Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI

Disusun Oleh :

Nama : Permatasari Hasna Andiny

NIM : I1D017029

Posyandu : Jahe 4

Asisten : Christy Nataly

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

PURWOKERTO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan
1. Menilai status gizi balita dengan metode secara langsung melalui
pengkuran antropometri dan pemeriksaan fisik.
2. Menilai status gizi balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan
metode recall 24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ).
3. Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita.
B. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling penting
di berbagai negara, salah satunya di Indonesia. Gizi merupakan faktor
penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak. Jika pada usia balita status
gizinya tidak dikelola dengan baik, maka dikemudian hari kemungkinan
akan terjadi gangguan status gizi buruk. Gizi pada balita dipengaruhi oleh
faktor sosioekonomi dan latar belakang sosial budaya yang berhubungan
dengan pola makan dan nutrisi. Menurut Bhandari et al. (2013) Nutrisi yang
tidak adekuat dalam lima tahun pertama kehidupan berakibat pada
gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan otak yang
bersifat irreversible. Ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi adalah
status gizi. Status gizi balita mencerminkan tingkat perkembangan dan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara serta berhubungan dengan
status kesehatan anak di masa depan

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi berat-


kurang pada anak adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007
(18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat, padahal target
RPJMN sebesar 15% pada tahun 2014. Perubahan terutama pada prevalensi
gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7%
tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007
dan 2013 (Kemenkes RI., 2014).
Wirandoko (2007) menyatakan bahwa pada balita usia 2-5 tahun
termasuk dalam kelompok rentan atau rawan gizi. Oleh karena itu pada
masa balita usia 2-5 tahun harus mendapatkan perhatian yang lebih dari
orang tua terhadap kesehatannya terutama dalam pemberian makanan-
makanan yang bergizi (Soetjiningsih, 2008). Berkaitan dengan hal tersebut,
melalui praktikum penilaian status gizi diharapkan dapat meningkatkan
status gizi dan mencegah terjadinya gizi buruk dengan memeriksa status gizi
balita lebih dini serta memantau tumbuh kembang balita melalui
pemeriksaan antropometri, metode food recall 24 jam, food frequency serta
wawancara untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi balita agar tidak
terjadi gizi buruk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan
secara efesien maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat setinggi mungkin. Kelompok umur yang rentan terhadap
kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator
yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi
balita (Almatsier, 2011).

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Menurut Supariasa (2002) Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan
tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi
dan komposisi tubuh seseorang. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain :
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit (Supariasa, 2002). Menurut AIPGI (2016) Ada beberapa parameter
yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak balita. Parameter
tersebut yaitu :
1) Umur (U) : Parameter umur memegang peranan penting dalam
penilaian status gizi. Secara konseptual, penentuan umur adalah
berdasarkan umur penuh yaitu bulan penuh dan tahun penuh.
Sebagai contoh, anak umur 5 bulan 20 hari dihitung 5 bulan (AIPGI,
2016)
2) Berat Badan (BB) : Berat badan merupakan parameter antropometri
pilihan utama untuk melihat perahan dalam waktu singkat dan
memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat timbang yang
digunakan adalah dacin dengan ketelitian 0.1 kg. Kapasitas dacin
yang dianjurkan adalah 25 kg. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penimbangan bayi dan balita adalah pakaian harus seminimal
mungkin, sepatu dan pakaian tebal harus ditinggalkan (AIPGI,
2016)
3) Tinggi Badan (TB) : Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan
normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.
Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri
dilakukan dengan alat pengukur tinggi “mikrotoa” (Microtoise)
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, dkk., 2002).
4) Lingkar Lengan Atas (LILA) : Lingkar lengan atas sensitif untuk
suatu golongan tertentu (Prasekolah), tetapi kurang sensitif pada
golongan lain terutama orang dewasa. Alat yang digunalan
merupakan suatu pita pengukur berupa fiberglass atau jenis kertas
tertentu berlapis plastik. LILA memberikan gambaran tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA
mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan
status KEP pada balita dan KEK pada ibu WUS dan ibu hamil
sebagai risiko bayi BBLR. Ambang batas pengukuran LILA pada
bayi umur 0-30 hari yaitu ≥ 9,5 cm. sedangkan pada balita yaitu <
12,5 cm (Supariasa dkk., 2002).

Menurut AIPGI (2016) Indeks Antropometri adalah kombinasi


parameter antropometri. Ada beberapa indeks antropometri yang dapat
digunakan sesuai dengan tujuan penilaian status gizi, antara lain berat badan
menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan
tinggi badan menurut umur (TB/U)

1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)


Menggambarkan BB relative dibandingkan dengan umur anak.
BB/U memberikan gambaran status gizi kurang (underweight),
status gizi buruk (severly underweight), gizi baik dan gizi lebih.
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Digunakan pada anak > 2 tahun dengan pengukuran dalam keadaan
berdiri tegak. Indeks TB/U menggambarkan status gizi pendek
(stunted), sangat pendek (severly stunted), normal dan tinggi.
3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Menggambarkan berat badan dibandingkan dengan pertumbuhan
linear (TB) dan digunkana untuk mengklasifikasikan status gizi
kurus (wasted), sangat kurus (severly wasted), normal dan gemuk.
4) Indeks Masa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)
Indikator untuk menilai massa tubuh sehingga status gizi dapat
ditentukan. Indeks ini juga dapat digunakan sebagai skrining
overweight dan obesitas. Grafik IMT/U dan BB/TB cenderung
menunjukkan hasil yang sama.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan


mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan
Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus:

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

NIS : Nilai Individual Subjek


NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks

No. Indeks Ambang Batas Kategori Status Gizi


Berat Badan
1. < –3 SD Gizi Buruk
menurut Umur
–3 s/d < –2 SD Gizi Kurang
–2 s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi Lebih
Tinggi Badan
2. < –3 SD Sangat Pendek
menurut Umur
–3 s/d < –2 SD Pekdek
–2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
Berat Badan
3. menurut Tinggi < –3 SD Sangat Kurus
Badan
–3 s/d < –2 SD Kurus
–2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
4. Berat Badan < –3 SD Gizi Buruk
menurut Umur
–3 s/d < –2 SD Gizi Kurang
–2 s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi Lebih

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar Antopometri


Penilaian Status Gizi Anak, Kemenkes RI 2011.

Menurut AIPGI (2016) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak remaja ibu hamil dan olahragawan. IMT juga tidak bisa diterapkan
pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites, dan
hepatomegali. Rumus untuk menghitung IMT yaitu:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Setelah IMT dihitung, kemudian dikategorikan seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia


Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal > 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan > 25,0 – 27,0
Kelebihan BB tingkat berat > 27,0
Sumber : Depkes RI., 2002
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada
jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan
organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti
dan Triyanti, 2007).
2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Tujuan survey makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan
dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Adapun metode
pengukuran konsumsi makanan untuk individu adalah: Metode Food
Recall 24 jam, Estimasi Food Record, Penimbangan Makanan (Food
Weighing), Dietary History dan Food Frequency Questioner (Supariasa,
2002).
Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Hal penting yang perlu diketahui pada food recall 24 jam adalah data yang
diperoleh cenderung lebih kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu dinyatakan
secara teliti dengan mengunakan alat ukuran rumah tangga (URT) atau
ukuran yang digunakan sehari-hari (Supariasa, 2002).
Menurut Setyawati (2018) Petugas melakukan konversi dari URT ke
dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam
ukuran berat (gram) pewawancara menggunakan alat bantu seperti contoh
URT atau dengan menggunakan model dari makanan (food model).
Setelah itu menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya
membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKGA)
atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia
Menurut Purwaningrum (2012) sebelum melakukan perhitungan
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) individu, dilakukan perhitungan BB ideal
dan AKG individu (energi).
 BB ideal (untuk anak 1-5 tahun) = (Umur dalam tahun x 2) + 8
BB ideal
 AKG individu (energi) = BB standar x Energi Standar
Konsumsi individu
 TKE individu = AKG individu (energi) x 100%

Kriteria :
Baik : > 100% AKG
Sedang : 80-90% AKG
Kurang : 70-80% AKG
Defisit : < 70% AKG
Gibson (2005) menyatakan bahwa Food Frequency Questionnaire
bertujuan untuk menilai frekuensi makanan dan berbagai jenis makanan
dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat menjelaskan informasi
kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang. Menurut Supariasa
(2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan adalah :
1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang
tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya.
2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis
bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber
sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi
melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan
gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab
kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit
infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti,
2007).
c. Faktor Ekologi
Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat karena
masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti
faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya, yang nantinya akan
sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2002).

Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi status gizi adalah sebagai berikut :

1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a. Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga
tersebut (Soetjiningsih, 2008).
b. Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan,
sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan
status gizi yang baik (Soetjiningsih, 2008).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Soetjiningsih, 2008)
2. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a. Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang
dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Soetjiningsih,
2008)
b. Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang
lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status
kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya
buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan
zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. (Suhardjo, 1986).
c. Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan
atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
(Suhardjo, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan makanan anak yaitu :

1. Penerimaan Makanan
Penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
status gizi, tingkat kekenyangan, rasa makanan, pengalaman masa lalu, dan
kepercayaan terhadap makanan tertentu. Pengaruh keturunan yang kuat terlihat
terhadap phenylthiocarbanide (PTC) yang mempunyai rasa pahit. Keturunan
tampaknya lebih berpengaruh terhadap kesukaan makanan pada anak yang
kurang sensitive terhadap rasa pahit ; mereka lebih mudah menerima berbagai
jenis makanan. (Almatsier, 2011)
2. Pengaruh Orang Tua
Orangtua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian
menunjukan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun
kesukaan makan anak dan membentuk gaya yang berpengaruh terhadap
dimana, bagaimana, dengan siapa, dan berapa banyak ia makan. (Almatsier,
2011)
3. Pengetahuan Gizi
Pengetahan gizi orangtua dan pengasuh anak ternyata sangat berpengaruh
terhadap pilihan makan anak. Tingkat pengetahuan gizi yang dipraktikkan pada
perencanaan makanan keluarga tampaknya berhubungan dengan sikap positif
ibu terhadap diri sendiri, kemampuan ibu dalam memecahkan masalah, dan
mengorganisasikan keluarga. Urut-urutan anak pra-sekolah dalam keluarga
tampaknya berpengaruh terhadap pilihan makanan yang diberikan. Anak-anak
umumnya menyukai makanan yang padat energi. Orang tua sering kecewa
karena anak lebih suka makanan yang disukai daripada makanan yang lebih
bergizi. (Almatsier, 2011)
4. Interaksi Orang Tua dan Anak
Interaksi orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pilihan makanan dan
pengembangan pola makan anak. Bila orang tua tidak terlalu menanggapi
kesukaan anak terhadap makanan tertentu yang kurang baik, kebiasaan makan
ini akan cepat berlalu. Tetapi, bila orang tua sukar menerima perilaku ini dan
member perhatian dorong anak untuk makan makanan yang lain,
membicarakan ketidaksukaan anak terhadap makanan tertentu di depannya,
atau menyediakan makanan yang tidak disukai anak, anak akan terdorong untuk
menjadikan kebiasaan makan yang salah tersebut sebagai kebiasaan makan
permanen (Almatsier, 2011)

Lingkungan sosial-emosional anak berkaitan dengan kecukupan asupan


makanannya. Pendampingan saat maka, suasana rumah yang positif, dan
perilaku terkait dengan makanan orang tua yang sesuai sangat berpengaruh
terhadap mutu makanan anak. Orang tua hendaknya banyak berdiskusi dengan
anak tentang makanan yang tidak disukai, memberi banyak perhatian,
membujuk anak untuk makan, dan menghidangkan makanan yang bervariasi
(Almatsier, 2011)

Interaksi orang tua dan anak juga berpengaruh terhadap jumlah makanan
yang dikonsumsi. Ada perbedaan antara interaksi anak dan orang tua pada anak
langsing dan anak gemuk, baik dalam hal makanan maupun bukan makanan.
Anak langsing lebih banyak berbicara satu sama lain dengan ibunya, makan
lebih sedikit dan lebih lambat dibandingkan dengan anak gemuk. Kesukaan
terhadap makanan meningkat bila makanan diberikan sebagai hadiah dengan
interaksi social positif dengan orang dewasa. (Almatsier, 2011)
BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu Pelaksanaan
Praktikum penilaian status gizi ini dilaksanakan pada Sabtu, 4 Mei
2019 pukul 08.00 sampai selesai.
B. Tempat Pelaksanaan
Pelaksaan praktikum penilaian status gizi bertempat di Posyandu
Jahe 4, Desa Silado, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Dacin
b. Mikrotoa
c. Metlin
d. Timbangan injak
e. Kuisioner
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu food model yang digunakan
untuk recall konsumsi makanan. Food Model yang digunakan berupa :

Bahan Makanan Berat (gr)


Nasi 100
Daging ayam 50
Tempe 50
Tahu 50
Kangkung rebus 100
Pisang ambon 75
D. Prosedur Pengukuran Status Gizi
1. Pengukuran Berat Badan Balita
1) Dacin digantungkan pada dahan pohon atau penyangga kaki tiga.
2) Dacin diperiksa apakah sudah tergantung kuat. Batang dacin
ditarik kebawah kuat-kuat
3) Dacin digantungkan dengan posisi sejajar dengan mata penimbang
4) Celana timbang atau kotak timbang dipasang pada dacin.
5) Bandul digeser pada angka 0, posisi kedua paku timbangan tegak
lurus.
6) Dacin yang sudah diberi celana timbang atau lainnya
diseimbangkan dengan kantong/plastik berisi kerikil atau pasir
7) Balita ditimbang dengan menggunakan pakaian seminimal
mungkin
8) Berat badan anak ditentukan dengan cara membaca angka di ujung
bandul geser
9) Hasil penimbangan dicatat
10) Badul digeser ke angka 0 lagi, Batang dacin diletakkan dalam tali
pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.

2. Pengukuran Tinggi Badan Balita

1) Responden diminta melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi


(penutup kepala).
2) Alat geser dipastikan berada diposisi atas. Reponden diminta
berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
3) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit
menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. Pandangan
lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
4) Alat geser ditarik sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam
keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada
dinding.
5) Angka tinggi badan pada jendela baca dibaca ke arah angka yang
lebih besar (ke bawah) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka
(skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
6) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus
berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar.
7) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka
dibelakang koma (0,1 cm).

3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas Balita dan Ibu

1) Tentukan posisi pangkal bahu.


2) Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak
tangan ke arah perut.
3) Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan
menggunakan pita LiLA atau meteran (Lihat Gambar), dan beri
tanda dengan pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin
kepada responden). Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik
nolnya.
4) Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan
responden sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan
siku).
5) Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.
6) Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
7) Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA
(kearah angka yang lebih besar).

4. Metode Recall 24 jam

1) Kuesioner recall 24 jam disiapkan


2) Responden diminta untuk menceritakan semua yang dikonsumsi
oleh balitanya selama 24 jam yang lalu secara detail
3) Hasil recall dicatat

5. Metode Food Frequency Questionnaire


1) Kuesioner Food Frequency disiapkan
2) Ditanyakan kesediannya untuk menjadi responden
3) Responden diwawancarai sesuai pedoman kuesioner yang
disediakan
4) Pada saat wawancara dilakukan pula pengamatan secara langsung
mengenai kondisi fisik dari anak responden
5) Hasil wawancara dan pengamatan dicatat secara lengkap
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Identitas Keluarga dan Balita
a. Identitas Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Nasirun
Alamat : Silado
Tabel 4.1 Identitas Keluarga
Pendapatan
No. Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
(sebulan)
1. Nasirun L 34 th SMP Petani ± Rp 1.500.000
2. Susianti P 30 th SD IRT
3. Nur. L 12 th SD
4. Nadia
N P 44 bln -
Jumlah ± Rp 1.500.000
b. Identitas Balita
Nama : Nadia
Tanggal lahir : 19 Agustus 2015 Umur : 44 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Pemeriksaan Antropometri
Hasil pemeriksaan antropometri dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan antropometri

Status Gizi (Z-Skor)


BB PB / TB LILA
BB/U PB/U BB/PB IMT/U
11.5
Anak 87 cm (TB) 15 cm -2.0 -3.0 -0.4 -0.08
kg
Ibu 45 kg 165 cm (TB) 23.5 cm IMT : 16.5

Perhitungan Status Gizi (Z-Score)


a. BB/U
𝐵𝐵 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
BB/U = 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
11.5 – 15.3
BB/U = 15.3 – 13.4

BB/U = -2
Jadi, z-score dari berat badan menurut umur (BB/U) Nadia adalah -2 SD
(Baik)
b. TB/U
𝑇𝐵 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
TB/U =
𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
87 – 100.3
TB/U =
100.3 – 96.2
TB/U = -3
Jadi, z-score dari tinggi badan menurut umur (TB/U) Nadia adalah -3 SD
(Pendek)
c. BB/TB
𝐵𝐵 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
BB/TB =
𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
11.5 – 11.9
BB/TB =
11.9 – 10.9
BB/TB = -0.4
Jadi, z-score dari berat badan menurut tinggi badan (TB/U) Nadia adalah
-0.4 SD (Normal)
d. IMT/U
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
11.5
IMT =
0.872
IMT = 15.19
𝐼𝑀𝑇 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝐼𝑀𝑇 𝑏𝑎𝑘𝑢
IMT/U =
𝑆𝐷 𝐼𝑀𝑇 𝑏𝑎𝑘𝑢
15.19 – 15.30
IMT/U =
15.30 – 14.0
IMT/U = -0.08
Jadi, z-score dari indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) Nadia
adalah -0.08 SD (Normal)
Perhitungan IMT Ibu responden
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
45
IMT = = 16.5 (Kurus)
1.652
3. Pemeriksaan Klinis
Berdasarkan pengamatan terhadap Nadia, didapatkan hasil pemeriksaan
klinis sebagai berikut
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Klinis

No. Pemeriksaan Keterangan


1. Badan (kesan umum) Normal
2. Wajah Normal
3. Kulit Normal
4. Mental Cranky
5. Rambut Normal
6. Mata Normal
7. Leher (Palpasi) Normal
7. Otot Normal
8. Gangguan gastrointestinal dan perilaku makan Picky Eater

