Anda di halaman 1dari 15

Author :

Frisca Wulandari, S.Ked

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2008

Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.3,4 Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.5 Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.6 Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.7

Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.8 BATASAN MASALAH Akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis herpes zoster. -

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.4,9 SINONIM Shingles, dampa, cacar ular.1,4,9 EPIDEMIOLOGI Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.10 Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.5,10 ETIOLOGI Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus

replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.3,9 PATOGENESIS Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui seratserat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.11 GAMBARAN KLINIS Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.4 Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.

Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.4 Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.4 Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anakanak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.4 Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).12

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi: 1. Herpes zoster oftalmikus Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3 Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.3

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra. 5. Herpes zoster lumbalis Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

6. Herpes zoster sakralis Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra. DIAGNOSIS Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,

setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.3,9 Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.6 Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.4 Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:10 1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron 2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen 3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik. DIAGNOSIS BANDING Herpes simpleks Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan

jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna. 3,4

Varisela Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.9

Impetigo vesiko-bulosa Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak.9 KOMPLIKASI Neuralgia paska herpetic Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.4

Infeksi sekunder Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.4

Kelainan pada mata Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.9

Sindrom Ramsay Hunt Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.9

Paralisis motorik Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.4 PENATALAKSANAAN Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:8 1. Mengatasi infeksi virus akut 2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster 3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Pengobatan Umum Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

Pengobatan Khusus I. Sistemik 1. Obat Antivirus Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena.

10

Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5x800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang

imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3x1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3x200 mg/hari selama 7 hari.3,8,9,14 2. Analgetik Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.14 3. Kortikosteroid Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3x20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.7,9

II.

Pengobatan topical Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium

vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.9 PROGNOSIS Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik.3,9,15,16

11

-KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN


KESIMPULAN Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus variselazoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi. SARAN 1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan. 2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi. -

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000]. 2. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC, 1995; 1291. 3. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke2. Jakarta: ECG, 2005 ; 84-7. 4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4. 5. Achdannasich. Herpes Zoster Bilateral Asimetris-Pada Anak. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ; 212-4. 6. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi dan Anak. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta: Perdoski, 2000; 65s-71s. 7. Niode NJ, Suling PL. Insiden Herpes Zoster Pada Anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Manado. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ; 215. 8. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic Neuralgia. eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000]. 9. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2. 10. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang Dirawat Di Bagian Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode 1993-1997. Skripsi. Padang: 1999; 5-9. 11. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001. 12. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491. 13. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995; 617. 14. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: Medical Multimedia, 2005; 68-9.

13

15. Moon JE. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000]. 16. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk 14

Anda mungkin juga menyukai