Cerebral Toxoplasmosis
Pembimbing:
Dr. Wariyah, Sp.S
Penyusun:
Sisilia Sudargo (406151057)
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul Cerebral Toxoplasmosis ini dapat diselesaikan. Adapun
maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Neurologi di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode 31 Oktober- 3 Desember 2016.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Wariyah, Sp.S, selaku kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian
Neurologi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
2. dr. Maria, Sp.S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi RSPI Prof.
Dr. Sulianti Saroso
3. dr. Natan Payangan, Sp.S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat
klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang
membutuhkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
atas, penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing.
Penyakit toxoplasmosis juga bisa terjadi pada orang yang suka memakan makanan dari
daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent
penyebab penyakit toxoplasmosis. Infeksi primer pada pasien imumokompeten
biasanya asimptomatik. Pada pasien imunodefisien, toxoplasmosis biasanya
disebabkan karena reaktivasi dari infeksi kronik yang didapat sebelumnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung,
paru, ,mata, otak, dan selaput otak.
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Manusia adalah hospes perantara T.gondii, sedangkan hospes definitive adalah kucing.
Kucing yang terinfeksi menyebarkan penyakit ketika ookista keluar bersama feses.
Ketika tertelan manusia, ookista menjadi tachyzoit yang cepat mengalami replikasi.
Tachyzoit ini menembus inti sel dan membentuk vakuola. Ketika sel mati, tachyzoit
terus menyebar di seluruh tubuh dan menginfeksi jaringan lain yang menyebabkan
respon inflamasi. Pada hospes yang imunokompeten, imunitas selular mengontrol
infeksi akut toxoplasma serta mencegah reaktivasi penyakit. Adanya tachyzoit dalam
darah mengaktifkan CD4+ T-cell untuk mengekpresikan CD154 (juga disebut CD40
ligand). Selanjutnya, CD154 memicu sel dendritic dan makrofag untuk mensekresi
Pada pasien yang terinfeksi HIV, ekspresi CD154 sebagai respon toxoplasma
terganggu pada sel CD4+. Gangguan ini berhubungan dengan penurunan produksi IL-
12 dan IFN- sebagai respon T.gondii pada pasien terinfeksi HIV. Aktivitas T-limfosit
Pada pasien AIDS, T.gondii merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
menyebabkan lesi fokal di otak. Pasien datang dengan perubahan status mental (62%),
sakit kepala (59%), dan demam (41%) yang berhubungan dengan deficit focal
neurologis. Perkembangan infeksi dapat menyebabkan kebingungan, mengantuk,
hemiparesis, hemianopsia, afasia, ataxia, dan kelumpuhan saraf kranial. Kelemahan
motoric dan gangguan bicara terlihat sebagai perkembangan penyakit. Jika tidak segera
diobati, pasien dapat menjadi koma dalam beberapa hari atau minggu.
2.6 Diagnosis
1. Serologi
Karena itu, peningkatan IgM tidak selalu menunjukkan baru terkena infeksi.
Karena antibody IgM antitoxoplasma biasanya tidak ada pada pasien dengan
penyakit yang reaktif dan ensefalitis toxoplasmik pada pasien terinfeksi HIV adalah
penyakit reaktif yang tersering, maka antibody IgM tidak berguna dalam
pemeriksaan toxoplasmosis serebral.
2. CT Scan
Transaxial contrast-enhanced
computed tomography scan in
a 24-year-old man with human
immunodeficiency virus
infection and central nervous
system toxoplasmosis
MRI lebih sensitive daripada CT scan sehingga lebih dipilih sebagai teknik
pencitraan, terutama pasien tanpa tanda neurologi fokal yang abnormal dan pasien
yang pada CT scan memperlihatkan 1 lesi atau tanpa lesi.
Diagnosis banding infeksi oportunistik system saraf pusat pada pasien AIDS
2.8 Tatalaksana
Terapi lini pertama untuk toxoplasmosis akut pada pasien dengan infeksi HIV adalah
pyrimethamine dan sulfadiazine. Kombinasi ini menyebabkan penghambatan enzim
pada jalur sintesis asam folat, leucovorin harus ditambahkan untuk mencegah
komplikasi hematologi. Ruam kulit, efek samping yang umum dari sulfadiazine dapat
diberikan antihistamin secara bersamaan. Pada pasien kritis yang tidak dapat minum
Profilaksis
1. Nonfarmakologi
Semua pasien terinfeksi HIV harus diedukasi tentang penanganan dan persiapan
makanan untuk mencegah infeksi T.gondii. Pasien harus diberi tahu untuk mencuci
tangan sebelum menyentuh daging yang tidak matang atau belum matang juga
mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum dikonsumsi dan hanya mengonsumsi
daging yang sudah matang. Sebagai tambahan, pasien harus menghindari kontak
dengan semua material yang mungkin terkontaminasi dengan feses kucing dan
menggunakan sarung tangan ketika membersihkan kotoran kucing atau ketika
berkebun.
Pada pasien seropositive, profilaksis primer disarankan untuk pasien HIV dengan
CD4+ kurang dari 100 sel/uL dan pasien dengan CD4+ kurang dari 200 sel/uL yang
memiliki infeksi oportunistik. Profilaksis untuk T.gondii dengan TMP-SMX pada
pasien dengan CD4+ kurang dari 100 sel/uL menunjukan penurunan resiko
toxoplasmosis sebesar 73%.
Pasien terinfeksi HIV yang tidak menerima terapi setelah pengobatan akut
toksoplasmosis memiliki presentase sebesar 50%-80% terkena ensefalitis
toksoplasmosis. Pasien seharusnya mendapat profilaksis sekunder selama 6
minggu untuk infeksi akut. Kombinasi alternative dipertimbangkan untuk pasien
yang tidak tahan terhadap sulfadiazine atau pyrimethamine. Atovaquone seagai
monoterapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan terhadap
pyrimethamine, tetapi ratio terkena lagi sebesar 26% dalam 1 tahun pertama
pengobatan.
2.9 Prognosis
Pada umumnya, toxoplasmic ensefalitis memiliki prognosis yang buruk pada pasien
AIDS.
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA