Anda di halaman 1dari 16

Referat

Cerebral Toxoplasmosis

Pembimbing:
Dr. Wariyah, Sp.S

Penyusun:
Sisilia Sudargo (406151057)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 31 OKTOBER 3 DESEMBER 2016
JAKARTA
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

LEMBAR PENGESAHAN

Nama/NIM : Sisilia Sudargo/406151057


Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Neurologi
Periode Kepaniteraan Klinik : 31 Oktober 3 Desember 2016
Judul : Cerebral Toxoplasmosis
Diajukan : November 2016
Pembimbing : dr. Wariyah, Sp.S

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: .


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso

Mengetahui,

Kepala Instalasi Neurologi

dr. Wariyah, Sp.S

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 2


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul Cerebral Toxoplasmosis ini dapat diselesaikan. Adapun
maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Neurologi di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode 31 Oktober- 3 Desember 2016.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Wariyah, Sp.S, selaku kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian
Neurologi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
2. dr. Maria, Sp.S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi RSPI Prof.
Dr. Sulianti Saroso
3. dr. Natan Payangan, Sp.S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat
klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang
membutuhkan.

Jakarta, November 2016

Penyusun

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 3


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................2


KATA PENGANTAR ............................................................................................3
DAFTAR ISI ...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................7
2.1 Definisi ...........................................................................................................7
2.2 Epidemiologi ..................................................................................................7
2.3 Etiologi ...........................................................................................................7
2.4 Patofisiologi ....................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................................9
2.6 Diagnosis ........................................................................................................9
2.7 Diagnosis Banding........................................................................................11
2.8 Tatalaksana ...................................................................................................12
2.9 Prognosis ......................................................................................................14
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 4


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

BAB 1

PENDAHULUAN

Jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune


Deficiency Syndrome (AIDS) dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam waktu tiap
25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi HIV. Tanah Papua (Provinsi
Papua dan Papua Barat), Jakarta dan Bali menduduki tempat teratas untuk tingkat kasus
HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki jumlah kasus baru tertinggi (4.012 pada
tahun 2011).

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada


penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit
infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena
penyakit keganasan. Hampir semua penyakit dapat menjadi infeksi oportunistik pada
penderita HIV jika system imun mulai lemah. Infeksi oportunistik pada HIV yang
paling sering adalah kandidiasis, cytomegalovirus, HSV, toksoplasmosis, tuberculosis,
dan pneymocytis carinii pneumonia.

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang


dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselular yang banyak
terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak
memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas.

Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi


penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan
peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 5


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

atas, penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing.
Penyakit toxoplasmosis juga bisa terjadi pada orang yang suka memakan makanan dari
daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent
penyebab penyakit toxoplasmosis. Infeksi primer pada pasien imumokompeten
biasanya asimptomatik. Pada pasien imunodefisien, toxoplasmosis biasanya
disebabkan karena reaktivasi dari infeksi kronik yang didapat sebelumnya.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 6


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung,
paru, ,mata, otak, dan selaput otak.

2.2 Epidemiologi

Distribusi infeksi T.gondii menyebar di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, 15%-29,2%


populasi seropositive terhadap infeksi T.gondii, sementara tingkat prevalensi di Eropa
dan negara-negara tropis dapat mencapai 90%. Di Amerika Serikat, prevalensi infeksi
T.gondii pada pasien terinfeksi HIV tidak berbeda dengan yang tidak teinfeksi. Dengan
meluasnya penggunaan terapi antiretroviral, insiden cerebral toxoplasmosis telah
menurun. Kejadian toxoplasma ensefalitis menurun dari 3.9 kasus per 100 orang
sebelum adanya terapi antiretroviral menjadi 1 kasus per 100 orang setelah adanya
terapi antiretroviral.

2.3 Etiologi

Toxoplasmosis adalah penyakit zoonotic yang disebabkan oleh protozoa intrasel T.


gondii. Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui oral atau transplasenta.
Konsumsi daging mentah atau setengah matang yang mengandung kista, air yang
terkontaminasi dengan ookista dari feses kucing, dan sayuran yang tidak dicuci adalah
rute primer penularan melalui oral; penanganan yang tidak tepat pada daging atau tanah
yang tercemar juga dapat menyebabkan infeksi hand-to-mouth.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 7


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

2.4 Patogenesis

Manusia adalah hospes perantara T.gondii, sedangkan hospes definitive adalah kucing.
Kucing yang terinfeksi menyebarkan penyakit ketika ookista keluar bersama feses.
Ketika tertelan manusia, ookista menjadi tachyzoit yang cepat mengalami replikasi.
Tachyzoit ini menembus inti sel dan membentuk vakuola. Ketika sel mati, tachyzoit
terus menyebar di seluruh tubuh dan menginfeksi jaringan lain yang menyebabkan
respon inflamasi. Pada hospes yang imunokompeten, imunitas selular mengontrol
infeksi akut toxoplasma serta mencegah reaktivasi penyakit. Adanya tachyzoit dalam
darah mengaktifkan CD4+ T-cell untuk mengekpresikan CD154 (juga disebut CD40
ligand). Selanjutnya, CD154 memicu sel dendritic dan makrofag untuk mensekresi

interleukin (IL)-12, yang mengatifkan produksi interferon gamma (IFN-). IFN-

menstimulasi makrofag dan sel nonfagosit lainnya sebagai respon antitoxoplasmic.


Tumor necrosis factor- (TNF-) juga berperan dalam mengendalikan T.goondi
dengan mengembangkan respon T-cell yang kuat terhadap infeksi ini. Selanjutnya,
tachyzoit berubah menjadi bradyzoit, yang secara morfologis mirip dengan tachyzoite
tetapi bereplikasi lebih lambat. Kista bradyzoit yang bertahan di otak, jantung, dan otot
skeletal adalah tempat sisa hidupnya. Jika hopses menjadi immunocompromised, kista
ini dapat berubah kembali menjadi tachyzoit untuk menginfeksi jaringan lain pada
hospes.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, ekspresi CD154 sebagai respon toxoplasma
terganggu pada sel CD4+. Gangguan ini berhubungan dengan penurunan produksi IL-

12 dan IFN- sebagai respon T.gondii pada pasien terinfeksi HIV. Aktivitas T-limfosit

juga terganggu, sehingga pertahanan hospes melawan T.gondii menurun. Penurunan


pertahanan hospes menyebabkan reaktivasi infeksi kronik toxoplasma pada pasien
terinfeksi HIV, terutama ketika jumlah CD4+ kurang dari 100 sel/uL.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 8


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

2.5 Manifestasi Klinis

Pada pasien AIDS, T.gondii merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
menyebabkan lesi fokal di otak. Pasien datang dengan perubahan status mental (62%),
sakit kepala (59%), dan demam (41%) yang berhubungan dengan deficit focal
neurologis. Perkembangan infeksi dapat menyebabkan kebingungan, mengantuk,
hemiparesis, hemianopsia, afasia, ataxia, dan kelumpuhan saraf kranial. Kelemahan
motoric dan gangguan bicara terlihat sebagai perkembangan penyakit. Jika tidak segera
diobati, pasien dapat menjadi koma dalam beberapa hari atau minggu.

2.6 Diagnosis
1. Serologi

Infeksi T.gondii terdeteksi dengan melakukan pemeriksaan serologi untuk antibody


antitoxoplasma. Puncak titer serum IgG antitoxoplasma antara 1 dan 2 bulan
setelah infeksi primer dan tetap terdeteksi selama hidupnya. Pada umumnya, serum
assay tidak digunakan sebagai dasar diagnosis untuk toxoplasmosis akut, karena
tidak dapat membedakan infeksi laten aktif atau laten. Namun, pada pasien yang
diketahui tingkat baseline IgG antitoxoplasma, yang mengalami peningkatan IgG
dengan ada gejala klinis dapat menunjukkan reaktivasi infeksi toxoplasma. Hasil
pemeriksaan serologi IgG yang negative kurang menunjukkan diagnosis
toxoplasmosis akut, dan deficit neurologi fokal karena sebab lainnya perlu
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Namun, hasil serologi IgG yang
negative tidak menyingkirkan diagnosis toxoplasmosis akut, pasien dengan infeksi
HIV yang lama dapat menjadi seronegative. False-negative dapat terjadi pada
pasien yang baru terinfeksi atau uji yang kurang sensitive.

Antibody IgM antitoxoplasma biasanya menghilang dalam minggu sampai


bulan setelah infeksi primer tetapi dapat tetap meningkat selama lebih dari 1 tahun.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 9


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

Karena itu, peningkatan IgM tidak selalu menunjukkan baru terkena infeksi.
Karena antibody IgM antitoxoplasma biasanya tidak ada pada pasien dengan
penyakit yang reaktif dan ensefalitis toxoplasmik pada pasien terinfeksi HIV adalah
penyakit reaktif yang tersering, maka antibody IgM tidak berguna dalam
pemeriksaan toxoplasmosis serebral.

2. CT Scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya


ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.

Transaxial contrast-enhanced
computed tomography scan in
a 24-year-old man with human
immunodeficiency virus
infection and central nervous
system toxoplasmosis

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 10


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

MRI lebih sensitive daripada CT scan sehingga lebih dipilih sebagai teknik
pencitraan, terutama pasien tanpa tanda neurologi fokal yang abnormal dan pasien
yang pada CT scan memperlihatkan 1 lesi atau tanpa lesi.

4. Analisis cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi


protein.

5. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain


Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.

2.7 Diagnosis Banding

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 11


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

Diagnosis banding infeksi oportunistik system saraf pusat pada pasien AIDS

PATOGEN IMAGING PEM.PENUNJANG LAIN

Ensefalitis Lesi massa multipel/kadang- IgG serum terhadap


toksoplasmosis, kadang single pada CT/MRI, toksoplasmosis (+)
CD4<100 biasanya pada basal ganglia,
ring enhancement pada CT

Meningitis Nonspesifik LCS : tekanan tinggi, kadar


criptokokus, glucosa rendah, protein, antigen
CD4<100 kriptokokus (+) kultur (+)

Lainnya : antigen serum biasanya


juga (+)

Ensefalopati Normal pada awalnya, atrofi LCS: Nonspesifik


HIV, CD4<200 difus, patchy/diffuse white
Lainnya: beta-2 mikroglobulin
matter changes on T2-
LCS, HIV RNA tinggi pada
weighted MRI pd stadium
semua kasus
lanjut

Limfoma Single/multiple lesions pada Biopsi otak/LCS sitologi (+),


primer SSP, CT/MRI, ring enhancement LCS PCR EBV (+)
CD4<100 pada CT

2.8 Tatalaksana

Terapi lini pertama untuk toxoplasmosis akut pada pasien dengan infeksi HIV adalah
pyrimethamine dan sulfadiazine. Kombinasi ini menyebabkan penghambatan enzim
pada jalur sintesis asam folat, leucovorin harus ditambahkan untuk mencegah
komplikasi hematologi. Ruam kulit, efek samping yang umum dari sulfadiazine dapat
diberikan antihistamin secara bersamaan. Pada pasien kritis yang tidak dapat minum

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 12


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

secara oral, dapat diberikan trimethoprim (TMP) 10 mg/kg/hari secara IV ditambah


sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kg/hari.

Profilaksis

1. Nonfarmakologi

Semua pasien terinfeksi HIV harus diedukasi tentang penanganan dan persiapan
makanan untuk mencegah infeksi T.gondii. Pasien harus diberi tahu untuk mencuci
tangan sebelum menyentuh daging yang tidak matang atau belum matang juga
mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum dikonsumsi dan hanya mengonsumsi
daging yang sudah matang. Sebagai tambahan, pasien harus menghindari kontak
dengan semua material yang mungkin terkontaminasi dengan feses kucing dan
menggunakan sarung tangan ketika membersihkan kotoran kucing atau ketika
berkebun.

2. Farmakologi primer dan sekunder untuk prevention

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 13


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

Pada pasien seropositive, profilaksis primer disarankan untuk pasien HIV dengan
CD4+ kurang dari 100 sel/uL dan pasien dengan CD4+ kurang dari 200 sel/uL yang
memiliki infeksi oportunistik. Profilaksis untuk T.gondii dengan TMP-SMX pada
pasien dengan CD4+ kurang dari 100 sel/uL menunjukan penurunan resiko
toxoplasmosis sebesar 73%.

Pasien terinfeksi HIV yang tidak menerima terapi setelah pengobatan akut
toksoplasmosis memiliki presentase sebesar 50%-80% terkena ensefalitis
toksoplasmosis. Pasien seharusnya mendapat profilaksis sekunder selama 6
minggu untuk infeksi akut. Kombinasi alternative dipertimbangkan untuk pasien
yang tidak tahan terhadap sulfadiazine atau pyrimethamine. Atovaquone seagai
monoterapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan terhadap
pyrimethamine, tetapi ratio terkena lagi sebesar 26% dalam 1 tahun pertama
pengobatan.

2.9 Prognosis

Pada umumnya, toxoplasmic ensefalitis memiliki prognosis yang buruk pada pasien
AIDS.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 14


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

BAB 3
KESIMPULAN

Toksoplasmosis serebral akut adalah penyebab tersering yang menyebabkan gangguan


neurologis fokal pada pasien AIDS. Jika tidak terdeteksi atau tidak diobati dengan
tepat, toksoplasmosis serebral dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Semua pasien terinfeksi HIV harus diberikan edukasi non-farmakologi dan
pengobatan profilaksis untuk infeksi T.gondii, dan pasien seropositive harus mendapat
profilaksis primer atau sekunder untuk toksoplasmosis.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 15


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
CEREBRAL TOXOPLASMOSIS
REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper A, Samuels M. Adams and Victors Principles of Neuorologi. Ninth


Edition. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2009.
2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta; 2001
3. Jayawardena S, Singh S, Burzyantseva O, Clarke H. Cerebral Toxoplasmosis
in Adult Patient with HIV Infection. www.turner-white.com. Hospital
Physician; 2008.
4. Baratloo A, Hashemi B, Rouhipour A. Review of Toxoplasmic Encephalitis in
HIV Infection; a Case Study. Tehran University of Medical Sciences; 2015.
5. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Neurologi 16


RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 31 Oktober 3 Desember 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai