7) Bagaimana aktivitas fisik yang sesuai untuk anak sekolah? (durasi dan jenis)
Rekomendasi durasi aktivitas fisik pada anak usia sekolah dan juga remaja (6-
17 tahun) merujuk pada buku Phsysical Activity Guidelines for Americans
tahun 2018 adalah 60 menit (1 jam) atau lebih aktivitas fisik dengan intensitas
sedang hingga kuat setiap hari.
Ketiga jenis aktivitas fisik yang harus dilakukan setiap minggu untuk anak-
anak dan remaja:
1. Latihan aerobik
Sebagian besar aktivitas fisik anak selama 60 menit setiap hari harus berupa
latihan aerobik, seperti berjalan kaki, jogging, atau apa pun yang membuat
jantung berdetak lebih cepat. Selain itu, dorong mereka untuk melakukan
latihan aerobik setidaknya 3 hari seminggu, yang menyebabkan mereka
bernapas lebih cepat dan jantungnya berdetak lebih cepat.
2. Penguatan otot
3. Memperkuat tulang
Rekomendasi aktivitas fisik selama 60 menit sehari berlaku untuk semua anak
sehat berusia 5–17 tahun, kecuali anak yang menderita kondisi medis tertentu.
Jika anak-anak saat ini tidak melakukan aktivitas fisik, mereka harus mulai
aktivitas fiisk dengan sedikit demi sedikit dan secara bertahap dapat
ditingkatkan durasi, frekuensi, dan intensitasnya. Contohnya untuk mencapai
rekomendasi WHO untuk aktivitas fisik 60 menit per hari, anak dapat
memulainya dengan melakukan aktivitas fisik dalam waktu yang pendek
namun sering, contohnya melakukan aktivitas fisik selama 30 menit di pagi
hari dan sore hari (30 menit x 2).
Durasi "screen time" anak juga harus dibatasi, yakni tidak boleh lebih dari 2
jam untuk menggunakan gawai, televisi, dan komputer. Hal ini agar anak tidak
terbiasa untuk dalam posisi diam dan terdorong utnuk melakukan aktivitas
fisik baik di rumah ataupun di sekolah.
Mikayla (PMK Nomor 2 Tahun 2020 dan Fikawati, Syafiq, dan Veratamala,
2017)
Pengukuran antropometri mencakup berat badan dan tinggi badan yang dapat
digunakan untuk mengukur IMT menurut umur anak 5-18 tahun dengan
standar atau ambang batas status gizi sebagai berikut :
2) Membaca tabel IMT/U dan menetapkan status gizi anak, yaitu dengan
menentukan jenis kelamin anak dan pilih tabel IMT/U sesuai dengan
jenis kelamin lalu perhatikan usia anak yang sesuai dengan tabel
IMT/U dalam bulan. Lalu menentukan letak hasil perhitungan IMT
didalam baris usia anak tersebut. Terakhir, menentukan status gizi anak
dengan melihat judul kolom tempat IMT itu berada.
Anissa (Fikawati, et.al., 2020)
Indikator BB/TB dan TB/U bertujuan untuk mengetahui kondisi status gizi
anak mengalami stunting. BB/TB digunakan untuk mengetahui apakah berat
badan ank proporsional dengan PB atau TB yang dimilikinya. Indikator ini
sangat berguna dimana usia anak tidak diketahui. BB/TB yang rendah
menggambarkan kekurusan, outcome dari proses ini adalah wasting.
Sedangkan pengukuran indicator lingkar kepala adalah untuk mengetahui
apakah anak mengalami makro atau mikrosefali.
Bayi dengan berat lahir rendah di dalam kandungan menderita kekurangan gizi
sehingga akan membutuhkan asupan energi dan lemak yang tinggi pada saat di
luar kandungan. Bayi mengalami "Pemrogaman" yang bahkan sudah terjadi
saat mulai di dalam kandungan ketika ibu memiliki nutrisi yang buruk dan
tidak memadai, sehingga memaksimalkan intake merupakan salah satu cara
untuk mengimbangi perkembangan janin. Hal tersebut membuat sistem tubuh
mereka mengatur agar tubuh dapat menyimpan lemak lebih banyak setelah
dewasa, sehingga memiliki resiko menjadi gemuk atau obesitas.
Selain obesitas, bayi dengan BBLR memiliki risiko terhadap PTM lain seperti
kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan hipertensi.
Ketika bayi sudah sampai pada titik kegemukan maka lemak di dalam tubuh
juga terus meningkat, hal ini memicu peningkatan kadar serum leptin di dalam
tubuh. Sayangnya peningkatan kadar leptin ini tidak dapat dikenali oleh
hipotalamus. Seharusnya kadar leptin ini bisa menahan orang untuk tidak
makan, karena otak merasa tubuh memiliki banyak kalori yang tersimpan
dalam tubuh. Namun, yang menjadi masalah adalah sinyal leptin ini tidak
berfungsi. Ada banyak leptin di dalam tubuh tapi otak tidak bisa
mendeteksinya. Kondisi inilah yang disebut dengan resistensi leptin.
Resistensi leptin inilah yang membuat penderita obesitas sulit untuk mengatur
pola makannya karena merasa dirinya belum kenyang dan harus menghemat
energy
Anak balita yang dilahirkan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi kegemukan di masa
mendatang. Hal ini karena BBLR mempunyai massa tubuh tanpa lemak (lean
body mass) yang lebih rendah daripada bayi yang lahir dengan berat lahir
cukup. (Al-Qaoud & Prakash, 2009) menyebutkan bahwa anak-anak yang
lahir dengan berat lahir besar (4000 gr) memiliki risiko 2,5 kali terkena
obesitas/ kegemukan dibandingkan dengan berat lahir normal, sedangkan
untuk bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko terkena
kegemukan dikarenakan kesalahan penanganan bayi yaitu bayi diberi asupan
protein yang tinggi untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhannya dengan
anak-anak yang lahir dengan berat badan normal.
