Anda di halaman 1dari 27

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : September 2017
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT : RS Bayukarta

Nama Mahasiswa : Harristi Friasari Adiati Tanda Tangan


NIM : 112016108 ....................

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Vincensius Harry, Sp.OG ....................

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny.I Jenis kelamin : Perempuan


Umur : 25 tahun Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : menikah (G2P1A0) Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Klari Masuk Rumah Sakit : 19 Agustus 2017
Pukul: 12.30

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal: 18 Juli 2017, Jam: 12.00

Keluhan Utama
Keluar flek
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar flek sejak 1 minggu SMRS. flek dirasakan keluar sebanyak 2 hari. Warna merah
kecoklatan, dan tidak disertai gumpalan. Pasien mengaku ganti pembalut hanya sekali sehari.
Lendir, air-air, ataupun keputihan disangkal. Selain itu, pasien mengeluh muntah dirasakan
pasien sejak 1 minggu SMRS. Muntah setiap hari kurang lebih 5 kali berisi makanan. Selain
itu pasien mengatakan ada mual dan sedikit pusing. Keluhan demam disangkal. Bab dan bak
dirasakan lancar. Pasien juga mengeluh sering merasa mulas hilang timbul dan di pinggang
bagian kanan sering terasa pegal. Pasien merasa lebih nyaman saat istirahat. Sebelumnya
pasien melakukan test kehamilan pada tanggal 12 Juli dan hasilnya positif.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / Saluran kemih


(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain Lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga

Keadaan Penyebab
Hubungan Umur(Tahun) Jenis kelamin
kesehatan meninggal
Kakek(dr Ayah) Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui
Kakek(dr Ibu) Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui
Nenek(dr Ayah) Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui
Nenek(dari Ibu) Tidak diketahui Perempuan Sehat -
Ayah 59 Laki-laki Sehat -
Ibu 54 Perempuan Sehat -
Saudara 27 Perempuan Sehat -
Anak-anak 2 Laki-laki Sehat -

Adakah kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi 
Asma 
Tuberkulosis 
Artritis 
Rematisme 
Hipertensi 
Jantung 
Ginjal 
Lambung 

ANAMNESIS SISTEM

Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis (-) Lain-lain

Riwayat Haid
Haid pertama umur: 14 tahun.
Siklus: teratur, 26-27 hari.
Lamanya: 5 hari.

Riwayat Pernikahan
Menikah: sudah.
Menikah: 1x Dengan suami sekarang sudah 5 tahun.
Riwayat Kehamilan
G2P1A0 hamil 10 minggu
HPHT 9-6-2017
Kehamilan I: laki-laki, BBL 2500 gram lahir di bidan di usia kehamilan 39 minggu.
Saat ini sudah berusia 2 tahun.
kehamilan II: kehamilan saat ini

Riwayat Kontrasepsi
Pasien memakai KB suntik 3 bulan sekali, selama 1 tahun

Saluran kemih/alat kelamin

(-) Disuria (-) Kencing nanah (-) Stranguri

(-) Kolik (-) Poliuria (-) Oliguria

(-) Polakisuria (-) Anuria (-) Hematuria

(-) Retensi urin (-) Kencing batu (-) Kencing menetes

(-) Ngompol (tidak disadari)

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri

Berat Badan
Berat badan rata-rata (Kg) : 57,5 kg
Berat tertinggi (Kg) : 59 kg
Berat badan sekarang (Kg) : 56 kg
Tetap () Turun ( ) Naik ( )

Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas

Kesulitan
Keuangan :-
Pekerjaan :-
Keluarga :-
Lain-lain :-

B. PEMERIKSAAN JASMANI (Physical Examinations)


Dilakukan tanggal 19 Agustus 2017, jam 13.30 WIB
Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 56 kg
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Suhu : 37,0° C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 kali/menit, torakoabdominal
Keadaan gizi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Sianosis :-
Edema umum :-
Habitus : Phthisicus
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : aktif

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar

Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi :-
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : normal
Pertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : normal, kolateral (-)
Suhu raba : merata Lembab / kering : Lembab
Keringat : Umum :- Turgor : Baik
Setempat :- Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : sedikit Edema : Tidak ada
Lain-lain :-

Kelenjar getah bening


Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar

Dada
Bentuk : Pectus pectinatum, simetris
Pembuluh darah : tidak ada kolateral
Buah dada : simetris, normal
Paru-paru

Depan Belakang
Inspeksi Kiri simetris saat statis dan dinamis simetris saat statis dan dinamis
Kanan simetris saat statis dan dinamis simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kiri sela iga normal, benjolan (-) sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal

Kanan sela iga normal, benjolan (-) sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal

Perkusi Kiri Sonor Sonor


Kanan Sonor Sonor

Auskultasi Kiri Vesikuler Vesikuler


Kanan Vesikuler Vesikuler
Jantung
Palpasi: Ictus cordis teraba pada sela iga 5, garis mid-clavicularis kiri, sebesar 2,5 cm
Perkusi: Batas atas: sela iga 2 garis parasternalis kiri
Batas kanan: sela iga 4 garis parasternalis kanan
Batas kiri: sela iga 5, garis mid-clavicularis kiri
Auskultasi: BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Perut
Inspeksi : perut datar, tidak ada bekas operasi SC
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU +

Alat Kelamin: tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Vagina: tidak dilakukan pemeriksaan

Tungkai dan Kaki


Luka: -
Varises: -
Edema: -
Lain-lain: -

Laboratorium (Darah rutin 19 Agustus 2017)


Hemogoblin 13,7 g/dl
Hematokrit 38,2 %
Eritrosit 4,72.106uL
MCV 80.9%
MCH 29%
MCHC 35,9%
Leukosit 9,03.103/uL
Basofil 0%
Eosinofil 1%
Monosit 9%
Batang 0%
Segmen 56%
Trombosit 333%
Golongan darah B
Rhesus +
Faktor perdarahan 2,90 menit
Faktor pembekuan 8,00 menit
Gula darah sewaktu 67 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang Lain


USG: Snowstorm appereance

RINGKASAN (RESUME)
Ibu G2P1A0 mengeluh Keluar flek sejak 1 minggu SMRS. flek dirasakan keluar sebanyak 2
hari. Warna merah kecoklatan, dan tidak disertai gumpalan. Pasien mengaku ganti pembalut
hanya sekali sehari. Lendir, air-air, ataupun keputihan disangkal. Selain itu, pasien mengeluh
muntah dirasakan pasien sejak 1 minggu SMRS. Muntah setiap hari kurang lebih 5 kali berisi
makanan. Selain itu pasien mengatakan ada mual dan sedikit pusing. Keluhan demam
disangkal. Bab dan bak dirasakan lancar. Pasien juga mengeluh sering merasa mulas hilang
timbul dan di pinggang bagian kanan sering terasa pegal. Pasien merasa lebih nyaman saat
istirahat. Sebelumnya pasien melakukan test kehamilan pada tanggal 12 Juli dan hasilnya
positif. Keadaan umum tampak sakit ringan dankesadaran compos mentis. Tekanan dari
110/60 mmHg, nadi 75 x/menit, suhu 37,0° C, napas 20 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik
dalam batas normal, tidak ada nyeri tekan bagian perut. Kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu USG dan di dapatkan gambaran snowstorm appereance.

Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis


1. Ibu G2P1A0 gravid 10 minggu dengan mola hidatidosa
Dasar: pada anamnesis, pasien mengeluh mual, muntah, dan disertai perdarahan
(flek). Kemudian pada USG terlihat snowstorm appereance.

Diagnosis differensial dan Dasar Diagnosa Diferensial


1. Abortus
Dasar: pasien mengeluh keluar flek dari jalan lahir. Namun pada pemeriksaan fisik
belum dilakukan VT, sehingga belum dapat dipastikan kategori abortusnya.
Pemeriksaan yang Dianjurkan
1. B-HCG serum
2. Pemeriksaan PA

Rencana Pengelolaan
1. Non farmakologi
a. Rawat inap
b. Observasi perdarahan
c. Dilatasi dan kuretase
d. Memasang laminaria
2. Farmakologi
a. RL 20 tpm
b. Ceftriaxon 1 gr IV pre op

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 19 Agustus 2017, jam 17.00
S: pasien mengeluh mual. Muntah(-). Pusing sedikit. Flek (+)
O: Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Tekanan darah: 110/75 mmHg
Nadi: 81x/menit
Pernapasan: 19 x/menit
Suhu: 36.50C
A: Ibu G2P1A0 hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa
P: Rl 20 tpm
Memasang laminaria shift
Tanggal 20 Agustus 2017, jam 06.00
S: Pasien mengeluh mual. Muntah(-). Pusing sedikit. Flek (-)
O: Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 86x/menit
Pernapasan: 20 x/menit
Suhu: 36.80C
A: Ibu G2P1A0, hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa
P: Rl 20 tpm
Terpasang laminaria shift
Puasa dari jam 04.00 WIB
Rencana kuretase jam 10.00 WIB

Tindakan Kuretase
Dilakukan jam 10.00 WIB
 Mengukur tinggi fundus menggunakan sonde uterus. Tinggi fundus: 14 cm.
 Melakukan vakum kuretase.
 Hasil kuretase: tampak gelembung-gelembung ukurannya kecil-kecil, seperti
kumpulan telur kata, kemudian diambil sampel untuk biopsi.

