Disusun Oleh :
NIM : I1D017029
Posyandu : Jahe 4
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
1. Menilai status gizi balita dengan metode secara langsung melalui
pengkuran antropometri dan pemeriksaan fisik.
2. Menilai status gizi balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan
metode recall 24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ).
3. Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita.
B. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling penting
di berbagai negara, salah satunya di Indonesia. Gizi merupakan faktor
penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak. Jika pada usia balita status
gizinya tidak dikelola dengan baik, maka dikemudian hari kemungkinan
akan terjadi gangguan status gizi buruk. Gizi pada balita dipengaruhi oleh
faktor sosioekonomi dan latar belakang sosial budaya yang berhubungan
dengan pola makan dan nutrisi. Menurut Bhandari et al. (2013) Nutrisi yang
tidak adekuat dalam lima tahun pertama kehidupan berakibat pada
gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan otak yang
bersifat irreversible. Ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi adalah
status gizi. Status gizi balita mencerminkan tingkat perkembangan dan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara serta berhubungan dengan
status kesehatan anak di masa depan
TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan
secara efesien maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat setinggi mungkin. Kelompok umur yang rentan terhadap
kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator
yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi
balita (Almatsier, 2011).
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Menurut Supariasa (2002) Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan
tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi
dan komposisi tubuh seseorang. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain :
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah
kulit (Supariasa, 2002). Menurut AIPGI (2016) Ada beberapa parameter
yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak balita. Parameter
tersebut yaitu :
1) Umur (U) : Parameter umur memegang peranan penting dalam
penilaian status gizi. Secara konseptual, penentuan umur adalah
berdasarkan umur penuh yaitu bulan penuh dan tahun penuh.
Sebagai contoh, anak umur 5 bulan 20 hari dihitung 5 bulan (AIPGI,
2016)
2) Berat Badan (BB) : Berat badan merupakan parameter antropometri
pilihan utama untuk melihat perahan dalam waktu singkat dan
memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat timbang yang
digunakan adalah dacin dengan ketelitian 0.1 kg. Kapasitas dacin
yang dianjurkan adalah 25 kg. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penimbangan bayi dan balita adalah pakaian harus seminimal
mungkin, sepatu dan pakaian tebal harus ditinggalkan (AIPGI,
2016)
3) Tinggi Badan (TB) : Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan
normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.
Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri
dilakukan dengan alat pengukur tinggi “mikrotoa” (Microtoise)
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, dkk., 2002).
4) Lingkar Lengan Atas (LILA) : Lingkar lengan atas sensitif untuk
suatu golongan tertentu (Prasekolah), tetapi kurang sensitif pada
golongan lain terutama orang dewasa. Alat yang digunalan
merupakan suatu pita pengukur berupa fiberglass atau jenis kertas
tertentu berlapis plastik. LILA memberikan gambaran tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA
mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan
status KEP pada balita dan KEK pada ibu WUS dan ibu hamil
sebagai risiko bayi BBLR. Ambang batas pengukuran LILA pada
bayi umur 0-30 hari yaitu ≥ 9,5 cm. sedangkan pada balita yaitu <
12,5 cm (Supariasa dkk., 2002).
Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
Menurut AIPGI (2016) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak remaja ibu hamil dan olahragawan. IMT juga tidak bisa diterapkan
pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites, dan
hepatomegali. Rumus untuk menghitung IMT yaitu:
Kriteria :
Baik : > 100% AKG
Sedang : 80-90% AKG
Kurang : 70-80% AKG
Defisit : < 70% AKG
Gibson (2005) menyatakan bahwa Food Frequency Questionnaire
bertujuan untuk menilai frekuensi makanan dan berbagai jenis makanan
dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat menjelaskan informasi
kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang. Menurut Supariasa
(2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan adalah :
1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang
tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya.
2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis
bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber
sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi
melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan
gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab
kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit
infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti,
2007).
c. Faktor Ekologi
Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat karena
masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti
faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya, yang nantinya akan
sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2002).
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a. Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga
tersebut (Soetjiningsih, 2008).
b. Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan,
sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan
status gizi yang baik (Soetjiningsih, 2008).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Soetjiningsih, 2008)
2. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a. Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang
dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Soetjiningsih,
2008)
b. Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang
lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status
kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya
buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan
zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. (Suhardjo, 1986).
c. Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan
atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
(Suhardjo, 1986).
1. Penerimaan Makanan
Penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
status gizi, tingkat kekenyangan, rasa makanan, pengalaman masa lalu, dan
kepercayaan terhadap makanan tertentu. Pengaruh keturunan yang kuat terlihat
terhadap phenylthiocarbanide (PTC) yang mempunyai rasa pahit. Keturunan
tampaknya lebih berpengaruh terhadap kesukaan makanan pada anak yang
kurang sensitive terhadap rasa pahit ; mereka lebih mudah menerima berbagai
jenis makanan. (Almatsier, 2011)
2. Pengaruh Orang Tua
Orangtua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian
menunjukan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun
kesukaan makan anak dan membentuk gaya yang berpengaruh terhadap
dimana, bagaimana, dengan siapa, dan berapa banyak ia makan. (Almatsier,
2011)
3. Pengetahuan Gizi
Pengetahan gizi orangtua dan pengasuh anak ternyata sangat berpengaruh
terhadap pilihan makan anak. Tingkat pengetahuan gizi yang dipraktikkan pada
perencanaan makanan keluarga tampaknya berhubungan dengan sikap positif
ibu terhadap diri sendiri, kemampuan ibu dalam memecahkan masalah, dan
mengorganisasikan keluarga. Urut-urutan anak pra-sekolah dalam keluarga
tampaknya berpengaruh terhadap pilihan makanan yang diberikan. Anak-anak
umumnya menyukai makanan yang padat energi. Orang tua sering kecewa
karena anak lebih suka makanan yang disukai daripada makanan yang lebih
bergizi. (Almatsier, 2011)
4. Interaksi Orang Tua dan Anak
Interaksi orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pilihan makanan dan
pengembangan pola makan anak. Bila orang tua tidak terlalu menanggapi
kesukaan anak terhadap makanan tertentu yang kurang baik, kebiasaan makan
ini akan cepat berlalu. Tetapi, bila orang tua sukar menerima perilaku ini dan
member perhatian dorong anak untuk makan makanan yang lain,
membicarakan ketidaksukaan anak terhadap makanan tertentu di depannya,
atau menyediakan makanan yang tidak disukai anak, anak akan terdorong untuk
menjadikan kebiasaan makan yang salah tersebut sebagai kebiasaan makan
permanen (Almatsier, 2011)
Interaksi orang tua dan anak juga berpengaruh terhadap jumlah makanan
yang dikonsumsi. Ada perbedaan antara interaksi anak dan orang tua pada anak
langsing dan anak gemuk, baik dalam hal makanan maupun bukan makanan.
Anak langsing lebih banyak berbicara satu sama lain dengan ibunya, makan
lebih sedikit dan lebih lambat dibandingkan dengan anak gemuk. Kesukaan
terhadap makanan meningkat bila makanan diberikan sebagai hadiah dengan
interaksi social positif dengan orang dewasa. (Almatsier, 2011)
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu Pelaksanaan
Praktikum penilaian status gizi ini dilaksanakan pada Sabtu, 4 Mei
2019 pukul 08.00 sampai selesai.
B. Tempat Pelaksanaan
Pelaksaan praktikum penilaian status gizi bertempat di Posyandu
Jahe 4, Desa Silado, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Dacin
b. Mikrotoa
c. Metlin
d. Timbangan injak
e. Kuisioner
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu food model yang digunakan
untuk recall konsumsi makanan. Food Model yang digunakan berupa :
A. Hasil
1. Identitas Keluarga dan Balita
a. Identitas Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Nasirun
Alamat : Silado
Tabel 4.1 Identitas Keluarga
Pendapatan
No. Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
(sebulan)
1. Nasirun L 34 th SMP Petani ± Rp 1.500.000
2. Susianti P 30 th SD IRT
3. Nur. L 12 th SD
4. Nadia
N P 44 bln -
Jumlah ± Rp 1.500.000
b. Identitas Balita
Nama : Nadia
Tanggal lahir : 19 Agustus 2015 Umur : 44 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Pemeriksaan Antropometri
Hasil pemeriksaan antropometri dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan antropometri
BB/U = -2
Jadi, z-score dari berat badan menurut umur (BB/U) Nadia adalah -2 SD
(Baik)
b. TB/U
𝑇𝐵 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
TB/U =
𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
87 – 100.3
TB/U =
100.3 – 96.2
TB/U = -3
Jadi, z-score dari tinggi badan menurut umur (TB/U) Nadia adalah -3 SD
(Pendek)
c. BB/TB
𝐵𝐵 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
BB/TB =
𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
11.5 – 11.9
BB/TB =
11.9 – 10.9
BB/TB = -0.4
Jadi, z-score dari berat badan menurut tinggi badan (TB/U) Nadia adalah
-0.4 SD (Normal)
d. IMT/U
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
11.5
IMT =
0.872
IMT = 15.19
𝐼𝑀𝑇 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 −𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝐼𝑀𝑇 𝑏𝑎𝑘𝑢
IMT/U =
𝑆𝐷 𝐼𝑀𝑇 𝑏𝑎𝑘𝑢
15.19 – 15.30
IMT/U =
15.30 – 14.0
IMT/U = -0.08
Jadi, z-score dari indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) Nadia
adalah -0.08 SD (Normal)
Perhitungan IMT Ibu responden
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
45
IMT = = 16.5 (Kurus)
1.652
3. Pemeriksaan Klinis
Berdasarkan pengamatan terhadap Nadia, didapatkan hasil pemeriksaan
klinis sebagai berikut
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Klinis
4. Konsumsi Makanan
a. Recall 1x24 Jam
Hasil yang didapatkan dari perhitungan recall konsumsi makan
dalam 24 jam adalah sebagai berikut
Tabel 4.4 Hasil Recall 1x24 jam
Waktu Nama Bahan URT Gram E K P L
Makanan
Pagi Biskuit 5 buah 35 150 27.5 2.6 3.5
Roma
Teh Gula 1 sdm 8 31 8
manis
Selingan Susu 1 kotak 125 82.5 6 4 4.9
Ultra mini
Permen ½ 40 160 16.8 3 9
Chacha bungkus
Siang Nasi ½ 50 180 39.8 3.3 0.3
centong
Sayur Bayam 1 sendok 30 11.1 2.2 1.1 0.1
Bayam
Wortel ½ sendok 15 13.9 3.2 0.3
Kentang ½ sendok 15 5.4 1.2 0.2 0.1
Telur 1 butir 50 77.6 0.6 6.3 5.3
Rebus
Selingan Teh Gula 1 sdm 8 31 8
manis
Nutrijell 2 cup 100 31.3
kecil
Gula 1 sdm 8 31 8
Malam Nasi Beras ½ 50 180 39.8 3.3 0.3
centong
Sayur Bayam 1 sendok 30 11.1 2.2 1.1 0.1
Bayam
Wortel ½ sendok 15 13.9 3.2 0.3
Kentang ½ sendok 15 5.4 1.2 0.2 0.1
Telur ½ butir 25 38.8 0.3 3.2 2.7
Rebus
Jumlah 1055 168 28.9 26.3
Selain itu, karena Nadia masih menyusui dengan frekuensi 5 kali
setiap hari dengan durasi 1jam setiap kali menyusui. Produksi ASI
diberikan dari pagi sampai malam produksi ASI ibunya sekitar 400 ml.
Taksiran volume ASI yang dikonsumsi oleh Nadia dalam sehari adalah
Volume ASI/hari = 5 kali x 60 menit
= 300 menit
300
= x 400 ml
1.440
= 83.3 ml/hari
Nilai gizi dalam 100 ml ASI yaitu Energi 62 kalori; Protein 1.5
gram; Lemak 3.2 gram; dan Karbohidrat 7 gram, oleh karena itu nilai gizi
ASI yang dikonsumsi Nadia adalah :
83.3 𝑚𝑙
Energi = x 62 kkal = 51.6 kkal
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Karbo = x 7 gr = 5.8 g
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Protein = x 1.5 gr = 1.2 g
100 𝑚𝑙
83.3 𝑚𝑙
Lemak = x 3.2 gr = 2.7 g
100 𝑚𝑙
1) Jumlah total asupan
Energi = 1106.6 kkal
Karbohidrat = 173.8 g
Protein = 30.1 g
Lemak = 29 g
2) Perhitungan AKG Individu
BB Ideal = (3x2) + 8 = 14
14
AKG Energi = 13 x 1125 = 1211.5 kkal
14
AKG Karbohidrat = 13 x 155 = 166.9 g
14
AKG Protein = 13 x 26 = 28 g
14
AKG Lemak = x 44 = 47.4 g
13
7. Riwayat Kesehatan
Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.8 Riwayat Kesehatan
B. Pembahasan
Kegiatan praktikum penilaian status gizi dilakukan untuk menilai status gizi
balita yang dilaksanakan di Posyandu Jahe 4, Desa Silado, Kecamatan Sumbang,
Kabupaten Banyumas. Praktikan mendapatkan kesempatan untuk
mewawancarai Ibu Susianti yang memiliki anak bernama Nadia. Anggota
keluarga terdiri dari 4 orang yaitu Nasirun (34 tahun) sebagai kepala keluarga,
Susianti (30 tahun) sebagai istri, Nur (12 tahun) tahun sebagai anak pertama dan
Nadia sebagai anak terkahir, yang lahir pada 19 Agustus 2015, pada saat
penelitian berlangsung berusia 3 tahun 8 bulan. Ayah Nadia bekerja sebagai
petani dengan pendidikan terakhir SMP sedangkan Ibu Nadia adalah ibu rumah
tangga dengan pendidikan terakhir SD. Pendapatan keluarga hanya berasal dari
pendapatan kepala keluarga yaitu sebesar ± 1.500.000 perbulan.
Praktikum penilaian status gizi ini mencakup beberapa aspek pemeriksaan
yaitu antropometri, fisik, recall konsumsi makan 24 jam, food frequency
questionnaire (ffq), kebiasaan makan balita (pola asuh makanan), sikap Ibu
terhadap gizi, riwayat kesehatan dan keterlibatan dalam kegiatan posyandu.
Hasil penimbangan berat badan Nadia menggunakan dacin yang kemudian
dihitung nilai Z-skor dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) termasuk ke
dalam kategori gizi baik karena menurut Depkes RI. (2004), apabila indeks
BB/U terletak di antara -2 SD sampai +2 SD artinya balita bergizi baik. Panjang
badan tergolong pendek karena berdasarkan Kepmenkes RI
1995/Menkes/SK/XII/2010 jika nilai Z-Skor TB/U adalah antara -3 SD sampai
< -2 SD maka dikategorikan pendek. Proporsi tubuh balita tergolong normal,
karena berdasarkan Kepmenkes RI 1995/Menkes/SK/XII/2010 jika nilai Z-Skor
BB/TB dan IMT/U adalah antara -2 SD sampai +2 SD maka dikategorikan
normal. Sedangkan Ibu responden dengan berat badan 45 kg dan tinggi badan
165 cm menghasilkan perhitungan IMT sebesar 16.5 yang termasuk dalam
kategori kurus yaitu < 17.5 menurut kategori ambang batas IMT Indonesia.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan bahwa kondisi fisik Nadia
secara umum terlihat normal. Hal ini dilihat dari pengamatan secara langsung
wajah normal, kulit bersih, mata bersih, rambut hitam, dan leher normal, dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa responden tidak mengalami kekurangan
energi protein (KEP) karena menurut Purwaningrum (2012) Tanda tanda anak
yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi
kulit, rambut jagung dan muka buka (moon face). Tanda-tanda anak
yang mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek
hitam pada kulit.
Namun dari segi mental, Nadia cenderung cranky pada saat pemeriksaan
berlangsung. Selain itu dari segi perilaku makan, ibunya menyatakan bahwa
Nadia termasuk picky eater atau memilih milih dalam hal makanan. Perilaku
picky eater sebaiknya ditangani dengan cepat agar tidak mengalami kekurangan
asupan, karena menurut Kusuma et al (2015) anak yang memiliki perilaku picky
eater akan cenderung kekurangan asupan sehingga menyebabkan berat badannya
kurang dan cenderung akan mengalami status gizi yang buruk.
Penilaian konsumsi pangan digunakan untuk menunjukkan keadaan gizi
seseorang dan dapat dipakai utuk menentukan jumlah yang dimakan. Hasil recall
konsumsi 1x24 jam terhadap responden menunjukkan bahwa asupan dan persen
kecukupan energi Nadia adalah sebesar 91.3 % dan termasuk dalam kriteria baik.
Asupan dan persen kecukupan karbohidrat 104.1 % dan termasuk dalam kriteria
baik, begitu pula dengan asupan dan persen kecukupan protein sebesar 107.5%
masuk dalam kriteria baik. Namun, asupan dan persen kecukupan lemak Nadia
hanya sebesar 61.18% dan masuk dalam kriteria kurang. Hal tersebut mungkin
terjadi karena berdasarkan hasil recall, Nadia cenderung lebih banyak
mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat dan protein,tetapi kurang
mengkonsumsi makanan sumber lemak.
Berdasarkan perhitungan frekuensi konsumsi makanan dengan metode
food kuantitatif didapatkan hasil bahwa sumber pangan pokok yang paling
sering dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari.
Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia Manfaat nasi yang utama
adalah sumber karbohidrat yang menghasilkan energi untuk beraktivitas
(Purwati, 2012). Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah
telur dengan frekuensi 4 sampai 6 kali dalam seminggu. Menurut AIPGI (2016)
Bahan makanan bersumber hewani mengandung semua jenis asam amino
esensial yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Sumber pangan
nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, yang mana
menurut AIPGI (2016) selain mengandung protein, tempe dan tahu juga sumber
yang baik untuk serat dan kalium. Sumber pangan sayur-sayuran yang paling
sering dikonsumsi adalah bayam, sumber pangan buah-buahan yang paling
sering dikonsumsi adalah pisang, dan jenis susu yang paling sering dikonsumsi
adalah susu sapi. Selain itu, jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah biscuit
roma.
Hasil wawancara mengenai kebiasaan makan balita menunjukkan bahwa
hingga saat penelitian berlangsung, Nadia masih diberi ASI dan belum disapih,
padahal responden sudah berumur 3 tahun. Hal itu disebabkan karena responden
masih terus meminta ASI kepada ibunya. Pada saat bayi, Ibu responden juga
memberikan MP ASI mulai usia 6 bulan dengan jenis makanan bubur. Alasan
Ibu responden memberikan MP ASI adalah karena anak sudah besar dan aktif
jadi perlu tambahan asupan agar nutrisi tercukupi, dan ASI saja tidak cukup. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan Sihadi (2008) Pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama. yang selanjutnya bersama pemberian Makanan
Pendamping-ASI (MP-ASI) yang baik bergizi dengan ASI diteruskan sampai 2
tahun atau lebih, merupakan kunci untuk tumbuh kembang anak yang
optimal.Selanjutnya Ibu responden mulai memberikan makanan orang dewasa
mulai usia 12 bulan, dengan jenis makanan nasi dan sayur bening.
Ibu responden telah membiasakan anaknya untuk sarapan pagi agar
responden lebih terisi sehingga menjadi sehat. Ibu responden juga yang
menyusun menu dan menentukan porsi makan untuk responden, dan makanan
yang sudah disiapkan kadang-kadang dihabiskan oleh responden. Ibu responden
juga mengalami kesulitan dalam pemberian makan kepada responden dan cara
mengatasinya adalah dengan membujuk.juga membiasakan anaknya untuk
sarapan pagi, dengan pemberian makannya berupa responden dibiarkan makan
sendiri tetapi sambil diawasi oleh ibunya.
Riwayat kesehatan keluarga Nadia dalam seminggu terakhir semua anggota
keluarga ternyata mengalami sakit. Ibu, Ayah dan Kakak Nadia mengalami
gejala tipes yang sudah berlangsung selama seminggu. Sedangkan Nadia sendiri
terkena tetanus selama seminggu. Keluarga tersebut biasa melakukan
pengobatan ke dokter yang berlokasi didekat rumah, sehingga jarak dari rumah
ke tempat pengobatan relatif dekat.
Keterlibatan Ibu Nadia dalam kegiatan posyandu bisa dikatakan cukup baik
karena Ibu mengerti mengenai Posyandu dan beberapa program Posyandu
seperti penimbangan, imunisasi, PMT dan penyuluhan. Ibu juga selalu hadir jika
ada Posyandu karena dengan datang ke Posyandu Ibu bisa menimbang balita
ssehingga dapat mengetahui berat badan dan kesehatan balita, mendapatkan
kapsul vit.A dan imunisasi untuk balitanya.
Sikap Ibu responden terhadap gizi juga sudah baik, hal itu dapat dilihat dari
penyataan beliau yang setuju mengenai cara mengetahui kesehatan dan
pertumbuhan anak adalah dengan menimbang balita, hasil penimbangan balita
sebaiknya dicatat pada kartu menuju sehat (KMS), kolostrum sangat baik untuk
bayi dan sayuran hijau perlu dihidangkan setiap hari sebagai asupan vitamin A.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik, dapat
disimpulkan bahwa Nadia termasuk balita yang berstatus gizi baik dan
normal apabila dilihat dari indeks antropometri BB/U, BB/TB dan
IMT/U. Tetapi indeks antropometri TB/U menyatakan bahwa Nadia
termasuk anak yang pendek. Dari hasil pemeriksaan fisik Nadia terlihat
seperti anak normal pada umumnya, hanya saja secara psikis anak
cenderung cranky dan Nadia juga memiliki gangguan perilaku makan
berupa picky eater.
2. Dari hasil food recall 1x24 jam dapat disimpulkan bahwa asupan energi,
karbohidrat dan protein responden termasuk dalam kategori normal,
namun asupan lemak masih dalam kategori kurang. Berdasarkan
perhitungan frekuensi konsumsi makanan dengan metode food
kuantitatif , sumber pangan pokok yang paling sering dikonsumsi
adalah nasi, sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi
adalah telur , sumber pangan nabati yang paling sering
dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sumber pangan sayuran yang paling
sering dikonsumsi adalah bayam, sumber pangan buah yang paling
sering dikonsumsi adalah pisang, jenis susu yang paling sering
dikonsumsi adalah susu sapi dan jenis jajanan yang sering dikonsumsi
adalah biscuit roma.
3. Tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita sudah cukup
baik, yang bisa dilihat dari jawaban jawaban yang diberikan Ibu
responden.
B. Saran
Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan sebaiknya berlatih
terlebih dahulu terutama dalam hal wawancara agar bisa mendapatkan
informasi yang maksimal sehingga hasilnya akurat.
DAFTAR PUSTAKA
AIPGI. 2016. Ilmu Gizi: Teori dan Aplikasi. 1st edn. Edited by Hardinsyah and
I.D. N. Supariasa. Jakarta: EGC.
Bhandari, T. R., & Chetri, M. 2013. Nutritional Status of Under Five Year
Children and Factors Associated in Kapilvastu District Nepal. Journal of
Nutritional Health & Food Science1(1): 1-6.
Hartriyanti, Y., & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Setyawati, Vilda AVS. 2018. Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: Deepublish
Soetjiningsih. 2008. Buku Ajar 1, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja: Gizi
Untuk Tumbuh Kembang Anak, ed 1. Jakarta: Sagung Seto.
Supariasa, I.D.N., Bakri, B dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi.Jakarta : EGC
Wirandoko H,I., 2007. Determinan Status Gizi anak Usia 2-5 Tahun Di Puskesmas
Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Universitas
Diponegoro. Tesis
LAMPIRAN