Aurelyn (Edwards, M., 2017; Calkins, K., & Devaskar, S. U., 2011) (Achadi,
Endang L., Achadi, A. dan Anindita, T., 2020)
BBLR yang diikuti oleh pertumbuhan masa kanak-kanak yang terjadi secara
cepat meningkatkan risiko obesitas. Bayi dengan BBLR biasanya juga
memberi respons dengan tumbuh lebih pesat. Kecenderungan untuk mengejar
pertumbuhan ini mencerminkan respons alami tubuh terhadap kekurangan
nutrisi. Catch-up growth dikaitkan dengan peningkatan adipositas visceral.
Ada juga hubungan antara kecenderungan untuk menyimpan lemak secara
intra-abdomen dan BBLR.
Ketika bayi yang lahir dengan riwayat gangguan pertumbuhan seperti BBLR,
namun setelah lahir mendapatkan suplai gizi yang relatif berlebihan
merupakan salah satu contoh “mismatch”. Salah satu konsekuensi dari
mismatch adalah bayi akan melakukan kejar pertumbuhan (catch up growth).
Catch up growth merupakan suatu fase percepatan pertumbuhan untuk
mengurangi akumulasi defisit pertumbuhan tinggi badan sebelumnya. Karena
pada BBLR sebelumnya telah terjadi adaptasi fisiologis (thrifty fenotipe),
ketika anak disuplai dengan asupan gizi berlebih, asupan yang berlebih itu
akan lebih sulit diadaptasi oleh bayi sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya obesitas. Catch up growth ini berarti tubuh cenderung
melakukan kompensasi untuk mengejar ketinggalannya dengan mempercepat
atau memperpanjang masa pertumbuhannya. Pada kasus BBLR ini biasanya
pertambahan berat badannya cenderung lebih banyak proporsi lemaknya
dibandingkan otot. Bayi BBLR cenderung untuk menyimpan lemak, terutama
di kompartemen abdomen sehingga BBLR cenderung berisiko untuk obesitas.
Pencegahan obesitas pada anak dapat dilakukan dengan cara makan yang
diimbangi dengan aktivitas fisik, diet yang benar, dan mengontrol jajanan
anak, karena jajanan anak yang dijual bebas banyaj yang tinggi energy.
Penanganan yang dilakukan bila anak sudah terlanjur obesitas, antara lain
dengan melakukan diet pembatasan konsumsi makanan untuk menjaga agar
berat badan anak relative stabil (tidak terlalu cepat naik), sehingga kemudian
menjadi semaju sesuai dengan tinggi dan usianya. Jangan menurunkan berat
badan anaj karena hal tersebut dapat membuang zat-zat gizi yang seharusnya
dibutuhkan anak untuk ertumbuhan. Sebaiknya dihindari penggunaan obat
atau pembedahan lemak karena risiko-risiko yang akan dialami anak sangat
berbahaya
Ada tiga tingkat pencegahan dalam menangani obesitas pada masa kanak-
kanak:
Makan buah dan sayuran dalam jumlah yang disarankan setiap hari (2
hingga 4,5 cangkir per hari berdasarkan usia).
Belajar untuk makan dengan porsi makanan yang sesuai dengan usia.
Batasi waktu menonton televisi atau screen time lainnya tidak lebih
dari 2 jam per hari dan jangan letakkan televisi atau komputer di kamar
tidur.
Dukungan Psikologis
Perubahan Perilaku
Body Image --> Persepsi, perasaan, dan kritik seseorang terhadap penampilan
dan fungsi tubuhnya
1. Budaya
3. Usia
4. Media Massa
5. Keluarga
6. Berat Badan
SOLUSI
Delicia
Sebaiknya anak tersebut dibawa ke dietitian atau dokter yang sudah terlatih
untuk penanganan obesitas anak. Sehingga terhindar dari pola makan dan
olahraga yang tidak baik atau berlebihan.
Afrah (Pradana, 2014) (CDC, 2020)
Aktivitas fisik : Anak usia 9 tahun 2 bulan harus melakukan aktivitas fisik
dengan intensitas sedang hingga berat selama 60 menit (1 jam) atau lebih
setiap hari, termasuk latihan aerobik dan penguatan tulang (seperti berlari atau
melompat) 3 hari seminggu dan membangun otot (misalnya memanjat atau
push-up) 3 hari seminggu.
Makan buah dan sayuran dalam jumlah yang disarankan setiap hari (2
hingga 4,5 cangkir per hari berdasarkan usia).
Belajar untuk makan dengan porsi makanan yang sesuai dengan usia.
Batasi waktu menonton televisi atau screen time lainnya tidak lebih
dari 2 jam per hari dan jangan letakkan televisi atau komputer di kamar
tidur.
Aurelia
- Ajari anak bahwa tubuh yang sehat datang dalam berbagai bentuk dan
ukuran.
Ajari anak untuk fokus pada kemampuan mereka, daripada penampilan
mereka. Misalnya, pujilah mereka karena kebaikannya kepada orang lain dan
karena mengucapkan tolong dan terima kasih.
Ruth
Pak Syafiq