Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN KASUS SEMINAR

SINDROM NEUFROTIK DIRUANGAN PINANG ANAK DEPAN


RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
stase Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH : KELOMPOK V


1. MARYO F S.Kep A1C121021
2. RENA JULIANA S.Kep A1C121024
3. ANITA S.Kep A1C121020
4. SISKA ANGGIAN S.Kep A1C121019

PERSEPTOR INSTITUSI PERSEPTOR LAHAN

(…………………………..) (…………………………..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2021

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................4
1.4 Manfaat..............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
STUDI LITERATUR.........................................................................................................5
2.1 Definisi...............................................................................................................5
2.2 Etiologi...............................................................................................................6
2.3 Klasifikasi..........................................................................................................8
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................9
2.6 Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan...............................................................................................11
2.8 Prognosis..........................................................................................................16
2.9 Web of Caution (WOC)....................................................................................16
BAB III............................................................................................................................17
ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................................17
3.1 Pengkajian........................................................................................................17
3.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................18
3.3 Intervensi..........................................................................................................19
3.4 Pendidikan Kesehatan Terpilih.........................................................................23
BAB IV............................................................................................................................24
ANALISA ARTIKEL JURNAL......................................................................................24
BAB V.............................................................................................................................26
PENUTUP.......................................................................................................................26
5.1 Simpulan..........................................................................................................26
5.2 Saran................................................................................................................26
Daftar Pustaka..................................................................................................................27

KATA PENGANTAR

2
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
kebesaran dan nikmat hidayah yang telah diberikan-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang sindrom nefrotik ini dengan lancar. Penyusunan
Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sistem perkemihan dan
sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta wawasan.

Makalah ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
kami memohon maaf atas kekurangan tersebut. Juga senantiasa membuka tangan
untuk menerima kritik dan saran yang membangun agar kelak kami bisa berkarya
lebih baik lagi. Harapan kami semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita
semua Ners Universitas Megarezky Makassar .

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari
cara pembuatan laporan untuk memenuhi penilaian pada stase KEPERAWATAN
ANAK, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Selesainya laporan ini
berkat bimbingan dan dorongan moril dari berbagai pihak oleh karena itu
sepantasnya penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada pihak-
pihak yang sudah membantu, diantaranya sebagai berikut kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Alimuddin. SH., MH., M.Kn. selaku Pembina Yayasan


Pendidikan Islam Megarezky;
2. Ibu Hj. Suryani, SH., MH., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam
Megarezky;
3. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mappahya. Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Rektor
Universitas Megarezky;
4. Ibu Dr. Syamsuriyati,S.ST.,S.Km.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan beserta stafnya yang berkenan member izin
untuk melakukan peraktek lapangan;
5. Bapak Ns. Syaiful, S.Kep., M.Kep. selaku ketua prodi profesi ners, yang
dengan lapang dada dan bermurah hati hati senantiasa membimbing,
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan member arahan serta member
semangat dan motivasi kepada penulis;

3
6. Ibu Ns Risna Damayanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen Pembimbing
Institusi yang telah sabar dalam memberikan arahan, saran dan
meluangkan waktunya meberikan bimbingan selama proses penyusunan
laporan ini;
7. Ibu, , selaku dosen Pembimbing Lahan yang telah sabar dalam
memberikan arahan, saran dan meluangkan waktunya memberikan
bimbingan selama proses penyusunan laporan ini;
8. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyusunan proposal ini
baik secara langsung dan tidak langsung.
Bismillah, kita semua dikelilingi orang yang baik, diberikan
kebahagian dan dilimpahkan rejekin yang berlimpah kepata Allah SWT
AMIN

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa laporan ini


masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. leh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan demi perbaikan-perbaikan kedepannya.

Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh

23 februari 2022

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering


dijumpai pada masa kanak-kanak. Menurut kepustakaan di Amerika
Serikat dan Eropa, insiden sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 1-3
kasus baru dari setiap 100.000 anak dibawah 16 tahun setiap tahunnya,
dengan prevalensi kumulatif sebesar 16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih tinggi
daripada di negara maju. Di Indonesia Willa Wirya (Jakarta) memastikan
adanya 6 orang anak menderita sindrom nefrotik di antara 100.000 anak
yang berusia di bawah 14 tahun per tahun.
 Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang
menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan
minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom
nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 %
menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan
sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga
mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang
Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara
garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada
purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom

5
nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang
dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan
mempunyai prognosis buruk.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah studi literatur tentang penyakit Sindrom Nefrotik?


2. Bagaimanakah asuhan keperawatan tentang penyakit Sindrom
Nefrotik?
3. Bagaimanakah analisis artikel jurnal terkait dengan intervensi?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menganalisa asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa Sindrom Nefrotik
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui studi literatur tentang penyakit Sindrom Nefrotik
 Mengetahui dan menganalisa asuhan keperawatan tentang
Sindrom Nefrotik
 Menganalisis artikel jurnal terkait dengan intervensi

1.4 Manfaat

1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam
memahami ilmu yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan
proses keperawatan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan dengan
infertilitas.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa asuhan keperawatan
dengan infertilisasi.

6
BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,


hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang- kadang terdapat
hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Soemyarso, 2014).
Sindrom nefrotik adalah penyakit denagn gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).
Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema
(Betz, Cecily dan Sowden, Linda, 2002)
Sindroma nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri atas
proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam). Hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100ml). Yang disertai atau tidak disertai denagn edema
dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh
peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah
(hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman,
2000)
Dapat disimpulkan bahwa sindrom nefrotik adalah sekumpulan gejala
klinis yang disebabkan oleh hilangnya permeabilitas glomerulus terhadap
protein yang ditandai dengan empat gejala khas yaitu priteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.

7
2.2 Etiologi

Menurut Ngastiyah, 2005, etiologi sindrom nefrotik dibagi menjadi :


1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejala: edema pada masa
neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh:
 Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus sistemik
 Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis
vena renalis
 Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa
 Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik atau Primer
(Tidak diketahui sebabnya atau juga disebut SN primer). Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. membagi dalam
4 golongan yaitu:
a. Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan
dengan mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang
dewasa, prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

8
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa poliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
 Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus terdapat
poliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang
timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan
progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik,
tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama.
 Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular.
 Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
 Glomerulonefritis membranoproliferatif
Poliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang
menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin
beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
 Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
4. Glomerulosklerosis Fokal Segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
atrofi tubulus. Prognosis buruk.

9
2.3 Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:


1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-
yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2.4 Patofisiologi

Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh


peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan
dari proteinuria menyababkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya
albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler
berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan
volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran
darah ke renal karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke
renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi denagn merangsang produksi
renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretic hormone (ADH) dan

10
sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air, denagn
retensi natrium dan air akan menyebabkan edema (Betz C, 2002).

Membran glomerulus yang normalnya impermiabel terhadap albumin dan


protein lain menjadi permiabel terhadap protein terutama albumin, yang
melewati membran dan ikut keluar bersama urin (hiperalbuminemia). Hal ini
menurunkan kadar albumin (hipoalbuminemia), menurunkan tekanan onkotik
koloid dalam kapiler mengakibatkan akumulasi cairan di interstisial (edema)
dan pembengkakan tubuh, biasanya pada abdominal (acites). Berpindahnya
cairan plasma ke interstisial menurunkan volume cairan vaskuler
(hypovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan
sekresi ADH serta aldosteron. Reabsorbsi tubulus terhadap air dan sodium
meningkatkan volume intravaskuler (Donna L Wong, 2004).

2.5 Manifestasi Klinis

Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu :


1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik
Dalam urin terdapat protein ≥40 mg/m2/jam, atau >50 mg/kg/24jam,
atau rasio albumin/kreatinin urin sewaktu >2 mg/mg, atau dipstik ≥2+.
Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif,
yang terbentuk terutama oleh albumin.
2. Hipoalbuminemia
Albumin serum < 2,5 g/dl. Kadar albumin plasma normal pada anak
denagn gizi baik berkisar antara 3,6-4,4 g/dl. Retensi cairan dean
sembab akan mulai tampak bila kadar albumin plasma kurang dari 2,5-
3,0 g/dl, tetapi sering sekali kadar albumin plasma jauh di bawah kadar
tersebut.
3. Edema
Edema merupakan manifestasi klinis utama yang mudah terlihat oleh
orang tua dan keluarga penderita. Akibat meningkatnya permeabilitas
kapiler glomerulus, albumin terlepas ke dalam urin sehingga
menimbulkan albuminuria masif dengan akibat hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma

11
intravaskuler. Hal tersebut mendorong terjadinya ekstravasasi cairan
melintasi didnding kapiler, terlepas dari ruang intravaskuler masuk ke
ruang interstisial yang menyebabkan timbulnua edema. Diawali
dengan edema disekitar mata dan wajah yang sering disangka alergi,
konjungtivitis, gondong atau infeksi gigi. Dalam beberapa hari
kemudian, bengkak secara berangsur semakin menghebat dan menjalar
kearah tungkai dan perut.
4. Hiperlipidemia
Penderita sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia
(kolesterol serum lebih dari 200 mg/dl), yang tampak lebih nyata pada
sindrom nefrotik kelainan minimal. Umumnya terdapat korelasi
terbalik antara kadar albumin serum dan kolesterol. Apabila albumin
serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian
albumin, kadar lipid akan juga kembali normal. Lipid dapat ditemukan
di dalam urin dalam bentuk oval fat bodies.
Gejala lain yang menyertai :
1. Perubahan urin (penurunan volume, berbau buah, gelap)
2. Pembengkakan abdomen (asites)
3. Kesulitan pernapasan (efusi pleura)
4. Mudah lelah
5. Hipertensi
6. Anoreksia, mual dan muntah

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada sindrom nefrotik menurut Benz, Cecily L,
2002 :
1. Uji Urin
a. Protein urin  >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa  cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin  positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin  meningkat (normal: 285 mOsmol)
2. Uji Darah
a. Albumin serum  <3 g/dl

12
b. Kolesterol serum  meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit  meningkat (hemokonsentrasi)
d. Laju endap darah (LED)  meningkat
e. Elektrolit serum  bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
f. Bila curiga lupus erimatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi
dengan pemeriksaan kadar komplemen 4 (C4), ANA (anti nuclear
antibody) dan anti-dsDNA
3. Uji Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan berlebihan
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan
ginjal
c. Biopsi ginjal dapat menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukkan jaringan parut yang
tidak spesifik pada glomeruli

2.7 Penatalaksanaan

1. Medik
a. Diuretik
Dimulai dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 2 kali sehari. Bila
tidak ada respon, dosis dinaikkan sampai 4-6 mg/kgBB/hari
bersama dengan spironolakton (antagonis aldosteron) 2-3
mg/kg/hari, sebagai potassium-sparing agent (diuretik hemat
kalium). Bila denagn terapi tersebut masih gagal, dapat ditambah
thiazide (hidroklorothiazid). Kadang-kadang perlu diberikan
furosemid bolus intravena atau infus. Pemakaian diuretik lebih
dari 1 minggu dengan dosis tinggi perlu pemantauan terhadap
hipovolemia dan elektrolit serum.
b. Kortikosteroid
 Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney
Diseases in Children), pengobatan inisial prednison dimulai
dengan dosis penuh 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m 2/hari

13
(maksimal 60 mg/hari). Dosis prednison dihitung sesuai dengan
berat badan ideal. Prednison dosis penuh inisial diberikan
selama 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama,
maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40 mg/m2/hari (2/3 dosis awal) secara alternating
(selang sehari) 1 kali sekali setelah makan pagi.
 Pengobatan Sindrom Nefrotik Relaps Sering
Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 3
minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison
intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan
kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu
(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan
corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah
mengalami remisi, pilihannya :
 Siklofosfamid 2 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal selama
8-12 minggu (dosis kumulatif maksimal 168 mg/kg).
Hanya aman diberikan dalam 1 seri pengobatan.
 Levamisol 2,5 mg/kg sebagai dosis alternatif (selang
sehari) selama minimal 12 bulan.
 Siklosporin A dosis awal 4-5 mg/kg/hari dalam dosis
terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn
pemantauan fungsi ginjal dan kadar siklosporin A dalam
darah untuk menghindari nefrotoksisitas.
 Mikofenolat mofetil 1200 mg/m2/hari dalam dosis terbagi
(tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan.
 Takrolimus dosis awal 0,1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
(tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn
pemantauan fungsi ginjal dan kadar takrolimus dalam
darah untuk menghindari nefrotoksisitas.
 Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid
Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
3 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison

14
intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan
kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu
(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan
corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah
mengalami remisi sama dengan untuk pengobatan sindrom
nefrotik relaps sering. Namun terdapat pilihan obat lagi, yaitu
Rituksimab 375 mg/m2 tiap 2 minggu sebanyak 2 seri
pengobatan, bila tetap mengalami kambuh sering dengan
kombinasi optimal steroid dan obat lainnya.
 Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid
Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
3 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison
intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan
kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu
(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan
corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah
mengalami remisi, pilihannya :
 Siklosporin A dosis awal 4-5 mg/kg/hari dalam dosis
terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn
pemantauan fungsi ginjal dan kadar siklosporin A dalam
darah untuk menghindari nefrotoksisitas. Bila
menunjukkan remisi parsial, dapat dilanjutkan sampai 12
bulan.
 Mikofenolat mofetil 1200 mg/m2/hari dalam dosis terbagi
(tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan.
 Takrolimus dosis awal 0,1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
(tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn
pemantauan fungsi ginjal dan kadar takrolimus dalam
darah untuk menghindari nefrotoksisitas. Bila
menunjukkan remisi parsial, dapat dilanjutkan sampai 12
bulan.

15
 Rituksimab 375 mg/m2 tiap 2 minggu sebanyak 2 seri
pengobatan, bila tetap mengalami kambuh sering dengan
kombinasi optimal steroid dan obat lainnya.
 Metilprednisolon (steroid dosis tinggi) intravena 30 mg/kg
(maksimal 1 gram) atau deksametason intravena 5 mg/kg
(maksimal 150 mg), diberikan selang sehari sebanyak 6
dosis, bergantian dengan prednison oral 2 mg/kg/hari
secara selang sehari.
c. Pemberian non imunosupresif
Pada pasien sindrom nefrotik yang telah resisten terhadap obat
kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin, dapat diberikan diuretik
(bila ada edema) dikombinasikan dengan inhibitor ACE
(angiotensinconverting enzyme) untuk mengurangi proteinuria.
Jenis obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0,1-2
mg/kgBB/hari 3 kali sehari, atau enalapril 0,5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis. Dapat pula diberikan golongan angiotensin
receptor blocker (ARB) seperti losartan 0,5-2 mg/kg/hari dalam
dosis tunggal. Tujuan pemberian inhibitor ACE atau ARB juga
untuk menghambat terjadinya gagal ginjal terminal
(renoprotektif).
2. Keperawatan
a. Edema yang berat
Pasien sindrom nefrotik denagn anasarka perlu istirahat di tempat
tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien
kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Terutama di tempat
tidur.
 Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di
dalam rongga toraks akan menyebabkan pasien sesak
napas
 Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal

16
melintang bagian ujung kaki akan lebih rendah dan akan
menyababkan edema lebih berat)
 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal di bawah
skrotum untuk mencegah pembengkakkan skrotum karena
tergantung.

Bila edema telah berkurang pasien diperbolehakan melakukan


kegiatan sesuai dengan kemampuannya. Untuk mengetahui
berkurangnya edema, berat badan pasien perlu ditimbang setiap
hari dan dicatat. Yang perlu juga dilakukan dalam perawatan pasien
sindrom nefrotik ialah pencatatan masukkan dan keluaran cairan
selama 24 jam.

b. Diet
Pemberian diet tinggi protein sekarang tidak dianjurkan karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein. Jadi diet protein yang dianjurkan adalah
normal atau sesuai dengan RDA (recommended daily allowances)
yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari.
Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30%
jumlah total kalori keseluruhan, lebih dianjurkan memberikan
karbohidrat kompleks daripada gula sederhana. Diet rendah garam
(1-2 g/hari, atau 2 mmol/kg/hari) plus menghindari camilan asin,
dianjurkan selama anak mengalami edema atau hipertensi. Bentuk
makanan disesuaikan dengan keadaan penderita, dapat makanan
biasa atau lunak.
c. Risiko terjadi komplikasi
Komplikasi pada kulit akibat infeksi Streptococcus atau
Staphylococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut
kebersihan kulit perlu diperhatikan dan pakaian pasien harus selalu
bersih dan kering. Karena psien sindrom nefrotik berisiko
terjadinya dekubitus maka posisi pasien perlu diubah secara teratur
misalnya setiap 3 jam dan bagian tubuh yang bekas tertekan di lap

17
dengan air hangat, dilap kering, kemudian dibedak. Mengingat
daya tahan tubuh pasien SN ini rendah dan mudah mendapat
infeksi, sebaiknya ruangan untuk pasien penyakit SN tidak dekat
dengan ruangan untuk pasien yang menderita infeksi dan mudah
menular. Perawat harus mempertahankan cara kerja yang aseptik.

2.8 Prognosis

Sebagaian besar anak dengan nefrosis yang berespon terhadap steroid


akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh
sendiri secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Myang penting
adalah menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak herediter,
dan anak akan tetap fertile bila tidak ada terapi siklosfosfamid. Untuk
memperkecil efek psikologis nefrosis, ditekan bahwa selama masa remisi
anak tersebut normal tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada yang
sedang berada pada masa remisi pemeriksaan urin protein biasanya tidak
diperlukan (Behrman, Kliegman, Arvin, 2000).
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi tetapi tidak
berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinik kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-
tahun dengan kortikosteroid.

2.9 Web of Caution (WOC)


(terlampir)

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-
laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak
mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak
padawajah atau kaki.
3. Riwayat penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
4. Riwayat Penyakit Terdahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis, terpapar bahan kimia.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
6. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.

19
b. B2 (blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari
peningkatan beban volume. Terkadang hipertensi ringan juga
dijumpai pada kasus ini.
c. B3 (brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4 (bladder)
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Perubahan
warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
e. B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f. B6 (bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum. Dikarenakan
pasien mengalami edema anasarka, maka pasien mengalami
immobilisasi, sehingga sirkulasi perifer pada area yang tertekan
tidak adekuat akan menyababkan luka dekubitus.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi. (00026)
2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia). (00002)
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. (00092)
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan faktor internal :
perubahan status cairan, penurunan sirkulasi. (00046)
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang
tidak adekuat (status cairan tubuh) dan prosedur invasif. (00004)

20
3.3 Intervensi

1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi. (00026)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2×24 jam
keseimbangan volume cairan tercapai.
Kriteria Hasil :
 Tidak ada edema
 Intake cairan sama dengan output cairan
 Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal
INTERVENSI RASIONAL
 Pantau asupan dan haluaran  Pemantauan membantu
cairan setiap pergantian menetapkan status cairan
 Timbang berat badan setiap pasien
hari  Penimbangan berat badan
harian adalah pengawasan
status cairan terbaik.
Peningkatan berat badan
lebih dari 0,5 kg/hari di duga
 Kaji perubahan edema: ukur
ada retensi cairan
lingkar abdomen serta
 Untuk mengkaji acites dan
pantau edema sekitar mata
kerena merupakan sisi
 Programkan pasien pada
umum edema
diet rendah natrium selama
fase edema  Suatu diet rendah natrium
 Awasi pemeriksaan dapat mencegah retensi
laboratorium (BUN, cairan
kreatinin, natrium, kalium,
Hb/ht)  Mengkaji berlanjutnya dan
penanganan disfungsi/gagal
ginjal. Kreatinin adalah
indikator terbaik untuk

21
penilaian fungsi ginjal
 Berikan obat sesuai indikasi karena tidak dipengaruhi
diuretik. Contoh furosemid oleh hidrasi, diet, dan
(lasix) dan mannitol katabolisme jaringan
(osmitol)
 Diberikan dini pada fase
oliguri untuk mengubah ke
fase nonoliguri untuk
menurunkan hiperkalemia
dan meningkatkan volume
urin adekuat

2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh


berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia).
(00002)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan intervensi selama 3×24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil:
 Tidak mengeluh mual
 Nafsu makan meningkat
 Protein dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
 Kaji/catat pemasukkan diet  Membantu dan
mengidentifikasi defisiensi
 Timbang berat badan tiap dan kebutuhan diet
hari  Perubahan kelebihan 0,5 kg
dapat menunjukkan
perpindahan keseimbangan
 Tawarkan perawatan mulut
cairan
sebelum dan sesudah
 Menjaga kebersihan mulut
makan
dan makanan yang akan
 Berikan makanan sedikit

22
tapi sering dikonsumsi
 Meminimalkan anoreksia
 Berikan diet tinggi protein dan mual sehubungan dengan
dan rendah garam status uremik
 Beri makanan dengan cara  Memenuhi kebutuhan protein
yang menarik yang hilang bersama urin
 awasi pemeriksaan  Meningkatkan nafsu makan
laboratorium. Contoh:
BUN, albumin serum,  Indikator kebutuhan nutrisi,
transferin, natrium dan pembatasan dan efektivitas
kalium terapi

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.


(00092)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam pasien
dapat beraktivitas dengan normal
Kriteria Hasil:
 Menunjukkan aktivitas sesuai dengan kemampuan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fifik tanpa disertai peningkatan TD,
nadi & RR
 Sirkulasi status baik
INTERVENSI RASIONAL
 Pertahankan tirah baring  Tirah baring yang sesuai
awal bila terjadi edema gaya gravitasi dapat
hebat menurunkan edema
 Ambulasi menyebabkan
 Seimbangkan istirahat dan kelelahan
aktivitas bila ambulasi  Aktivitas yang tenang
 Rencanakan dan berikan mengurangi penggunaan
aktivitas tenang energi yang dapat
menyebabkan kelelahan

23
 Mengadekuatkan fase
 Instruksiksn istirahat bila istirahat pasien
pasien mulai merasa lelah  Pasien dapat menikmati
 Berikan periode istirahat masa istirahatnya
tanpa gangguan
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan faktor
internal : perubahan status cairan, penurunan sirkulasi.
(00046)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
integritas kilit terjaga
Kriteria Hasil:
 Tidak ada tanda kemerahan
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
INTERVENSI RASIONAL
 Berikan perawatan kulit  Memberikan kenyamanan
pada anak dan mencegah
kerusakan kulit
 Hindari pakaian ketat  Dapat mengakibatkan area
yang menonjol tertekan
 Bersihkan dan bedaki area  Untuk mencegah terjadinya
kulit beberapa kali sehari iritasi pada kulit karena
gesekan dengan alat tenun
 Topang area edema seperti
 Untuk menghilangkan area
skrotum, labia
tekanan
 Ubah posisi dengan sering
 untuk mencegah terjadinya
dekubitus
 Gunakan penghilang
 untuk mencegah terjadinya
tekanan atau matras atau
dekubitus
tempat tidur penurun
tekanan sesuai kebutuhan
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer

24
yang tidak adekuat (status cairan tubuh) dan prosedur invasif.
(00004)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam tidak
terjadi infeksi
Kriteia Hasil:
 Hasil laboratorium normal
 Tanda-tanda vital stabil
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
INTERVENSI RASIONAL
 Lindungi anak dari kontak  untuk meminimalkan
individu terinfeksi pajanan pada organism
 Gunakan teknik mencuci infektif
tangan yang baik  untuk memutus mata rantai
 Jaga agar anak tetap hangat penyebaran infeksi
dan kering  karena kerentanan terhadap
 Pantau suhu infeksi pernafasan
 indikasi awal adanya tanda
 Ajari orang tua tentang infeksi
tanda dan gejala infeksi  memberi pengetahuan dasar
tentang tanda dan gejala
infeksi

3.4 Pendidikan Kesehatan Terpilih


(terlampir)

25
BAB IV
PROGRAM PROFESI NERS
FORMAT PENGKAJIAN PERAWATAN ANAK
Kelompok : V Lima
Ruangan : Pinang Depan Anak
Tanggal pengkajian : 14 Februari 2022
Tanggal masuk RS : 06 Februari 2022
No. RM : 956118
I. Pengkajian
A. Identitas
1. Klien
Nama (inisial) : An.W
Tempat/tanggal lahir : Bone 28 September 2006
Umur : 15 Thn 5 Bln
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMA Sederajat
Alamat : Macikka
2. Orang tua klien
a. Ayah
Nama (inisial) : Tn.N
Tempat/tanggal lahir : Bone, 04 July 1977
Umur : 43 Tahun
Jenis kelamin : Lakilaki
Agama : Islam
Suku : bugis
Pendidikan : SLTA Sederajat
Alamat : Macikka
b. Ibu
Nama (inisial) : Ny.A
Tempat/tanggal lahir : Bone, 01 July 1983
Umur : 39 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SD Sederajat
Alamat : Bone

26
c. Saudara klien
No. Nama Usia Hubungan Status
kesehatan
1. Deny saputra 20 Thn Saudara Sehat

2. Uswatun 7 Thn Saudara Sehat

B. Status Kesehatan Saat Ini


1. Alasan Kunjungan : terjadi edema di badan dan wajah
2. Keluhan Utama : edema pada wajah kaki dan tanagn
3. Riwayat Keluhan Utama : pasien mengatakan wajah dan
badannya mengalami edema tiba pada saat sepulang sekolah,
pasien mengatakan semenjak sakit berat badan meningkat dari
30 kg menajdi 40 kg
4. Diagnose Medis : syndrome nefrotik

C. RIWAYAT KESEHATAN KELAHIRAN


1. Parenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b. Terapi pemberian obat : Minum vitamin dan
suplemen penambah darah
c. Keluhan selama hamil : mual muntah
d. Kenaikan bb selama hamil : Sebelum hamil 53 kg,
selama hami 60kg
e. Imunisasi TT : 1 kali
f. Golongan darah ibu/ayah :O/A
2. Natal
a. Tempat melahirkan : Di Rumah
b. Jenis persalinan : Melahirkan Normal
c. Penolong persalinan : Bidari
d. Apgar score : 1 menit 5 menit
e. Komplikasi waktu melahirkan: Tidak Ada
3. Post natal
a. Berat badan lahir : 3 kg
b. Panjang badan lahir : 50 Cm
c. Riwayat kesehatan : sehat
D. Riwayat Imunisasi
No. Jenis imunisasi Waktu Diberikan/ Reaksi setelah
pemberian tidak pemberian
1. BCG - Tidak Tidak ada
(baru lahir-1 bulan) diberikan
2. DPT I,II,III DPT 1 : Usia Diberikan Demam
(2,3,4 bulan) 2 bulan
DPT 2 : Usia Diberikan Demam

27
3 bulan
DPT 3 : Usia Diberikan Demam
4 bulan
3. Polio Oral I,II,III,IV - Tidak Tidak ada
(2,3,4,6 bulan) Diberikan

4. Campak Usia 9 bulan Diberikan Demam


(9 bulan)
5. Hepatitis 0 - Tidak Tidak ada
(1 bulan) Diberikan

E. Riwayat tumbuh kembang


1. Nutrisi
a. Pemberian asi
1) Pertama kali di susui : Pertama Lahir
2) Cara pemberian : Menyusui
3) Lama pemberian : 0 – 1 Tahun
b. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai saat ini
No. Usia Jenis nutrisi Lama pemberian
1. 0-6 bulan ASI 0 – 1 tahun
2. 6-12 bulan MPASI 6 – 12 bulan
3. Saat ini Nasi dan Sampai sekarang
cemilan

2. Pertumbuhan fisik
a. Berat badan : 40 kg
b. Panjang/tinggi badan : 152.5 cm
c. Berguling : 6 bulan
d. Duduk : 8 Bulan
e. Merangkak : 7 bulan
f. Berdiri : 8 bulan
g. Berjalan : 8 bulan
h. Senyum kepada orang lain : 6 bln
i. Bicara pertama kali : 8 bln
j. Waktu pertumbuhan gigi : 11bulan
k. Berpakaian tanpa bantuan : 4 tahun
l. Tanggal gigi : 1 Tahun

28
F. Riwayat keluarga
Genogram

Genogram

G1

? ? ? ?
? ? ? ?

39 43

20 7

15 thn

Komentar :

Generasi I : Kakek dari kedua orang tua pasien sudah meninggal dan
nenek pasien masih hidup

Generasi II : bapak anak ke empat dari 4 bersaudara dan ibu anak ke 6


dari 7 bersaudara semuanya dalam kondisi sehat
Generasi III : pasien anak ke 2 dari 3 bersaudara

29
Ket :
: laki-laki ? : tidak diketahui

: perempuan x : meninggal

: garis perkawinan : garis tinggal serumah


: garis keturunan

G. Riwayat lingkungan
1. Kebersihan : ibu pasien mengatakan kebersihan
dilingkungan sangat bersih
2. Bahaya : tidak ada bahaya di lingkungan sekitar
3. Polusi : tidak ada
H. Aspek Psikososial
1. Pola piker dan persepsi klien/keluarga
2. Hubungan/komunikasi
a. Tempat tinggal
1) Sendiri : pasien tidak tinggal sendiri
2) Bersama : An.W tinggal bersama kedua orang tua dan
juga saudara- suadara kandungnya
b. Kehidupan dalam keluarga
1) Adat istiadat yang dianut oleh keluarga/klien : tidak
ada
2) Pembuat keputusan dalam keluarga : ayah
3) Pola komunikasi dalam keluarga :
komunikasi dalam keluarga baik
4) Pola keuangan dalam keluarga : ayah
yang mencari nafkah
5) Hubungan antar anggota keluarga :
hubungan dengan anggota keluarga sekitar baik
6) Kesulitan dalam keluarga (apakah hubungan dengan
orang tua, hubungan dengan sanak saudara, hubungan
perkawinan): tidak ada
3. Pertahanan koping
a. Yang disukai tentang diri sendiri : tidak dikaji
b. Yang ingin diubah dalam kehidupannya : ingin menjadi
anak yang sehat selalu
c. Yang dilakukan jika stress : An.W
biasanya bermain handphone dan bercerita bersama kedua
orangtuanya
4. System nilai dan kepercayaan

30
a. Kegiatan agama yang dilaksanakan: mengaji dan sholat
bersama orangtua
b. Kegiatan agama/kepercayaan yang ingin dilaksanakan di
RS: tidak dikaji
5. Pengasuh anak : tidak ada pengasuh anak, anak di asuh oleh
kedua orangtua nya
6. Reaksi hospitalisasi:
a. Orang tua
1) Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap anak:
orangtua pasien merasa sedikit tenang karena anaknya
diberikan perawatan yang baik selama berada dirumah
sakit
2) Siapa yang menjaga anak selama dalam perawatan:
kedua orangtua
3) Bagaimana perasaan orang tua : orangtua masih merasa
cemas di karenakan badan anaknya masih sering
bengkak bengkak
4) Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak :
dokter sering menceritakan keadaan anaknya
b. Anak
1) Bagaimana rasanya perawatan di rumah sakit : tidak
dikaji

I. Aktifitas sehari-hari
No. Nutrisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Selera makan Banyak Makanan tidak
dihabiskan
2. Frekuensi makan 4x sehari 2-3x sehari
tetapi makanan
tidak
dihabiskan
3. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
4. Cara makan Makan sendiri Disuapi
orangtua
kadang makan
sendiri juga
5. Ritual saat makan Berdoa Berdoa

No. Cairan Sebelum sakit Saat sakit


1. Jenis minuman Air minerale air minerale
dibatasi
sebanyak 900
ml/hari
2. Frekuensi minum 8x sehari 1 botol
setengah

31
3. Kebutuhan cairan Cairan Cairan dibatasi
terpenuhi
4. Cara pemenuhan Oral Oral

No. Eliminasi ( BAB ) Sebelum sakit Saat sakit


1. Tempat pembuangan Kamar mandi Kamar mandi
2. Frekuensi (waktu) Pagi hari 1s/d Baru 2x
2x / hari selama masuk
di Rs
3. Konsistensi Padat Padat
4. Kesulitan Tidak ada Tidak ada
5. Obat pencahar Tidak pernah Tidak pernah

No. Eliminasi (BAK) Sebelum sakit Saat sakit


1. Tempat pembuangan Kamar mandi Kamar mandi
2. Frekuensi (waktu) 3x sehari 2-3x
sehari
3. Warna Kuning Bening
4. Bau Pesing Pesing
5. Volume 100 cc 600 cc
6. Kesulitan Tidak ada Tidak ada

No. Istirahat/tidur Sebelum sakit Saat sakit


1. Jam tidur Pasien tidur Pasien tidur
jam 22.00 dan jam 22.00 dan
bangun jam banguan jam
07.00 07.00
2. Pola tidur Pasien selalu Pasien tidur
tidur setelah nyenyak dan
sholat isya, tidur sdiatas
pasien tidak jam 22.00 dan
pernah bangun di pagi
begadang hari 06.00
3. Kebiasaan sebelum Bermain Sering dielus
tidur handphone oleh ibunya
4. Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
kesulitan tidur kesulitan tidur

No. Personal Hygiene Sebelum sakit Saat sakit


1. Mandi Pasien
a. Cara Pasien mandi membersihkan
b. Frekuensi 2x sehari diri di kamar
mandi
2. Gunting kuku Menggunting Menggunting
a. Frekuensi kuku jika kuku jika

32
panjang panjang
3. Gosok gigi Menggosok Pasien
a. Frekuensi gigi sendiri menggosok gigi
sendiri

No. Kegiatan Sebelum sakit Saat sakit


1. Kegiatan sehari-hari Pasien pergi Hanya
sekolah dan berbaring di
berkumpul tempat tidur
bersama dan menonton
teman- video
temannya
2. Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada
aktifitas
3. Kesulitan pergerakan Tidak ada Sulit untuk
tubuh berjongkok

J. Pengkajian fisik
1. Kesadaran : composmentis
2. Keadaan umum : lemah
3. Tanda-tanda vital (TTV)
a. Tekanan darah: 90/60 mmhg
b. Denyut nadi : 96 x/menit
c. Pernafasan : 20 x/menit
d. Suhu tubuh : 36.7 ºc
4. Antropometri
a. Tinggi badan : 152.2 cm
b. Berat badan : 31 kg
c. Lingkar lengan atas : 19.5 cm
d. Lingkar kepala : 51.5 cm
e. Lingkar dada : 73 cm
f. Lingkar perut : 68 cm
5. System pernafasan
a. Hidung
1) Pernafasan cuping hidung : tidak
2) Secret : tidak
3) Polip : tidak ada
4) Epistaksis : tidak ada
b. Dada
1) Bentuk dada : bentuk dada normochest dengan
perbandingan antero posterior dengan transversal 1 : 2
2) Gerakan dinding dada: pengembangan dada kiri dan
kanan simetris
3) Bunyi nafas : regular
4) Bunyi tambahan : tidak ada suara tambahan

33
c. Clubbing finger : tidak terlihat clubbing finger
6. System cardio vaskuler
a. Kongjungtiva : tidak anemis
b. Mukosa bibir : terlihat kering
c. Tekanan intra jugularis: tidak terlihat
d. Pembesaran jantung : tidak ada pembesaran jantung
e. Bunyi jantung : B1 dan BII lup-dup
f. Bising aorta : tidak dikaji
g. CRT : normal < 2 detik
h. Clubing finger : tidak ada
7. System pencernaan
a. Warna sclera : putih
b. Mukosa bibir : kering
c. Kelembaban bibir : tidak lembab
d. Jumlah gigi : 28
e. Kemampuan menelan : bagus
f. Gerakan peristaltic : 5x/menit
g. Nyeri tekan : tidak ada
h. Kembung : tidak
i. Skor dehidrasi : tidak dikaji
j. Warna feses : tidak ada
k. Obstipasi :tidak
l. Konstipasi : tidak
m. Ruam popok : tidak
8. Sistem indra
a. Mata
1) Warna kelopak mata: merah muda
2) Visus : gerakan bola mata dapat melihat
kesegala arah
3) Lapang pandang : bagus
b. Hidung
1) Epektaksis : tidak ada
2) Secret : tdak ada
3) Trauma pada hidung: tidak ada
c. Telinga
1) Daun telinga : kedua telinga sama
2) Serumen : tidak ada serumen
3) Fungsi pendengaran: pendengaran bagus
4) Kanal auditorius : tidak dikaji
9. System saraf
a. Fungsi serebral
1) Status mental
a) Orientasi : baik
b) Daya ingat : baik
c) Perhatian : baik

34
2) Kesadaran : compos mentis
b. Fungsi kranial
1) N I : (olfaktorius)
a) Penciuman : penciuman baik
2) N II (optikus)
a) Visus : pasien mampu melihat dengan baik
3) N III,IV, VI (ocolomotorius,trochealis,abducens)
a) Gerakan bola mata : gerakan bola mata normal
b) Pupil : terlihat pupil normal
4) N V : (trigaminus)
a) pasien mampu membedakan sentuhan kasar dan halus,
refleks kornea normal (pasien dapat mengikuti arah
instruksi yang diberikan), tidak terdapat gangguan pada
saat menelan makanan N VII
b) N VIII (vestibulocochlerais)
a) Pendengaran : Tidak ada gangguan pendegaran
b) Keseimbangan : dapat menjaga keseimbangan
c) N IX (glossofaringeal )
a) Pengecapan : baik
d) N X (vagus)
a) Gerakan uvula : tidak dikaji
b) Rangsangan munta/menelan : tidak ada gangguan
muntah/menelan
e) N XI (assesorius)
a) Kekuatan lidah : pasien mampu untuk menelan
f) N XII (hypoglossus)
a) Gerakan lidah : tidak ada gangguan pada lidah
c. Fungsi motoric
1) Massa otot : terdapat massa otot
2) Kekuatan otot : 5
d. Fungsi sensorik
1) Suhu : 36.7 ºc
2) Nyeri : tidak terdapat nyeri
e. Fungsi cerebellum
1) Koordinasi : tidak dikaji
2) Keseimbangan : mampu menjaga keseimbangan
f. Reflex
1) Biseps : tidak dikaji
2) Triseps : tidak dikaji
3) Patella : tidak dikaji
4) Babinski : tidak dikaji
g. Iritasi meningen
1) Kaku kuduk : negative
2) Lasseq sign : negative
3) Brudzinski I/II : negative

35
10. Sistem muskulo skeletal
a. Kepala
1) Bentuk kepala : kepala berbentuk bulat
2) Gerakan : mampu melakukan pergerkan pada kepala
b. Vertebrae
1) Scoliosis : tidak ada kelainan
2) Lordosis : tidak ada kelainan
3) Kyphosis : tidak ada kelainan
4) Rom : mampu melakukan pergerakan
5) Fungsi gerak : terlihat normal
c. Pelvis
1) Gaya jalan : pasien mampu berjalan dengan bantuan
orangtua juga
2) ROM : mampu menggerakkan tubuh
3) Trendelemberg test : tidak dikaji
4) Ortolani/barlow : tidak dikaji
d. Lutut
1) Bengkak : terdapat pembengkakan pada lutut
2) Kaku : tidak ada kekauan sendi
3) Memar : tidak ada memar
e. Kaki
1) Bengkak : terdapat pembengkakan pada kaki
2) Gerakan : gerakan kedua kaki normal
3) Kemampuan berjalan : mampu berjalan
f. Tangan
1) Bengkak : terdapat pembengkakan di tangan
2) Gerakan : gerakan tangan normal
3) ROM : normal
11. System integument
a. Rambut
1) Warna : rambut berwarna hitam
2) Mudah tercabut : tidak mudah tercabut
b. Kulit
1) Warna : kulit sawo matang
2) Suhu : 36.7 ºc
3) Kelembaban : pasien berkeringat
4) Erupsi : tidak ada
5) Ruam : tidak ada
6) Tekstur : tidak ada
c. Kuku
1) Warna : terlihat kuku warna putih
2) Mudah patah : tidak mudah patah
3) Kebersihan : kuku terlihat bersih
12. System perkemihan
a. Oedema palpepra : tidak ada oedema palpepra

36
b. Moon face : tidak ada
c. Odema anasarka : tidak
d. total intake : 904 cc
e. warna : kekuningan pekat
f. Insensible water loss (IWL):175
g. total ouput : 600 cc
h. Balance cairan rumus (intake – (output+iwl)= 904 -
(600+175) = 129 cc
i. hasil balnce : 129
j.
K. Pemeriksaan penunjang
hasil pemeriksaan laboratorium klinik tanggal 14 februari 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
WBC 17.67 4.00-10.0 10^3/ul
RBC 3.80 4.00-6.00 10^6/uL
HBG 10.1 12.0-16.0 gr/dl
HCT 28 37.0-48.0 %
MCV 74 80.0-97.0 fL
MCH 27 26.5-33.5 pg
MCHC 36 31.5-35.0 gr/dl
PLT 338 150-400 10^3/ul
RDW-CV 10.0-15.0
PDW 11.2 10.0-18.0 fL
MPV 12.8 6.50-11.0 fL
NEUT 92.3 0.15-0.50 %
LYMPH 5.7 52.0-75.0 %
MONO 1.8 20.0-40.0 %
EO 0.1 3.00-8.00 10^3/ul
BASO 0.1 1.00-3.00 10^3/ul
kesan :
- anemia
- leukositosis

KIMIA DARAH
Glukosa

37
GDS 122 Mg/dl 140
Fungsi Ginjal
Ureum 101 Mg/dl 10-50
Kreatinin 0.90 Mg/dl L (,1.3);P (<1.1)
Fungsi hati
SGOT 22 U/L <38
SGPT 10 U/L <41
Albumin 1.2 Gr/dl 3.5 – 5.0
Elektrolit
Natrium 132 Mmol/I 136-145
Kalium 3.1 Mmol / I 3.5 – 5.1
Klorida 101 Mmol/I 97 - 111
kesan /saran:
- uremia
- hipoalbumiremia
- hipokalomia
- hiponatremia

URINE KIMIA

PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN


URD Normal 94.6 NEGATIFE
BLD Neg 76.7 NEGATIFE
BIL Neg 100.9 NEGATIFE
KET Neg 95.8 NEGATIFE
GLU 1+ 100 17. 5 NEGATIFE
(31.6)
PRO 4+ 100 67.1 NEGATIFE
(26.0)
Ph 7.0 102.4 4.6- 7.5
NIT Neg 110.2 NEGATIFE
LEU Neg 93.5 NEGATIFE
CRE 50 38.3 10-50 mg/di
ALD Over 66.6 10-50 mg/GCR
P/C 2+>=0.50 0 - 0.15 g/gcr
A/C 2+>=300 0 – 30 mg/gcr
S.G 1.030 1.015-1.020
COLOR STRAW 02 KUNING JERNIH

URINE SEDIMEN

PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN


URITROSIT 7.2 /HPF 0.00-1.8 /HPF
LEOKOSIT 2.6 /HPF 0.00-1.10 /HPF

38
EPITEL 32.4 /HPF 0.00-1.42 /HPF
EPITEL KIMIA 4.9 /HPF 0.00-1.00 /HPF
EPITEL NON.SKUA 27.5 /HPF 0.00-1 /HPF
TRANSISOSIAL 3.1 /HPF 0.00-0.1 /HPF
EPITEL R.TUBULAR 24.3 /HPF 0.00-0.50 /HPF
SILINDER 17.80 /HPF 0.00-1.20 /HPF
SILINDER HIALIN 13.86 /HPF 0.00-1.20 /HPF
SILINDER PATOLOGIS 3.94 /HPF 0.00-0.40 /HPF
BAKTERI 17. 3 /HPF 0.00-19.42 /HPF
KRISTAL 0.0 /HPF 0.00 /HPF
JAMUR 0.1 /HPF 0.00-1.8 /HPF
SPERMA 0.0 /HPF 0.00 /HPF
MUKUS 4.35 /HPF 0.00-2.80 /HPF
kesan :
- proteinuria

Hasil pemeriksaan foto polos


kesan :
L. Terapi medis
Obat-obatan
Efek
Nama Obat Dosis Tujuan Indikasi Kontra Indikasi
Samping
Ceftriaxon 26 gr/iv Untuk Antibiotic Pada pasien yang - pusing
e menghambat alergi terhadap - diare
bakteri dan untuk ceftriaxone - mual
mencegah infeksi muntah
luka operasi
Prednisone Oral 300 Untuk Untuk Dengan riwayat -pusing
gram mengurangi mengurangi hipersensitifitas -diare
peradangan pada peradangan -mual/
alergi, penyakit muntah
autoimun,penyaki -penurunan
t nafsu makan
Persendian dan
otot,serta
penyakit
Kulit
KSR Oral Untuk mencegah Pencegahan Gagal ginjal tahap -mual
600g/8 jumlah kalium hipokalemi lanjut,dehidrasi -nyeri perut
jam rendah dalam a akut -diare
darah
Cosit D3 Oral Mencegah dan Dapat Penderita mual/
mengatasi membantu gangguan muntah
kekuarangan tubuh anda fungsi hati yang mudah haus
vitamin D menyerap berat dan kehilangan

39
kalsium hiperventilasi nafsu makan
dan fosfor berat
Dextrose 40cc/ Kekurangan Pada pasien -haus terus
5% jam cairan dan gula dengan menerus
akibat kondisi hiperventilasi -lelah tanpa
medis tertentu terhadap dextrose sebab
-sering
buang air
kecil

Furesemid 4cc/iv Obat golongan Udem Gagal ginjal, Pusing


e dieuretik yang karena dengan Vertigo
bermanfaat untuk penyakit anuria,hipovolemi Mual dan
mengeluarkan jantung, a muntah
kelebihan cairan hati, dan
dari dalam tubuh ginjal
melalui urine
Elkana Oral Tablet Defisiensi Hiprsensitif Reaksi
multivitamin vitamin dan alergi
dengan minarale
kandungan
multivitamin dan
mineral

40
M.Klasifikasi Data
Data subjektif Data objektif
- badan pasien terlihat edema
1. pasien mengatakan selama sakit - saat BAK sangat sedikit
berat badan meningkat dari 30 kg - Ku : lemah
menjadi 40 kg - ketidakadekuatan pertahanan
2. pasien mengatakan selama berada tubuh
dirumah sakit nafsu makan sekunder
menurun - wbc : 17.7 10̂3/ul
- hgb : 10.1 gr/dl
- neut :92.3 %
- lymph : 5.7 %
- albumin : 1.2 gr/dl
- ureum : 102 mg/dl
- lingkar perut : 68 cm
- pasien tidak pernah menghabiskan
makanannya
- cairan dan makanan pasien
dibatasi
- hasil lab :
- proteinurinia
- hipoalbumiremia
9. Balance cairan rumus (intake –
(output+iwl)= 904 - (600+175) =
129 cc
-

41
N. Analisa data
No. Data Masalah keperawatan
1. Ds : Hypervolemia
(D.0022)
- pasien mengatakan selama sakit
berat badan meningkat dari 30 kg
menjadi 40 kg
Do :
- badan pasien terlihat bengkak
- Ku : lemah
- hgb : 10.1 gr/dl
- lingkar perut : 68 cm
- albumin : 1.2 gr/dl
- Balance cairan rumus (intake –
(output+iwl)= 904 - (600+175) =
129 cc
- proteinurinia
2. Faktor risiko Resiko infeksi
- ketidakadekuatan pertahanan tubuh (0142)
sekunder
Wbc : 17.7 10̂3/ul
Hgb 10.1 gr/dl
Lymph : 5.7 %
Neut : 92.3 %

3. Faktor risiko Risiko defisit nutrisi


- pasien tidak pernah menghbiskan (D.0032)
makanannya
- makanan dan cairan pasien dibatasi
- nafsu makan menurun
- albumin : 1.2 gr/dl
- hipoalbumiremia
4. Faktor risiko Risiko perfusi renal tidak

42
- proteinurinia efektif
- hipoalbumiremia (D.0016)
- ureum : 101 mg/dl
- Disfungsi ginjal

O. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
Risiko infeksi (0142)
Risiko defisit nutrisi (D.0032)
Risiko perfusi renal tidak efektif (D.0016)

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


Hypervolemia Setelah dilakukan intervensi utama
b.d gangguan tindakan keperawatan Manajemen hypervolemia
mekanisme 3x24jam di harapkan Observasi :
regulasi keseimbangan cairan 1. identifikasi penyabab
meningkat hypervolemia
Dengan kriteria hasil : 2. monitor tanda
1. keluaran urin hemokonsentrasi (mis.kadar
meningkat (5) natrium)
2. asupan makan 3. monitor kecepatan infus
menigkat (5) secara ketat
3. edema cukup 4. monitor intake dan output
menurun (4) cairan
5. monitor efek samping
diuretic
teraupeutik :
1. tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 º
2. batasi asupan cairan garam
edukasi :
1. anjurkan cara membatasi
cairan
2. anjuekan melapor jika BB

43
bertambah >1 kg dalam
sehari
kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
deuretik
2. kolaborasi peggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
Risiko infeksi Setelah dilakukan Intervensi utama :
tindakan keperawatan 3
x 24 jam di harapkan Pencegahan infeksi
tingkat infeksi menurun

Observasi :
Dengan kriteria hasil : Monitor tanda dan gejala infeksi
1. bengkak cukup local dan sistemik
menurun (4)
2. Kebersihan
tangan meningkat Terapeutik :
(5)
1. Batasi jumlah pengunjung
3. Kadar sel darah 2. Berikan perawatan kulit
putih membaik 3. Pertahankan teknik aseptic
(5) pada pasien yang beresiko
4. nafsu makan tinggi
meningkat (5) Edukasi :

1. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi :
1. kolborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Risiko defisit Tujuan : Intervensi utama
nutrisi Setelah dilakukan Menajemen nutrisi
tindakan keperawatan Observasi :
3x24 jam, diharapkan a. Identifikasi status nutrisi
status nutrisi membaik b. Identifikasi makanan
1. porsi makanan disukai

44
yang dihabiskan c. Identifikasi alergi dan
cukup meningkat intoleransi makanan
(4) d. monitor asupan makanan
2. serum albumin Teraupetik :
(cukup a. Lakukan oral hyegine
meningkat ) sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
e.
Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu

Risiko perfusi Setelah di lakukan intervensi utama


renal tidak tindakan keperawatan Manajemen cairan
efektif 3x24 jam di harapkan Observasi
perfusi renal membaik : a. monitor status hidrasi
Kriteria hasil : (frekuensi nadi,kekuatan
1. kadara kreatinin nadi,tekanan , turgor
plasma cukup kulit,kelmabapan mukosa)
membaik (4) b. monitor hasil pemeriksaan

45
laboratorium
c. monitor berat badan harian
teraupetik
a. berikan asupan cairan,seusia
kebutuhan
b berikan cairan intravena jika
perlu
kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu

46
P. Implementasi
No. Hari/tanggal Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi
keperawatan

1 Selasa Hypervolemia 11.00 - Mengidentifikasi S : pasien mengatakan


15 b.d gangguan penyebab hypervolemia badan nya terjadi edema
februari mekanisme Hasil : pasien – bengkak ketika
2022 regulasi mengkonsumsi sesuatu
mengatakan setiap
O:
setelah makan dan - badan pasien terlihat
minum susu badannya edema diseluruh badan
- asupan cairan pasien
langsung edema dibatasi dengan di
12.00 - memonitor tanda konektakan
A : masalah belum
hemokonsentrasi tertatasi
hasil : natrium : 132 P : intervensi
dilanjutkan
mmol - kolaborasi pemberian
12.30 diuretik
- memonitor kecepatan
- monitor tanda
infus secara ketat hemokonsentrasi
hasil : pasien - monitor kecepatan infus
secara ketat
14.00 dikonektakan
- meninggikan kepala
tempat tidur 30-40º
hasil: posisi kepala
tempat tidur pasien
lebih tinggi dari kaki
14.01 pasien
- kolaborasi pemberian
diuretic
hasil : diberikan
14.03
furosemide 4cc/iv
- mencatat intake output

47
dan hitung balnse cairan
hasil : Balance cairan
rumus (intake –
Risiko infeksi
14.10 (output+iwl)= 904 - S:
(600+175) = 129 cc O:
- ketidakadekuatan
- menganjurkan cara pertahanan tubuh
membatasi cairan sekunder
- hasil laboratorium yang
hasil : pasien membtasi belum membaik
cairan dengan cara A : masalah belum teratasi
14.05 P : intervensi di lanjutkan
minumnya diukur - mempertahankan tehnik
menggunakan botol aspetic
- kolaborasi pemberian
- membatasi jumlah antibiotic
pengunjung - membatasi jumlh
pengunjung
hasil: jumlah
15.00 pengunjung dibatasi
hanya di jaga oleh
kedua orangtuanya
- mempertahankan tehnik
aseptic
hasil : perawat selalu
mencuci tangan baik
00.00 sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien

- kolaborasi pemberian
Risiko defisit
nutrisi antibiotic
18.00 hasil : diberikan S: pasien mengatakan
tidak pernah
ceftriaxone/ iv
mengahabiskan
makannya
- memonitor asupan O:
18.02 - pasien terlihat tidak
makanan mengahbiskan
hasil : pasien tidak makannya
- cairan pasien dibatasi

48
pernah menghabiskan A: masalah belum
teratasi
makananya
P: intervensi dilanjutkan
- memberikan makanan - identifikasi status nutrisi
- sajikan mkanan yang
tinggi serat untuk
menarik
18.05 mencegah konstipasi - anjurkan posisi duduk
hasil : pasien diberikan jika mampu
- lakukan oral hygine
sayuran dan juga buah sebelum makan jika
buahan dari bagian gizi perlu

rs
Risiko perfusi
renal tidak 19.00 - menganjurkan posisi
efektif duduk saat makan
S : pasien mengatakan
hasil : pasien saat asupan cairan masih
makan dalam posisi dibatasi begitu juga
19.05
dengan asupan makanan
duduk O:
- memonitor status - turgor kulit jelek
- mukosa bibir kering
hidrasi turgor kulit - berat badan meningkat
19.30 hasil : turgor kulit jelek - asupan caiaran dibatasi
A : masalah belum
- memonitor berat badan
teratasi
harian P : lanjutkan intervensi
- kolaborasi pemberian
hasil : berat badan naik
diuretic
pada saat sakit menajdi - berikan asupan cairan
40kg sesuai kebutuhan
- monitor hasil
- memberikan asupan pemeriksaan
cairan sesuai kebutuhan laboratorium

hasil : pasien hanya


minum air putih saja
sebanyak 900 cc

3 Rabu Hypervolemia b.d 09.00 - memonitor tanda S:


16 februari gangguan hemokonsentrasi - pasien mengatakan
2022 mekanisme hasil : natrium : 132 badannya selalu
regulasi mmol edema di saat ada
makanan atau
12.00 - memonitor keceptan minuman yang

49
infus secara ketat dikonsumsi
hasil : pasien O:
dikonektakan - badan pasien terlihat
edema diselurauh
12.30 - meninggikan kepala badan
tempat tidur 30-40 º - asupan cairan pasien
hasil : posisi kepala dibatasi dengan
pasien di tinggikan dikonektakan
senyaman mungkin infusnya
12.00 A : masalah belum teratasi
- kolaborasi P : intervensi dilanjutkan
pemberian dierutik - kolaborasi
hasil: pasien pemberian diuretic
diberikan - tinggikan kepala
furosemide 4cc/iv tempat tidur
- memonitor
kecepatan infus
- batasi asupan garam
14.00
Risiko infeksi - mencatat intake S:-
output dan O:
menghitung balnce - ketidakadekuatan
cairan perathanan tubuh
hasil : 914 - ( 700 + sekunder
15.00 - hasil laboratirium
175) = 39
- membatasi jumlah yang belum
pengunjung membaik
hasil: jumlah - nafsu makan pasien
pengunjung dibatasi masih kurang
dengan hanya di - badan pasien masih
16.00 jaga oleh kedua terlihat udem
orangtuanya A : masalah belum teratasi
- mempertahankan P : intervensi dilanjutkan
tehnik aseptic - batasi jumlah
hasil: perawat selalu pengunjung
mencuci tangan baik - monitor penyabab
sebelm dan sesuadah infeksi
kontaik dengan - menganjurkan
pasien meningktakan
Risiko defisit 17.00 asupan nutrisi
nutrisi - kolaborasi
pemberian antibiotic
- mengajurkan
meningkatkan
asupan nutrisi S:
hasil : pasien selalu - ibu pasien
makan makanan

50
18.00 yang disediakan mengatakan pasien
oleh rs tetapi tidak sudah mulai
pernah dihabiskan mengahbiskan
- pemberian antibiotic makanannya
12.00 hasil : diberikan meskipun harus
ceftriaxone 10 cc / dimakan 2x
iv O:
- mengidentifikasi - pasien terlihat dapat
12.30 status nutrisi menghabiskan
hasil : status nutrisi makannnya
pasien diatur oleh - albumin : 1.2 gr/dl
ahli gizi A : masalah belum teratasi
- mengidentifikasi P : intervensi dilanjutkan
intolerasi makanan - lakukan oral hygine
hasil : pasien sebelum makan jika
12.35 dilarang memakan perlu
pisang dan makan - mensajikan makanan
yang banyak secara menarik dan
mengandung garam suhu yang sesuai
berlebih - berikan makanan
- meninjau asupan tinggi serat untuk
13.00 makanan mencegah konstipasi
hasil : pasien - anjurjan posisi
memakan makanan duduk
nya 2x agar bisa di
habiskan
- memberikan
makanan tinggi serat
untuk mencegah
14.00
Risiko perfusi konstipasi
renal tidak efektif hasil: Pasein
memakan buah dan
banyak minum air
putih sesuai anjuran
15.00 - memonitor status
hidrasi tekanan S : pasien mengatakan
darah asupan caiaran masih
hasil : td : 90/60 dibatasi
mmhg O : hasil lab :
18.00 - proteinurinia
- memonitor barat - hipoalbumiremia
badan harian - ureum 101 mg/dl
hasil : bb : 40 kg A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- memberikan asupan - kolaborasi
18.05 caiaran pemberian dieuretik
hasil : paien minum jika perlu
air sesuai takaran

51
sebanyak 900 - monitor berat badan
ml/hari harian
- berikan asupan
- memberikan cairan caiaran sesuai
intravena kebutuhan
hasil : untuk saat ini - monitor hasil
pasien tidak laoratorium
diberiakn caiaran
intravena karena
pasien dikonektakan
Kamis 17 Hypervolemia b.d 10.00 - mengidentifikasi S:
februari gangguan penyebab - pasien mengatakn
2022 mekanisme hypervolemia wajah dan badannya
regulasi hasil : proteinurinia, tidak terlalu edema
hipoalburemia lagi
- memonitor efek O:
14.00
samping diuretic - edema pada wajah
hasil : pasien pasien terlihat
mengatakan setiap mengurang
kali telah - asupan caiaran
dimasukkan obat pasien masih
furosemide urine dibatasi
pasien yang keluar A : masalah belum teratasi
sangat banyak P : intervensi dilanjutkan
mencatat intake
output cairan :
14.02 - hasil : mencatat
intake outp ut dan
menghitung balnce
cairan
hasil : 930 - ( 800 +
15.00
175) = - 45
- membatasi asupan
caiaran garam
hasil : asupan garam
15.20 dibatasi
S:
Risiko infeksi - menganjurkan O : hasil laboratorium
membatasi cairan - wbc : 13.3
hasil : pasien - hgb : 10.2gr/dl
membtasi - neut : 9.0 %
caiarannya dengan - lymph : 85.6
hanya minum
16.00 - ketidakadekuatan
sebanyak 900 ml
pertahanan tubuh
/hari
sekunder
- membatasi jumlah
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

52
pengunjung
hasil: jumlah
pengunjung dibatasi
16.05 dengan hanya di
jaga oleh kedua
orangtuanya
- mempertahankan
tehnik aseptic

hasil: perawat selalu menc


uci tangan baik
16.10 sebelm dan sesuadah
Risiko defisit kontaik dengan S : pasien mengatakan dapat
nutrisi pasien mengahabiskan makannya
tetapi harus di bagi2 atau
- mengajurkan pasien makan 2x
O:
meningkatkan
- makanan pasien
asupan nutrisi
dihabiskan
18.00 hasil : pasien selalu - pasien memakan
makan makanan buah dan minum air
yang telah disediakn putih yang cukup
rumah sakit dan A : masalah teratasi
dihabiskan P : intervensi dihentikan
18.00
- pemberian antibiotic
hasil : diberikan
ceftriaxone 26 mg /
iv
- memberikan
18.30 makanan tinggi serat
hasil : pasien makan
buah dan juga
minum air putih
Risiko perfusi sesuai anjuran
19.00
renal tidak efektif - meninjau asupan
makanan
hasil : pasien S : pasien mengatakan
mengahbiskan asupan cairan masih dibatasi
19.20 makannya O : pasien terlihat dibatasi
- memonitor hasil asuaoan caiaran
pemeriksaan Hasil laboratorium yang
20.00 laboratorium cukup membaik ureum 55
hasil : ureum 55 mg/dl, kreatinin : 0.70
mg/dl, kreatinin : A : masalah teratasi
0.70 P : intervensi di hentikan
- memonitoe berat
badan harian
hasil : bb 40 kg

53
- memberikan asupan
caiaran sesuai
kebutuhan
hasil : pasien minum
900 ml/hari

BAB V

ANALISA ARTIKEL JURNAL

54
A. Nama Jurnal

“Pengaruh suplementasi kapsul ekstrak ikan gabus terhadap kadar Albumin


dan Berat Badan pada Anak dengan sindrom nefrotik ”

B. Kata Kunci
kapsul ekstrak ikan gabus, albumin, berat badan, sindrom nefrotik
C. Pengarang

Nisa Ashila , M. Heru Muryawan

D. Lokasi penelitian dan waktu penelitian

Penelitian ini Dapartemen ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran


Universitas Diponerogo / SMF Kesehatan Anak RSUP dr. Kariadi Semarang
bulan Mei 2015

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh suplementasi kapsul


ekstrak ikan gabus terhadap kadar Albumin dan Berat Badan pada Anak
dengan sindrom nefrotik

F. Format Isi Artikel

Problem Masalah dari jurnal ini adalah untuk mengetahui Pengaruh


suplementasi kapsul ekstrak ikan gabus terhadap kadar Albumin dan
Berat Badan pada Anak dengan sindrom nefrotik.

Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada


anak. Pengobatan sindrom nefrotik (SN) saat ini belum maksimal.
Diet tambahan protein diharapkan meningkatkan kadar albumin serum
dan menghilangkan edema sehingga menurunkan berat badan anak
SN. Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) merupakan sumber protein
hewani yang memiliki kadar protein tinggi. Penelitian ini bertujuan
untuk membuktikan pengaruh suplementasi kapsul ekstrak ikan gabus
terhadap peningkatan kadar albumin serum dan penurunan berat

55
badan pada anak SN

Intervention Metode ini menggunakan Penelitian uji klinis dengan historical


control dilakukan di poliklinik dan bangsal anak RSUP Dr. Kariadi
Semarang, pada 28 anak dengan sindrom nefrotik, yang terbagi dalam
14 orang kelompok perlakuan dan 14 orang kelompok kontrol.
Kelompok perlakuan mendapatkan suplementasi kapsul ekstrak ikan
gabus 150 mg sebanyak dua kali sehari. Suplementasi ikan gabus
diberikan setiap hari selama 14 hari. Kadar albumin dan berat badan
diukur sebelum dan setelah suplementasi. Analisis statistik
menggunakan uji t independentdan uji Mann Whitney

Comperasio - Hasil Rata-rata perubahan kadar albumin pada kelompok


n perlakuan yaitu 0,92 ± 1,105 g/dL dan kelompok kontrol yaitu
0,57 ± 0,422 g/dL. Rerata perubahan berat badan pada
kelompok perlakuan yaitu -0,89 ± 1,576 kg dan kelompok
kontrol 0,44 ± 1,823 kg. Terdapat peningkatan kadar albumin
(p=0,015) dan penurunan berat badan (p=0,036) pada
kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol
- Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Elwell, Spencer, dan Eisele bahwa pemberian tambahan
albumin dapat menurunkan 16 edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan edema tersebut akan menyebabkan penurunan berat
badan pasien sindrom nefrotik.
- Hasil penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Novella mengenai pemberian albumin pada
pasien dengan edema, bahwa terdapat penurunan edema dan
perbaikan kualitas hidup pasien. Edema yang terjadi pada
subjek penelitian diakibatkan oleh rendahnya kadar albumin.
Keadaan ini dapat terjadi antara lain karena sintesis albumin
yang tidak berlangsung dengan baik, malnutrisi, penyakit

56
ginjal, 17 atau peningkatan katabolisme protein

Outcome Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa


Suplementasi kapsul ekstrak ikan gabus dapat meningkatkan kadar
albumin dan menurunkan berat badan anak SN.

Times Penelitian ini dilakukan 2015

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,


meliputi hal-hal: proteinuria masif >3,5 g/hari, hipoalbuminemia, edema,
dan hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus.
Etiologi dari sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
bawaan, sekunder (SLE, glomerulonefritis, bahan kimia, amiiloidosis),
primer (kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulonefritis
poliferatif, glomerulonefritis membranopoliferatif), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Pengobatan dapat dilakukan secara

57
medik (kortikosteroid dan diuretik) serta keperawatan (diet rendah garam,
posisi untuk menanggulangi edema).
Tanda paling umum adalah adanya peningkatan cairan di dalam
tubuh (edema). Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul
adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, intoleransi aktifitas, kerusakan integritas kulit, dan
resiko infeksi.

5.2 Saran

Demikian isi dari makalah yang dapat kami sampaikan. Kami


berharap agar makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan baik dosen, mahasiswa ataupun pembaca.

Lampiran 1

Istilah yang sering digunakan pada sindrom nefrotik


Istilah Keterangan
Remisi Proteinuria negatif atau trace, (proteinuria >40
mg/m2/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1
minggu
Relaps Proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu, dimana sebelumnya
perbnah mengalmi remisi
Relaps jarang Relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respon awal atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan
Relaps sering Relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal, atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun
Sensitif steroid Remisi tercapai dalam 4 minggu atau kurang setelah
pengobatan steroid dosis penuh (full dose)
Dependen steroid Relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan, atau
dalam waktu 14 hari setelah pengobatan steroid

58
dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut
Resisten steroid Tidak terjadi remisi setelah 8 minggu pengobatan
steroid (dosis penuh 4 minggu diikuti dosis rumatan
selama 4 miggu)
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60
mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain
Nonresponder awal Resisten steroid sejak terapi awal
Nonresponder lambat Resisten steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya
sensitif steroid

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal


Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak Edisi 4, alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr.
Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental 


Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC: Jakarta.

Soemyarso, Ninik Asmaningsih, dkk. 2014. Model Pembelajaran Ilmu Kesehatan


Anak. Surabaya: Airlangga University Press.

59
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.
EGC: Jakarta.

O’callaghan, Cheis. 2009. At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta:


Erlangga.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC 2. Yogyakarta:
Mediaction

Behrman, Kliegman dan Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta:
EGC.

NANDA., 2013. Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.

60

Anda mungkin juga menyukai