Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENILAIAN STATUS GIZI

KELOMPOK 5

1. Sekar Puspita Ningrum (P 211 19 055)


2. Febriani (P 211 19 099)
3. Riska Widiasari (P 211 19 091)
4. Kesya Dwi Yarni Salla (P 211 19 029)
5. Mitha Franciska (P 211 19 015)
6. Nurul Inayah A. Usman (P 211 19 081)
7. Cindy Apriani (P 211 19 097)
8. Fajar Putra Nataniel L. (P 211 19 023)

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Konsep Aplikasi Pengukuran Antropometri dalam
Program Gizi” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penilaian Status Gizi yang diampu
oleh Bapak Aulia Rakhman, S.KM.,M.Kes. selain itu, makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan mengenai aplikasi pengukuran mengenai status gizi,
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aulia Rakhman,
S.KM.,M.Kes. selaku dosen mata kuliah penilaian status gizi yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
mengenai bidang ilmu yang kami tekuni. Dan kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyaknya kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapakan untuk menyempurnakan makalah ini.

Palu, 19 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..
C. Tujuan……………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemantauan Pertumbuhan Anak……………………………………
B. Survei Nasional Status Gizi…………………………………………
C. Kartu Menuju Sehat (KMS)………………………………………...
D. Aplikasi WHO-Antro……………………………………………….
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan kesehatan diIndonesia yaitu tentang
statusgizi.Hal ini terjadi karena kenaikan dan penurunan jumlah balita yang
mengalami permasalahan status gizi tiap tahunnya tidak menentu. Balita
merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut
mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat
gizi yang lebih besar dari kelompok unsur lain sehingga balita paling mudah
menderita kelainan gizi.
Beberapa factor yang menyebabkan gizi buruk diIndonesia terdiri
dari beberapa tahap yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
langsungyaitu konsumsi makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak.Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang
kurang tetapi juga karena infeksi.Adapun penyebab tidak langsung yaitu
ketahanan pangan dikeluarga,pola pengasuhan anak,serta pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan
Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak
yang buruk bagi balita. Dampak yang terjadi antara lain kematian dan infeksi
kronis. Deteksi dini anak yang kurang (gizi kurang dan gizi buruk) dapat
dilakukan dengan pemeriksaan berat badan menurut umur (BB/U) untuk
memantau berat badan anak. Penilaian status gizi balita dapat ditentukan
melalui pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah
“Antropometri”. Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan melakukan
pengukuran indikator berat badan dan tinggi badan serta memperhatikan umur
dan jenis kelamin balita itu sendiri. Ukuran antropometri untuk penilaian
status gizi merupakan kombinasi antara masing-masing ukuran indikator
antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi yang umum
adalah indeks berat badan terhadap umur (BB/U) dan indeks berat badan
terhadap tinggi badan (BB/TB). Untuk anak pada umunya, indeks BB/U
merupakan cara baku yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.
Sedangkan indeks BB/TB merupakan ukuran antropometri yang terbaik
karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan
spesifik.
Untuk menilai status gizi pada anak diperlukan standar antropometri.
Standar antropometri yang digunakan merupakan buku rujukan yang berisi
table normative sebagai pembanding dalam menilai status gizi.Baku rujukan
ini dikeluarkan oleh badan resmi yang mengurusi masalah kesehatan dan gizi.
Untuklevel dunia adalah WHO (World Health Organization) dan untuk level
Negara adalah Kementrian Kesehatan negara. Di Indonesia penilaian status
gizi pada anak mengacu pada standar WorldHealthOrganization(WHO)-
2005.Hal tersebut terdapat dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tentang standarantropometri penilaian status gizi anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemantauan pertumbuhan anak ?
2. Bagaimana survei nasional mengenai status gizi ?
3. Apa yang dimaksud dengan KMS?
4. Apa yang dimaksud dengan aplikasi WHO-Antro dan apa saja parameter
yang digunakan untuk penilaian status gizi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pemantauan pertumbuhan
anak dan cara pemantauan pertumbuhan anak
2. Untuk dapat mengetahui mengenai survei nasional status gizi
3. Untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan KMS
4. Dapat mengetahui apa yang diaksud dengan aplikasi WHO-Antro dan
parameter yang digunakan untuk penilaian status gizi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemantauan Pertumbuhan Anak


Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, jumlah sel, dan
jaringan pembentuk tubuh lainnya sehingga ukuran fisik dan bentuk tubuh
bertambah sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan dapat dinilai dengan
mengukur tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Frekuensi
pengukuran adalah setiap bulan sampai usia 1 tahun, setiap 3 bulan sampai
usia 3 tahun, setiap 6 bulan sampai usia 6 tahun, dan 1 tahun sekali pada
tahun-tahun berikutnya. Indonesia menggunakan kurva pertumbuhan milik
WHO 2006. Indikator yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) atau BMI/U tinggi badan menurut usia (TB/U),
berat badan menurut usia (BB/U), lingkar kepala menggunakan Nellhaus.

Pertumbuhan dan perkembangan anak adalah dua aspek penting yang saling
berkaitan dan perlu diperhatikan agar anak bisa mencapai kehidupan yang
lebih baik. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi tumbuh
kembang anakyaitu dengan pengukuran antropometri.Pengukuran
antropometri ini meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang
badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas (Hidayat, 2013).

Pemantauan pertumbuhan secara luas dapat diterima oleh tenaga kesehatan


dan merupakan komponen standar dari pelayanan pediatric di seluruh dunia
Didefinisikan bahwa pemantauan pertumbuhan sebagai pencatatan rutin berat
badan anak ditambah dengan beberapa tindakan perbaikan jika ditemukan
berat yang tidak normal.Khusus untuk anak yang berusia <2 tahun dengan
umur kehamilan (UK) <37 minggu, umur yang digunakan dalam pertumbuhan
/ status gizi menggunakan umur koreksi bukan umur kronologis. Sebagai
contoh anak saat kontrol usia 2 bulan dengan BB 3 kg (UK 36 minggu)
sehingga sebelum diplotkan ke kurva pertumbuhan / buku KMS harus
dihitung usia kronologisnya yaitu usia sekarang (2 bulan) – (40 minggu – 36
minggu = 4 minggu/ 1 bulan) à hasilnya adalah 1 bulan, jadi BB 3 kg
diplotkan di usia koreksi 1 bulan, bukan usia kronologis 2 bulan. Apabila anak
tersebut sudah berusia kronologis 2 tahun atau lebih maka usia tidak perlu
dikoreksi. Untuk memastikan pertumbuhan sesuai dengan acuan, bawalah
anak secara teratur ke layanan kesehatan, khususnya poli tumbuh kembang.

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.
Sedangkan menurut Almatsier (2005), status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.Kekurangan
gizi tidak saja membuat stunting, tetapi juga menghambat kecerdasan, memicu
penyakit, dan menurunkan produktivitas. Ada 3 gangguan utama yang
disebabkan oleh stunting, antara lain : 1) Gagal tumbuh yang menyebabkan
berat badan lahir rendah, kecil, pendek, kurus; 2) Hambatan perkembangan
kognitif dan motorik yang mempengaruhi perkembangan otak dan
keberhasilan pendidikan; 3) Gangguan metabolik pada usia dewasa yang
meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes,
obesitas, stroke dan penyakit jantung.

Ada dua faktor penyebab gangguan gizi yaitu penyebab langsung maupun
tidak langsung. Penyebab langsung gangguan gizi pada bayi dan balita adalah
asupan gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh serta penyakit infeksi.
Sedangkan faktor tidak langsung terjadinya gangguan gizi terutama pada anak
balita yaitu pengetahuan, persepsi tertentu terhadap makanan, kebiasaan atau
pantangan, kesukaan jenis makanan tertentu, jarak kelahiran yang terlalu
rapat, sosial ekonomi.

Masa pertumbuhan tercepat seorang anak adalah 1000 hari pertama kehidupan
(HPK), yang dinilai sejak awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Pada masa ini
apabila gangguan pertumbuhan yang tidak terdeteksi dan tidak diintervensi
dapat menyebabkan efek jangka panjang yang dapat menurunkan kualitas
hidupnya. Berdasarkan rekomendasi WHO, intervensi yang dapat dilakukan
untuk mencegah stunting antara lain : 1) Menggalakkan Inisiasi Menyusu Dini
(<1 Jam Lahir), 2) Memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan, 3) Memberikan
MPASI yang diberikan pada usia 6 bulan sambil melanjutkan pemberian ASI,
dan 4) Memberikan MPASI tepat waktu, mempunyai kandungan nutrisi cukup
dan seimbang, aman, diberikan dengan cara yang benar serta mempunyai
komposisi MPASI cukup protein hewani, lemak dan mikronutrien. Sejalan
dengan visi misi kementerian kesehatan dengan target pemerintah RI
menurunkan angka stunting dari 30,8% menjadi 19% pada tahun 2024.

Pola-pola Pertumbuhan Anak


a. Pola Chepalocaudal
Pola chepalocaudal merupakan rangkain di mana pertumbuhan tercepat
selalu terjadi di atas yaitu kepala.Pertumbuhan fisik dalam ukuran, berat
badan dan perbedaan ciri fisik secara bertahap bekerja dari atas ke
bawah.Contohnya, dari leher ke bahu, ke batang tubuh bagian tengah dan
seterusnya. Pola yang sama ini terjadi di daerah kepala. Bagian atas kepala
seperti mata dan otak tumbuh lebih cepat dari pada bagian di bawahnya,
seperti janggut.

Perkembangan sensoris dan motorik juga biasanya berproses menurut


prinsip chepalocaudal.Sebagia contoh, bayi melihat objek sebelum mereka
dapat mengendalikan tubuh mereka dan mereka menggunankan tangan
mereka jauh sebelum mereka dapat merangkak atau berjalan.Meskipun
demikian, salah satu studi baru-baru ini menemukan bahwa bayi meraih
mainan dengan kaki mereka sebelum mereka menggunakan tangan
mereka. Umumnya, bayi pertama kali menyentuk mainan dengan kaki
mereka saat mereka berusia 12 minggu dan dengan tangan mereka saat
,mereka berusia 16 minggu.
b. PolaProximodistal
Pola proximodistal merupakan rangkain pertumbuhan yang dimulai
daripusat dan bergerak kea rah tangan dan kaki.Contohnya, kendali otot
tubuh dan lengan matang sebelum kendali tangan dan jari.Lebih jauh,bayi
menggunakan seluruh tanggannya sebagi kesatuan sebelum mereka dapat
mengontrol beberapa jari mereka.

Merujuk pola proxomodistal (dari dalam keluar), pertumbuhan dan


perkembangan motoris bergerak dari bagian tengah tubuh keluar. Dalam
rahim, kepada dan tubuh lebih dahulu berkembang sebelum tangan dan
kaki, kemudian telapak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan
kaki. Sepanjang masa bayi dan anak-anak awal, tangan dan kaki
tumbuhlebih cepat ketimbang telapaknya. Mirip dengan hal ini, anak-anak
belajaruntuk mengembangkan kemampuan menggunakan tangan dan kaki
bagianatas ( yang lebih dekat bagian tengah tubuh), baru kemudian bagian
yanglebih jauh, dilanjutkan dengan kemampuan untuk menggunakan
telapak tangandan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan kaki.

Berdasarkan urain diatas dapat diketahui bahwa pola-pola pertumbuhan


anak dapat dibagi menjadi dua yaitu Pola Chepalocaudal danPola
Proximodistal. Pola chepalocaudal merupakan rangkaian pertumbuhan
dimana pertumbuhan tercepat selalu dari kepala sedangkan Pola
Proximodistal merupakan pertumbuhan yang mulai dari pusat tubuh dan
bergerak kearah tangan dan kaki.

B. Survei Nasional Status Gizi


Status gizi adalah faktor yang terdapat dalam level individu, faktor yang
dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta kondisi
infeksi. Diartikan juga sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok
orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi ukuran-ukuran gizi
tertentu.(Supariasa, et al, 2016).

Status gizi berkaitan dengan asupan makronutrien dan energi. Energi


didapatkan terutama melalui konsumsi makronutrien berupa karbohidrat,
protein dan lemak. Selama usia pertumbuhan dan perkembangan asupan
nutrisi menjadi sangat penting, bukan hanya untuk mempertahankan
kehidupan melainkan untuk proses tumbuh dan kembang. Di Indonesia,
prevalensi konsumsi energi di bawah kebutuhan minimal secara nasional
mencakup 33,9% untuk kelompok usia 4-6 tahun dan 41,8% untuk usia 7-9
tahun.7 Prevalensi konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal secara
nasional mencakup 25,1% untuk kelompok usia 4-6 tahun dan 30,8% untuk
usia 7-12 tahun. Selain sebagai indikator kesehatan masyarakat, status gizi
secara individual juga berhubungan dengan penentuan prestasi akademik.
Status gizi yang baik sejalan dengan prestasi akademik yang baik pula,9
meskipun beberapa penelitian gagal menunjukkan hubungan tersebut.10,11
Kekurangan zat gizi secara berkepanjangan menunjukkan efek jangka panjang
terhadap pertumbuhan (Ryadinency, 2012).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi adalah
ketidakseimbangan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dan terjangkitnya
penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di
keluarga, pola pengasuhan anak dan pelayanan kesehatan. Ketiga faktor
tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
keluarga serta tingkat pendapatan keluarga (Mukherjee et al, 2008). Faktor ibu
memegang peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan
yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak
(Proverawati dan Asfuah, 2009).

Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi terdiri dari penilaian status gizi secara klinis, biokimia,
antropometri dan survei konsumsi makanan (Supariasa, et al, 2016).
Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam
bidang gizi, antropometri digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang
sering digunakan adalah berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, tinggi
duduk, lingkar perut, lingkar pinggul dan lapisan lemak bawah kulit. Menurut
Marie Francoise, Ecog’s ebook 2015 dengan rujukan Measurement and
definition. In: The obese and overwight child; Rolland- Chachera MF et al;
2002 antropometri adalah metode pengukuran yang sudah bersifat universal
dan tidak mahal yang digunakan untuk menilai dan mengukur bentuk dan
ukuran komposisi manusia yang digunakan untuk melihat kesehatan tubuh,
memprediksi kinerja, faktor risiko dan kelangsungan hidup.

Software Anthro terdiri dari 2 bagian: untuk balita dan anak prasekolah
(Anthro plus) dan untuk usia > 5 tahun sd 19 tahun (WHO Anthro), persiapan
dan prinsip-prinsip penggunaan kedua software ini sama persis, perbedaan
hanya terletak pada bagian milestone untuk menilai perkembangan yang hanya
terdapat pada anak di bawah 2 tahun.
Tampilan awal pada aplikasi WHO Anthro dan WHO Anthroplus

Gambar perbedaan halaman awal

Pada halaman awaal terlihat tampilannya berbeda namun submenu yang


ada di dalamnya sama yakni anthropometri calculator, induvidual Assigmen,
dan nutritional survey.

Menu terdiri dari tiga (Anthropometric Calculator, Individual


assessment, Nutritional survey)

Kegunaan menu 1 sebagai kalkulator antropometri untuk mendapatkan hasil


WHZ, WAZ, HAZ, BAZ, dll dari data yang ada.

Kegunaan menu 2 Individual Assessment : untuk mengumpulkan dan


menyimpan data yang berulang kali diperiksa dari lahir sampai usia 5 tahun.
Data yang dikumpulkan dapat terdiri dari antropometri dan perkembangan
motorik.

Kegunaan menu 3 Nutritional Survey : untuk mengolah data status gizi balita
yang mana hasil pengumpulan data secara cross sectional (surveypenelitian).

Dalam pelaksanaannya, menurut Supariasa dalam Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
2016 pengukuran status gizi menggunakan antropometri memiliki kelebihan
dan kelemahan.
Kelebihan penggunakan antropometri dalam pengukuran status gizi adalah
sebagai berikut :
1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan pada jumlah sampel
yang benar
2. Relative tidak membutuhkan tenaga ahli tetapi cukup dilakukan oleh
tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat agar dapat melakukan
pengukuran antropometri,
3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di
daerah setempat,
4. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi kurang dan gizi buruk karena
sudah terdapat ambang batas yang jelas.
7. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
8. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi.
Selain kelebihan dalam pelaksanaanya, metode antropometri juga memiliki
kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut adalah :
1. Tidak sensitif yang mengandung arti metode ini tidak dapat mendeteksi
status gizi dalam waktu singkat. Selain itu, metode ini juga tidak dapat
membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan zat besi.
2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi)
dapat menurunkan spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri.
3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat memengaruhi presisi,
akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi
4. Kesalahan ini terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik
fisik maupun komposisi jaringan dan analisis serta asumsi yang keliru.
5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang
tidak cukup, kesalahan alat alau alat yang tidak ditera dan kesulitan
pengukuran.
Dikutip dari Journal of Community Empowerment for Health Universitas
Gadja Mada, Yogyakarta Indonesia yang di publikasikan pada tahun 2018.
Dimana Survei dilakukan pada 17 Maret hingga 20 April 2018, di lima pos
pelayanan terpadu (posyandu) di Agats, Asmat, Papua, yaitu Posyandu
Bintang Laut, Dolog, Yayasan Kemajuan dan Pengembangan Asmat (YKPA),
Nurkorem, dan Bhayangkari, Tetapi dari 14 keseluruhan jumlah posyandu
hanya kelima posyandu ini yang terjangkau pada periode survei.

Sebagai subjek sebanyak 372 anak (48,2%), Survei dilakukan dengan mendata
Balita yang datang ke Posyandu selama periode survei meliputi jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan), usia (dalam bulan), berat badan (kilogram/kg), dan
panjang/tinggi badan (dalam sentimeter/cm). Data berat badan dan tinggi
badan dikonversi ke dalam indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut panjang atau tinggi
badan (BB/TB) menggunakan perangkat lunak WHO Anthro versi Ketiga
indeks tersebut menggambarkan aspek yang berbeda untuk gizi anak, Status
gizi ditentukan berdasarkan kriteria dari World Health Organization (WHO).
Dari hasil survei di dapatkan Jumlah total anak yang terdaftar di lima
posyandu sejumlah 772 anak, tetapi peserta yang datang ke posyandu pada
periode survei dan diikutkan sebagai subjek sebanyak 372 anak (48,2%).
Dari 372 anak balita yang mengikuti survei, 35 (9,4%) anak menderita gizi
kurang dan 7 (1,9%) anak menderita gizi buruk. Terdapat 21 (5,7%) anak yang
tergolong pendek dan 12 (3,2%) anak yang tergolong sangat pendek.
Didapatkan pula 23 (6,2%) anak kurus dan 6 (1,6%) anak sangat kurus.
Persentase anak yang memiliki status gizi di bawah normal dalam survei ini
lebih rendah daripada angka nasional dan Papua, tetapi persentase di dua
posyandu lebih tinggi daripada angka nasional dan Papua.

Persentase total yang relatif rendah tersebut kemungkinan disebabkan karena


terpusatnya kasus gizi buruk di distrik lain dan tidak tercakupnya anak gizi
buruk yang tidak datang ke kegiatan posyandu, Perbedaan persentase kasus
permasalahan gizi juga ditemukan antar kelompok usia, kemungkinan akibat
asupan nutrisi yang kurang sesuai jenis maupun jumlahnya, penyakit infeksi,
dan bertambahnya anggota keluarga.
Terlepas dari permasalahan KLB gizi buruk dan campak pada awal tahun
2018 di aatas, Pada tahun 2019 Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI)
telah dilaksanakan secara terintegrasi dengan SUSENAS tepatnya pada Maret
2019, yang melibatkan 320.000 Rumah Tangga (RT). Setelah 6 bulan
dilakukannya SSGBI Menkes Nila Moeloek melakukan soft launching hasil
Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), di kantor Kemenkes, Jakarta
pada 18 Oktober 2019, Menkes mengumumkan bahwa hasil dari SSBGI tahun
2019, menunjukan telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8%
tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67% tahun 2019, yang berarti
penurunan tersebut mencapa 3 % dibanding tahun 2019.

Penurunan ini menandakan bahwa lima pilar penanggulangan stunting sudah


mulai jalan, yaitu (a) Komitmen pimpinan mulai pusat sampai dengan daerah,
(b) Kampanye nasional dan strategi perubahan perilaku, (c) Konvergensi
(lintas sektor, pusat dan daerah), (d) Ketahanan pangan dan gizi, serta (e)
Pemantauan dan evaluasi.

C. Kartu Menuju Sehat (KMS)


Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat grafik pertumbuhan
serta indikator perkembangan yang bermanfaat untuk mencatat dan memantau
tumbuh kembang balita setiap bulan dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun.
KMS juga dapat diartikan sebagai “ rapor “ kesehatan dan gizi (Catatan
riwayat kesehatan dan gizi ) balita ( Depkes RI, 1996 ).

Di Indonesia dan negara - negara lain, pemantauan berat badan balita


dilakukan dengan timbangan bersahaja ( dacin ) yang dicatat dalam suatu
sistem kartu yang disebut “Kartu Menuju Sehat “ (KMS). Hambatan kemajuan
pertumbuhan berat badan anak yang dipantau dapat segera terlihat pada grafik
pertumbuhan hasil pengukuran periodik yang dicatat dan tertera pada KMS
tersebut. Naik turunnya jumlah anak balita yang menderita hambatan
pertumbuhan di suatu daerah dapat segera terlihat dalam jangka waktu
periodik ( bulan ) dan dapat segera diteliti lebih jauh apa sebabnya dan dibuat
rancangan untuk diambil tindakan penanggulangannya secepat mungkin.
Kondisi kesehatan masyarakat secara umum dapat dipantau melalui KMS,
yang pertimbangannya dilakukan di Posyandu ( Pos Pelayanan terpadu ), (
Sediaoetama, 1999 ).

Indikator BB / U dipakai di dalam Kartu Menuju Sehat ( KMS ) di Posyandu


untuk memantau pertumbuhan anak secara perorangan. Pengertian tentang “
Penilaian status Gizi ” dan “ Pemantauan pertumbuhan ” sering dianggap sama
sehingga mengakibatkan kerancuan. KMS tidak untuk memantau gizi, tetapi
alat pendidikan kepada masyarakat terutama orang tua agar dapat memantau
pertumbuhan anak, dengan pesan “ Anak sehat tambah umur tambah berat” (
Soekirman, 2000 ).
Tujuan Penggunaan KMS

Tujuan Umum : Mewujudkan tingkat tumbuh kembang dan status kesehatan


anak balita secara optimal.

Tujuan Khusus :
1. Sebagai alat bantu bagi ibu atau orang tua dalam
memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan
balita yang optimal.

2. Sebagai alat bantu dalam memantau dan menentukan


tindakan-tindakan untuk mewujudkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal.

3. Sebagai alat bantu bagi petugas untuk menentukan


tindakan pelayanan kesehatan dan gizi kepada balita.
(Depkes RI, 1996 ).

Fungsi Penggunaan KMS

1. Sebagai media untuk “ mencatat / memantau ” riwayat kesehatan balita


secara lengkap.

2. Sebagai media “ penyuluhan ” bagi orang tua balita tentang kesehatan


balita.

3. Sebagai sarana pemantauan yang dapat digunakan bagi petugas untuk


menentukan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi terbaik bagi balita.
4. Sebagai kartu analisa tumbuh kembang balita ( Depkes RI, 1996 ).

Fungsi KMS ditetapkan hanya untuk memantau pertumbuhan bukan untuk


penilaian status gizi. Artinya penting untuk memantau apakah berat badan
anak naik atau turun, tidak untuk menentukan apakah status gizinya kurang
atau baik, (Soekirman, 2000).

D. Aplikasi WHO-Anthro
Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) menciptakan aplikasi
“WHO anthro” yang dapat digunakan untuk menghitung status gizi dan
memantau perkembangan motorik anak. Aplikasi tersebut menggunakan data
antropometri seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan
lingkar kepala sehingga tidak perlu dilakukan lagi melakukan perhitungan
manual untuk penilaian status gizi.

Dengan adanya suatu aplikasi seperti WHO anthro yang dapat menghitung
status gizi serta memantau perkembangan motorik seorang anak sangatlah
membantu dalam menanggulangi masalah gizi. Namun aplikasi WHO anthro
bukan ditujukan untuk orang tua sebagai user-nya, melainkan dokter atau
petugas kesehatan lainnya, sehingga orang tua yang memiliki pengetahuan
yang minim tentang status gizi dan z score akan mengalami kesulitan dalam
pengoperasian dan pembacaan hasilnya. Sehubungan dengan hal tersebut,
perlu adanya suatu aplikasi yang dapat melakukan perhitungan status gizi dan
memantau perkembangan seorang balita serta mudah dipahami oleh user yang
awam dalam penilaian status gizi sekalipun.

Aplikasi ini memiliki tiga submenu :


1. Submenu pertama adalah anthropometic calculator, menu ini
menghasilkan keluaran z-score dan grafik z-score berdasarkan nilai
antropometri yang dimasukkan oleh user.
2. Submenu kedua adalah individual assessment atau penilaian
individu,keluarannya sama seperti padasubmenu antropometric calculator
yakni; z score dan grafik z score, tetapi juga bisa digunakan untuk
mengamati perkembangan motorik balita , nilai z score dan data
antropometri-pun dapat disimpan dalam basis data kemudian dapat juga
disajikan dalam bentuk laporan.
3. Submenu ketiga adalah nutritional survey, digunakan untuk melakukan
survey gizi suatu daerah berdasarkan hasil z score dari beberapa individu,
kemudian disajikan dalam sebuah grafik.

Aplikasi WHO-Anthro ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan


dalam penggunaannya :
Kelebihan aplikasi WHO-Anthro yaitu :
1. Mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak
2. Dapat menilai status gizi secara langsung
3. Mengentri data lebih cepat
Sedangkan Kekurangan dari aplikasi WHO-Anthro yaitu :
1. Penggunaannya belum ada yang berbahsa Indonesia
2. Hanya bisa dilakuakn untuk data dan tidak bisa dilakukan untuk
pengolahan lebih lanjut seperti SPSS dan Mc.Excel
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada 3 gangguan utama yang disebabkan oleh stunting, antara lain : 1) Gagal
tumbuh yang menyebabkan berat badan lahir rendah, kecil, pendek, kurus; 2)
Hambatan perkembangan kognitif dan motorik yang mempengaruhi
perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan; 3) Gangguan metabolik
pada usia dewasa yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti
diabetes, obesitas, stroke dan penyakit jantung.

Merujuk pola proxomodistal (dari dalam keluar), pertumbuhan dan


perkembangan motoris bergerak dari bagian tengah tubuh keluar.Dalam
rahim, kepada dan tubuh lebih dahulu berkembang sebelum tangan dan kaki,
kemudian telapak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan
kaki.Sepanjang masa bayi dan anak-anak awal, tangan dan kaki tumbuh lebih
cepat ketimbang telapaknya.

Mirip dengan hal ini, anak-anak belajar untuk mengembangkan kemampuan


menggunakan tangan dan kaki bagian atas ( yang lebih dekat bagian tengah
tubuh), baru kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan dengan
kemampuan untuk menggunakan telapak tangan dan kaki dan akhirnya jari-
jari tangan dan kaki Berdasarkan urain diatas dapat diketahui bahwa pola-pola
pertumbuhan anak dapat dibagi menjadi dua yaitu Pola Chepalocaudal dan
Pola Proximodistal.Pola chepalocaudal merupakan rangkaian pertumbuhan
dimana pertumbuhan tercepat selalu dari kepala sedangkan Pola Proximodistal
merupakan pertumbuhan yang mulai dari pusat tubuh dan bergerak kearah
tangan dan kaki.

In: The obese and overwight child; Rolland- Chachera MF et al; 2002
antropometri adalah metode pengukuran yang sudah bersifat universal dan
tidak mahal yang digunakan untuk menilai dan mengukur bentuk dan ukuran
komposisi manusia yang digunakan untuk melihat kesehatan tubuh,
memprediksi kinerja, faktor risiko dan kelangsungan hidup.
Dari hasil survei di dapatkan Jumlah total anak yang terdaftar di lima
posyandu sejumlah 772 anak, tetapi peserta yang datang ke posyandu pada
periode survei dan diikutkan sebagai subjek sebanyak 372 anak (48,2%).Dari
372 anak balita yang mengikuti survei, 35 (9,4%) anak menderita gizi kurang
dan 7 (1,9%) anak menderita gizi buruk.

B. Saran
Kami mengharapkan agar para pembaca dapat memahami isi dari makalah ini,
dapat mengambil manfaat dari makalah ini, dan juga pembaca dapat
menambah pengetahuan melalui makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni Sediaoetama. (2000). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di
Indonesia Jilid I. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat

Almatsier S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (1996). Daftar Komposisi Zat Gizi.
Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan RI.

Hidayat, A. A. (2013). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medik

Pudjohartono, M. F., Rinonce, H. T., Debora, J., Astari, P., Winata, M. G., &
Kasim, F. (2019). Survei status gizi balita di Agats, Asmat, Papua: Analisis
situasi pascakejadian luar biasa gizi buruk. Journal of Community
Empowerment for Health, 2(1), 10. doi:10.22146/jcoemph.39235

Rokom. (2019). Soft launching Menkes Lakukan status Hasil Survei Gizi Balita
Indonesia 2019. Diambil dari situs Kemkes.go.id.(Gi):
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilismedia/20191018/3732054/meke
s-lakukan-soft-launching-hasil-survei-status-gizi-balita-indonesia-2019.

Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta.Dirjen Dikti Depdiknas.

World Health Organization. WHO Anthro (version 3.2.2, January 2011) and
macros [Internet]. World Health Organization; 2017 [cited 2018 Sep 22].
Available from: http://www.who.int/childgrowth/software/en/

Anda mungkin juga menyukai