Follow up
 Perlu dilakukan pemeriksaan B-HCG serum
 Dianjurkan untuk tidak hamil sampai 6 bulan dengan kontrasepsi hormonal

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Kehamilan mola merupakan penyakit trofoblas gestasional yang paling sering dijumpa,terutama pada
awal dan akhir masa reproduksi. Kehamilan mola bisa berupa mola komplit, bilateral diri hanya dari
proliferasi jaringan trofoblas; atau mola inkomplit (mola parsial), bila selain proliferasi trofoblas terdapat
elemen mudigah. Pada kembar dizigotik, mungkin terjadi kehamilan mola komplit yang berkembang
bersama dengan kehamilan normal. Salah satu penyebab perdarahan saat kehamilan adalah mola
hidatidosa. Mola hidatidosa (MH) merupakan penyakit wanita pada masa reproduksi (usia
15-45 tahun) dan pada multipara. Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas
gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola
hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic
tumors.

Definisi
Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio dimana seluruh vili
korialis mengalami degenerasi hidropik, dan secara makroskopis terlihat seperti buah anggur.
Maka, sering juga disebut sebagai hamil anggur. Secara umum, terdapat dua jenis mola
hidatidosa, yaitu mola hidatidosa komplet dan mola hidatidosa parsial. Bila tidak ditemukan
embrio atau janin, disebut molahidatidosa komplit atau molahidatidosa klasik, sedangkan bila
ditemukan unsur janin atau plasenta normal disamping gelembung-gelembung mola, disebut
molahidatidosa parsialis.1,2

Gambar 1. Gambaran mola hidatidosa.3

Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan
dengan negara- negara barat. Di negara -negara barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Di
negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan
1:85 kehamilan, Rs Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 Persalinan dan 1:49 kehamilan;
Luat A siregar (Medan) tahun 1982 : 11 – 16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) :
1:80 Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya
dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan
meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar. 3

Faktor Resiko
1. Usia
Mola hidatidosa terjadi pada usia remaja dan wanita berusai 36 hingga 40 tahun
memiliki risiko dua kali lipat. Sedangkan usia lebih dari 40 tahun hampir 10 kali
lipat.2
2. Riwayat kehamilan mola.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dalam 5000 kehamilan mola, frekuensi
mola rekuren adalah sebebsar 1,3%. Dimana risikonya adalah 1,5% untuk mola
komplet dan 2,7% untuk mola parsial. Apabila seoranga wanita dengan riwayat mola
berganti pasangan yang berbeda dan terjadi mola, maka mola yang terjadi disebabkan
oleh defek oosit.2
3. Faktor risiko lain
Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat keguguran meningkatkan
kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat. 2

Etiologi

Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan pasti. Namun ada
beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit trofoblas yaitu teori desidua,
teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi ovarium. 4
1. Teori desidua
Menurut teori ini terjadinya mola hidatidosa ialah akibat perubahan-perubahan degeneratif
sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar teori ini adalah selalu ditemukan desidual
endometritis, pada binatang percobaan dapat terjadi mola hidatidosa bila pembuluh darah
uterus dirusak s’ehingga terjadi gangguan sirkulasi pada desidua. 4

2. Teori telur
Menurut teori ini mola hidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada telur, baik sebelum
diovulasikan maupun setelah dibuahi. 4

3. Teori infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis virus pada mola
hidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada selaput korioalantoin mudigah ayam,
ternyata kemudian terjadi perubahan-perubahan khas menyerupai mola hidatidosa, baik
secara makroskopik maupun mikroskopik. Selain itu mola hidatidosa diduga disebabkan oleh
toksoplasmosis, teori ini dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan pada penemuan
toksoplasmosis Gondii dalam jumlah besar pada darah penderita mola hidatidosa. 4

4. Teori hipofungsi ovarium


Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa orang ahli yaitu
Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor kucing, 15–17 hari setelah
pembuahan. Ternyata kemudian pada plasentanya ditemukan perubahan-perubahan yang
menyerupai mola hidatidosa. Karzafina melaporkan bahwa 60% penderita mola hidatidosa
yang ditelitinya berumur 18–21 tahun, disertai oleh hipofungsi ovarium. Smalbreak
melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya ditemukan angka kejadian mola hidatidosa yang
tinggi pada perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut Hasegawa
mola hidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi estrogen, yang didukung oleh data-
data penelitian yang melaporkan bahwa 60% penderita mola hidatidosa berumur 18–21 tahun
dan disertai hipofungsi ovarium. Serta insidens mola hidatidosa yang tinggi pada perempuan
muda dan pada perempuan tua dimana fungsi ovarium telah menurun. 4
5. Faktor lain
Selain teori-teori tersebut di atas, masih ada beberapa teori lain yang menghubungkan dengan
faktor-faktor yang diduga mempunyai peranan dalam etiologi penyakit trofoblas. Faktor-
faktor tersebut ialah faktor malnutrisi, faktor golongan darah dan faktor sitogenetik.4

Klasifikasi
1. Mola hidatidosa komplit
MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio. Dimana seluruh vili korialis
mengalami degerasi hidropik yang secara makroskopis menyerupai buah anggur.
MHK sering disebut hamil anggur. Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang bervariasi
beberapa milimeter sampai 1-2 cm.1

Gambar 2. mola komplit5

2. Mola hidatidosa parsial


MHP hanya sebagian vili korialis mengalami degenerasi hifropik, sehingga unsur
janin selalu ada. Perkembangan janin tergantung pada luas plasenta yang mengalami
degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dalam rahim, walau dalam
kepustakaan ada yang melaporkan MHP yang janinnya bertahan sampai aterm. MHP
prognosisnya lebih baik dari MHK, dan insidennya juga lebih rendah. Secara
makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin.1

Gambar 3. Mola parsial.6

Patologi
1. Makroskopik

Mola hidatidosa mempunyai gambaran yang khas, yaitu berupa kista-kista atau
gelembung-gelembung dengan ukuran yang berbeda-beda, mulai dari beberapa milimeter
sampai 2-3 cm. Dindingnya tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan yang sifatnya
tidak berbeda dengan cairan ascites atau edema.

Gambar 4. Vili korialis tumbuh berlebihan7

Bila ukurannya kecil-kecil, tampak sebagai kumpulan telur katak, tetapi bila
gelembungnya besar tampak sebagai rangkaian buah anggur yang bertangkai. Tangkai ini
melekat pada endometrium. Umumnya seluruh endometrium dikenai. Bila tangkainya putus,
terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung tersebut diliputi oleh bekuan-bekuan darah
merah atau coklat tua yang sudah kering. 7

2. Mikroskopik

Pada mola hidatidosa klasik tampak gambaran sebagai berikut :


a. Vili khorialis yang edematous.
Ada 2 teori yang dapat menerangkan terjadinya vili korialis
menjadi hidrofik, yaitu teori degeneratif yang diajukan oleh Hertig dan
Edmons dan teori neoplastik yang diajukan oleh Park. Gambaran
mikroskopik vili korialis tampak udema dan berdegenerasi miksomatosa.
Kadang-kadang masih terlihat sisa-sisa sel stroma yang melekat pada
dinding vili korialis. Besar-kecilnya vili korialis tergantung dari derajat
hidrofik vili korialis tersebut. 7

b. Tidak ada atau berkurangnya pembuluh darah dalam stroma vili.


Menurut Hasegawa, jumlah pembuluh darah dalam vili korialis
tergantung dari derajat hidrofik stroma vili korialis tersebut. Makin banyak
vili korialis mengandung cairan, makin sedikit mengandung pembuluh
darah, sedangkan menurut Stolte, tidak adanya pembuluh darah, memang
merupakan kelainan utama dalam pembentukan gelembung pada
molahidatidosa. 7
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.
Menurut Hasegawa kedua jenis sel trofoblas berproliferasi secara
abnormal. Akan tetapi proliferasi sel-sel sitotrofoblas biasanya tidak
sehebat proliferasi sel-sel sinsisiotrofoblas. Proliferasi sel-sel
sinsisiotrofoblas tergantung pada lokasi vili korialis, makin dekat ke
desidua basalis proliferasi makin hebat, dan tergantung nutrisi di antara
sel-sel sinsisiotrofoblas itu sendiri. Proliferasi dikatakan makin hebat bila
ditemukan sel-sel yang bermitosis. Kadang-kadang ditemukan mola
hidatidosa yang tidak disertai proliferasi abnormal sel-sel trofoblas. Oleh
Marchand dan Hasegawa keadaan ini disebut sebagai mola hidatidosa
sekunder, untuk membedakan dengan mola hidatidosa primer yaitu mola
hidatidosa yang mempunyai ketiga gambaran histologik yang khas. Pada
mola hidatidosa sekunder jarang terjadi perdarahan dan uterus sering lebih
kecil dari seharusnya. 7

Sebagian vili tampak nekrotik, sedang lainnya berukuran subnormal, tapi sedikit
menggembung, seperti yang tampak pada vili berumur kurang dari 23 hari pasca konsepsi.
Stroma vili kosong, tidak berisi pembuluh-pembuluh darah, hanya kadang-kadang tampak
kapiler-kapiler kecil. Lapisan sel trofoblast yang mengelilingi vili tidak selalu sama. 7

Patogenesis
Ada 2 teori yang berkaitan dengan penyakit trofoblas :
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu, terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi pembendungan cairan dalam jaringan
mesenkim villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut
Reynolds, kematian mudigah disebabkan kekurangan gizi berupa asam folat dan
histidin pada kehamilan hari ke-13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan
gangguan dalam angiogenesis. 7
2. Teori neoplasma dari Park
Pada kehamilan dapat terbentuk sel-sel trofoblast yang mempunyai fungsi
abnormal, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga
timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
embrio. 7
3. Teori Sitogenetika MHK
Menerangkan bahwa kehamilan pada mola hidatidosa komplit terjadi karena
sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi,
dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23X, sehingga terbentuk hasil konsepsi
dengan kromosom 23X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan
sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46XX. Jadi, kromosom MHK ini menyerupai
kromosom seorang perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom Xnya
sebagai teori diploid androgenetik.1
Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang membentuk
bagian embrional (anak), dan unsur ayah yang akan membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang. Oleh karena tidak
ada unsur ibu, pada MHK tidak ditemukan janin. Yang ada hanya bagian
ekstraembrional patologis berupa vili korialis yang mengalami degenrasi hidropik
seperti anggur.1
Sedangkan ovum yang kosong terjadi karena gangguan proses meiosis, diploid
46XX., yang seharusnya pecah menjadi 2 haploid 23X, gagal terpisah oleh suatu
peristiwa yang disebut non-disjungsi, sehingga hasil pemecahannya malah berupa
0 dan 46XX. Gangguan proses meiosis ini antara lain dapat terjadi pada kelainan
struktur kromosom, berupa translokasi seimbang. Terkadang pembuahan terjadi
oleh dua buah sperma 23X dan 23Y (dispermi), sehingga terjadi 46XX atau
46XY. Dalam keadaan ini, MHK bersifat heterozigot tetapi tetap androgenik,
sehingga dapat terjadi kehamilan kembar dizigotik, yang terdiri atas satu bayi
normal dan satu MHK, walau kemungkinannya sangat jarang.1
4. Teori Sitogenetika MHP
Pada teori ini, MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi oleh dua
sperma. Kemungkinan karakter sperma meliputi dua haploid 23X, satu haploid
23X dan satu haploid 23Y, atau dua haploid 23Y. Hasil konsepsinyadapat
meliputi 69XXX, 69XXY, 69XYY. Jadi, MHP mempunyai satu haploid ibu dan
dua haploid bapak, sehingga disebut diandro triploid. Komposisi unsur ibu dan
ayah yang tidak seimbang menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang
merupakan gabungan vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi
hidropik. Biasanya kematian janin terjadi sangat dini.1
Gambaran klinisnya tidak sejelas MHK. Umumnya dianggap sebagai missed
abortion, dan diagnosanya ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi
yang memperlihatkan degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia
sinsitiotrofoblas. Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping villi dan
inklusi trofoblas di stroma (stromal trophoblastik inclusion), serta terdapat
jaringan embrionik atau janin.1
Gambaran Klinis
Gejala yang muncul yaitu amenorea 1 sampai 2 bulan. Selain itu dapat juga terjadi mual dan
muntah yang cukup signifikan. Akhirnya terjadi perdarahan uterus selama hampir semua
kasus, yang mungkin bervariasi dari sekedar bercak (flek) hingga perdarahan yang hebat.
Perdarahan dapat berawal tepat sebelum abortus mola spontan, atau yang lebih sering
berlangsung secara intermitten selama beberapa minggu sampai bulan. Pada mola tahap
lanjut, mungkin terjadi perdarahan uterus yang tersamar disertai anemia defisiensi besi
derajat sedang.2
Pada beberapa kasus, pertumbuhan uterus lebih cepat daripada perkiraan. Uterus memiliki
konsistensi lunak. Pada pemeriksaan bimanual, kista teka lutein yang besar kadang sulit
dibedakan dari uterus yang membesar, dan meskipun membesar, biasanya tidak terdeteksi
gerakan jantung janin.2
1. Perdarahan pervaginam.

Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal
dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang
tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah
ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu umumnya pasien mola
hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang
bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari
kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah
amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur. 8

2. Hiperemesis gravidarum

Ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada
14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat
pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. 8

3. Kista lutein unilateral/bilateral

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein ±15% kasus. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana
kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala
abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi cairan serosanguineous dan strukturnya
multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat diketahui dari
pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan setelah dievakuasi.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan
degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista. Kista lutein dapat
terjadi baiki unilateral maupun bilateral, akibat rangsangan B-HCG yang tinggi. 9

4. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan

Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia
kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh
gelembung-gelembung mola dan bekuan darah. 2,8

5. Kadar B HCG yang lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, BHCG
darah paling tinggi 100.000 mIU/ml, sedangkan pada MHK dapat mencapai
5.000.000 mIU/ml.
6. Tidak adanya tanda-tanda pasti kehamilan, seperti balotemen atau denyut jantung
anak.
7. Pada pemeriksaan USG, tampak gamabran vesikuer di kavum uteri atau snowstorm
appereance.

Diagnosis
Sebagian wanita berobat secara dini dengan pengeluaran spontan jaringan mola. Namun,
pada sebagian besar pasien mengalami amenorea dengan durasi berbeda-beda yang biasanya
diikuti perdarahan iregular. Hal ini hampir selalu mendorong dilakukannya dengan segera di
kehamilan dan sonografi. Apabila dibiarkan, ekspulsi spontan biasanya terjadi di sekitar usia
16 minggu. Gambaran sonografi khas mola komplet mencakup massa ekogenik kompleks di
uterus disertai banyak rongga kistik tanpa janin atau kantung amnion. Gambaran sonografik
mola parsial adalah plasenta yang menebal dan hidropik disertai dengan janin. Yang
terpentingm pada awal kehamilan,usg diperlukan untuk memperlihatkan gambaran khas pada
sepertiga mola parsial. Kadang kehamilan mola disangka sebagai leiomioma uterus atau
kehamilan multifetal.2
1. Anamnesis

Mola hidatidosa biasanya didiagnosis pada kehamilan trimester pertama. Dari anamnesis,
didapatkan gejala-gejala hamil muda dengan keluhan perdarahan pervaginam yang sedikit
atau banyak. Pasien juga dapat ditanyakan apakah terdapat riwayat keluar gelembung mola
yang dianalogikan seperti mata ikan, riwayat hiperemesis, dan gejala-gejala tirotoksikosis. 2,9

2. Pemeriksaan klinis
a). Palpasi abdomen : Teraba uterus membesar, tidak teraba bagian janin,gerakan janin dan
balotemen
b). Auskultasi : Tidak terdengar denyut jantung janin
c). Periksa dalam vagina : Uterus membesar, bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks
terbuka dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka
Lutein Ovarium (KTLO).

3. Pemeriksaan radiologi
Foto Abdomen MH tidak tampak kerangka janin. Dilakukan setelah umur kehamilan
16 minggu. Amniografi/histerografi cairan kontras lewat transabdominal / transkutaneus atau
transervikal kedalam rongga uterus, akan menghasilkan amniogram atau histerogram yang
khas pada kasus MH, yang disebut sebagai sarang tawon/typical honeycomb
pattern/honeycomb. 4,6,9

4. USG
a). Typical Molar Pattern/Classic Echogram Pattern : Pola gema yang difus gambaran badai
salju/kepingan salju/snowstorm
b). Atypical molar pattern/Atypical echogram pattern : adanya perdarahan diantara jaringan
mola.
c). Janin : MH KOMPLIT tidak didapatkan janin, MH PARSIAL Plasenta yang besar dan
luas, kantong amnion kosong atau terisi janin. Janin masih hidup dengan gangguan
pertumbuhan & kelainan kongenital, atau sudah mati
d). Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO), biasanya besar, multilokuler, dan sering bilateral.
5. Pemeriksaan HCG (HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN)
Kadar HCG yang tetap tinggi & naik cepat setelah hari ke 100 (dihitung sejak gestasi / hari
pertama haid terakhir).

6. Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison) :


Tes Acosta Sicon yaitu menggunakan sonde uterus untuk membedakan mola hidatidosa
dengan kehamilan normal. Prinsipnya bila pada kehamilan normal dala kavum uteri terdapat
janin yang dilindungi oleh selaput ketuban, sedangkan pada mola hidatidosa hanya terdapat
gelembung-gelembung yang lunak tanpa selaput ketuban. Bila kita memasukkan sonde
melalui kanalis servikalis secara perlahan-lahan dan sonde dapat masuk lebih dari 10 cm ke
tengah-tengah kavum uteri tanpa tahanan, maka diagnosis mola hidatidosa hampir dapat
dipastikan. Pada kehamilan normal, sonde akan tertahan oleh ketuban. Syarat melakukan
sondase ini adalah uterus harus lebih besar dari kehamilan 20 minggu.2 Sonde dapat juga
masuk ke kavum uteri tanpa tahanan pada kematian janin dalam uterus, dimana tonus
jaringan telah sedemikian lembeknya sehingga tidak mampu memberikan tahanan lagi. Pada
mola hidatidosa, sonde dapat berputar 360 derajat tanpa tahanan, sedangkan pada kehamilan
normal sonde akan tertahan. 3,6

7. Patologi anatomi
- Makroskopis : Gambaran khas MH berupa kista / gelembung dengan berbagai
macam ukuran, dindingnya tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan.
Tangkai melekat pada endometrium. Bila tangkainya terlepas, terjadi perdarahan.
- Mikroskopis : Stroma villi mengalami degenerasi hidropik, yang tampak sebagai
kista, Proliferasi trofoblast (baik sel Langhan/ sitotrofoblast maupun
sinsisiotrofoblast), sehingga terbentuk beberapa lapisan,Tidak ada atau berkurangnya
pembuluh darah pada villi. 2,6,9

Tatalaksana
Angka kematian akibat kehamilan mola saat ini praktis telah berkurang hingga nol oleh
diagnosa dini dan terapi yang sesuai. Terdapat dua hal pokok yang penting dalam
penatalaksanaan semua kehamilan mola. Pertama adalah evakuasi mola, dan kedua adalah
tindak lanjut (follow up) teratur untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Sebagian
besar dokter melakukan pemeriksaan radiografik toraks praoperasi, kecuali jika terdapat
tamnda-tanda penyakit ekstrauterus, maka pencitraan CT atau MR untuk mengevaluasi hati
atau otak tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan laboratorium mencakup hemogram untuk
menilai anemia, golongn darah dan penapisan antibodi, kadar transminase hati serum untuk
menilai keterlibatan hati, dan kadar transaminase hati serum untuk menilai keterlibatan hati,
dan kadar basal B HCG serum.2
Terdapat dua hal pokok dalam tatalaksana mola:
1. Evakuasi mola
a. Kuretase isap.
Tanpa memandang ukuran uterus, biasa dilakukan evakuasi mola dengan
kuretase isap. Untuk mola besar, perlu diberikan anestesia yang adekuat dan
persediaan darah yang cukup. Pada keadaan serviks tertutup, pelebaran
praoperasi dengan dilator osmotik mungkin menolong. Serviks kemudian
diperbesar lebih lanjut agar kuret hisap 10 sampai 12 mm dapat masuk.
Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan, maka pasien diberi
oksitosin. Setelah miometrium berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang
menyeluruh tetapi lembut dengan kuret yang menyeluruh tetapi lembut
dengan kuret yang besar dan tajam.
b. Histerektomi
Di amerika serikat, induksi persalinan atau histerektomi jarang digunakan
untuk evakuasi mola. Kedua tindakan ini kemungkinan akan meningkatan
pengeluaran darah dan dapat meningkatkan insiden trofoblastik persisten.
Apabila pasien tidak ingin hamil, histerektomi mungkin lebih dianjurkkan
daripada kuretase isap. Ini merupakan tindakan yang logis bagi wanita berusia
40 tahun atau lebih, karena paling sedikit sepertiga dari para wanita ini akan
mengalami neoplasia trofoblastik gestational persisten, meskipun histerektomi
tidak menghilangkan kemungkinan ini, tetapi tindakan ini telah sangat
mengurangi kemungkinan timbulnya neoplasia trofoblastik gestational
persisten. Yang terakhir, histerektomi adalah terapi adjuvan penting bagi
tumor yang kemoresisten.2
2. Follow up
Bagi wanita yang kehamilan molanya sudah dikeluarkan, followup yang konsisten
adalah suatu keharusan. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk memastikan resolusi
sempuran penyakit trofoblastik dengan kemoterapi jika dibutuhkan. Selain itu untuk
menilai mormal-tidaknya onvolusi dari segi anatomis (uterus), laboratorium (kadar
BHCG) maupun fungsional (menstruasi) dan menentukan adanya transformasi
keganasan, terutama pada tingkat yang sangat dini.1,2
1. Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan kontrasepsi
hormonal.
2. Setelah kadar B HCG serum diperoleh dalam 48 jam setelah evakuasi, kadar
dipantau setiap 1 sampai 2 minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting untuk
mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan jaringan trofoblastik dalam
jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Kadar harus turun secara
progresif ke kadar yang tidak terdeteksi .
3. Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum terus menurun, peningkatan
kadar atau kadar yang terus mendatar menunjukkan perlunya evaluasi untuk
penyakit trofoblastik gestational persisten dan biasanya pengobatan. Peningkatan
menunjukkan proliferasi trofoblastik yang kemungkinan besar ganas, kecuali jika
wanita yang bersangkutan kembali hamil. Kemoterapi yang diberikan berupa
Methotrexat (MTX) 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut, asam folat sebagai
antidotum,dan atinomycin D1 flakon/hari selama 5 hari berturut-turut.
4. Jika kadar B HCG turun ke kadar normal maka pemeriksaan kadar ini diulang
setiap bulan selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi maka surveilens dapat
dihentikan dan pasien diizinkan hamil kembali.

Literatur lain mengatakan bahwa follow up dilakukan selama 1 tahun, dengan jadwal sebagai
berikut:
a. Tiga bulan pertama : tiap dua minggu
b. Tiga bulan kedua: tiap satu bulan
c. Enam bulan terakhir: tiap dua bulan

Dalam setiap kunjungan follow up, dilakukan pemeriksaan ginekologis dan BHCG serta
rontgen toraks, bila perlu. Follow up dinyatakan selesai bila:
1. Setelah satu tahun pascaevakuasi mola, penderita tidak mempunyai keluhan. Kadar B
HCG < 5 mIU/ml atau
2. Ibu sudah kembali mengalami kehamilan normal

Selama followup, ibu dianjurkan tidak hamil dahulu dan menggunakan kontrasepssi kondom
atau pil.1
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :
1. Anemia
2. Syok
4. Infeksi
5. Eklampsia
6. Tirotoksikosis
7. Keganasan (Gestational trophoblastic neoplasia)
Sekitar 50% kasus berasal dari mola, 30% kasus berasal dari abortus, dan 20% dari
kehamilan atau kehamilan ektopik. Gejalanya dijumpai peningkatan hCG yang persisten
pascamola, perdarahan yang terus-menerus pascaevakuasi (pada kasus pascaevakuasi dengan
perdarahan yang terus-menerus dan kadar hCG yang menurun lambat, dilakukan kuretase
vakum ulangan atau USG dan histeroskopi), perdarahan rekurens pascaevakuasi. Bila sudah
terdapat metastase akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase tersebut. 9

Prognosis
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi penyakit
trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang
berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang
tinggi (>100.000mIU/mL), eklampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.
Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksikan perkembangan mola hidatidosa masih cukup sulit dan keputusan terapi
sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor risiko ini.
Risiko terjadinya rekurensi adalah ssekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka
risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.4,11
Kesimpulan

Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat sembuh spontan, namun
bila diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita dapat meninggal karena perdarahan,
infeksi maupun akibat tumor trofoblas gestasional pasca mola hidatidosa. Mola Hydatidosa
merupakan neoplasma jinak dari sel trofoblas yang terjadi kegagalan dalam pembentukan
plasenta atau fetus yang menyerupai buah anggur karena terlambat untuk diangkat. Mola
hidatidosa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu mola hidatidosa komplet dan parsial
berdasarkan sitogenik dan morfologi histologi. Perbedaan ini akan memberikan konsekuensi
perbedaan pada gejala dan tanda klinis serta manajemennya. Penanganan mola hidatidosa
tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Martaadisoebrata dr, Bratakoesoema dr, Wirakusumah dr, dkk. Penyakit trofoblas
gestational: Obstetri patologi. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2017.h.
12-4.

2. Cuningham FG, Gant NF, MacDonald PC. Penyakit trofoblastik gestational: Obstetri
williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2015.h. 271-280.

3. Gambar diunduh dari http://www.mdguidelines.com/images/Illustrations/hyda_mol.jpg,


10 September 2017
4. Berek, Jonathan S. Hydatidiform Mole. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition
2007; hlm 1582-20.
5. Gambar diunduh dari http://radiographics.rsna.org/cgi/content-nw/full/24/1/157/F30B,
28 September 2017.
6. Gambar diunduh dari http://hendrarisky.wordpress.com/2011/03/21/hamil-anggur-mola-
hidatidosa/, 28 September 2017
7. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional.
Jakarta: EGC; 200. hlm 7 – 42.
8. Mola Hidatidosa. Diunduh dari http://radiographics.rsna.org/cgi/content-
nw/full/24/1/157/F30B, 28 September 2017
9. Mola Hidatidosa. Diunduh dari www. medicastore.com/penyakit/2006/mola_hidatidosa,
28 September 2017.
10. Winknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi; ed 2;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008; hlm 246-268.

11. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. 2001. hlm 265-267.

Anda mungkin juga menyukai