Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Oleh:

Geetha A/P Palanivelu 140100234


Navinraj A/L Moganarajan 140100242

Pembimbing:

dr. Nelly Rosdiana, M.Ked (Ped), SpA (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Nelly Rosdiana, M.Ked (Ped), SpA (K)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul ’Henoch Schonlein Purpura ’.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 28 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ........................................................................................... i2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 3
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 4
2.5 Manifestasi klinis .......................................................................................... 6
2.6 Diagnosis ....................................................................................................... 8
2.7 Diagnosis Banding ........................................................................................ 9
2.8 Penatalaksanaan ........................................................................................... 10
2.9 Prognosis ..................................................................................................... 11
BAB III STATUS ORANG SAKIT ..................................................................... 12
BAB IV FOLLOW UP ......................................................................................... 18
BAB V DISKUSI KASUS .................................................................................... 22
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Henoch Schonlein purpura (HSP) adalah suatu bentuk vaskulitis yang


melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai dengan perdarahan kulit
(purpura) tanpa trombositopenia, pembengkakan pada sendi, nyeri perut, dan
kelainan pada ginjal.1 HSP merupakan suatu penyakit sistemik yang akut dan
dimediasi oleh kompleks imun immunoglobulin A (IgA) yang ditandai oleh adanya
dominasi deposisi IgA pada biopsy spesimen. Penyakit ini terutama dapat
menyerang anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah) dengan puncaknya pada
umur 4–7 tahun. Kasus HSP lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan (2:1). Kriteria konsensus terbaru yang diterbitkan pada tahun 2010
oleh European League Against Rheumatism and the Paediatric Rheumatology
European Society bahwa untuk diagnosis HSP harus ditemukan purpura yang
teraba disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut: sakit perut, dominasi
deposisi IgA pada biopsi spesimen, arthritis atau arthralgia, atau keterlibatan ginjal
ditandai dengan hematuria atau proteinuria.

Henoch Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak


diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis. Inflamasi dinding pembuluh
darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit ini. Bila mengenai pembuluh
darah di daerah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang
terlihat sebagai purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas, karena batas
purpura dapat teraba pada palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah di
daerah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri
atau kram perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar
berdarah, intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera.1
Kebanyakan kasus adalah self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan
selain pengobatan simptomatik, tetapi kekambuhan gejala terjadi pada sekitar 33%
kasus. Tampaknya kekambuhan sering terjadi antara dua minggu sampai 18 bulan
setelah resolusi awal gejala, anak-anak dengan gejala keterlibatan ginjal lebih
mungkin untuk memiliki kekambuhan. Pada beberapa pasien, nefritis terjadi karena
pengendapan IgA dalam mesangium ginjal. Komplikasi yang lebih serius seperti
keterlibatan sistem saraf pusat, gagal ginjal, dan adanya sindrom nefritik atau
nefrotik telah dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Beberapa studi retrospektif
dan laporan kasus telah menyarankan manfaat steroid seperti prednisolon dalam
pengobatan sakit perut, HSP nefritis, dan sebagai profilaksis untuk nefropati. Bila
manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap enam bulan hingga dua tahun pasca sakit.2

1.2 TUJUAN

Untuk menguraikan teori-teori mengenai Henoch Schonlein Purpura, mulai


dari definisi hingga diagnosis, serta tatalaksana. Penyusunan laporan kasus ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT

Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan


pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
mengenai Henoch Schonlein Purpura, terutama tentang penegakan diagnosis
dan tatalaksananya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan salah satu bentuk vaskulitis yang


melibatkan pembuluh darah kecil yang ditandai dengan perdarahan kulit (purpura),
pembengkakan pada sendi, nyeri perut dan kelainan pada ginjal. Kelainan ini
pertama kalinya ditemukan oleh Johan Schonlein pada tahun tahun 1837 berupa
adanya kelainan pada kulit dan nyeri pada sendi, sedangkan Edward Henoch
menggambarkan adanya kelainan pada gastro-intestinal dan manifestasi ginjal pada
tahun 1868 sehingga untuk mengenang nama beliau ini penyakitnya dinamakan
Henoch-Schonlein Purpura.3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki –
lakidibanding anak perempuan (1,5 : 1). Insiden HSP pertahun mencapai 10-20 per
100.000. HSP dapat mengenai semua usia, tetapi 50% kasus terjadi pada usia
kurang dari 5 tahun dan 75% kasus terjadi pada usia kurang dari 10 tahun.3,4

2.3 ETIOLOGI

Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa


faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas,makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin
varisela, rubella,rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan
obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa
berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae,
Legionella, Yersinia,Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus,
varisela , parvovirus, virus Epstein-Barr). Vaskulitis juga dapat berkembang setelah
terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor
Necrosis Factor). Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum,kompleks imun dan deposit IgA di dinding
pembuluh darah dan mesangium renal.5

Infeksi Mononukleosis, Infeksi parvovirus


B19, Infeksi Streptokokus grup A,
Infeksi Yersinia, Sirosis karena
Hepatitis-C, Hepatitis, Infeksi
Mikoplasma, Infeksi Shigella, Virus
Epstein-Barr, Infeksi Salmonella,
Infeksi viral Varizella-zoster, Enteritis
Campylobacter

Vaksin Tifoid, Kolera, Campak, Demam


Kuning
Alergen Obat ( Ampisillin, Eritromisin,
Penisillin, Kuinidin, Kuinin),
Makanan, Gigitan seranggan, paparan
terhadap dingin
Penyakit Idiopatik Glomerulocystic kidney disease
Tabel 2.1 Faktor Penyebab HSP5

2.4 PATOFISIOLOGI

Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun
yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif.
Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator
inflamasi termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi
inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi
purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis.

Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis HSP,


seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan
dalam mediator inflamasi. TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi
pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP
dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.
Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat setidaknya menginduks
sebagian perubahan ini.

Sitokin dianggap terlibat dalam patogenesis HSP dan endotelin(ET), yang


merupakan hormone vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga
dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini
dibanding pada fase remisi. Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan
dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut.4,5

Gambar 2.1 Imunopatogenesis HSP9

2.5 MANIFESTASI KLINIS


HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu
ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.

Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa
adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12–24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah
gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang
lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.

Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan ( pressure
bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan
50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan
pada wajah dan tubuh.Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk
yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai
eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu
dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Gejala prodromal dapat terdiri dari
demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dananoreksia.

Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oleh
edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI
(Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).

Gambar 2.1 Manifestasi Palpable Purpura9


Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan
kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan,
biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular
dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak
menimbulkan deformitas menetap.

Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa


nyeriabdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya
timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang
paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat
berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual,
muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang terdapat perforasi usus dan
intususepsi ileoileal lebih sering terjadi di banding ileokolonal. Intususepsi atau
perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang
disertai perforasi maupun tidak.

Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria
(<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis. Penyakit pada
ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit
yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau
penyakit ginjalyang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi
purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan aktivitas faktor XIII.

Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung
pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.6

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik


daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan
kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan
ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen
atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau
nefritis.7

American College Of Rheumatology Clasiffication Criteria


Dua daripada kriteria daripada kriteria dibawah :
• Palpable purpura
• Usia onset < 20 tahun
• Nyeri abdominal
• Hasil biopsi yang menunjukkan intramural granulocytes di arterioles
dan/atau venules
European League Against Rheumatism/Pediatric Rheumatology European
Society Criteria
Palpable purpura (tanpa trombositopenia atau koagulopati) dan satu atau lebih
daripada kriteria dibawah :
• Nyeri abdomen yang difus
• Artritis atau artralgia
• Biopsi pada purpura yang menunjukkan hasil deposisi IgA
Tabel 2.2 Klasifikasi Kriteria Diagnosis HSP8

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah


trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh
trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia
normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya
juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. Kadar
komplemenseperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan
kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang
mengandung IgA. Analisi urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun
penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena
dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. Pemeriksaan ANA dan
RF biasanya negatif, faktor VIIdan XIII dapat menurun.
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.
Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas
usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui
pemeriksaan barium. Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi
intususepsi tersebut.7

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding HSP diantaranya adalah vasculitis urticarial (VU), yaitu


suatu kondisi yang ditandai oleh adanya wheals yang menetap lebih dari 24 jam.
Sekitar 20% penderita yang mengalami urtikaria kronik akan mengalami kondisi
ini. Gambaran histopatologi VU terdapat debris nuklear fokal atau deposit fibrin
vaskular dengan atau tanpa extravasasi eritrosit. Neutrofilia pada jaringan serta
pemeriksaan DIF menunjukkan adanya lupus band test point yang positif, yaitu
kondisi yang berhubungan dengan penyakit gangguan jaringan konektif, terutama
SLE atau sindroma Sjorgen.

Eritema elevatum diutinum (EED) diklasifikasikan sebagai dermatosis


neutrofilik.Salah satu faktor utama imunopatogenesis terjadinya EED adalah
adanya deposit kompleks imun pada sirkulasi, fiksasi komplemen, inflamasi dan
destruksi vaskular. Manifestasi klinis EED adalah berupa papula/nodula/plak
multipel yang eritema hingga violaseus yang menetap dan simetris pada permukaan
ekstensor tangan, siku, pergelangan tangan, lutut dan lain-lain. Gambaran
histopatologi EED ditandai dengan penebalan dinding pembuluh darah, neutrofilia
pada mural dan luminal, oklusi vaskular, nekrosis dinding pembuluh darah,
swelling pada sel endotel, leukositok-lasia dan neutrofilia dengan limfosit di
dermal.

Cryoglobulinemia vasculitis (CV) adalah vaskulitis yang mengenai pembuluh


darah kecil-sedang. Dasar patogenesis terjadinya CV yaitu adanya deposit
kompleks imun pada dinding pembuluh darah yang dibentuk oleh krioglobulin.
Imunoglobulin ini akan mengendap pada suhu 37° Celcius, dan akan larut lagi pada
temperatur yang lebih tinggi. Manfestasi klinis CV yaitu purpura, sianosis pada
akral, ulkus atau livedo retikularis.9

2.8 PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah


suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.

Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti
ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.

Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan
nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil
salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit
yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut,
dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid
yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah
perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan
adalah metilprednisolon 250 – 750mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan
pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid
dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.

Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral,


terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan
penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru
dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom
nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan,
obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.10

2.9 PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi
dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan
sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal
yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2
tahun pasca sakit. Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna,
obstruksi,intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit
pada saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan
kematian, walaupun hal ini jarang terjadi. Prognosis buruk ditandai dengan
penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,eksaserbasi yang dikaitkan dengan
nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,adanya gagal ginjal dan pada
biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan
penyakit tubulointerstisial.9,10

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Rizi Afandi

Umur : 15 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku : Karo
Alamat : Binjai

Tanggal MRS : 16 September 2019

ANAMNESIS PENYAKIT

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Keluhan utama : Nyeri perut

Telaah :

Pasien datang ke IGD RSUP Haji Adam Malik, Medan, pada tanggal 16
September 2019 dengan keluhan nyeri perut. Keluhan nyeri perut mulai dirasakan
sejak 2 hari SMRS. Keluhan nyeri perut ini sudah sering dirasakan pasien sejak
kurang lebih 1 minggu ini dan hilang timbul. Namun nyeri perut dirasakan terus
menerus sepanjang hari sejak kebelakangan ini dan dirasakan pada seluruh perut.
Nyeri perut tidak membaik dengan istirahat. Mual muntah tidak dijumpai.

Pasien juga mengeluh mengalami bercak-cak merah kehitaman di kedua-dua


kaki kiri dan kanan. Bercak-bercak tersebut dikatakan timbul secara spontan dalam
bentuk bintil kecil dan kemudian mulai membesar dan menjalar sehingga bagian
betis kaki. Tidak ada rasa gatal atau nyeri pada bercak tersebut. Keluhan ini dialami
pasien sejak 1 bulan yang lalu dan berobat ke instalasi rawat jalan departemen anak
RSUP HAM. Pasien di diagnosa Hennoch Schonlein Purpura (HSP) setelah
dilakukan biopsi kulit dan mendapat pengobatan.

Demam dijumpai dan konsumsi obat penurun panas dijumpai. Riwayat demam
tidak dijumpai. Riwayat keluhan sama seperti ini di keluarga tidak dijumpai.
Riwayat transfusi darah tidak dijumpai. Riwayat alergi tidak dijumpai. Riwayat
penyakit lain tidak dijumpai. Bercak-bercak darah dijumpai saat BAB. BAK dalam
batas normal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien mengaku mengalami keluhan bercak-bercak dijumpai pada kedua-dua


kaki pernah dialami pasien 1 bulan yang lalu dan datang ke instalasi rawat jalan
departemen anak RS HAM. Pasien di diagnosa Hennoch Schonlein Purpura (HSP)
setelah dilakukan biopsi kulit dan mendapat pengobatan sejak 1 minggu ini.

RIWAYAT OBAT :

Prednisone

RIWAYAT KELUARGA :

Orang tua pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang
sama serta tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit kuning, jantung, hati,
diabetes maupun penyakit sistemik lain.

RIWAYAT KELAHIRAN :

Pasien merupaka anak kedua yang dilahirkan dengan cukup bulan dan secara
normal.Berat badadan waktu lahir 3000 gram dan panjang badana adalah 48cm.

RIWAYAT KEHAMILAN :
Pasien dilahirkan secara normal tanpa komplikasi. Pasien dillahirkan dengan
sehat dan cukup bulan (9 bulan). Pasien merupakan anak kedua. Ibu waktu hamil
dalam keadaan sehat. Ibu pasien tidak memiliki riwayat minum, merokok atau
suntikan narkoba. Ibu pasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti Hipertensi,
DM , demam tinggi atau infeksi apapun selama kehamilan. Ibu pasien tidak
mengkonsumsi obat-obatan maupun jamu-jamuan selama kehamilan. Tidak
ditemukan riwayat kejang dan alergi pada ibu pasien.
RIWAYAT IMUNISASI :
Pasien mendapat imunisasi lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum Keadaan penyakit


Sens : Compos Mentis Pancaran wajah : Lemas
BB : 45 kg Sikap paksa : (-)
TB : 152 cm Refleks fisiologis : (+)
BB/U : 80 % Refleks patologis : (-)
TB/U : 89 % Anemia (-), Ikterus (-), Dispnu (-)
BB/TB : 104 % Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
TD : 100/70 mmHg Turgor kulit : Cepat
HR : 84 kali/menit
RR : 22 kali/menit
Suhu : 38,0oC

Status Lokalisata

Kepala
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal

Leher

Pembesaran KGB (-), trakea letak medial

Dada
Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi. Ptechie (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler


suara tambahan : -
suara jantung : reguler, desah (-)

Abdomen

Soepel, peristaltik usus (+) normal, nyeri tekan (+)


Hepar, Lien dan Renal tidak teraba

Ekstremitas

Akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, turgor kembali cepat, ptechie (+)
, dijumpai bercak-bercak merah kehitaman pada kedua-dua tungkai bawah.
Genitalia
tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Hasil Nilai rujukan Satuan


lengkap
Hb 17,0 14-17 g/dL
Eritrosit 5,53 4,4-5,9 Juta/μL
Leukosit 19,92 4,5-13 103/ μL
Hematokrit 49 31-43 %
Trombosit 270 150-440 103/μL
Hitung jenis Hasil Nilai rujukan Satuan
Neutrofil 77,7 50,00-70,00 %
Limfosit 14,00 20,00-40,00 %
Monosit 7,70 2,00-8,00 %
Eosinofil 0,40 1,00-6,00 %
Basofil 0,20 0,00-1,00 %
Elektrolit Hasil Nilai rujukan Satuan
Natrium 131 135-145 mE/qL
Kalium 4,0 3,5-5,3 mE/qL
Klorida 99 95-105 mE/qL

DIAGNOSIS BANDING

• Henoch Schonlein Purpura (HSP)


• Immune Trombositopenia Purpura (ITP)
• Sistemik Lupus Eritematosus
• Kawasaki syndrome

DIAGNOSIS KERJA
Henoch Schonlein Purpura (HSP)

PENATALAKSANAAN
• IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
• Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
• Inj Methyl Prednisolon 25 mg/8 jam
• Inj Ampicilin 1 mg/ 8 jam
• Tab Paracetomol 3 x 500 mg / 6 jam P.O (bila perlu)

RENCANA PENJAJAKAN
• Pemeriksaan fungsi Ginjal
• Urinalisa
BAB IV

FOLLOW UP

TANGGAL 16 SEPTEMBER 2019


S Demam, nyeri perut, tampak bercak merah kehitaman pada kedua-dua
kaki kiri dan kanan
O Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 88 kali/menit
RR : 22 kali/menit
Temp : 38,0oC
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Palpasi : Stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : -
Abdomen : Soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (+)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup,
terdapat bercak merah kehitaman pada kedua-dua kaki
kiri dan kanan
A Henoch Schonlein Purpura
P Tirah baring
Diet MB
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Tab Paracetamol 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj Methyl Prednisolon 25 mg/8 jam
Inj Ampicilin 1 mg/8 jam
R Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Urinalisa

TANGGAL 17 SEPTEMBER 2019


S Demam tidak dijumpai, nyeri perut masih dirasai hilang timbul, masih
terdapat bercak merah kehitaman pada kedua-dua kaki kiri dan kanan
O Sens : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 92 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Temp : 37,2oC
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Palpasi : Stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : -
Abdomen : Soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (+)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, terdapat
bercak merah kehitaman pada kedua-dua kaki kiri kanan
A Henoch Schonlein Purpura
P Tirah baring
Diet MB
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Tab Paracetamol 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj Methyl Prednisolon 25 mg/8 jam
Inj Ampicilin 1 mg/8 jam
Hasil pemeriksaan laboratorium Fungsi Ginjal
Blood Urea Nitrogen : 15 mg/dL
Ureum : 32 mg/dL
Kreatinin : 0.60 mg/dL
Hasil pemeriksaan Urinalisa
Warna : Kuning Jernih
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Keton : Positif
Protein : Negatif
Darah : Positif
Leukosit : Negatif
Nitrit : Negatif

TANGGAL 18 SEPTEMBER 2019


S Demam tidak dijumpai, nyeri perut tidak dijumpai, bercak merah
kehitaman pada kedua-dua kaki kiri dan kanan sudah berkurang
O Sens : CM
TD : 110/60 mmHg
HR : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Temp : 36,8oC
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Palpasi : Stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : -
Abdomen : Soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (-)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, terdapat
bercak merah kehitaman pada kedua-dua kaki kiri dan
kanan

A Henoch Schonlein Purpura


P Tirah baring
Diet MB
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Tab Paracetamol 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj Methyl Prednisolon 25 mg/8 jam
Inj Ampicilin 1 mg/8 jam
R PBJ

BAB V

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN

Definisi :

Henoch-Schonlein Purpura (HSP) Pasien datang dengan keluhan nyeri


merupakan salah satu bentuk seluruh abdomen tanpa mual dan
vaskulitis yang melibatkan pembuluh muntah. Dijumpai bercak-bercak
darah kecil yang ditandai dengan merah kehitaman pada kedua-dua
perdarahan kulit (purpura), tungkai bawah.
pembengkakan pada sendi, nyeri perut
dan kelainan pada ginjal.
Diagnosis :

American College Of Rheumatology American College Of Rheumatology


Clasiffication Criteria Clasiffication Criteria
Dua daripada kriteria daripada kriteria
dibawah :
• Palpable purpura • Palpable purpura
• Usia onset < 20 tahun • Usia 15 tahun
• Nyeri abdominal • Nyeri abdomen
• Hasil biopsi yang
menunjukkan intramural
granulocytes di arterioles
dan/atau venules
European League Against European League Against
Rheumatism/Pediatric Rheumatology Rheumatism/Pediatric Rheumatology
European Society Criteria European Society Criteria
Palpable purpura (tanpa Palpable purpura dengan nilai
trombositopenia atau koagulopati) dan trombosit (270 x 103 /µL)
satu atau lebih daripada kriteria
dibawah :
• Nyeri abdomen yang difus • Nyeri Abdomen yang difus
• Artritis atau artralgia • Biopsi pada purpura yang
• Biopsi pada purpura yang menunjukkan hasil deposisi
menunjukkan hasil deposisi IgA
IgA
Tatalaksana

Tidak ada pengobatan definitif pada Inj Methyl Prednisolon 25 mg/8 jam
penderita HSP. Pengobatan adalah Inj Ampicilin 1 mg/ 8 jam
suportif dan simtomatis, meliputi
Tab Paracetomol 3 x 500 mg / 6 jam
pemeliharaan hidrasi, nutrisi,
keseimbangan elektrolit dan mengatasi P.O (bila perlu)
nyeri dengan analgesik.
Untuk keluhan artritis ringan dan
demam dapat digunakan OAINS.
Metilprednisolon IV dapat mencegah
perburukan penyakit ginjal bila
diberikan secara dini. Dosis yang dapat
digunakan adalah metilprednisolon
250 – 750mg/hr IV selama 3 – 7 hari.
Antibiotik jika terjadi infeksi dengan
tanda peningkatan leukosit.
BAB VI

KESIMPULAN

Pasien laki-laki, berusia 15 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
abdomen dan purpura pada kedua–dua ekstremitas bawah. Setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien kemudian di
diagnosis dengan Henoch Schonlein Purpura. Pasien dirawat tirah baring di ruangan
rawat inap RSUP HAM Medan, kemudian ditatalaksana dengan IVFD NaCl 0,9 %
20 gtt/I, Inj Ranitidin 50 mg/12 jam, Inj Methyl Prednisolon 25 mg/ 8 jam, Inj
Ampicilin 1 mg/ 8 jam, tab Paracetamol 3 x 500 mg/ 6 jam P.O (bila perlu). Setelah
keluhan pasien ditangani, pasien dianjurkan untuk berawat jalan ke poli anak RSUP
HAM, Medan.
DAFTAR PUSTAKA

1. J, Agromed Unila, Henoch Schonlein Purpura pada anak, Volume 4


Nomor 1, Juni 2017, Halaman 62-65.
2. Nikibaksh A, Mahmoodzadeh H. Treatment Of Complicated HSP with
Mycopherolatemofetil : A retrospective Case Report 2010 1 (3) : 1-2
3. PPDS IKA FK UNUD, RSUP Sanglah Denpasar, Artikel 2011-2012
4. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch- Schonlein. Dalam: Akip AAP,
Munazir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi- Imunologi Anak. Edisi
ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007; 373-7.

5. Reamy BV, Pamela M, Lindsay TJ. Henoch-Schonlein Purpura. Am Fam


Physician. 2009;80(7):697-704.

6. Bossart P. Henoch-Schonlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari


www.emedicine.com/emerg/topic845.htm. Diakses pada tanggal 02 Oktober
2019.

7. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schonlein Purpura. Pediatric


Education, 2009. Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/
Diakses pada tanggal 02 Oktober 2019.

8. Kliegman, Stanton, Schor, Behrman. Nelson Textbook Of Pediatrics :


Rheumatic Diseases of Childhood HSP, 19th Edition

9.Zaffanello M, Brugnara M, Franchini M. Therapy For Children with Henoch


Schonlein Purpura Nephritis : The Scientific World Journal. 007; (7): 20-30

10.Sugianti I, Arwin AP, Karakteristik Purpura Henoch Schonlein pada Anak di


Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo : Sari Pediatric Vol 16, No. 2, August
2014

Anda mungkin juga menyukai