Terdapat masalah gizi kronis yang terjadi pada masa tumbuh kembang
balita yaitu stunting. Menurut World Health Organization (WHO) dalam jurnal
Susilia, Dkk (2022) menjelaskan bahwa dampak yang akan terjadi pada balita
stunting yaitu kesakitan, obesitas, gangguan perkembangan kognitif yaitu
kecerdasan, verbal dan motorik yang tidak berkembang secara optimal.
Kecerdasan yang tidak optimal akan berdampak kepada masa depan yang dapat
menghambat dalam pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kemiskinan.
1
Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum
(ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat (Liya
Lugita, 2022).
Untuk mengetahui tumbuh kembang pada balita dan status gizi balita
dapat dilakukan atau pada umumnya menggunakan dengan pemeriksaan
antropometri atau pengukuran antropometri. Menurut Agung Santoso dkk (2014)
menyatakan bahwa Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut
pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh. Dimana faktor yang
mempengaruhi ukuran tubuh manusia adalah jenis kelamin, umur, sosio ekonomi,
etnik dan posisi tubuh. Namun, pengukuran Antropometri terhadap status gizi dan
tumbuh kembang pada balita terdapat juga kekurangan dan kelebihan.
PEMBAHASAN
Menurut Supariasa (2001) dalam Jurnal Khoiriyah & Siti Mutia (2020)
menjelaskan bahwa metode antropometri ialah pengukuran dimensi tubuh,
fungsinya untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan protein dan energi. Kelebihan dari metode antropometri ini adalah alat
pengukuran mudah didapat dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-
ulang dengan mudah dan objektif, dan dapat dilakukan tidak hanya tenaga khusus
2
professional, serta hasilnya mudah disimpulkan dan diakui kebenarannya secara
ilmiah. Masyarakat perlu diberikan pelatihan pengukuran status gizi balita secara
mandiri dirumah, salah satunya dengan menggunakan metode antropometri.
Pengukuran status gizi secara antropometri ini menggunakan alat sederhana,
seperti timbangan dan meterline.
3
terdapat hubungan yang bermakna atau signifikan antara lama menjadi kader
dengan kinerja kader Posyandu.
KESIMPULAN
4
dari pengukuran antropometri adalah untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi dan kelebihan pada metode
antropometri ini adalah alat pengukuran mudah didapat dan digunakan seperti
menggunakan timbangan, meterline dan kursi antropometri.
Kekurangan juga dapat terjadi, apabila kursi antropometri yang ada pada
posyandu atau puskesmas atau rumah sakit tidak sesuai dengan standar
pengukuran dimensi antropometri posisi duduk yang menyebabkan proses
pengukuran jadi terhambat dan lama. Selain itu, kesalahan yang sering terjadi
pada saat pengukuran antropometri yang dilakukan oleh kader posyandu dalam
mengatur posisi bandul timbangan dapat mengakibatkan status gizi balita menjadi
tidak akurat, dimana seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang dan atau
gizi buruk bahkan sebaliknya. Pengetahuan ibu balita dan kesadarannya untuk
melakukan pemeriksaan antropometri ke posyandu juga penting. Selain itu ibu
atau orang tua balita harus memperhatikan kebersihan lingkungan balita dan
volume ASI yang dihasilkan untuk dikonsumsi oleh sang bayi agar dapat
meninjau status gizi dan pertumbuhan sang balita sebagai upaya pencegahan
stunting.
5
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Sarwititi, S., Rinanda, D.S., & Larasati, K. (2020). Program Pendampingan
Balita Gizi Kurang di Desa Mlokomanis Wetan, Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Pusat Inovasi Masyarakat, 2(3), 372-377.
Agung, S., Benekdita, A., & Anissa, P. (2014). PERANCANGAN ULANG KURSI
ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN. Jurnal
PROFESIENSI, 2(2), 81-91
Elferida, S., & Carmen, S. (2022). Pelatihan Pengukuran Antropometri dan Edukasi Gizi
Seimbang sebagai Upaya Revitalisasi Posyandu dalam Rangka Menurunkan
Angka Stunting di Kelurahan Cawang/Jakarta Timur. Jurnal Comunita Servizio,
4(1), 786-794.
Intan, N., & Irwan, B. (2021). Pengaruh Pelatihan Antropometri terhadap Pengetahuan
Kader Posyandu. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 2(2), 171-177.
Khoiriyah, I., & Siti, M.D. (2020). Pelatihan Pengukuran Status Gizi Balita sebagai Upaya
Pencegahan Stunting Sejak Dini pada ibu di Dusun Randugunting, Sleman, DIY.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 60-68.
LiyaLiya, L.S. (2022). PELATIHAN PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA
DENGAN MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI SEBAGAI UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING SEJAK DINI PADA IBU DI DARAT SAWAH
SEGINIM BENGKULU SELATAN. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(1), 169-176.
Patimah, S., Darlis, I., Nukman, & Nurlinda, A. (2020). Peningkatan Kapasitas Kader
Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Stunting di Desa Mangki Kecamatan
Cempa Kabupaten Pinrang. Jurnal Dedikasi Masyarakat, 3(2), 113–119.
Rahim, F.K. (2014). Faktor risiko underweight balita umur 7-59 bulan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9(2), 115-121.
Susilia, I., Baiq, R.A., & Ni Putu, A. (2023). Pendampingan pada Keluarga dengan Balita
Gizi Kurang dan Stunting. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 5(1), 91-96
Utomo, B., & Anggraini, D.Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Batita & Balita. DeMedia.
Wayan, N., & Ekayanthi, D. (2019). Menginterpretasikan Hasil Penimbangan pada Kartu
Menuju Sehat ( Status N dan T) di Kota Bogor, 2(2).