Anda di halaman 1dari 18

Notulensi Tutorial S2P3 – Gizi Daur Kehidupan (Anak Sekolah)

7) Bagaimana aktivitas fisik yang sesuai untuk anak sekolah? (durasi dan jenis)

 Allisya (Phsysical Activity Guidelines for Americans, 2018)

Rekomendasi durasi aktivitas fisik pada anak usia sekolah dan juga remaja (6-
17 tahun) merujuk pada buku Phsysical Activity Guidelines for Americans
tahun 2018 adalah 60 menit (1 jam) atau lebih aktivitas fisik dengan intensitas
sedang hingga kuat setiap hari.

Sebagai bagian dari 60 menit, setidaknya 3 hari seminggu, anak-anak dan


remaja membutuhkan:

- Aktivitas Berat seperti berlari atau sepak bola

- Aktivitas yang memperkuat otot seperti memanjat atau push up

- Aktivitas yang memperkuat tulang seperti senam atau lompat tali

 Afrah (CDC, 2020)

Ketiga jenis aktivitas fisik yang harus dilakukan setiap minggu untuk anak-
anak dan remaja:

1. Latihan aerobik

Sebagian besar aktivitas fisik anak selama 60 menit setiap hari harus berupa
latihan aerobik, seperti berjalan kaki, jogging, atau apa pun yang membuat
jantung berdetak lebih cepat. Selain itu, dorong mereka untuk melakukan
latihan aerobik setidaknya 3 hari seminggu, yang menyebabkan mereka
bernapas lebih cepat dan jantungnya berdetak lebih cepat.

2. Penguatan otot

Sertakan aktivitas penguatan otot seperti memanjat atau push-up setidaknya 3


hari seminggu sebagai bagian dari 60 menit anak atau lebih setiap hari.

3. Memperkuat tulang

Sertakan aktivitas penguatan tulang seperti melompat atau berlari setidaknya 3


hari seminggu sebagai bagian dari 60 menit anak atau lebih per hari.

 Delicia (IDAI, 2014)


 Raihani (WHO, 2011).

Rekomendasi aktivitas fisik selama 60 menit sehari berlaku untuk semua anak
sehat berusia 5–17 tahun, kecuali anak yang menderita kondisi medis tertentu.
Jika anak-anak saat ini tidak melakukan aktivitas fisik, mereka harus mulai
aktivitas fiisk dengan sedikit demi sedikit dan secara bertahap dapat
ditingkatkan durasi, frekuensi, dan intensitasnya. Contohnya untuk mencapai
rekomendasi WHO untuk aktivitas fisik 60 menit per hari, anak dapat
memulainya dengan melakukan aktivitas fisik dalam waktu yang pendek
namun sering, contohnya melakukan aktivitas fisik selama 30 menit di pagi
hari dan sore hari (30 menit x 2).

 M. Aulia (Brown, 2011)

Durasi "screen time" anak juga harus dibatasi, yakni tidak boleh lebih dari 2
jam untuk menggunakan gawai, televisi, dan komputer. Hal ini agar anak tidak
terbiasa untuk dalam posisi diam dan terdorong utnuk melakukan aktivitas
fisik baik di rumah ataupun di sekolah.

8) Bagaimana cara penilaian status gizi untuk anak usia sekolah?

 Mikayla (PMK Nomor 2 Tahun 2020 dan Fikawati, Syafiq, dan Veratamala,
2017)

Pengukuran antropometri mencakup berat badan dan tinggi badan yang dapat
digunakan untuk mengukur IMT menurut umur anak 5-18 tahun dengan
standar atau ambang batas status gizi sebagai berikut :

Cara mengukur IMT/U sebagai berikut:

1) Menetapkan IMT anak, yaitu dengan mengetahui jenis kelamin, berat


badan, tinggi badan, usia anak. Dan menghitung IMT anak dengan
BB( kg)
rumus : IMT =
TB x TB(m2)

2) Membaca tabel IMT/U dan menetapkan status gizi anak, yaitu dengan
menentukan jenis kelamin anak dan pilih tabel IMT/U sesuai dengan
jenis kelamin lalu perhatikan usia anak yang sesuai dengan tabel
IMT/U dalam bulan. Lalu menentukan letak hasil perhitungan IMT
didalam baris usia anak tersebut. Terakhir, menentukan status gizi anak
dengan melihat judul kolom tempat IMT itu berada.
 Anissa (Fikawati, et.al., 2020)

Indikator BB/TB dan TB/U bertujuan untuk mengetahui kondisi status gizi
anak mengalami stunting. BB/TB digunakan untuk mengetahui apakah berat
badan ank proporsional dengan PB atau TB yang dimilikinya. Indikator ini
sangat berguna dimana usia anak tidak diketahui. BB/TB yang rendah
menggambarkan kekurusan, outcome dari proses ini adalah wasting.
Sedangkan pengukuran indicator lingkar kepala adalah untuk mengetahui
apakah anak mengalami makro atau mikrosefali.

 Delicia (PMK Nomor 2 Tahun 2020)

- Pada skenario, anak perempuan, usia 9 tahun 2 bulan, BB 44,3kg, TB


138,2cm.

- BMI: 44,3/(1,382x1,382) = 23,2, berada di antara +2 SD dan +3 SD,


termasuk kategori obesitas karena > +2 SD

 Aurelyn (National Center for Health Statistics, 2000.)

Berat Badan menurut Usia dan Tinggi badan menurut Usia

Grafik referensi pertumbuhan CDC menggunakan persentil ke-5 dan ke-95


sebagai nilai batas persentil terluar yang menunjukkan pertumbuhan abnormal.
Stature-for-age atau tinggi badan menurut usia kurang dari persentil 5,
terindikasi bertubuh pendek.

"CDC GROWTH CHARTS" adalah alat yang direkomendasikan untuk


memantau pertumbuhan seorang anak. Grafik pertumbuhan yang sesuai adalah
spesifik gender untuk anak-anak usia 2-20 tahun, dan memungkinkan
pengguna untuk memplot BB/U, TB/U, dan IMT/U.
9) Bagaimana hubungan BBLR dan lahir pendek dengan obesitas pada anak?

 Ruth (Meyre, 2005)

Penelitian Meyre D, dkk (2005) mendapatkan beberapa variasi genetik yang


memodulasi insulin dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan fetus dan onset
dini obesitas. Teori ini mengatakan peran genetik juga mempengaruhi status
obesitas anak disamping berat badan lahir yang rendah. Faktor genetik yang
menjadi penghubung antara munculnya obesitas pada anak dengan berat badan
lahir yang rendah diantaranya Glutamate Decarboxylase 2 (GAD2) dan mutasi
small heterodimer partner (SHP) yang mengkode protein inhibisi key β-cell-
expressed hepatocyte nuclear. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) disamping
meningkatkan risiko akumulasi lemak sentral, meningkatkan risiko resisten
insulin, metabolic syndrome dan penyakit kardiovaskular pada anak non
obesitas juga dapat menimbulkan hal yang sama pada anak yang obesitas.
Teori-teori tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan ini
dimana uji estimasi risiko menunjukkan BBLR sebagai faktor protektif pada
analisis bivariat. Berat badan lahir bukan merupakan faktor mutlak yang
menentukan risiko terjadinya obesitas karena masih banyak pengaruh faktor
lain. Faktor lingkungan seperti kebiasaan, pola makan dan aktifitas fisik
kemungkinan juga mempengaruhi timbulnya obesitas pada anak

 Athiya (Khairunisa, 2018)

Obesitas pada masa anak dapat meningkatkan kejadian mortalitas dan


morbiditas baik pada masa anak-anak maupun pada saat sudah dewasa.
Penyebab obesitas pada anak bersifat multifaktor diantaranya adalah berat
bayi pada saat lahir. Bayi dengan berat lahir rendah di dalam kandungan
menderita kekurangan gizi sehingga akan membutuhkan asupan energi dan
lemak yang tinggi pada saat di luar kandungan. Hal tersebut membuat sistem
tubuh mereka mengatur agar tubuh dapat menyimpan lemak lebih banyak
setelah dewasa, sehingga memiliki resiko menjadi gemuk atau obesitas.