4. Konsumsi Makanan
a. Recall 1x24 Jam
Hasil yang didapatkan dari perhitungan recall konsumsi makan
dalam 24 jam adalah sebagai berikut
Tabel 4.4 Hasil Recall 1x24 jam
Waktu Nama Bahan URT Gram E K P L
Makanan
Pagi Biskuit 5 buah 35 150 27.5 2.6 3.5
Roma
Teh Gula 1 sdm 8 31 8
manis
Selingan Susu 1 kotak 125 82.5 6 4 4.9
Ultra mini
Permen ½ 40 160 16.8 3 9
Chacha bungkus
Siang Nasi ½ 50 180 39.8 3.3 0.3
centong
Sayur Bayam 1 sendok 30 11.1 2.2 1.1 0.1
Bayam
Wortel ½ sendok 15 13.9 3.2 0.3
Kentang ½ sendok 15 5.4 1.2 0.2 0.1
Telur 1 butir 50 77.6 0.6 6.3 5.3
Rebus
Selingan Teh Gula 1 sdm 8 31 8
manis
Nutrijell 2 cup 100 31.3
kecil
Gula 1 sdm 8 31 8
Malam Nasi Beras ½ 50 180 39.8 3.3 0.3
centong
Sayur Bayam 1 sendok 30 11.1 2.2 1.1 0.1
Bayam
Wortel ½ sendok 15 13.9 3.2 0.3
Kentang ½ sendok 15 5.4 1.2 0.2 0.1
Telur ½ butir 25 38.8 0.3 3.2 2.7
Rebus
Jumlah 1055 168 28.9 26.3
Selain itu, karena Nadia masih menyusui dengan frekuensi 5 kali
setiap hari dengan durasi 1jam setiap kali menyusui. Produksi ASI
diberikan dari pagi sampai malam produksi ASI ibunya sekitar 400 ml.
Taksiran volume ASI yang dikonsumsi oleh Nadia dalam sehari adalah
Volume ASI/hari = 5 kali x 60 menit
= 300 menit
300
= x 400 ml
1.440
= 83.3 ml/hari
Nilai gizi dalam 100 ml ASI yaitu Energi 62 kalori; Protein 1.5
gram; Lemak 3.2 gram; dan Karbohidrat 7 gram, oleh karena itu nilai gizi
ASI yang dikonsumsi Nadia adalah :
83.3 𝑚𝑙
Energi = x 62 kkal = 51.6 kkal
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Karbo = x 7 gr = 5.8 g
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Protein = x 1.5 gr = 1.2 g
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Lemak = x 3.2 gr = 2.7 g
100 𝑚𝑙
1) Jumlah total asupan
Energi = 1106.6 kkal
Karbohidrat = 173.8 g
Protein = 30.1 g
Lemak = 29 g
2) Perhitungan AKG Individu
BB Ideal = (3x2) + 8 = 14
14
AKG Energi = 13 x 1125 = 1211.5 kkal
14
AKG Karbohidrat = 13 x 155 = 166.9 g
14
AKG Protein = 13 x 26 = 28 g
14
AKG Lemak = x 44 = 47.4 g
13

3) Hasil Recall asupan dibandingkan dengan AKG Individu


1106.6
Energi = 1211.5x 100 % = 91.3 %
173.8
Karbohidrat = 166.9 x 100 % = 104.1 %
30.1
Protein = x 100 % = 107.5 %
28
29
Lemak = 47.4 x 100 % = 61.18 %

b. Form Food Kuantitatif


Keterangan
FREKUENSI
(skor)
BAHAN
1x/hr
MAKANAN <3x/mg(1- Tidak
>1x/hr (4- 3x/mg <1x/mg
2x/mg) pernah
6x/mg)
1. Mak Pokok
a. Nasi v 50
b. Mie v 15
c. Roti v 0
d. Kentang. v 15
e. Ubi v 15
2. Hewani
a. Telur v 25
b. Daging v 1
sapi
c. Daging v 1
ayam
d. Hati v 0
e. Ikan v 1
Mujair
3. Nabati
a. Tempe v 50
b. Tahu v 50
c. Kacang ijo v 1
4. Sayur
a. bayam v 50
b. Kangkung v 0
c. Wortel v 10
d. v 0
Kc.panjang
e. Buncis v 0
5. Buah
a. Pisang v 10
b. Jeruk v 1
c. Apel v 0
d.Peer v 1
e.Pepaya v 0
f. Semangka v 0
g. Sawo v 10
6. Susu
a. Susu sapi v 50
b. Susu v 25
kedele
7. Jajanan
a. Biskuit v 50
Roma

5. Kebiasaan Makan Balita (Pola Asuhan Makan)


Berdasarkan hasil wawancara, ada 2 pertanyaan (no.4 dan 5) yang tidak
relevan dengan responden sehingga responden hanya menjawab 13 nomor
Tabel 4.6 Kebiasaan Makan Balita
No Pertanyaan Jawaban
1. Sewaktu bayi ibu lahir apakah diberi Ya
ASI?
2. Apakah saat ini masih diberi ASI? Ya
3. Pada umur berapa anak ibu disapih? Belum disapih
6. Apakah sewaktu bayi ibu memberikan Ya, mulai umur 6 bulan.
MP ASI? Jenis : Bubur
Alasan : karena anak sudah
besar dan aktif jadi perlu
tambahan asupan agar
nutrisi tercukupi, karena
ASI saja tidak cukup.
7. Pada umur berapakah anak ibu mulai 12 bulan, jenis makanan
diberi makanan orang dewasa? orang dewasa berupa nasi
dan sayur bening
8. Berapakali biasanya balita diberi Dua kali
makan dalam sehari?
9. Apakah balita ibu dibiasakan untuk Ya, supaya badan terisi jadi
sarapan pagi? sehat
10. Bagaimana cara pemberian makan Makan sendiri sambil
pada balita ibu? diawasi ibu atau keluarga
lain
11. Siapa yang biasa menyusun menu Ibu
makanan untuk balita selama di
rumah?
12. Siapa yang biasa menentukan porsi Ibu
makan balita dirumah?
13. Apakah makanan yang disiapkan Kadang-kadang
dalam porsi tersebut selalu dihabiskan?
14. Apakah ibu mengalami kesulitan Ya
dalam hal memberikan makan kepada
balita ibu?
15. Bagaimana cara mengatasinya? Membujuk

6. Sikap Terhadap Gizi


Hasil wawancara terhadap Ibu Meliana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Sikap Ibu terhadap Gizi
Ragu- Tidak
No. Pertanyaan Setuju
ragu Setuju
Salah satu cara untuk mengetahui
1. kesehatan dan pertumbuhan anak √
adalah dengan menimbang balita Ibu.
Hasil penimbangan berat badan balita
2. sebaiknya dicatat pada Kartu Menuju √
Sehat (KMS/Buku KIA).
Jika berat badan balita tetap dibanding
3. dengan hasil penimbangan bulan yang √
lalu berarti anak itu tetap sehat.
ASI yang pertama kali keluar
4. √
(kolostrum) sangat baik untuk bayi.
Jika balita Ibu berumur 6 bulan,
5. disamping ASI harus ditambahkan √
makanan lain.
Sayuran hijau perlu dihidangkan
6. sehari-hari, karena mengandung √
vitamin A.

7. Riwayat Kesehatan
Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.8 Riwayat Kesehatan

No. Pertanyaan Jawaban


Apakah dalam seminggu terakhir ada
1. anggota keluarga yang sakit? Ya
Siapa yang menderita, apa gejala Ayah, Ibu dan Kakak
.2. sakitnya dan berapa lama? Nadia, gejalanya berupa
demam, seminggu
Ke mana biasanya anggota keluarga
3. Dokter
melakukan pengobatan?
Berapa jarak tempat pengobatan dari
4. ± 1 km
tempat tinggal anggota keluarga?
Menurut Ibu, dengan jarak ke
5. pelayanan kesehatan ± 1 km tersebut, Dekat
dikatakan jauhkan atau dekat?
Kapan kali terakhir balita Ibu sakit? Seminggu yang lalu,
6.
dan sakit apa? tetanus

8. Keterlibatan dalam Program Posyandu


Hasil wawancara mengenai keterlibatan dalam program posyandu terhadap
responden disajikan pada tebel berikut.
Tabel 4.9 Keterlibatan Responden dalam Program Posyandu
No. Pertanyaan Jawaban
Apakah Ibu mengerti tentang
1. Ya
Posyandu?
Penimbangan,
2. Apa saja program Posyandu? imunisasi, PMT dan
penyuluhan
Apakah Ibu selalu hadir mengikuti
3. Ya
kegiatan Posyandu?
Mengetahui BB balita,
kesehatan balita dan
4. Apa manfaat menimbang balita?
untuk memperoleh
imunisasi

B. Pembahasan
Kegiatan praktikum penilaian status gizi dilakukan untuk menilai status gizi
balita yang dilaksanakan di Posyandu Jahe 4, Desa Silado, Kecamatan Sumbang,
Kabupaten Banyumas. Praktikan mendapatkan kesempatan untuk
mewawancarai Ibu Susianti yang memiliki anak bernama Nadia. Anggota
keluarga terdiri dari 4 orang yaitu Nasirun (34 tahun) sebagai kepala keluarga,
Susianti (30 tahun) sebagai istri, Nur (12 tahun) tahun sebagai anak pertama dan
Nadia sebagai anak terkahir, yang lahir pada 19 Agustus 2015, pada saat
penelitian berlangsung berusia 3 tahun 8 bulan. Ayah Nadia bekerja sebagai
petani dengan pendidikan terakhir SMP sedangkan Ibu Nadia adalah ibu rumah
tangga dengan pendidikan terakhir SD. Pendapatan keluarga hanya berasal dari
pendapatan kepala keluarga yaitu sebesar ± 1.500.000 perbulan.
Praktikum penilaian status gizi ini mencakup beberapa aspek pemeriksaan
yaitu antropometri, fisik, recall konsumsi makan 24 jam, food frequency
questionnaire (ffq), kebiasaan makan balita (pola asuh makanan), sikap Ibu
terhadap gizi, riwayat kesehatan dan keterlibatan dalam kegiatan posyandu.
Hasil penimbangan berat badan Nadia menggunakan dacin yang kemudian
dihitung nilai Z-skor dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) termasuk ke
dalam kategori gizi baik karena menurut Depkes RI. (2004), apabila indeks
BB/U terletak di antara -2 SD sampai +2 SD artinya balita bergizi baik. Panjang
badan tergolong pendek karena berdasarkan Kepmenkes RI
1995/Menkes/SK/XII/2010 jika nilai Z-Skor TB/U adalah antara -3 SD sampai
< -2 SD maka dikategorikan pendek. Proporsi tubuh balita tergolong normal,
karena berdasarkan Kepmenkes RI 1995/Menkes/SK/XII/2010 jika nilai Z-Skor
BB/TB dan IMT/U adalah antara -2 SD sampai +2 SD maka dikategorikan
normal. Sedangkan Ibu responden dengan berat badan 45 kg dan tinggi badan
165 cm menghasilkan perhitungan IMT sebesar 16.5 yang termasuk dalam
kategori kurus yaitu < 17.5 menurut kategori ambang batas IMT Indonesia.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan bahwa kondisi fisik Nadia
secara umum terlihat normal. Hal ini dilihat dari pengamatan secara langsung
wajah normal, kulit bersih, mata bersih, rambut hitam, dan leher normal, dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa responden tidak mengalami kekurangan
energi protein (KEP) karena menurut Purwaningrum (2012) Tanda tanda anak
yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi
kulit, rambut jagung dan muka buka (moon face). Tanda-tanda anak
yang mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek
hitam pada kulit.
Namun dari segi mental, Nadia cenderung cranky pada saat pemeriksaan
berlangsung. Selain itu dari segi perilaku makan, ibunya menyatakan bahwa
Nadia termasuk picky eater atau memilih milih dalam hal makanan. Perilaku
picky eater sebaiknya ditangani dengan cepat agar tidak mengalami kekurangan
asupan, karena menurut Kusuma et al (2015) anak yang memiliki perilaku picky
eater akan cenderung kekurangan asupan sehingga menyebabkan berat badannya
kurang dan cenderung akan mengalami status gizi yang buruk.
Penilaian konsumsi pangan digunakan untuk menunjukkan keadaan gizi
seseorang dan dapat dipakai utuk menentukan jumlah yang dimakan. Hasil recall
konsumsi 1x24 jam terhadap responden menunjukkan bahwa asupan dan persen
kecukupan energi Nadia adalah sebesar 91.3 % dan termasuk dalam kriteria baik.
Asupan dan persen kecukupan karbohidrat 104.1 % dan termasuk dalam kriteria
baik, begitu pula dengan asupan dan persen kecukupan protein sebesar 107.5%
masuk dalam kriteria baik. Namun, asupan dan persen kecukupan lemak Nadia
hanya sebesar 61.18% dan masuk dalam kriteria kurang. Hal tersebut mungkin
terjadi karena berdasarkan hasil recall, Nadia cenderung lebih banyak
mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat dan protein,tetapi kurang
mengkonsumsi makanan sumber lemak.
Berdasarkan perhitungan frekuensi konsumsi makanan dengan metode
food kuantitatif didapatkan hasil bahwa sumber pangan pokok yang paling
sering dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari.
Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia Manfaat nasi yang utama
adalah sumber karbohidrat yang menghasilkan energi untuk beraktivitas
(Purwati, 2012). Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah
telur dengan frekuensi 4 sampai 6 kali dalam seminggu. Menurut AIPGI (2016)
Bahan makanan bersumber hewani mengandung semua jenis asam amino
esensial yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Sumber pangan
nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, yang mana
menurut AIPGI (2016) selain mengandung protein, tempe dan tahu juga sumber
yang baik untuk serat dan kalium. Sumber pangan sayur-sayuran yang paling
sering dikonsumsi adalah bayam, sumber pangan buah-buahan yang paling
sering dikonsumsi adalah pisang, dan jenis susu yang paling sering dikonsumsi
adalah susu sapi. Selain itu, jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah biscuit
roma.
Hasil wawancara mengenai kebiasaan makan balita menunjukkan bahwa
hingga saat penelitian berlangsung, Nadia masih diberi ASI dan belum disapih,
padahal responden sudah berumur 3 tahun. Hal itu disebabkan karena responden
masih terus meminta ASI kepada ibunya. Pada saat bayi, Ibu responden juga
memberikan MP ASI mulai usia 6 bulan dengan jenis makanan bubur. Alasan
Ibu responden memberikan MP ASI adalah karena anak sudah besar dan aktif
jadi perlu tambahan asupan agar nutrisi tercukupi, dan ASI saja tidak cukup. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan Sihadi (2008) Pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama. yang selanjutnya bersama pemberian Makanan
Pendamping-ASI (MP-ASI) yang baik bergizi dengan ASI diteruskan sampai 2
tahun atau lebih, merupakan kunci untuk tumbuh kembang anak yang
optimal.Selanjutnya Ibu responden mulai memberikan makanan orang dewasa
mulai usia 12 bulan, dengan jenis makanan nasi dan sayur bening.
Ibu responden telah membiasakan anaknya untuk sarapan pagi agar
responden lebih terisi sehingga menjadi sehat. Ibu responden juga yang
menyusun menu dan menentukan porsi makan untuk responden, dan makanan
yang sudah disiapkan kadang-kadang dihabiskan oleh responden. Ibu responden
juga mengalami kesulitan dalam pemberian makan kepada responden dan cara
mengatasinya adalah dengan membujuk.juga membiasakan anaknya untuk
sarapan pagi, dengan pemberian makannya berupa responden dibiarkan makan
sendiri tetapi sambil diawasi oleh ibunya.
Riwayat kesehatan keluarga Nadia dalam seminggu terakhir semua anggota
keluarga ternyata mengalami sakit. Ibu, Ayah dan Kakak Nadia mengalami
gejala tipes yang sudah berlangsung selama seminggu. Sedangkan Nadia sendiri
terkena tetanus selama seminggu. Keluarga tersebut biasa melakukan
pengobatan ke dokter yang berlokasi didekat rumah, sehingga jarak dari rumah
ke tempat pengobatan relatif dekat.
Keterlibatan Ibu Nadia dalam kegiatan posyandu bisa dikatakan cukup baik
karena Ibu mengerti mengenai Posyandu dan beberapa program Posyandu
seperti penimbangan, imunisasi, PMT dan penyuluhan. Ibu juga selalu hadir jika
ada Posyandu karena dengan datang ke Posyandu Ibu bisa menimbang balita
ssehingga dapat mengetahui berat badan dan kesehatan balita, mendapatkan
kapsul vit.A dan imunisasi untuk balitanya.
Sikap Ibu responden terhadap gizi juga sudah baik, hal itu dapat dilihat dari
penyataan beliau yang setuju mengenai cara mengetahui kesehatan dan
pertumbuhan anak adalah dengan menimbang balita, hasil penimbangan balita
sebaiknya dicatat pada kartu menuju sehat (KMS), kolostrum sangat baik untuk
bayi dan sayuran hijau perlu dihidangkan setiap hari sebagai asupan vitamin A.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik, dapat
disimpulkan bahwa Nadia termasuk balita yang berstatus gizi baik dan
normal apabila dilihat dari indeks antropometri BB/U, BB/TB dan
IMT/U. Tetapi indeks antropometri TB/U menyatakan bahwa Nadia
termasuk anak yang pendek. Dari hasil pemeriksaan fisik Nadia terlihat
seperti anak normal pada umumnya, hanya saja secara psikis anak
cenderung cranky dan Nadia juga memiliki gangguan perilaku makan
berupa picky eater.
2. Dari hasil food recall 1x24 jam dapat disimpulkan bahwa asupan energi,
karbohidrat dan protein responden termasuk dalam kategori normal,
namun asupan lemak masih dalam kategori kurang. Berdasarkan
perhitungan frekuensi konsumsi makanan dengan metode food
kuantitatif , sumber pangan pokok yang paling sering dikonsumsi
adalah nasi, sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi
adalah telur , sumber pangan nabati yang paling sering
dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sumber pangan sayuran yang paling
sering dikonsumsi adalah bayam, sumber pangan buah yang paling
sering dikonsumsi adalah pisang, jenis susu yang paling sering
dikonsumsi adalah susu sapi dan jenis jajanan yang sering dikonsumsi
adalah biscuit roma.
3. Tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita sudah cukup
baik, yang bisa dilihat dari jawaban jawaban yang diberikan Ibu
responden.
B. Saran
Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan sebaiknya berlatih
terlebih dahulu terutama dalam hal wawancara agar bisa mendapatkan
informasi yang maksimal sehingga hasilnya akurat.
DAFTAR PUSTAKA

AIPGI. 2016. Ilmu Gizi: Teori dan Aplikasi. 1st edn. Edited by Hardinsyah and
I.D. N. Supariasa. Jakarta: EGC.

Almatsier S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Bhandari, T. R., & Chetri, M. 2013. Nutritional Status of Under Five Year
Children and Factors Associated in Kapilvastu District Nepal. Journal of
Nutritional Health & Food Science1(1): 1-6.

Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New


York: OxfordUniversity Press

Hartriyanti, Y., & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Purwaningrum S & Wardani Y. 2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan


Status Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. Jurnal Kesmas. Vol 6 (3): 144-211

Setyawati, Vilda AVS. 2018. Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: Deepublish

Soetjiningsih. 2008. Buku Ajar 1, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja: Gizi
Untuk Tumbuh Kembang Anak, ed 1. Jakarta: Sagung Seto.

Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: Penerbit UI.

Supariasa, I.D.N., Bakri, B dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi.Jakarta : EGC

Wirandoko H,I., 2007. Determinan Status Gizi anak Usia 2-5 Tahun Di Puskesmas
Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Universitas
Diponegoro. Tesis
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai