Anda di halaman 1dari 17

PENYULUHAN

DISENTRI BASILLER

PENYUSUN:
Puvanesvari A/P Palanippin (140100267)

PEMBIMBING:
dr. Lili Rahmawati, Sp. A, IBCLC

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Penyuluhan ini telah disarankan disetujui pada :

Hari / Tanggal : / Oktober 2019


Tempat : Ruang tunggu Poliklinik Anak Sehat Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara
Topik : Disentri Basiller

Mengetahui,

dr. Lili Rahmawati, Sp.A, IBCLC


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan rancangan penyuluhan
ini dengan judul “DISENTRI BASILLER”.

Penulisan rancangan penyuluhan ini adalah salah satu syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan rancangan penyuluhan ini sehingga dapat selesai tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan rancangan penyuluhan ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan rancangan
penyuluhan selanjutnya. Semoga makalah penyuluhan ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 18 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ........................................................................................... i1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG .....................................................................................
1.2 TUJUAN .........................................................................................................
1.3MANFAAT ......................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
2.1 Definisi ............................................................................................................
2.2 Klasifikasi ........................................................................................................
2.3 Faktor Risiko ...................................................................................................
2.4 Gejala Klinis ....................................................................................................
2.5 Diagnosis .........................................................................................................
2.6 Penatalaksanaan ...............................................................................................
2.7 Komplikasi ......................................................................................................
2.8 Prognosis .........................................................................................................
BAB III METODE PENYULUHAN........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan


kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).1 Di Amerika
Syarikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan disentri basiler
dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan angka kejadian
disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi untuk
disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare berat menderita
disentri basiler.2
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang
masih kurang. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu,
sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang.
Penyakit ini biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun.2
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50% di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di
Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus dan di negara berkembang Shigella
flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air
besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar
dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus). 1

2.2 Epidemiologi
Shigellosis adalah endemik di seluruh dunia di mana dia bertanggung jawab
untuk sekitar 120 juta kasus disentri yang parah dengan darah dan lendir dalam tinja,
mayoritas terjadi di negara berkembang dan melibatkan anak-anak kurang dari lima
tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap
tahun, dengan 60% dari kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun3.
Dengan tidak adanya vaksin yang efektif yang tersedia, peningkatan frekuensi
antimikroba-tahan strain Shigella di seluruh dunia telah menjadi sumber utama
keprihatinan. Selama survei dari 600.000 orang dari segala usia di Bangladesh, Cina,
Pakistan, Indonesia, Vietnam dan Thailand, Shigellas terisolasi di 5% dari episode
diare 60 000 terdeteksi antara 2000 dan 2004 dan sebagian besar isolat bakteri
resisten terhadap amoksisilin dan kotrimoksazol.
Demikian pula, selama penelitian surveilans 36-bulan di sebuah distrik
pedesaan di Thailand, di mana kejadian Shigellosis diukur untuk 4/1000/year dalam
waktu kurang dari 5 tahun usia, 95% dari S sonnei dan flexneri S isolat resisten
terhadap tetrasiklin dan kotrimoksazol, dan 90% dari isolat S flexneri juga resisten
terhadap ampisilin dan kloramfenikol. Temuan serupa dibuat di Jakarta Utara,
Indonesia, dimana sebuah penelitian surveilans yang dilakukan antara Agustus 2001
dan Juli 2003 menemukan bahwa anak usia 1 sampai 2 tahun memiliki insiden tinggi
Shigellosis (32/1000/year) dengan 73% sampai 95% dari isolat resisten terhadap
ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, kloramfenikol dan.tetrasiklin

2.3 Etiologi
Shigella adalah binatang tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif
anaerobik yang dengan beberapa kekecualian tidak meragikan laktosa tetapi
meragikan karbohidrat yang lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan
gas. Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pncernaan manusia dan primata
lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler.

Klasifikasi
 Kingdom : Bacteria
 Phylum : Proteobacteria
 Class : Gamma Proteobacteria
 Order : Enterobacteriales
 Family : Enterobacteriaceae
 Genus : Shigella
 Species : Shigella dysentriae
Morfologi

Batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora,


gram negatif. Bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan muda. Shigella adalah
fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks,
bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2mm
dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena
ketidakmampuannya meragikan laktosa. Shigella mempunyai susunan antigen yang
kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan
sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman
enteric lainnya. Antigen somatic O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Kekhususan
serologiknya tergantung pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe.
Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenic.

2.4 Patofisiologi
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan,
dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus
halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya.2
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid,
sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan
mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa
ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi
ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung. S.dysentriae,
S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman
lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada
selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun
akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi
kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.2

2.5 Gejala Klinis


Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri
perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja
eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi
meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering
mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan
tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam
dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus
dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.
Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk
waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus
menahun dan dapat mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada
penyembuhan infeksi, kebanyakan orang membentuk antibodi terhadap Shigella
dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap reinfeksi.

2.6 Diagnosis
Disentri basiler dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan
keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja
menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis
dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi
Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.
Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan colitis ulserosa. Perbedaan
utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang bermakna setelah
pengobatan dengan antibiotic yang adekuat. (6)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan
hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan
biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk
itu diperlukan tinja yang baru.

 Polymerase Chain Reaction (PCR).


Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.

 Enzim immunoassay.
Deteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang terinfeksi
S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.

 Sigmoidoskopi.
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.

 Aglutinasi.
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada
hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada
pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks,
dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
 Endoskopi
Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan
ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada
di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal
usus besar.4

2.8 Tatalaksana

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau


memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.

1. Cairan dan elektrolit


Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan
penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk
menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, oralit
dapat diberikan. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat
diberikan.

2. Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

3. Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan
antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan
selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir
universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun
apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka
masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula
dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-
5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak
efektif.

Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti


siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan
disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3
hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari
selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-
anak dan wanita hamil.

2.8 Komplikasi
 Dehidrasi : saat di mana tubuh kita tidak seimbang dalam kadar cairannya ,
tentunya banyak cairan yang dikeluarkan daripada yang dihidupkan.
 Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( Hyponatremia merujuk pada
tingkat sodium dalam darah yang lebih rendah dari normal. Sodium adalah
penting untuk banyak fungsi-fungsi tubuh termasuk pemeliharaan
keseimbangan cairan, pengaturan dari tekanan darah, dan fungsi normal
dari sistim syaraf ).
 Sindroma Hemolitik Uremik : suatu penyakit dimana secara tiba-tiba
jumlah trombosit menurun (trombositopenia, sel-sel darah merah
dihancurkan (anemia hemolitik) dan ginjal berhenti berfungsi (gagal
ginjal).
 Malnutrisi/malabsorpsi kekurangan nutrisi dari sejak dalam kandungan
 Reactive arthritis : suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang terjadi di
tubuh - paling sering usus, alat kelamin atau saluran kemih. Sakit sendi dan
bengkak merupakan ciri khas dari arthritis reaktif. Artritis reaktif juga dapat
menyebabkan peradangan pada mata, kulit dan saluran yang membawa urin
dari kandung kemih (uretra). Arthritis reaktif juga kadang-kadang disebut
sindrom Reiter, meskipun istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe
artritis reaktif terutama yang mempengaruhi sendi, mata dan uretra.
 Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau
jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang.
 Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian
selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).6

2.9 Pencegahan
Penyakit disentri basiler ini dapat dicegah dengan cara :
1. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun secara
teratur dan teliti.
2. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah.
3. Orang yang sakit disentri basiler sebaiknya tidak menyiapkan makanan.
4. Memasak makanan sampai matang.
5. Selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udara.
6. Mengatur pembuangan sampah dengan baik.
7. Mengendalikan vector dan binatang pengerat. 7
BAB III
METODE PENYULUHAN

3.1 RANCANGAN PENYULUHAN


Sasaran/ Peserta : Masyarakat awam (Pengunjung Poliklinik Anak Sehat Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara)
Tempat : Poli Anak Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Hari, Tanggal : / Oktober 2019
Waktu : 10 menit
Pelaksana : Wanda Guslin (Co-Assistant Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)

3.2 MATERI PENYULUHAN


Materi yang diberikan pada penyuluhan di ruang tunggu Poli Anak Rumah
Sakit USU adalah sebagai berikut:
1. Definisi Disentri Basiler
2. Etiologi Disentri Basiler
3. Patofisiologi Disentri Basiler
4. Gejala klinis Disentri Basiler
5. Diagnosis Disentri Basiler
6. Pemeriksaan penunjang Disentri Basiler
7. Tatalaksana Disentri Basiler
8. Komplikasi Disentri Basiler
9. Pencegahan Disentri Basiler
3.3 METODE PENYULUHAN
Metode pemberian informasi mengenai Disentri Basiler adalah melalui ceramah
dan tanya jawab kepada peserta penyuluhan.
3.4 MEDIA PENYULUHAN
Media pemberian penyuluhan yang diperlukan adalah:
1. Proyektor dan layar proyektor
2. Laptop
3. Microsoft Powerpoint

3.5 KEGIATAN PENYULUHAN


TAHAP KEGIATAN
1. Pembukaan a. Pelaksana penyuluhan menyampaikan salam
pembukaan dan dijawab oleh para peserta penyuluhan
b. Pelaksana memperkenalkan diri
c. Pelaksana menyampaikan tujuan dilaksanakannya
penyuluhan dan didengarkan oleh para peserta
penyuluhan
d. Pelaksana bersiap-siap untuk memulai penyampaian
materi penyuluhan
2. Penyampaian a. Pelaksana penyuluhan menyampaikan materi yang
meliputi:
1. Definisi Disentri Basiler
2. Etiologi Disentri Basiler
3. Patofisiologi Disentri Basiler
4. Gejala klinis Disentri Basiler
5. Diagnosis Disentri Basiler
6. Pemeriksaan penunjang Disentri Basiler
7. Tatalaksana Disentri Basiler
8. Komplikasi Disentri Basiler
9. Pencegahan Disentri Basiler
b. Pelaksana penyuluhan membuka sesi tanya-jawab
kepada peserta penyuluhan
c. Pelaksana penyuluhan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh peserta penyuluhan
3. Penutupan a. Pelaksana penyuluhan menyampaikan terima kasih
atas perhatian peserta penyuluhan terhadap proses
penyuluhan
b. Pelaksana penyuluhan menyampaikan permintaan
maaf kepada peserta apabila terdapat hal yang kurang
berkenan ketika penyuluhan berlangsung
DAFTAR PUSTAKA

1. Editorial Team ,2019. Bacillary Dysentery. https://laboratoryinfo.com/differences-


amoebic-dysentery-bacillary-dysentery/

2. Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI:Jakarta.

3. Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri. Diakses dari


http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed.

4. Simanjuntak C. H., 2005. Epidemiologi Disentri. Diakses dari


http://www.kalbe.co.id/files/cdk.

5. Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas kedokteran
UI.: Jakarta.

6. dr.bhairul,2006 Disentri. Diakses dari http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-


anak/disentri

7. Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http://www.emedicine.com/


med/topic2112.htm.

Anda mungkin juga menyukai