 M. Aulia (Khairunisa, 2018)

Bayi dengan berat lahir rendah di dalam kandungan menderita kekurangan gizi
sehingga akan membutuhkan asupan energi dan lemak yang tinggi pada saat di
luar kandungan. Bayi mengalami "Pemrogaman" yang bahkan sudah terjadi
saat mulai di dalam kandungan ketika ibu memiliki nutrisi yang buruk dan
tidak memadai, sehingga memaksimalkan intake merupakan salah satu cara
untuk mengimbangi perkembangan janin. Hal tersebut membuat sistem tubuh
mereka mengatur agar tubuh dapat menyimpan lemak lebih banyak setelah
dewasa, sehingga memiliki resiko menjadi gemuk atau obesitas.

Selain obesitas, bayi dengan BBLR memiliki risiko terhadap PTM lain seperti
kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan hipertensi.

Ketika bayi sudah sampai pada titik kegemukan maka lemak di dalam tubuh
juga terus meningkat, hal ini memicu peningkatan kadar serum leptin di dalam
tubuh. Sayangnya peningkatan kadar leptin ini tidak dapat dikenali oleh
hipotalamus. Seharusnya kadar leptin ini bisa menahan orang untuk tidak
makan, karena otak merasa tubuh memiliki banyak kalori yang tersimpan
dalam tubuh. Namun, yang menjadi masalah adalah sinyal leptin ini tidak
berfungsi. Ada banyak leptin di dalam tubuh tapi otak tidak bisa
mendeteksinya. Kondisi inilah yang disebut dengan resistensi leptin.

Resistensi leptin inilah yang membuat penderita obesitas sulit untuk mengatur
pola makannya karena merasa dirinya belum kenyang dan harus menghemat
energy

 Desi (Symington, et.al., 2016) (Keino, et.al., 2014)

Anak-anak yang pendek memiliki risiko lebih tinggi mengalami kelebihan


berat badan dan menyebabkan obesitas. Mekanisme yang terkait dengan
kecenderungan ini adalah bahwa anak-anak yang mengalami stunting
mengalami gangguan oksidasi lemak dan gangguan regulasi asupan energi.
Gangguan oksidasi lemak menyebabkan lemak tidak teroksidasi dengan baik,
dan lemak yang tidak teroksidasi harus disimpan dalam tubuh, sehingga dapat
menimbulkan penumpukan lemak berlebih. Hal ini berkaitan dengan
penelitian di Meksiko yang menunjukkan bahwa stunting merupakan faktor
risiko penumpukan lemak tubuh berlebih. Kemudian, anak yang stunting
berisiko mengalami obesitas, ketika anak terpapar makanan padat energi
sehingga memfasilitasi konsumsi lebih banyak kalori dan meningkatkan risiko
penumpukan lemak berlebih.

 Fella (Al-Qaoud & Prakash, 2009)

Anak balita yang dilahirkan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi kegemukan di masa
mendatang. Hal ini karena BBLR mempunyai massa tubuh tanpa lemak (lean
body mass) yang lebih rendah daripada bayi yang lahir dengan berat lahir
cukup. (Al-Qaoud & Prakash, 2009) menyebutkan bahwa anak-anak yang
lahir dengan berat lahir besar (4000 gr) memiliki risiko 2,5 kali terkena
obesitas/ kegemukan dibandingkan dengan berat lahir normal, sedangkan
untuk bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko terkena
kegemukan dikarenakan kesalahan penanganan bayi yaitu bayi diberi asupan
protein yang tinggi untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhannya dengan
anak-anak yang lahir dengan berat badan normal.

 Aurelyn (Edwards, M., 2017; Calkins, K., & Devaskar, S. U., 2011) (Achadi,
Endang L., Achadi, A. dan Anindita, T., 2020)

BBLR/prematur/PBLR merupakan suatu indikator yang digunakan untuk


mengindikasikan adanya gangguan pertumbuhan di dalam kandungan. Oleh
karena itu anak yang BBLR biasanya memiliki gangguan pada fungsi berbagai
organ karena adanya gangguan pada pembelahan dan pembesaran sel-sel janin
sehingga terjadi thrifty fenotipe atau fetal programming. Thrifty fenotipe
adalah terjadinya pembatasan pertumbuhan atau fungsi beberapa organ seperti
ginjal, hati dan pankreas yang tidak penting untuk kelangsungan hidup segera,
Pertumbuhan lebih difokuskan ke jantung dan otak yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup agar janin tetap bisa bertahan hidup. Pengurangan ukuran
organ-organ ini ireversibel dan hal ini menunjukan bayi yang BBLR tidak
akan cocok untuk periode konsumsi energi tinggi karena sebelumnya sudah
terjadi penurunan permanen kapasitas organ-organ sehingga apabila anak
diberi makanan yang tinggi energi dapat terjadi peningkatan berat badan atau
obesitas.

BBLR yang diikuti oleh pertumbuhan masa kanak-kanak yang terjadi secara
cepat meningkatkan risiko obesitas. Bayi dengan BBLR biasanya juga
memberi respons dengan tumbuh lebih pesat. Kecenderungan untuk mengejar
pertumbuhan ini mencerminkan respons alami tubuh terhadap kekurangan
nutrisi. Catch-up growth dikaitkan dengan peningkatan adipositas visceral.
Ada juga hubungan antara kecenderungan untuk menyimpan lemak secara
intra-abdomen dan BBLR.

Ketika bayi yang lahir dengan riwayat gangguan pertumbuhan seperti BBLR,
namun setelah lahir mendapatkan suplai gizi yang relatif berlebihan
merupakan salah satu contoh “mismatch”. Salah satu konsekuensi dari
mismatch adalah bayi akan melakukan kejar pertumbuhan (catch up growth).
Catch up growth merupakan suatu fase percepatan pertumbuhan untuk
mengurangi akumulasi defisit pertumbuhan tinggi badan sebelumnya. Karena
pada BBLR sebelumnya telah terjadi adaptasi fisiologis (thrifty fenotipe),
ketika anak disuplai dengan asupan gizi berlebih, asupan yang berlebih itu
akan lebih sulit diadaptasi oleh bayi sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya obesitas. Catch up growth ini berarti tubuh cenderung
melakukan kompensasi untuk mengejar ketinggalannya dengan mempercepat
atau memperpanjang masa pertumbuhannya. Pada kasus BBLR ini biasanya
pertambahan berat badannya cenderung lebih banyak proporsi lemaknya
dibandingkan otot. Bayi BBLR cenderung untuk menyimpan lemak, terutama
di kompartemen abdomen sehingga BBLR cenderung berisiko untuk obesitas.

10) Bagaimana penanganan obesitas pada anak usia sekolah?

 Allisya (Fikawati, et al., 2020).

Pencegahan obesitas pada anak dapat dilakukan dengan cara makan yang
diimbangi dengan aktivitas fisik, diet yang benar, dan mengontrol jajanan
anak, karena jajanan anak yang dijual bebas banyaj yang tinggi energy.
Penanganan yang dilakukan bila anak sudah terlanjur obesitas, antara lain
dengan melakukan diet pembatasan konsumsi makanan untuk menjaga agar
berat badan anak relative stabil (tidak terlalu cepat naik), sehingga kemudian
menjadi semaju sesuai dengan tinggi dan usianya. Jangan menurunkan berat
badan anaj karena hal tersebut dapat membuang zat-zat gizi yang seharusnya
dibutuhkan anak untuk ertumbuhan. Sebaiknya dihindari penggunaan obat
atau pembedahan lemak karena risiko-risiko yang akan dialami anak sangat
berbahaya

 Aulia Husna (Pandita, et. al., 2016)

Ada tiga tingkat pencegahan dalam menangani obesitas pada masa kanak-
kanak:

 Pencegahan primordial: berkaitan dengan menjaga berat badan yang


sehat dan BMI yang normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja.

 Pencegahan primer: bertujuan untuk mencegah anak-anak yang


kelebihan berat badan menjadi obesitas.

 Pencegahan sekunder: diarahkan untuk pengobatan obesitas sehingga


dapat mengurangi penyakit penyerta dan membalikkan kelebihan berat
badan dan obesitas jika memungkinkan.

Menanamkan praktik sehat seperti makanan nabati dan konsumsi buah-buahan


serta memasukkan olahraga dan gaya hidup aktif membentuk pilar program
pencegahan tersebut

 Amira (Whitney and Rolfes, 2016)

Perilaku Makan dan Aktivitas Fisik yang Direkomendasikan untuk Mencegah


Obesitas:

 Batasi konsumsi minuman yang dimaniskan dengan gula, seperti


minuman ringan dan minuman beraroma buah.

 Makan buah dan sayuran dalam jumlah yang disarankan setiap hari (2
hingga 4,5 cangkir per hari berdasarkan usia).

 Belajar untuk makan dengan porsi makanan yang sesuai dengan usia.

 Makan makanan dengan kepadatan energi yang rendah seperti yang


tinggi serat dan /atau air dan sedikit lemak.

 Makan sarapan bergizi setiap hari.


 Makan makanan yang kaya kalsium.

 Makan makanan seimbang dengan proporsi karbohidrat, lemak, dan


protein. yang disarankan

 Makan bersama sebagai sebuah keluarga sesering mungkin.

 Batasi frekuensi makan di restoran.

 Batasi waktu menonton televisi atau screen time lainnya tidak lebih
dari 2 jam per hari dan jangan letakkan televisi atau komputer di kamar
tidur.

 Terlibat dalam setidaknya 60 menit aktivitas fisik sedang hingga berat


setiap hari.

 Anissa (Whitney and Rolfes, 2016)

 Dukungan Psikologis

Program penurunan berat badan yang melibatkan orang tua memiliki


keberhasilan yang lebih besar daripada program tanpa keterlibatan
orang tua. Karena obesitas pada orang tua dan anak-anak cenderung
berkorelasi positif, keduanya mendapat manfaat ketika orang tua
berpartisipasi dalam program penurunan berat badan. Sikap orang tua
tentang makanan, sangat mempengaruhi perilaku makan anak,
sehingga penting untuk pengaruhnya untuk program penurunan berat
badan. Jika tidak, masalah makan bisa menjadi lebih buruk

 Perubahan Perilaku

Berbeda dengan program penurunan berat badan tradisional yang


berfokus pada apa yang dimakan, program perilaku berfokus pada cara
makan. Teknik-teknik ini melibatkan pembelajaran kebiasaan baru
yang menuntun anak membuat pilihan yang sehat
 Ruth (IDAI, 2018)
11) Faktor apa yang melatarbelakangi body image dan dampaknya (asupan, aktivitas)?

 Raihani (Thompson dan Manore, 2018)

Body Image --> Persepsi, perasaan, dan kritik seseorang terhadap penampilan
dan fungsi tubuhnya

Dampak dari body image buruk:

1) Pengaruh terhadap Pola Makan

Body image yang buruk akan membuat seseorang merasa tubuhnya


tidak normal dan hal ini akan mempengaruhi pola makan anak
tersebut. Ketika seseorang melihat tubuhnya terlalu gemuk atau
obesitas, ia akan membatasi makannya. Pembatasan makanan dapat
terjadi dalam dua bentuk:

 Pola makan yang tidak teratur, adalah istilah umum yang


digunakan untuk menggambarkan berbagai perilaku makan
yang tidak sesuai, yang digunakan orang untuk mencapai berat
badan yang lebih rendah. Perilaku ini dapat berupa melakukan
diet atau ekstremnya, anak dapat menolak makan makanan
yang mengandung lemak. Perilaku makan ini dapat membuat
anak sakit dan akan mengganggu aktivitas lainnya.

 Eating disorder, adalah kondisi kejiwaan yang melibatkan


ketidakpuasan terhadap tubuh yang sangat ekstrem dan pola
makan yang akan berdampak negatif pada fungsi tubuh. Tiga
jenis eating disorder yang didiagnosis secara klinis adalah
anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge-eating disorder.
Anoreksia nervosa ditandai dengan pembatasan makanan yang
parah, bulimia nervosa dan binge-eating disorder melibatkan
makan berlebihan yang ekstrim. Namun yang umumnya terjadi
pada anak usia sekolah adalah anoreksia nervosa.

2) Pengaruh terhadap aktivitas fisik

Gangguan citra tubuh dan pola makan sering dikaitkan dengan


olahraga berlebihan, karena yang memiliki body image yang buruk,
terkait dengan berat atau bentuk tubuhnya, sering melakukan olahraga
berlebihan sebagai metode untuk membuang kalori yang tidak
diinginkan dari tubuh. Dalam literatur penelitian, olahraga berlebihan
ini kadang disebut kecanduan olahraga.

 Afrah (Nurvita dan Handayani, 2015)

Body image merupakan pengalaman individu berupa persepsi terhadap bentuk


dan berat tubuh, serta perilaku yang mengarah pada penilaian individu
terhadap penampilan fisik. Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan body image itu sendiri antara lain faktor sosialisasi budaya,
pengalaman interpersonal, ciri fisik, dan faktor kepribadian. Salah satu contoh
dari factor kepribadian adalah self-esteem. Self-esteem yang berkaitan dengan
pembentukan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi
akan mengembangkan body image yang positif, namun sebaliknya seseorang
dengan self-esteem yang rendah akan meningkatkan citra tubuh yang negatif.

 Allisya (Muhsin, 2014).

Faktor yang melatarbelakangi perkembangan body image menurut (Muhsin,


2014) adalah sebagai berikut:

1. Budaya

Pengaruh budaya terhadap pembentukan body image adalah adanya


standar ideal dari masyarakat seperti kecantikan yang diukur
berdasarkan warna kulit, kondisi badan (kurus atau gemuk),
mancung atau pesek, dll. Standar masyarakat inilah yang membuat
individu yang tidak sesuai dengan standar ideal merasa rendah
diri dan memiliki citra tubuh yang negative (Bell dan Rushforth,
2008)
2. Jenis Kelamin

Perempuan lebih cenderung memandang negative citra tubuhnya.


Perempuan juga lebih peka terhadap penampilan dirinya dan selalu
membandingkan dirinya dengan orang lain (Debi, 2012).

3. Usia

Umumnya remaja mengalami kenaikan berat badan pada masa


pubertas dan menjadi tidak bahagia terhadap penampilan dan dapat
menyebabkan remaja khususnya remaja putri mengalami gangguan
makan (eating disorder) (Muhsin, 2014).

4. Media Massa

Hampir di seluruh bentuk media baik lewat media cetak,


daring, dan televisi, model digambarkan sebagai suatu bentuk ideal
yang hampir tidak mungkin untuk dicapai, namun banyak dari
anggota masyarakat menerima bentuk ideal ini sebagai norma yang
dapat dicapai. Selain bentuk tubuh ideal, warna kulit yang putih
juga dipromosikan oleh media sebagai sesuatu yang ideal
(Krishen dan Worthen, 2011)

5. Keluarga

Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara


tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan
kepada anak bahwa menghawatirkan berat badan adalah sesuatu yang
normal (Muhsin, 2014).

6. Berat Badan

Tubuh yang gemuk membuat individu khususnya wanita merasa


kurang percaya diri dalam kehidupannya. Hal demikian, sedikit
banyak mempengaruhi kualitas hubungan sosialisasi individu (Muhsin,
2014).

SOLUSI

 Delicia

Sebaiknya anak tersebut dibawa ke dietitian atau dokter yang sudah terlatih
untuk penanganan obesitas anak. Sehingga terhindar dari pola makan dan
olahraga yang tidak baik atau berlebihan.
 Afrah (Pradana, 2014) (CDC, 2020)

Aktivitas fisik : Anak usia 9 tahun 2 bulan harus melakukan aktivitas fisik
dengan intensitas sedang hingga berat selama 60 menit (1 jam) atau lebih
setiap hari, termasuk latihan aerobik dan penguatan tulang (seperti berlari atau
melompat) 3 hari seminggu dan membangun otot (misalnya memanjat atau
push-up) 3 hari seminggu.

 Amira (Whitney and Rolfes, 2016)

Perilaku Makan dan Aktivitas Fisik yang Direkomendasikan untuk Mencegah


Obesitas:

 Batasi konsumsi minuman yang dimaniskan dengan gula, seperti


minuman ringan dan minuman beraroma buah.

 Makan buah dan sayuran dalam jumlah yang disarankan setiap hari (2
hingga 4,5 cangkir per hari berdasarkan usia).

 Belajar untuk makan dengan porsi makanan yang sesuai dengan usia.

 Makan makanan dengan kepadatan energi yang rendah seperti yang


tinggi serat dan /atau air dan sedikit lemak.
 Makan sarapan bergizi setiap hari.

 Makan makanan yang kaya kalsium.

 Makan makanan seimbang dengan proporsi karbohidrat, lemak, dan


protein. yang disarankan

 Makan bersama sebagai sebuah keluarga sesering mungkin.

 Batasi frekuensi makan di restoran.

 Batasi waktu menonton televisi atau screen time lainnya tidak lebih
dari 2 jam per hari dan jangan letakkan televisi atau komputer di kamar
tidur.

 Terlibat dalam setidaknya 60 menit aktivitas fisik sedang hingga berat


setiap hari.

 Aurelia

Lingkungan keluarga terutama orang tua harus membantu membangun


positive environment untuk anak seperti membangun harga diri anak,
membangun self-esteem anak, body positivity untuk anak. Anak di skenario
memiliki masalah dengan body imagenya. Jadi pertama Hindari pembicaraan
berat seperti komentar negatif tentang berat badan anak - meskipun
bermaksud baik - dapat menyakiti anak dan membuat anak semakin parah cara
dietnya. Pembicaraan negatif tentang berat badan dapat menyebabkan citra
tubuh yang buruk. sebaiknya, fokuskan percakapan pada pola makan yang
sehat dan citra tubuh yang positif. Bicaralah dengan anak-anak secara
langsung, terbuka, dan tanpa bersikap kritis atau menghakimi. Bantu anak
fokus pada tujuan positif, yaitu sehat. Obesitas bisa berkaitan dengan berbagai
macam penyakit nantinya jadi tujuan utama dalam menurunkan berat badan
adalah supaya bisa lebih sehat, bukanlah untuk kurus karena ingin terlihat
cantik saja. Kemudian Bicaralah dengan anak tentang perasaannya, mengapa
sebenarnya ia ingin kurus seperti idolanya, lalu coba jelaskan dengan baik-
baik kepada anak bahwa goal utamanya adalah yang penting sehat. Kemudian
mungkin bertanya pada anak tentang perasaanya dan orang tua harus
mendengarkan dengan baik dan supportive.

Untuk membantu anak Anda memiliki citra tubuh yang positif:

- Bicara tentang pesan dan gambar yang tidak realistis di media.

- Ajari anak bahwa tubuh yang sehat datang dalam berbagai bentuk dan
ukuran.
Ajari anak untuk fokus pada kemampuan mereka, daripada penampilan
mereka. Misalnya, pujilah mereka karena kebaikannya kepada orang lain dan
karena mengucapkan tolong dan terima kasih.

 Ruth

Penggunaan Buku Rapot Kesehatanku, 2018, untuk memantau apakah anak-


anak tersebut asupan makan dan aktivitasnya sudah sesuai atau belum

 Pak Syafiq

Sosialisasi dan edukasi pengukuran antropometri dan penentuan atau penilaian


status gizi anak. Perlu solusi yang lebih preventif dan promotif, karena
terdapat keterbatasan akses dan aspek ekonomi jika hanya mengandalkan
dietitian dan dokter. Penggunaan Buku Rapot Kesehatanku dari Kemenkes.

Anda mungkin juga menyukai