Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pemeriksaan Indera

B. Waktu, Tanggal Praktikum

Jum’at, 30 November 2018 pukul 13.00-15.00 WIB

C. Tujuan Praktikum

a. Fungsi Pendengaran

Tujuan Umum

1. Setelah praktikum ini mahasiswa mampu memahami pemeriksaan


fungsi pendengaran, fungsi penghidu dan keseimbangan.

Tujuan Khusus

1. Melakukan fungsi pendengaran tes tutur;


2. Menerangkan tujuan pemeiksaan pendengaran dengan tes tutur serta
menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut;
3. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara rinne,
weber dan schwabah;
4. Menerangkan tujuan pemeriksaan pendengaran cara rinne, weber
dan schwabah serta menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut.
b. Fungsi Penglihatan
Tujuan Umum
1. Setelah praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
refraksi pada seseorang serta mengoreksi kelainan yang ditemukan;
2. Mahasiswa mampu memeriksa luas lapang pandang beberapa
macam warna dengan menggunakan kaprimeter;
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan buta warna.

1
Tujuan Khusus

1. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotype snellen;


2. Mengetahui kelainan refraksi;
3. Mengoreksi kelainan refraksi yang ditemukan;
4. Memeriksa kemungkinan adanya astigmatis pada seseorang dengan
menggunakan gambar kipas lancasater regan dan keratscop placido;
5. Mengetahui fungsi retina sebagai reseptor cahaya mempunyai
kepekaan terhadap warna tertentu;
6. Dapat melakukan test buta warna.

D. Dasar Teori

a. Fungsi Pendengaran

Telinga terbagi menjadi bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga


luar terdiri dari pianna atau aurikula, yaitu daun kartilago yang
menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori
eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm
yang merentang dari aurikula sampai membran timpani (gendang telinga)
yaitu perbatasan telinga tengah untuk menggetarkan gelombang bunyi
secara mekanis (Sloane, 2003).

Telinga tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian


petrosus tulang temporal. Pada telinga tengah terdapat tuba eustachius
(auditori) yang berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada
kedua sisi membran timpani. Terdapat juga osikel auditori yang terdiri
dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang-tulang ini mengarahkan getaran
dari membrane timpani ke fenestra vestibule, yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga dalam (Sloane, 2003).

Telinga dalam berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal di


sisi medial telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu
labirin tulang dan labirin membranosa di dalam labirin tulang. Labirin
tulang adalah ruang berliku berisi perilimfe, bagian ini terbagi menjadi
tiga bagian yaitu vestibula, saluran semisirkuler, dan koklea berbentuk

2
seperti siput. Koklea ini yang nantinya akan menghantarkan gelombang
bunyi ke otak karena terdapat reseptor pendengaran. Labirin membranosa
mengandung cairan endolimfe (Sloane, 2003).

Fisiologi Pendengaran, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gelombang bunyi (getaran) memasuki meatus auditori eksternal


dan membentuk getaran dalam membrane timpani. Getaran kemudian
menjalar disepanjang osikel telinga menuju fenestra vestibule,
mendorongnya masuk dan membentuk gelombang tekanan pada
perilimfe skala vestibule yang tidak dapat terkompresi. Gelombang
tekanan dalam skala vestibule menjalar sampai ke skala timpani dan
menyebabkan fenestra cochleae menonjol ke luar. Getaran yang
dihantarkan cairan juga menyebabkan gelombang getar pada membrane
basilar, dengan luas gerakan yang berbeda sesuai dengan amplitude dan
frekuensi getaran. Membrane basilar secara bertahap melebar dari stapes
sampai helikotrema. Ujung membrane yang sempit bergerak untuk
merespons seluruh frekuensi bunyi. Kemudian, sel-sel rambut
melengkung akibat gerakan membrane basilar, hal ini kemudian akan
memicu impuls saraf. Serabut saraf koklear bersinaps dalam medulla dan
dalam otak tengah untuk berasenden menuju korteks auditori, yang
terletak jauh di dalam fisura laterah hemisfer serebral (Sloane, 2003).

b. Fungsi Penglihatan

Mata merupakan indera vital bagi manusia yang mempunyai fungsi


untuk menangkap informasi secara visual. Mata dianggap sebagai system
optic yang kompleks karena mempunyai banyak permukaan dan media.
Permukaan mata berbentuk sferis, terdiri atas lapisan-lapisan yang disebut
media refrakta, meliputi kornea, humor aqueous, lensa dan vitreous gel
[ CITATION Des00 \l 14345 ]

Sebelum mencapai retina dan reseptor sensitif, cahaya terlebih


dahulu melewati kornea. Kornea dilindungi oleh cairan lakrimal yang
disekresi oleh kelenjar lakrimal, didistribusi oleh refleks kedip, dan

3
dialirkan melalui kanalikuli lakrimalis, punctum lakrimalia, sakus
lakrimalis, dan duktus ke dalam rongga hidung. Selain cairan lakrimal,
mata juga mempunyai humor aqueous yang berfungsi memberikan nutrisi
(berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di
segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain
itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga
dibuang dari jaringan-jaringan tersebut [ CITATION Des00 \l 14345 ].

Masuknya cahaya ke dalam mata diatur oleh iris. Iris mengandung


otot polos yang berjalan radial (M.dilator pupillae) yang menyebabkan
dilatasi pupil, dan serabut sirkular (N.sphincter pupillae) yang
menyebabkan kontriksi pupil. Dilatasi akibat dari perangsangan adregenik
sedangkan konstriksi akibat dari perangsangan kolinergik [ CITATION
Des00 \l 14345 ].

Setelah melewati iris, cahaya akan menuju ke lensa. Di lensa,


cahaya akan dikumpulkan dan difokuskan ke retina. Pada pengelihatan
jauh (akomodasi jauh) otot siliaris akan berelaksasi sehingga lensa
mendatar, sedangkan saat melihat dekat (akomodasi dekat) otot siliaris
berkontraksi sehingga lensa kembali ke bentuk asalnya yang lebih
melengkung. Selanjutnya, cahaya akan diteruskan ke corpus vitreum
menuju retina tepatnya pada fovea. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut yang masing-masing bertindak sebagai reseptor hitam putih dan
warna. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap
mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui
saraf optik [ CITATION Des00 \l 14345 ].

E. Metode Pemeriksaan

a. Fungsi Pengelihatan : Tes Visus dengan huruf Snelen

b. Fungsi Pendengaran : Tes Garpu Tala (Rinne, Weber, dan Schwabach)

F. Alat Bahan

4
Fungsi Penglihatan

a) Test Tutur

Ruangan panjang 6 meter, sepi (derajat kebisingan 30 db).

b) Test Garpu Tala


1. Ruang sunyi (tingkat kebisingan 30 db);
2. Penala berfrekuensi 512 Hz.

Fungsi Penglihatan

a) Pemeriksaan Visus
1. Ototype van snellen;
2. Gambar kipas lancaster regan;
3. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan bermacam-macam
kemampuan daya bias;
4. Mistar;
5. Ruangan dengan pencahayaan cukup tapi tidak menyilaukan.
b) Pemeriksaan Buta Warna
Buku pseido isokhromatik dan ishihara

G. Cara Kerja

Fungsi Pendengaran

1. Test Tutur

1) Penderita tidak berhadapan dengan pemeriksa, tetapi menyamping


dengan telinga yang ditest ke arah pemeriksa. Hal ini supaya tidak
membaca bibir pemeriksa;

2) Telinga yang tidak di test sebaiknya di tutup atau ditekan pada


tragusnya;

3) Suara atau kata bisik ialah bisikan yang dikeluarkan setelah kita
melakukan ekspirasi maksimal;

4) Dipakai kata bisik terdiri dari 2 suku kata yang di kenal oleh
penderita;

5
5) Setiap mendengar maju 1 meter;

6) Disimpulkan hasilnya.

2. Test Garpu Tala

1) Rinne (Perbadingan air conduction (AC) dengan bone conduction


(BC)

a. Penala digetarkan pada punggung tangan atau siku;

b. Tekankan ujung tangkai penala pada prosessis mastoideus salah


satu telinga penderita;

c. Tanyakan kepada penderita apakah ia mendengar bunyi penala


mendengung di telinga yang diperiksa;

d. Jika penderita sudah tidak mendengar dengungan lagi penala di


dekatkan pada telinga penderita, tanyakan apakah penderita
mendengar dengungan itu;

e. Catat hasil pemeriksaan rinne.

2) Schwabach (Perbandingan BC antara penderita dan pemeriksa)

a. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz seperti cara diatas;

b. Tekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus salah


satu telinga penderita;

c. Tanyakan kepada penderita apakah saat dengungan menghilang


penderita diminta untuk menacungkan jari;

d. Setelah itu pindahkan penala pada telinga pemeriksa;

e. Bandingkan dan catat hasilnya.

3) Weber (Perbandingan kekerasan BC antara telinga kanan dan kiri)

a. Getarkan penala seperti cara diatas;

b. Tekankan ujung penala pada dahi penderita di garis median;

c. Tanyakan kepada penderita apakah ia mendengar bunyi penala


sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi

6
d. Catat hasilnya.

Fungsi Penglihatan

1. Pemeriksaan Visus
1) Probandus berdiri atau duduk pada jarak 6 meter dari optotype van
snellen;
2) Tinggi mata harus horizontal dengan optotype van snellen;
3) Mata diperiksa satu persatu dengan menutup mata satunya yang tidak
diperiksa;
4) Periksa visus mata probandus dengan meminta probandus membaca
huruf pada optotype yang ditunjuk oleh pemeriksa, dimulai dari baris
huruf yang terbesar sampai terkecil;
5) Catat visus mata probandus, jika probandus sudah tidak dapat
membaca sebagian besar huruf yang ditunjuk pada baris yang ditunjuk
oleh pemeriksa, hal itu menunjukan hasil dari pemeriksaan visus
probandus;
6) Lakukan pemeriksaan pada kedua mata.
2. Pemeriksaan Buta Warna
1) Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus diminta membaca
nomor atau huruf dalam gambaran-gambaran buku ishihara;
2) Tiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detik;
3) Catat hasilnya dan tentukan kelainan yang ditemukan menurut
petunjuk yang terdapat dalam buku tersebut.

BAB II

7
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Fungsi Pendengaran

Nama Probandus : Sony Kurniawan

Umur : 19 tahun

Hasil : Normal

b. Fungsi penglihatan

Nama Probandus : Rosyaliya Alhanifa

Umur : 19 tahun

Hasil : Normal, visus 6/6

B. Pembahasan

C. Aplikasi Klinis

8
BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel 2003, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Despopoulos, A., & Silbernagl, S. (2000). Atlas Berwarna & Teks FISIOLOGI.
Jakarta: Hipokrates.

9
10

Anda mungkin juga menyukai