Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH PENGUKURAN ANTROPOMETRI TERHADAP STATUS

GIZI & TUMBUH KEMBANG BALITA

Nila Khoirun Naily/2211311017


S1 Ilmu Gizi / Smt 3
Dosen Pengampun :
Unziya Khodija, M. Gz
PENDAHULUAN
Gizi merupakan salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi
individu atau masyarakat, dan merupakan isu fundamental dalam kesehatan
masyarakat (Ahmad Sulaeman Dkk, 2020). Ada beberapa faktor yang
menyebabkan gizi kurang yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
langsung gizi kurang yaitu penyakit infeksi yang mungkin diderita anak dan
konsumsi makanan. Penyebab tidak langsung gizi kurang yaitu ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan
(Rahim 2014). Masa balita (bawah lima tahun) dan batita (bawah tiga tahun)
adalah periode penting dalam proses tumbuh kembang seorang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi acuan keberhasilan anak di
periode berikutnya. Masa ini tumbuh kembang seorang anak berlangsung sangat
cepat dan tidak akan pernah terulang, maka dari itu sering disebut dengan masa
keemasan atau golden age. Namun, tantangan pada masa keemasan ini adalah
kecukupan gizi pada balita. Apabila balita tidak cukup energy dan gizi, maka
sangat rentan mengalami gangguan kesehatan berupa malnutrisi (Utomo &
Anggraini, 2010).

Terdapat masalah gizi kronis yang terjadi pada masa tumbuh kembang
balita yaitu stunting. Menurut World Health Organization (WHO) dalam jurnal
Susilia, Dkk (2022) menjelaskan bahwa dampak yang akan terjadi pada balita
stunting yaitu kesakitan, obesitas, gangguan perkembangan kognitif yaitu
kecerdasan, verbal dan motorik yang tidak berkembang secara optimal.
Kecerdasan yang tidak optimal akan berdampak kepada masa depan yang dapat
menghambat dalam pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kemiskinan.

1
Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum
(ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat (Liya
Lugita, 2022).

Pendampingan pada keluarga yang mengalami gizi kurang atau stunting


adalah suatu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stunting
serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan status gizi pada balita.
Stunting sendiri dapat dideteksi dengan melihat status gizi pada anak atau balita
sehingga diperlukan data yang valid tentang kondisi balita khususnya pada saat
pendataan pengukuran antropometri di Posyandu.

Untuk mengetahui tumbuh kembang pada balita dan status gizi balita
dapat dilakukan atau pada umumnya menggunakan dengan pemeriksaan
antropometri atau pengukuran antropometri. Menurut Agung Santoso dkk (2014)
menyatakan bahwa Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut
pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh. Dimana faktor yang
mempengaruhi ukuran tubuh manusia adalah jenis kelamin, umur, sosio ekonomi,
etnik dan posisi tubuh. Namun, pengukuran Antropometri terhadap status gizi dan
tumbuh kembang pada balita terdapat juga kekurangan dan kelebihan.

Berdasarkan permasalahan diatas, sehingga dapat dirumuskan dari pokok


permasalahannya, apa kekurangan dan kelebihan pengukuran antropometri
terhadap status gizi dan tumbuh kembang pada balita?

PEMBAHASAN

Menurut Supariasa (2001) dalam Jurnal Khoiriyah & Siti Mutia (2020)
menjelaskan bahwa metode antropometri ialah pengukuran dimensi tubuh,
fungsinya untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan protein dan energi. Kelebihan dari metode antropometri ini adalah alat
pengukuran mudah didapat dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-
ulang dengan mudah dan objektif, dan dapat dilakukan tidak hanya tenaga khusus

2
professional, serta hasilnya mudah disimpulkan dan diakui kebenarannya secara
ilmiah. Masyarakat perlu diberikan pelatihan pengukuran status gizi balita secara
mandiri dirumah, salah satunya dengan menggunakan metode antropometri.
Pengukuran status gizi secara antropometri ini menggunakan alat sederhana,
seperti timbangan dan meterline.

Standar Antropometri pada balita atau anak didasarkan dengan parameter


berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat) indeks a) Berat
Badan menurut Umur (BB/U); b) Panjang/Tinggi Badan menurut Umur (PB/U
atau TB/U); c) Berat Badan menurut Panjang/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB);
dan d) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Namun, pengukuran
antropometri khususnya dalam pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat
badan dimana relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada
saat yang cukup lama. Selain itu, metode pengukuran antropometri juga tidak
dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe. (Elferida &
Carmen, 2022).

Adapun, pengukuran antropometri pada balita dapat dilakukan di


Posyandu yang biasa dilakukan oleh kader didalamnya itu sendiri. Kesalahan
yang sering terjadi pada saat pengukuran antropometri terutama dalam mengatur
posisi bandul timbangan. Akibatnya status gizi anak balita menjadi tidak akurat,
artinya seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang dan atau gizi buruk
bahkan sebaliknya. Pengetahuan kader posyandu dengan kategori kurang dapat
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada
kesalahan dalam mengambil keputusan beserta penanganan terhadap status gizi
dan perkembangan tumbuh balita (Intan & Irwan, 2021). Dalam penelitian yang
dilakukan Patimah, dkk (2020) mengatakan bahwa kinerja kader yang kurang
dalam pelaksanaan posyandu dapat mengakibatkan status gizi balita tidak dapat
dideteksi secara dini dengan jelas. Permasalahan tersebut berkaitan dengan
lamanya seorang kader dalam menjalankan tugasnya. Hasil yang diperoleh adalah

3
terdapat hubungan yang bermakna atau signifikan antara lama menjadi kader
dengan kinerja kader Posyandu.

Dalam pengukuran antropometri terhadap status gizi balita dan tumbuh


kembang balita dapat dilakukan dengan alat bantu kursi untuk mengukurnya.
Kursi Antropometri merupakan kursi khusus yang dirancang untuk pengukuran
dimensi tubuh posisi duduk. Kursi ini dirancang dengan tujuan memberikan
kemudahan dan kenyamanan khususnya untuk pengukuran antropometri dengan
posisi duduk. Meskipun demikian, kursi antropometri harus sesuai dengan standar
pengukuran dimensi antropometri posisi duduk agar saat proses pengukuran tidak
terhambat dan tidak lama (Agung Santoso, 2014).

Tak hanya melakukan pengukuran antropometri saja untuk mengetahui


adanya peningkatan atau tidak pada status gizi balita dan tumbuh kembangnya,
pendampingan juga perlu dilakukan oleh lingkungan sekitar balita terlebih lagi
pengetahuan ibu balita terkait gizi. Menurut Ni Wayan (2019), kurangnya
pengetahuan ibu balita tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang bagi anak di
masa pertumbuhan dan dan kurangnya kesadaran ibu balita untuk melakukan
pemantauan tumbuh kembang anak melalui pemeriksaan antropometri yang
menyebabkan tingginya angka stunting di Indonesia. Sebagian besar balita dengan
status gizi kurang disebabkan oleh pengetahuan ibu balita terkait gizi yang masih
kurang serta kebersihan lingkungan yang belum terjaga. Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 2 tahun 2020 pemeriksaan Antropometri sangat diperlukan
karna pentingnya untuk mendeteksi dini risiko gagal tumbuh secara dini dan
segera dilakukan tatalaksana segera. Sang ibu juga harus memperhatikan volume
ASI yang dihasilkan dan dikonsumsi oleh sang bayi, untuk kemudian membuat
catatan harian yang selanjutnya dikonsultasikan kepada kader posyandu demi
meninjau status gizi dan pertumbuhan sang balita.

KESIMPULAN

Penulis menarik kesimpulan dari kekurangan dan kelebihan pengukuran


antropometri terhadap status gizi balita dan tumbuh kembangnya. Dimana fungsi

4
dari pengukuran antropometri adalah untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi dan kelebihan pada metode
antropometri ini adalah alat pengukuran mudah didapat dan digunakan seperti
menggunakan timbangan, meterline dan kursi antropometri.

Kelebihan selanjutnya pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan


mudah dan objektif bahkan ibu balita dapat melakukan pengukuran antropometri
di rumah, Pengukuran ini juga dapat dilakukan tidak hanya oleh tenaga khusus
professional di posyandu melainkan ibu balita juga dapat melakukan apabila
memiliki pengetahuan terkait, hasil pengukuran antropometri mudah disimpulkan
bahkan diakui kebenarannya secara ilmiah.

Kekurangan pengukuran antropometri terhadap status gizi balita dan


tumbuh kembangnya adalah dalam pengukuran tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan baru akan tampak pada waktu yang cukup lama. Selain itu,
metode pengukuran antropometri juga tidak dapat membedakan kekurangan zat
gizi tertentu seperti zink dan Fe.

Kekurangan juga dapat terjadi, apabila kursi antropometri yang ada pada
posyandu atau puskesmas atau rumah sakit tidak sesuai dengan standar
pengukuran dimensi antropometri posisi duduk yang menyebabkan proses
pengukuran jadi terhambat dan lama. Selain itu, kesalahan yang sering terjadi
pada saat pengukuran antropometri yang dilakukan oleh kader posyandu dalam
mengatur posisi bandul timbangan dapat mengakibatkan status gizi balita menjadi
tidak akurat, dimana seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang dan atau
gizi buruk bahkan sebaliknya. Pengetahuan ibu balita dan kesadarannya untuk
melakukan pemeriksaan antropometri ke posyandu juga penting. Selain itu ibu
atau orang tua balita harus memperhatikan kebersihan lingkungan balita dan
volume ASI yang dihasilkan untuk dikonsumsi oleh sang bayi agar dapat
meninjau status gizi dan pertumbuhan sang balita sebagai upaya pencegahan
stunting.

5
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S., Sarwititi, S., Rinanda, D.S., & Larasati, K. (2020). Program Pendampingan
Balita Gizi Kurang di Desa Mlokomanis Wetan, Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Pusat Inovasi Masyarakat, 2(3), 372-377.
Agung, S., Benekdita, A., & Anissa, P. (2014). PERANCANGAN ULANG KURSI
ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN. Jurnal
PROFESIENSI, 2(2), 81-91
Elferida, S., & Carmen, S. (2022). Pelatihan Pengukuran Antropometri dan Edukasi Gizi
Seimbang sebagai Upaya Revitalisasi Posyandu dalam Rangka Menurunkan
Angka Stunting di Kelurahan Cawang/Jakarta Timur. Jurnal Comunita Servizio,
4(1), 786-794.
Intan, N., & Irwan, B. (2021). Pengaruh Pelatihan Antropometri terhadap Pengetahuan
Kader Posyandu. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 2(2), 171-177.
Khoiriyah, I., & Siti, M.D. (2020). Pelatihan Pengukuran Status Gizi Balita sebagai Upaya
Pencegahan Stunting Sejak Dini pada ibu di Dusun Randugunting, Sleman, DIY.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 60-68.
LiyaLiya, L.S. (2022). PELATIHAN PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA
DENGAN MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI SEBAGAI UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING SEJAK DINI PADA IBU DI DARAT SAWAH
SEGINIM BENGKULU SELATAN. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(1), 169-176.
Patimah, S., Darlis, I., Nukman, & Nurlinda, A. (2020). Peningkatan Kapasitas Kader
Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Stunting di Desa Mangki Kecamatan
Cempa Kabupaten Pinrang. Jurnal Dedikasi Masyarakat, 3(2), 113–119.
Rahim, F.K. (2014). Faktor risiko underweight balita umur 7-59 bulan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9(2), 115-121.
Susilia, I., Baiq, R.A., & Ni Putu, A. (2023). Pendampingan pada Keluarga dengan Balita
Gizi Kurang dan Stunting. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 5(1), 91-96
Utomo, B., & Anggraini, D.Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Batita & Balita. DeMedia.
Wayan, N., & Ekayanthi, D. (2019). Menginterpretasikan Hasil Penimbangan pada Kartu
Menuju Sehat ( Status N dan T) di Kota Bogor, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai