar yang dicapai pada jaringan dinding vagina daripada kadar dalam duh tubuh vagina, karena metronidazol hanya sedikit terdapat di dalam duh tubuh vagina. .(4) Infeksi pada neonatus biasanya akan hilang secara spontan dalam beberapa minggu. Jika gejala menetap hingga 4 minggu setelah lahir, maka bayi harus diberi metronidazol dengan dosis 5 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 5 hari peroral. Kegagalan pengobatan infeksi Trichomonas vaginalis oleh karena dosis yang tidak sama, kelainan penyerapan obat pada usus atau adanya inaktivasi oleh flora vagina, dan terjadinya reinfeksi.(4)

Efek samping Beberapa penderita mengeluh tidak enak atau rasa seperti logam. Nausea terjadi pada sekitar 10% pada penderita yang menggunakan dosis 2 g. Beberapa penderita lainnya mengalami efek yang menyerupai disulfiram (antabuse) berupa muntah, gangguan abdomen, sakit kepala.(4) nausea dan kemerahan pada kulit setelah meminum alkohol selama pengobatan. Data pada binatang, diduga terdapat hubungan antara metronidazol dengan peningkatan karsinogenesis, sedangkan pada studi epidemiologi retrospektif memperlihatkan bahwa metronidazol yang diberikan pada orang dewasa dengan dosis standar tidak meningkatkan angka kejadian kanker.(4) Parestesia dan hiperalgesia terjadi pada penderita yang mendapat metronidazol 5 g/hari selama 14 hari, mulut kering, diare dan gangguan abdomen kadang-kadang ditemukan. Dizziness, vertigo juga ditemukan dan sangat jarang encephalopathy, kejang, gangguan koordinasi dan ataksia. Warna urin yang gelap, stomatitis, lekopenia yang reversibel dan neuropati perifer yang ringan dan cepat menghilang, urtikaria, flushing, pruritus, disemia, sistitis dan terasa ada penekanan pada pelviks juga pernah di-laporkan. .(4) Kontra indikasi Hipersensitifitas. Hamil muda. Alkoholisme kronis.

Pengobatan topikal Pengobatan topikal merupakan pengobatan cadangan pada keadaan nitroimidazol sistemik merupakan kontra indikasi. Klotrimazol, dosis 100 mg intravagina selama 6 hari .(4) dilaporkan dapat menyembuhkan 48-66% penderita yang ditentukan dengan kultur. Pengobatan ini dipakai untuk kehamilan trimester

pertamaNonoxynol mempunyai aktifitas anti trichomonas dan dilaporkan 1 kasus terbukti efektif sebagai pengobatan topikal terhadap strain Trichomonas vaginalis dengan resistensi tinggi terhadap metronidazol Povidon iodine douche terbukti dapat digunakan untuk pengobatan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap metronidazol. Pengobatan ini harus dihindari pada kehamilan, karena peningkatan kadar serum iodine dapat menekan perkembangan tiroid fetus .(4) Pengobatan lainnya Nimorazol dilaporkan sama efektifnya dengan metronidazol dan diberikan dengan dosis 3 x 250 mg/hari, peroral selama 7 hari., dapat pula diberikan 2 g dosis tunggal atau 2 x 1 g dalam waktu 24 jam, angka keberhasilannya 80-90%. Beberapa turunan nitroimidazol lainnya yaitu tinidazol, ornidazol, carnidazol dan secnidazol semua memberikan hasil yang baik dengan dosis tunggal 2 g peroral dan ornidazol juga efektif dengan dosis tunggal 1,5 g. Vaksinasi untuk imunisasi aktif terhdap trikomoniasis sudah dipasarkan di Eropa. Vaksin ini berisi aberrant lactobacilli yang mati, diisolasi dari wanita dengan trikomoniasis.(4)

Farmakodinamika dan Farmakokinetika Metronidazol Ialah 1--hidroksi-etil)-2-metil-5-metroinmidazol yang berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Selain memliki efek trikomoniasid, mitronidazol juga berefek amubisid dan efektif terhadap giardia lambia.(4) Farmakologi Metronidzol memperlihatkan efek trikomoniasid secara langsung. Pada biakan Trikomonas vaginalis, kadar metronidazol 2,5 g/ml dapat menghancurkan 99% parasit dalam waktu 24 jam.(4) Farmakokinetik Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian metronidazol dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 m/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, rata-rata diperlukan konsentrasi tudak lebih dari 8 m/ml. Waktu paruh berkisar antara 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Hal ini karena absorpsi yang buruk atau karena metbolisme yang telalu cepat. Obat ini disekresi melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukoronidasi. Urin mungkin berwarna gelap karena mengandung pigmen yang larut air. Metronidazol juga dieksresi melalui air liur, air susu, cairan semen dan cairan vagina dalam kadar yang rendah.(4)

Efek samping dan kontraindikasi Efek samping yang memerlukan penghentian pengobatan jarang terjadi. Efek samping yang sering dikeluhkan ialah sakit kepala, mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Lidah berselaput, glossitis dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan dan ini mungkin berkaitan dengan moniliasis. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, parestesia pada ektremitas, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut vagina dan vulva.(4) Metronidazol merupakan suatu nitroimidazol, sehingga ada kemungkinan dapat menimbulkan gangguan darah. Walaupun sampai saat ini belum dilaporkan adanya gangguan darah yang berat, pemberian metronidazol lebih dari 7 hari hendaknya disertai dengan pemeriksaan leukosit secara berkala, terutama pada penderita dengan usia muda atau penderita dengan daya imun rendah. Neutropeni dapat terjadi pada pengobatan dan akan kembali normal setelah pengobatan dihentikan. Pada penderita dengan riwayat penyakit darah atau gangguan SSP, pemberian ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan gangguan saraf pusat maka pemakaian obat harus dihentikan. Metronidazol selama ini tidak memiliki efek tertogenik dan dapat diberikan pada berbagai usia kehamilan. Namun dianjurkan untuk tidak menggunakan pada kehamilan trimester pertama sampai diperoleh data keamanan yang lebih lengkap. Efek serupa disulfiram dilaporkan terjadi pada penderita yang minum alkohol dan mendapat metronidazol, namun metronidazol tidak diindikasikan untuk terapi alkoholisme. Dosis metronidazol harus dikurangi pada pasien dengan penyakit obstruksi hati yang berat, sirosis hepatis dan gangguan ginjal yang berat.(4)

Indikasi Metronodazol terutama digunakan untuk trikomonasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazol efeknya lebih jelas pada jaringan, sebab sebagian besar metronidazolm mengalami penyerapan di usus halus. Kaerena itu pemberian metronidazol sebagai obat tunggal pada trikomoniasis intestinal sering disertai dengan relaps yang cukup tinggi. (4) Sediaan dan posologi Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg; suspensi 125 mg/5 ml dan tablet vagina 500 mg. untuk trikomoniasis pada wanita dianjurkan 3 kali 250 mg/hari selama 7-10 hari; bila perlu pengobatan ulang baru boleh diberikan dengan selang waktu 4-6 minggu. Pada waktu terapi ulang pemeriksaan jumlah leukosit sebelum, selama dan sesudah pengobatan. Tablet vaginal sehari sekali dapat diberikan bersama-sama dengan tablet oral 3 x 250 mg selama 7-10 hari. Hasil yang tidak memuaskan merupakan petunjuk perlunya dilakukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan fokus yang terdapat di kelenjar

serviks atau dalam kelenjar Skene dan Bartolini. Kegagalan pengobatan juga dapat terjadi bila terjadi reinfeksi dari pasangannya. Dalam hal ini, pihak laki-laki harus diobati dengan metronidazol 3 kali 250 mg/ hari selama 7 hari dalam waktu bersamaan untuk penderita yang toleran dapat diberikan pengobatan sehari saja dengan dosis tunggal 2 gram atau 2 kali 1 g sehari. .(4)

Terapi pengganti hormon estrogen dan progesterone Baik estrogen maupun progesteron adalah hormon wanita. Estrogen merupakan hormon steroid kelamin karena memiliki struktur kimia berintikan steroid dan secara fisiologik sebagian besar diproduksi oleh kelenjar endokrin sistem reproduksi.(4) Berdasarkan struktur kimia, estrogen yang digunakan dalam terapi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: Zat steroida: Estradiol, Estron dan Estriol, derivat sintetisnya Etiestradiol, Mestranol dan Epimestrol. Zat non-steroida: Dietilstilbestrol, Dienestrol dan Fosfestrol.

Beberapa indikasi dari estrogen, antara lain: 1. Kontrasepsi. Estrogen sintetik paling banyak digunakan untuk kontrasepsi oral dalam kombinasi dengan progestin. 2. Menopause. Pada usia sekitar 45 tahun umumnya fungsi ovarium menurun. Terapi pengganti estrogen dapat mengatasi keluhan akibat gangguan vasomotor, antara lain hot flushes, vaginitis atropikans dan mencegah osteoporosis. 3. Vaginitis Senilis atau Atropikans. Radang pada vagina ini sering berhubungan dengan adanya infeksi kronik pada jaringan yang mengalami atrofi. Dalam hal ini, estrogen lebih berperan untuk mencegah daripada mengobati. 4. Osteoporosis. Keadaan ini terjadi karena bertambahnya resorpsi tulang disertai berkurangnya pembentukan tulang. Pemberian estrogen dapat mencegah osteoporosis berkelanjuitan atau dapat pula diberikan estriol.

5. Karsinoma Prostat. Karena estrogen menghambat sekresi androgen secara tidak langsung maka hormon ini digunakan sebagai terapi paliatif karsinoma prostat. (4)

Gambar efek estrogen pada wanita (4) Progesteron adalah hormon wanita lain dalam tubuh dengan efek progestogenik. Progesterone bertanggung jawab pada perubahan endometrium pada paruh kedua siklus mestruasi. Progesterone menyiapkan lapisan uterus (endometrium) untuk penempatan telur yang telah dibuahi dan perkembangannya, da mempertahankan uterus selama kehamilan(4)

Terdapat beberapa senyawa sintetik yang berefek progestogenik dan beberapa diantaranya juga berefek androgenik atau estrogenik yang disebut golongan progestin (4) Secara kimia, progesteron dibagi menjadi 2 kelompok: Derivat progesteron: hidroksiprogesteron, medroksiprogesteron,

megestrol, dan didrogesteron. Derivat testosteron: noretisteron, tibolon, norgestrel, linestrenol,

desogestrel, gestoden dan alilestrenol. (4) Semua zat ini memiliki efek androgen kecuali Alilestrenol. Linestrenol, Noretisteron dan Tibolon berefek estrogen. Norgestrel, Desogestrel dan Gestoden memiliki efek antiestrogen yang kuat, begitu juga dengan Noretisteron, Linestrenol, Megestrol dan Medroksiprogesteron tetapi lebih lemah (4) Progesteron memiliki khasiat sebagai berikut: 1. Kontrasepsi. Beberapa derivat progestin sering dikombinasikan dengan derivat estrogen untuk kontrasepsi oral. 2. Disfungsi perdarahan rahim. Perdarahan rahim akibat gangguan

keseimbangan estrogen dan progesteron tanpa ada kelainan organik antara lain perdarahan rahim fungsional. Untuk menghentikan perdarahan yang berlebihan dan pengaturan siklus hadi dapat diberikan progestin oral dosis besar. 3. Nyeri haid. Pemberian kombinasi estrogen dengan progestin diindikasikan untuk nyeri haid yang tidak dapat diatasi dengan estrogen saja. 4. Endometriosis. Penyebab nyeri hebat pada endometriosis belum jelas diketahui tapi dapat diberikan noretindron (4)

Walaupun hormon merupakan zat yang disintesis oleh badan dalam keadaan normal, tidak berarti hormon bebas dari efek toksis atau racun. Pemberian hormon eksogen atau progesteron dari luar yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal dengan segala akibatnya. Terapi dengan hormon yang tepat hanya mungkin dilakukan bila dipahami segala kemungkinan kaitan aksi hormon dalam tubuh penderita. Ada beberapa macam jenis HRT, yaitu dengan estrogen saja, serta dengan kombinasi estrogen dan progesteron. HRT kombinasi estrogen dan progesteron merupakan pilihan yang efektif untuk mengatasi gejala menopause (4) Pada tahun 1993 National Education Cholesterol Program di AS mengakui pentingnya peranan terapi estrogen di dalam memperbaiki profil lipid (kolesterol) dan memperkecil risiko penyakit jantung. Mereka merekomendasikan terapi estrogen bagi wanita yang telah mengalami menopause yang level kolesterolnya tidak dapat dinormalkan sepenuhnya dengan diet dan olahraga (4)

Daftar Pustaka

1. Sharma, Roopali Pharmd; Pickering, Joyce Gnp; Mccormack, William M. Md. 1997. Trichomoniasis in a Postmenopausal Woman Cured After Discontinuation of Estrogen Replacement Therapy. State University of New York Health Science Center at Brooklyn, New York
2. Wilcox RR. Epidemiological aspects of human trichomoniasis. Br J Vener Dis 1960; 36: 167. 3. AM Adam, Hardy Suwita. 2003. Trikomoniasis dan Penatalaksanaannya.

SMF Kulit dan Kelamin RSUD Lambuang Baji, Makassar. Cermin Dunia
Kedokteran No. 139 4. Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmaklogi FK UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai