Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

OBSTRUKTIF JAUNDICE

Disusun Oleh :

Navinraj A/L Moganarajan 140100242


Puvanesvari A/P Palanippin 140100267

Pembimbing :
dr. Rizki Arini Siregar, Sp.PD

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

COW Pembimbing

dr. Nova

dr. Otniel

dr. Taufik Ardi Prakasa Harahap

Pimpinan Sidang

dr. Rizki Arini Siregar, Sp.PD

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Obstruktif Jaundice”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan sidang, dr.
Rizki Arini Siregar, Sp.PD dan kepada Chief of Ward dr. Otneil, dr. Taufik dan dr. Nova
yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus Obstruktif
Jaundice, mulai dari definisi hingga penatalaksanaan pasien yang dirawat inap selama masa
kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik Medan. Dengan demikian diharapkan laporan
ini dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam
memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.

Medan, 29 April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan Laporan Kasus 4
1.3 Manfaat Laporan Kasus 4
BAB II TINJAUN PUSTAKA 5
2.1 Anatomi Sistem Hepatobilier 5
2.2 Metabolisme Bilirubin Normal 6
2.3 Obstruktif Jaundice 7
2.3.1 Definisi 7
2.3.2 Epidemiologi 8
2.3.3 Etiologi 8
2.3.4 Patofisiologi 9
2.3.5 Manifestasi Klinis 9
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang 11
2.3.7 Tatalaksana 15
BAB III LAPORAN KASUS 17
BAB IV FOLLOW UP PASIEN 28
BAB V DISKUSI KASUS 36
BAB VI KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41

3
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah
gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena
adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl.
Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik
(hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Pada
ikterus obstruktif, kemampuan produksi bilirubin adalah normal, namun bilirubin yang
dibentuk tidak dapat dialirkan ke dalam usus melalui sirkulasi darah oleh karena adanya suatu
sumbatan (obstruksi).
Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara
ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya
untuk pengobatan, sehingga sering juga disebut sebagai “ surgical jaundice”, dimana
morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.
Berikut ini dilaporkan seorang pasien yang dirawat di RSUP. Haji Adam Malik,
Medan dengan diagnosa ikterus obstruksi.

1.2 Tujuan Laporan Kasus


1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang Obstruktif
Jaundice.
2. Penulis dan pembaca diharapkan dapat menerapkan teori-teori terhadap pasien
dengan Obstruktif Jaundice.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Laporan Kasus


Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat di bidang medis dan juga memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang Obstruktif Jaundice

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Hepatobilier

2.1.1 Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak
fungsi. Tiga fungsi dasar hepar, yaitu: (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke
dalam traktus intestinalis; (2) berperan pada metabolism yang berhubungan dengan
karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan
benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur
lunak, lentur, dan terletak dibagian atas cavitas abdominalis tepat dibawah diafragma.
Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dekstra dan lobus hepatis sinistra. Lobus hepatis
dekstra terbagi lagi menjadi lobus caudatus dan lovus quadratus. Porta hepatis, atau
hilus hepatis, terdapat pada fasies visceralis dan terletak diantara lobus caudatus dan
quadratus, bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta
hepatis. Pada tempat ini terdapat duktus hepatikus dekstra dan sinistra, ramus dekstra
dan sinistra arteri hepatica, vena porta hepatica, serta serabut-serabut saraf simpatis dan
parasimpatis. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis dari masing-masing
lobulus bermuara ke vena hepatica. Di dalam ruangan diantara lobulus-lobulus terdapat
kanalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis, dan
sebuah cabang duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteria dam vena berjalan
diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis.

2.1.2 Vesika biliaris


Vesika biliaris merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak
pada permukaan bawah (fasies visceralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai
kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya serta
memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesika biliaris dibagi menjadi
fundus, corpus, dan collum. Fundus vesika biliaris berbentuk bulat dan biasanya
menonjol dibawah inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus
bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilage costalis IX
dekstra. Corpus vesika biliaris terletak dan berhubungan dengan fasies visceralis hepar

5
dan arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum vesika biliaris melanjutkan diri sebagai
duktus cystikus yang berbelok kea rah dalam omentum minus dan bergabung dengan
sisi kanan duktus hepatikus komunis untuk membentuk duktus koledokus.

2.2 Metabolisme Bilirubin Normal


Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan, transportasi,
asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin.

 Fase Pre-hepatik
- Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
- Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma, harus
berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang tidak
larut dalam air.

 Fase Intra-Hepatik
- Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit, terjadi
proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi,
namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit,
bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut
sebelum dikonjugasi.

6
- Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi) akan
mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di reticulum
endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk diekskresikan ke
dalam kanalikulus empedu.

 Fase Post-Hepatik
- Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu melalui
proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran kanalikuli,
dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).

Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu, bilirubin


kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal
dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu ß-glukoronidase,
dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak
berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil
urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus
urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan
dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin (senyawa berwarna)
dan diekskresikan di tinja.

2.3 Obstruktif Jaundice

2.3.1 Definisi
Ikterus ( jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah
gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning
karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari
2 mg/dl. Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus
prahepatik (hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik
(obstruktif). Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi
pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya
dialirkan ke traktus gastrointestinal.

7
2.3.2 Epidemiologi
Kasus ikterus obstruksi post-hepatik terbanyak mengenai usia 50 – 59 tahun 29,3%.
Kasus ikterus obstruksi post-hepatik dapat mengenai jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 65,9%. Hatfield et al, melaporkan
bahwa kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas,
8% pada batu common bile duct , dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.

2.3.3 Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ikterus
obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif intrahepatik
pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier sedangkan
ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena adanya
sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan
terjadinya ikterus obstruktif adalah sebagai berikut:

 Ikterus obstruktif intrahepatik :


Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit hati
karena alkohol, serta sirosis hepatis. Peradangan intrahepatik mengganggu
ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.

 Ikterus obstruktif ekstrahepatik :


a. Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi ke
dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin ke dalam
plasma menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma.
b. Tumor ganas saluran empedu
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis
dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan tidak berbeda.
Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang didapatkan pada usia muda.
Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus
koledokus.
c. Atresia bilier

8
Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier
merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak. Terdapat
dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik
lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik.
d. Tumor kaput pankreas
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel asiner.
Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas, dan
sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput pankreas. Pada
stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke duodenum,
lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu.

2.3.4 Patofisiologi
Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik, dan
ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif disebut juga
ikterus posthepatik karena penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah
posthepatik, yaitu setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar. Pada ikterus obstruktif,
terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan
ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran balik ke dalam pembuluh darah.
Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita menjadi
ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar seperti
sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi
bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan bilirubin
urin positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka
pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti
dempul (acholis).

2.3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif, bergantung
pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan terjadinya
ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang secara umum dikeluhkan oleh
pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:

9
 Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang
terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan
sublingual.
 Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih
dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna
urin menjadi lebih gelap seperti teh.
 Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan.

Manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien berdasarkan jenis penyakit yang


menyebabkan obstruksi adalah sebagai berikut :
 Tumor kaput pankreas

Gejala awal tumor kaput pankreas tidak spesifik dan samar, sering terabaikan oleh
pasien dan dokter sehingga sering terlambat didiagnosis. Gejala awal dapat berupa rasa
penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan badan lesu. Keluhan tersebut
tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit dengan gangguan fungsi saluran cerna.
Keluhan utama yang paling sering ditemui adalah :
a. Nyeri perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Lokasi nyeriperut
biasanya adalah pada daerah ulu hati, awalnya difus kemudian menjadi terlokalisir.
Nyeri perut biasanya disebabkan karena invasi tumor pada pleksus coeliac dan
pleksus mesenterik superior. Rasa nyeri dapat menjalar hingga ke punggung akibat
invasif tumor ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
b. Berat badan turun lebih dari 10% berat badan ideal juga umum dikeluhkan oleh
pasien. Penurunan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu asupan
makanan yang berkurang, malabsorbsi lemak dan protein, serta akibat peningkatan
kadar sitokin pro-inflamasi.
c. Ikterus obstruktif, terjadi karena obstruksi saluran empedu oleh tumor.

10
Tanda klinis pasien dengan tumor kaput pankreas dapat ditemukan adanya
konjungtiva pucat dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen dapat teraba tumor
masa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor retroperitoneum.
Dapat juga ditemukan ikterus dengan pembesaran kandung empedu (Courvoisier
sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau thrombosis pada vena porta
atau vena lienalis), ascites (karena invasi/infiltrasi tumor ke peritoneum).

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
- Darah :
Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka berarti
terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan prothrombin time (PT)
atau tidak, karena apabila prothrombin time meningkat, maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepar, atau obstruksi bilier.
-Urin :
Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti teh
secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau tidak. Apabila
urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai adanya peningkatan kadar bilirubin
direk yang diekskresikan melalui urin yang mengarah pada ikterus obstruktif.
-Feses :
Untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses yang
berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran bilirubin direk ke
dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan pada aliran empedu.

b. Tes faal hati :


Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk mensintesa
protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme zat yang terdapat
dalam darah, meliputi:
 Albumin
Albumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air dalam
tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa komponen
darah, seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat. Apabila nilai albumin menurun,
11
maka perlu dicurigai adanya gangguan fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites,
sirosis, serta perdarahan.
 Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada
jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak terdapat di dalam hati, dan lebih
spesifik menunjukan fungsi hati daripada AST. Apabila terjadi peningkatan kadar ALT,
maka perlu dicurigai adanya penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan
hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
 Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi, ditemukan di
jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan paru-paru. Penyakit yang
menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut akan
mengakibatkan enzim ini terlepas ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat
dicurigai adanya penyakit hati, pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.
 Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim marker spesifik
untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang
diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu,
seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif
tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT)
bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
 Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta. Konsentrasi
tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus halus. Pada penyakit hati,
kadar alkali fosfatase akan meningkat karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi
saluran bilier.
 Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya penyakit
hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin direk biasanya terjadi
karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu.

12
2) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan yang
lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu
lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah
duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka
akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti
pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak
rendah dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak
tampak pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus
biliaris intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak
rendah (distal).
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas
tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan
terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan
heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena
karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal
maupun menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas,
serta dapat ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.

3) PTC ( Percutaneus Transhepatic Cholaniography)


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk menentukan
letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran empedu
di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan memperlihatkan pelebaran pada
duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor,
akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct ) dan saluran intrahepatik
dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor.
4) ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)
13
Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari
traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:

a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta untuk
menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor pancreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas

Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:


a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada duktus
koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu yang
menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya
disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis, iritasi oleh parasit,
iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat keganasan saluran empedu
seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai menimbulkan
obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus
koledokus yang berbentuk simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada
duktus koledokus yang berbentuk ireguler.
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler dam
menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran seperti ini akan
tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan tampak penyempitan saluran
empedu bagian distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah obstruksi
akan tampak dinding yang ireguler.

14
2.3.7 Tatalaksana

Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika


penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan
dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik
biasanya membutuhkan tindakan pembedahan.
a. Tatalaksana kolelitiasis
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi,
yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa
kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah adalah
kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis
akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang
tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih
sering menyebabkan kolesistitis akut dibandingkan dengan batu yang lebih kecil.
Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian
karsinoma.
b. Tatalaksana tumor ganas saluran empedu
Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan. Adenokarsinoma saluran empedu
yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau
papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatiko-
duodenektomi.
c. Tatalaksana atresia bilier
Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan. Atresia bilier
intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif
bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier ekstrahepatik adalah portoenterostomi
teknik Kasai dan bedah transplantasi hepar. Langkah pertama bedah portoenterostomi
adalah membuka igamentum hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu
ekstrahepatik yang berupa jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah
hilus hati untuk menemukan ujung saluran empedu yang terbuka di permukaan hati.
Rekonstruksi hubungan saluran empedu di dalam hati dengan saluran cerna dilakukan
dengan menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus hati. Apabila atresia hanya terbatas
pada duktus hepatikus komunis, sedangkan kandung empedu dan duktus sitikus serta
15
duktus koledokus paten, maka cukup kandung empedu saja yang disambung dengan
permukaan hati di daerah hilus. Pada bayi dengan atresia saluran empedu yang dapat
dikoreksi langsung, harus dilakukan anastomosis mukosa dengan mukosa antara sisa
saluran empedu dan duodenum atau yeyunum. Komplikasi pascabedah adalah kolangitis
berulang yang timbul pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis
umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan kolangitis
adalah dengan pemberian antibiotik selama dua minggu. Jika dilakukan transplantasi
hati, keberhasilan transplantasi hati setelah satu tahun berkisar antara 65-80%. Indikasi
transplantasi hati adalah atresia bilier intrahepatik yang disertai gagal hati.
d. Tatalaksana tumor kaput pankreas
Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum pasien harus diperbaiki dengan
memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi. Pada ikterus ibstruksi total, dilakukan
penyaliran empedu transhepatik sekitar 1 minggu prabedah. Tindakan ini bermanfaat
untuk memperbaiki fungsi hati. Bedah kuratif yang mungkin berhasil adalah
pankreatiko-dudenektomi (operasi Whipple). Operasi Whipple ini dilakukan untuk tumor
yang masih terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula Vateri, duodenum, dan
duktus koledokus distal. Tumor dikeluarkan secara radikal en bloc, yaitu terdiri dari
kaput pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung, bagian
distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal tumor, dan kelenjar limfa regional.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

No RM: 777032

Tanggal Masuk : 12/ 04/ 2019 Dokter Ruangan :

dr. Habibie Hasyim Lubis

Jam : 19 : 43 Dokter Chief of Ward :

dr. Otniel

Ruang : RA1 ruang 2.1.1 Dokter Penanggung Jawab


Pasien :

dr. Leonardo, Sp PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Rosmawani
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Manunggal No 101

17
ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Kuning seluruh tubuh

Telaah : Pasien mengeluhkan kuning yang dialami sekitar tiga hari


smrs. Kuning pertama kali dilihat pada mata kemudian lama-kelamaan kuning terlihat pada
seluruh tubuh. BAB pada pasien lancar namun pasien mengeluhkan BAB berwarna hijau dan
juga pasien mengeluhkan BAK teh pekat. Hal tersebut telah dialami sejak pasien mengalami
badan kuning sekitar tiga hari smrs. Perut membesar tidak dijumpai, nyeri di perut kanan atas
dijumpai.Riwayat sakit kuning tidak dijumpai. Mual dijumpai pada pasien sejak mengalami
badan kuning namun muntah tidak dijumpai. Pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan
dan mengalami penurunan berat badan sebanyak 10 kg dalam satu bulan terakhir. Riwayat
makanan sebarang tidak dijumpai. . Sebelum dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik, Medan,
pasien telah dirawat di rs luar dengan Hb 5g/dL dan sudah dilakukan transfusi darah merah
sebanyak tiga kantong. Demam tidak dijumpai. Riwayat minum alkohol, jamu-jamuan,
merokok tidak dijumpai.
RPT :(-)

RPO :(-)

ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas :(-) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)
SaluranPernapasan
Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis :(-)
Dahak :(-) Lain-lain :(-)
SaluranPencernaan
Nafsu Makan :(+) Penurunan BB :(+)
Keluhan Menelan :(-) Keluhan Defekasi : Berwarna hijau
Keluhan Perut :(-) Lain-lain :(-)
Saluran Urogenital
Nyeri BAK :(-) BAK Tersendat :(-)
18
Batu :(-) Keadaan Urin : Teh pekat
Haid :(-) Lain-lain :(-)
Sendi dan Tulang
Sakit Pinggang :(-) Keterbatasan Gerak :(-)
Keluhan Persendian :(-) Lain- lain :(-)
Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)
Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)
Lain- lain :(-)
Darah dan Pembuluh Darah
Pucat :(-) Perdarahan :(-)
Petechiae :(-) Purpura :(-)
Lain-lain :(-)
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain :(-)

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Sensorium : Kesadaran penuh
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 99 x/ menit
Pernafasan : 18 x/menit
Temperatur : 36.5 oC

BW : BB / (TB-100) x 100 %
: 90%
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 20 kg/m2
19
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat ( -/- ), sklera ikterus
( +/+ ), palpebra edema (-/-), pupil : isokor, ukuran refleks cahaya
direk ( + ) / indirek ( + )
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : dbn
LEHER
Trakea : Medial, pembesaran KGB ( - ), Struma ( - ), TVJ : R-2 cm
H2O, kaku kuduk ( - ), lain-lain ( - )

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri kesan normal
Iktus : Tidak teraba
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI
Peranjakan : ± 1 cm

Jantung
Batas atas jantung : ICS II Linea sternalis sinistra
Batas kiri jantung : ICS V LMCS
Batas kanan jantung : ICS V Linea parasternal dextra

Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : Vesikuler di kedua lapangan paru
Suara Tambahan : Wheezing ( - ), ronki ( - )

Jantung

20
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolik (-), lain-lain (-)
HR: 99x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapangan paru

ABDOMEN

Inspeksi
Bentuk : Asimetris
Gerakan usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
Lain-lain :(-)
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
HATI
Permukaan :,Permukaan licin
Pinggir : Tumpul
Ukuran : Membesar teraba 3cm BAC
Nyeri Tekan :(+)
LIMFA
Pembesaran : Schuffner ( - ), Haecket ( - )

GINJAL
Ballotement : ( - ), Kiri / Kanan, ( - ) lain-lain
UTERUS / OVARIUM :(-)
TUMOR :(-)
PERKUSI
Pekak Hati :(+)
Pekak Beralih :(-)
AUSKULTASI
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain :(-)

PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut Kosto Vertebra ( - )

INGUINAL : tdp

GENITALIA LUAR : tdp

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tdp

ANGGOTA GERAK ATAS

21
Deformitas sendi :(-)
Lokasi :(-)
Jari tubuh :(-)
Tremor ujung jari :(-)
Telapak tangan sembab :(-)
Sianosis :(-)
Eritema Palmaris :(-)
Lain-lain :(-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema (-) (-)
Arteri femoralis (+) (+)
Arteri tibialis posterior (+) (+)
Arteri dorsalis pedis (+) (+)
Refleks KPR (+) (+)
Refleks APR (+) (+)
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain (-) (-)

22
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Tanggal : 12/04/2019
Darah Kemih Tinja
Hb : 11.4 g/dL Warna : Kemerahan Warna : Coklat
Eritrosit : 4,14 x 106/mm3 Kejernihan: Keruh Konsistensi : Encer
Leukosit: 12,7 x 103/mm3 Eritrosit : ( 0-1/LPB )
Trombosit: 495 x 103/mm3 Protein : +1 Leukosit : ( 0-1/LPB )
Ht: 34 % Reduksi : - Amoeba/Kista : ( - )
Bilirubin : negatif
Hitung Jenis:
Urobilinogen : positif Telur Cacing
Eosinofil: 2.8 %
Ascaris : ( - )
Basofil: 0.6 %
Sedimen urine Ankylostoma : ( - )
Neutrofil : 80.8 %
Eritrosit : 1668.8 uL T. trichiura : ( - )
Limfosit: 9.8 %
Leukosit: 6.7 uL Kremi : ( - )
Monosit: 6 %
Epitel: 4.2 uL
Hati: Silinder: 0.13 uL
Albumin: 2.7 g/dL Kristal: 3.2 uL
Bakteri: 4777.2 uL

23
RESUME

Keadaan : Kuning seluruh tubuh


ANAMNESA
Umum

Telaah : Pasien mengeluhkan kuning yang


dialami sekitar tiga hari smrs. Kuning
pertama kali dilihat pada mata
kemudian lama-kelamaan kuning
terlihat pada seluruh tubuh. BAB pada
pasien lancar namun pasien
mengeluhkan BAB berwarna hijau dan
juga pasien mengeluhkan BAK teh
pekat. Hal tersebut telah dialami sejak
pasien mengalami badan kuning sekitar
tiga hari smrs. Mual dijumpai pada
pasien sejak mengalami badan kuning
namun muntah tidak dijumpai. Nyeri
pada bagian perut kanan atas dijumpai.
Pasien mengeluhkan penurunan nafsu
makan dan mengalami penurunan berat
badan sebanyak 10 kg dalam satu bulan
terakhir.

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Baik


Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 99x/i
Pernafasan : 18x/i
Temperatur : 36,5 °C
Kepala
Mata: Anemis ( -/- ), sklera ikterik ( +/+ ), pupil isokor

24
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler
Abdomen
Inspeksi: Simetris
Palpasi: Soepel, Hati teraba
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema (-/-)

LABORATORIUM Hb : 11.4 g/dL


RUTIN Eritrosit : 4,14 x 106/mm3
Tanggal : 12 April 2019 Leukosit: 12,7 x 103/mm3
Trombosit: 495 x 103/mm3
Ht: 34 %

Hitung Jenis:
Eosinofil: 2.8 %
Basofil: 0.6 %
Neutrofil : 80.8 %
Limfosit: 9.8 %
Monosit: 6 %

Hati:
Albumin: 2.7 g/dL

Ginjal:
Blood Urea Nitrogen (BUN): 11 mg/dL
Ureum: 24 mg/dL
Kreatinin: 0,66 mg/dL

25
Elektrolit:
Natrium (Na): 133 mEq/L
Kalium (K): 2.7 mEq/L
Klorida (Cl): 92 mEq/L

Penanda Tumour
AFP :1.99/ml
CEA: 62.46ng/ml
CA19-9 : 35.0U/ml

Urinalisa : Warna kemerahan, protein +1

Feses Rutin :
Warna: Coklat
Konsistensi: Encer
Eritrosit: +

DIAGNOSA BANDING Obstruktif Jaundice e.c Ca Caput Pankreas


Obstruktif Jaundice e.c Ampula Vateri
Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone
DIAGNOSA Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone
SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas: Tirah baring

Tindakan suportif:
IVFD Dex 5% 20gtt/i
Diet : Diet Hati III, makanan lunak 1650 Kalori

Medikamentosa:
- Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
- Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

26
Rencana Penjajakan Diagnostik/ Tindakan Lanjutan
1. USG Abdomen 5. Viral Marker
2. Tumor Marker
3. CT Scan Abdomen
4. Liver Function Test

27
BAB IV

FOLLOW UP PASIEN

TANGGAL 14/04/2019

S Nyeri perut

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 20x/i
Temperatur : 35,4 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Palpebra Anemis (-/-), sklera ikterik ( +/+ ), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Pemeriksaan KGB : (-)
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Hati teraba
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i

28
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R Pemeriksaan Liver Function Test


Pemeriksaan Faal Hemotasis
USG Abdomen

TANGGAL 16/04/2019

S Kuning seluruh tubuh

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 20x/i
Temperatur : 36,4 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)
Pemeriksaan Liver Function Test
Bilirubin total 5.3mg/dL
Bilirubin indirect 4.4mg/dL

29
AST/SGOT 80 U/L
ALT/SGPT 44 U/L
Albumin 2.8g/dL
USG
Hati
Permukaan regular, pinggir tajam, ukuran normal, ascites (-), pembuluh darah
normal.
Limfa
Normal
Kandung Empedu
Ukuran normal, dinding normal
Sludge (+), stone (-)

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R CT Scan Abdomen dan Tumor marker

TANGGAL 18/04/2019

S Kuning seluruh tubuh

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 60x/i
Pernafasan : 21x/i
Temperatur : 36,6 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks

30
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas dd Ca ampula veteri

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R CT Scan Abdomen

TANGGAL 22/04/2019

S Kuning seluruh badan

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 16x/i
Temperatur : 36,1 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis

31
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas dd Ca ampula veteri

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R Pemeriksaan Kimia Klinik


CT Scan Abdomen dengan kontras

TANGGAL 23/04/2019

S Kuning seluruh tubuh, nyeri abdomen (+)

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 22x/i
Temperatur : 36,5 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis

32
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas dd Ca ampula veteri

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R Susul hasil CT scan abdomen

TANGGAL 24/04/2019

S Kuning seluruh tubuh, nyeri abdomen (+)

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 22x/i
Temperatur : 36,5 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal

33
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)
MSCT Abdomen dengan IV Contrast
Massa kaput pancreas dengan curiga infiltrasi duodenum disertai biliary ectasis
intra-ekstrahepatik, koledokolithiasis hidrops gall bladder, ascites minimal dan
pleuritis minimal e.c Ca Caput Pankreas dd massa CBD distal, Hepatomegali

A Obstruktif Jaundice e.c CBD Stone dd Ca Caput Pankreas dd Ca ampula veteri

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R Transfusi PRC 2 kantong

TANGGAL 25/04/2019

S Kuning seluruh tubuh, nyeri abdomen (+)

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/i
Pernafasan : 21x/i
Temperatur : 35,6 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn

34
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)
Penanda Tumour
AFP :1.99/ml
CEA: 62.46ng/ml
CA19-9 : 35.0U/ml

A Ca Caput Pankreas
Anemia e.c penyakit kronis

P - Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV
-transfusi PRC 1 kantong

R Kultur darah
Susulan hasil pemeriksaan darah
Susulan Konsul bedah

35
TANGGAL 29/04/2019

S Kuning semakin kurang , nyeri perut kanan atas (+)

O Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/i
Pernafasan : 20x/i
Temperatur : 36,8 °C
Kepala
Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik ( +/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: dbn
Leher: TVJ R-2 cm H2O
Thoraks
Inspeksi: Simetris Fusiformis
Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernafasan vesikuler, (-/-) Rhonki, (-/-) Wheezing
Abdomen
Inspeksi: Asimetris
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan epigastrium
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-)

A Obs Jaundice e.c Ca Caput Pankreas


Anemia e.c Penyakit kronis

P - Tirah baring
- Diet hati III
-IVFD Dex 5% 20gtt/i
-Inj Cefotaxine 1g/12 jam/IV
-Inj Ranitidine 50mg/12jam/IV

R Pemeriksaan Darah Rutin post transfusi darah

36
BAB V

DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis Os mengeluhkan kuning yang dialami
berupa perubahan warna pada kulit sekitar tiga hari smrs. Kuning pertama
dan mukosa yang menjadi kuning kali dilihat pada mata kemudian lama-
karena adanya peningkatan kelamaan kuning terlihat pada seluruh
konsentrasi bilirubin dalam plasma, tubuh. Mual dijumpai pada pasien sejak
yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. mengalami badan kuning namun
Ikterus obstruktif merupakan ikterus muntah tidak dijumpai. Pasien
yang disebabkan oleh adanya mengeluhkan penurunan nafsu makan
obstruksi pada sekresi bilirubin pada dan mengalami penurunan berat badan
jalur post hepatik, yang dalam sebanyak 10 kg dalam satu bulan
keadaan normal seharusnya dialirkan terakhir.
ke traktus gastrointestinal.

Manifestasi Klinis Pada os ditemukan:


Gejala umum obs jaundice (+) kuning
 Warna kuning pada sklera mata, (+) warna urine teh pekat
sublingual dan jaringan lain (+)BAB warna hijau
 Warna urine : teh pekat (+) Mual
 Warna feses : dempul (-) muntah
(+) penurunan nafsu makan
Gejala spesifik obs jaundice ec tumour
(+) penurunan berat badan sekitar 10kg
caput pancreas
 Nyeri perut
 Berat badan turun (>10%)
 Mual muntah

Pemeriksaan Fisik KEPALA


Mata : sklera ikterus ( +/+)
ABDOMEN

37
Inspeksi
Bentuk : Simeteris
Gerakan usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
Lain-lain :(-)

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel

HATI

Permukaan : Teraba 3cm


BAC, permukaan licin
Pinggir : Tumpul
Ukuran : Membesar
Nyeri Tekan :(-)

Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap


- Pemeriksaan Laboratorium Rutin Hb : 4,9 g/dL
Eritrosit : 1,74 x 106/mm3
Leukosit: 18,4 x 103/mm3
Trombosit: 525 x 103/mm3
Ht: 15 %

Hitung Jenis:
Eosinofil: 1.8 %
Basofil: 0.3 %
Neutrofil : 78 %
Limfosit: 14 %
Monosit: 5.9 %
Hati
Bilirubin total : 5.3 mg/dL
Bilirubin Direct : 4.4 mg/dL
AST/SGOT : 80 U/L
ALT/SGPT : 44 U/L
Albumin : 2.8 g/dL

38
Ginjal
Blood Urea Nitrogen : 9mg/dL
Uream : 19mg/dL
Kreatinin : 0.61mg/dL
Elektrolit
Natrium : 129 mEq/L
Kalium : 3.2 mEq/L
Klorida : 92 mEq/L
Penanda tumor
AFP : 1.99/ml
CEA : 62.46 ng/ml
CA19-9 : 35.0U/ml

-MSCT Abdomen dengan IV


-Pemeriksaan Radiologi
Contrast
CT ABDOMEN DENGAN IV
Massa kaput pancreas dengan curiga
memberi viasualisasi yang baik untuk
infiltrasi duodenum disertai biliary
hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal
ectasis intra-ekstrahepatik,
dan retroperitoneum; membandingkan
koledokolithiasis hidrops gall bladder,
antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik
ascites minimal dan pleuritis minimal
dengan akurasi 95%. CT dengan kontras
e.c Ca Caput Pankreas dd massa CBD
digunakan untuk menilai malignansi
distal, Hepatomegali
bilier.

-USG
USG
Hati
Identifikasi obstruksi duktus dengan
Permukaan regular, pinggir tajam,
akurasi 95%, memperlihatkan batu
ukuran normal, ascites (-), pembuluh
kandung empedu dan duktus biliaris yang
darah normal.
berdilatasi. Juga dapat memperlihatkan
Limfa
tumor, kista atau abses di pankreas, hepar
Normal
dan struktur yang mengelilinginya.
Kandung Empedu
Ukuran normal, dinding normal
Sludge (+), stone (-)

39
-Pemeriksaan Urin
Warna urin : kemerahan
Glukosa (-)
Bilirubin (-)
Keton (-)
pH : 6.5
Protein : +1
Darah : +1
Eritrosit : 1668.8 uL
Leukosit : 6.7 uL
Epitel : 4.2 uL
Bakteri : 4777.2 uL

-Pemeriksaan Feses
Warna : coklat
Konsistensi : Encer
Darah, Lendir : (-)
Telur Cacing : (-)
Amoeba : (-)
Eritrosit : 0-1/ LPB
Leukosit : 0-1/LPB

40
BAB VI

KESIMPULAN

Perempuan,60 tahun, datang ke RSUP Haji Adam Malik dengan keluhan kuning yang
dialami sekitar tiga hari. Kuning pertama kali dilihat pada mata kemudian lama-kelamaan
kuning terlihat pada seluruh tubuh. Mual dijumpai, penurunan nafsu makan dijumpai,
penurunan berat badan dijumpai. Sklera ikterus dijumpai, permukaan hati teraba 3cm BAC,
pinggir hati tumpul,pembesaran hati dijumpai. BAB warna hijau dan BAK warna teh
pekat.Pada hasil Labratorium terdapat Hb : 11.4 g/dL,Eritrosit : 4,14 x 106/mm3, Leukosit:
12,7 x 103/mm3, Trombosit: 495 x 103/mm3, Ht: 34 % , Albumin: 2.7 g/dL, didiagnosis
dengan Obstruktif Jaundice et causa Ca Caput Pankreas + Anemia ec penyakit kronis.Pasien
tirah baring, diet hati III dan diberikan IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I sebagai tindakan supportif.
Pasien, diberikan inj. Cefotaxine 1g/12jam/IV dan Inj Ranitidine 50mg/12jamIV dan
dilakukan transfusi darah.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo, et al. Buku
ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: Penerbitan FKUI; 2007.p.420-3.
2. Brama Ragil. KARAKTERISTIK DAN EVALUASI KADAR BILIRUBIN DIRECT
PRE-OPERATIF DAN POST-OPERATIF PADA PASIEN IKTERIK OBSTRUKSI
POST-HEPATIK. Jurnal Kedokteran Universitas Jambi. 2013.
3. Snell, Richard S. Anatomi klinik. 6th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC;
2006.p.240-7, 288-91.
4. Eroschenko, Victor P. Dygestive system: liver, gallbladder, and pancreas. In:
Difiore’s atlas of histology with functional correlations. 11 th Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of America: Mc Graw Hill;
2007.p.297-8.

42

Anda mungkin juga menyukai