Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA SIROSIS HEPATIS

Disusun oleh:
Kelompok 1
Fachrian Rizki Nugroho (183112420150154)
Amalia Febriani Citra (183112420150103)
Aulia Dwi Andhira A (183112410150160)
Arentika Labibah C (183112410150148)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis. Dan juga penulis berterima
kasih kepada Bapa Ns. Tommy J. Wowor S. Kep, MM selaku dosen mata kuliah
Keperawatan kritis yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Asuhan Keperawatan
Sirosis Hepatis Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu
yang akan datang

Jakarta, 23 Maret 2021

Tim Penyusun
Kelompok 1

i
Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Sistematik Penulis 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Anatomi Fisiologi 4
2.2 Pengertian 7
2.3 Etiologi 8
2.4 Manifestasi Klinis 9
2.5 Patofisiologi 10
2.6 Pemeriksa Penunjang 11
2.7 Komplikasi 12
2.8 Penatalaksanaan 13
2.9 Diagnosa Keperawatan 15
2.10 Nursing Care Plan dan Rasionalisasinya 15
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 19
3.2 Saran 19
Daftar Pustaka 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang di tandai dengan fibrosism
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vascular, dan regenerasi nodul hepatosit
sehingga sel-sel akan hati kehilangan fungsinya. Sirosis hepatis dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan uasaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis istilah sirosis pertama
kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang
berarti kuning oranye (orange yellow), Karena terjadinya perubahan warna pada
nodul-nodul hati (Sherlock, 2011).
Penyebab sirosis hepatis bermacam-macam antaralain penggunaan alcohol secara
berlebihan dalan waktu yang lama, hepatitis B dan C merupakan resiko terbesar,
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, terlalu sering terpaparnya zat beracun seperti
arseni, kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis), penumpukan lemak
berlebih terdapat di dalam hati (nonalcoholic fatty liver disease), penyakit hati yang
disebabkan olh system kekebalan tubuh (autoimmune hepatitis). Penyebab sirosis
hepatis Sebagian besar adalah infeksi hepatitis B dan C. Sebanyak 30% sirosis hati
disebabkan oleh hepatitis B dan 27% disebabkan pleh hepatitis C. Sekitar 400 juta
orang di dunia telah terinfeksi virus hepatitis B, dan 30% pasien hepatitis B akan
berkembang menjadi penyakit sirosis hepatis, dan jika tampa melakukan Tindakan
medis secara serius sekitar 15% pasien dengan penyakit sirosis hati akan meninggal
dalam jangka lima tahun (WHO, 2002).
Pasien dengan sirosis hati komoensata memiliki harapan hidup 10 tahun sekitar 45
- 50%. Kompensasi jangka Panjang bisa dipertahankan sekitar 40% - 45% dari kasus.
Pasien terkompensasi akan menjadi komplikasi berat sekitar 55% - 60% (Hadi, 2002).
Pada tahun 2004, Sirosis hati merupakan urutan ke 12 dari 15 penyebab kematian
terutama di Amerika Serikat dengan Proportionate Mortality Rate (PMR) 1,1% dan

1
Cause Specific Death Rate (CSDR) 9,2% per 100.000 penduduk (WHO, 2004). Di
Amerika Serikat, kecanduan alcohol adalah penyebab yang paling sering dari sirosis
hati. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab
tersering daris sirosis hati yaitu sebesar 40 – 50 % kasus, diikuti oleh virus hepatitis C
dengan 30 – 40% kasus, sedangkan 10 – 20% sisanya tidak diketahuo penyebabnya
dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Rockey, 2006)

1.2 Tujuan
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk pengetahuan
mengenai sirosis hepatis dan mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada pasien
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui teori tentang sirosis hepatis
2. Agar menambah pengetahuan bagi mahasiwa dan bagi pembacanya

1.3 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah melihat dan mengetahui pembahasan yang ada pada
makalah ini secara menyeluruh, maka perlu dikemukakan sistematika yang
merupakan kerangka dan pedoman penulisan makalah. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Bagian awal memuat halaman sampul depan, kata pengantar, dan
daftar isi.
2. Bagian Utama
Bagian Utama terbagi atas bab dan sub bab yaitu:
A. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan umum dan sistematika
penulisan.
B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab tinjauan teoritis ini meliputi dikemukakan mengenai anatomi
fisiologi, pengertian, etiologi, manifestasi klinik, Patofisiologi/

2
Patoflowdiagram, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan,
diagnosa keperawatan, dan nursing care plan dan rasionalnya.
C. BAB III PENUTUP
Dalam bab ini meliputi kesimpulan dan saran yang telah ditulis dari
makalah ini.

3
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


A. Anatomi Hati

Sumber: Leanerhelp Image Liver II.1


Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, hati menyumbang sekitar 2% dari
keseluruhan berat tubuh atau dengan rata-rata 1,5 kg pada berat rata-rata usia
dewasa. Unit fungsional darar hati adalah lobus hati, yang terbentik silindris
dengan Panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 – 2 milimeter. Pada
kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah
(Sloane, 2004).
Berat hati 1,2 – 1,8 kg, dengan permukaan atas terletah bersentuhan dibawah
diagfragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen.
Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis (Amirudin, 2009)

4
B. Fisiologi Hati
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebnayak 20% serta menggunakan 20% - 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu:
1. Sebagai metabolisme karbohidrat
Fungsi hati menjadi penting, karena hati mampu mengontrol kadar gula
dalam darah. Hati dapat mengubah glukosa dalam darah menjadi
glikogen yang kemudian disimpan dalam hati (Glikogenesis) pada saat
kadar gula dalam darah tinggi, lalu pada saat kadar gula darah menurun,
maka cadangan glikogen dihati atau asam amino dapat diubah menjadi
glukosa dan dilepaskan ke dalam darah (Glukoneogenesis) hingga pada
akhirnya kadar gula darah dipertahankan untuk tetap normal. Hati juga
dapat membantu pemecahan fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa
dan serta glukosa menjadi lemak (Guyton, 2008).

2. Sebagai metabolisme lemak


Hati juga membantu proses Beta oksidasi, dimana hati mampu
menghasilkan asam lemak dari asetil koenzim A. Asetil koenzim A
yang berlebih akan diubah menjadi badan keton (Ketogenesis).
Lipoprotein-lipoprotein akan disintesa saat transport asam-asam lemak
dan kolesterol ke dalam sel, sintesa kolesterol dan fosfolipid juga
menghancurkan kolesterol menjadi garam empedu, serta menyimpan
lemak (Guyton, 2008).
3. Sebagai metaolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengubah gugus amino
dan NH2, asam-asam amino dapat digunakan sebagai energi atau diubah
menjadi karbohidrat dan lemak. Amoniak (NH3) yang telah diubah
menjadi urea akan menjadi substansi beracun dan dikeluarkan melalui
urin (ammonia dihasilkan saat deaminase dan oleh bakteri-bakteri dalam
usus), sintesis dari hampir seluruh protein plasma, seperti alfa dan beta
globulin, albumin, fibrinogen, dan protombin (hati juga membentuk

5
heparin) dan transaminasi transfer kelompok amino dari asam amino ke
substansi (Alfa-keto acid) dan senyawa lain (Guyton, 2008).
4. Sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Faktor ekstrinsik akan bereaksi bila
benda asing menusuk mengenai pembuluh darah. Faktor intrinsik akan
bereaksi bila yang ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi
adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer agar kuat pembekuannya
dan ditambah dengan faktor XIII, Sedangkan Vit K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi
(Wijayakusuma, 2008).
5. Sebagai metabolisme vitamin
Sebagai Vitamin disimpan di dalam hati, khususnya vitamin A, D, E
dan K
6. Sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, proses detoksikasi terjadi proses
oksidasi, reduksi, metilasi, efertifikasi, dan konjugasi terhadap berbagi
macam bahan seperti zat racun dan obat over dosis.
7. Sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen, dan berbagi
bahan melalui proses fagositosis. Selain itu, sel kupfer juga ikut
memproduksi ∂-globuli sebagai imun livers mechanism
8. Sebagai hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal
± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/menit. Darah yang mengalir di
dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran
darah kehati. Aliran darah kehepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock. Hati merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah (Wijayakusuma, 2008).

6
C. Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah pir yang
terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati). Diantara lobus
kanan dan lobus kiri. Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan kapasitas
normal sekitar 35 – 50 ml (Williams, 2013).
Kandung empedu terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.
Fundus mempunyai bentuk bulat dengan ujung yang buntu. Korpus
merupakan bagian terbesar dari kandung empedu yang Sebagian besar
menempel dan tertanam didalam jaringan hati sedangkan kolum adalah
bagian sempit dari kandung empedu. (Williams, 2013; Hunter, 2014).
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1. Membantu pencernaan yang menyerap lemak
2. Berperan dalam pembungan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolestrol.

2.2 Pengertian
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Penyakit ini merupakan penyakit stadium akhir dari penyakit hati kronis.
Gejala dari penyakit ini adala dengan adanya pengerasan hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati, perubahan bentuk hati, serta terjadinya
penekanan pada pembuluh darah sehingga menganggu aliran darah vena porta
yang akhirnya menyebakan hipertensi portal (Sherlock, 2011).

2.3 Etiologi

7
Penyebab Sirosis hhepati adalah Virus hepatitis B dan C, Alkohol, lelainan
metabolic, hemakhomayosis, penyakit Wilsom, defisiensi Alphalantitrosin,
galaktosemia, tyrosinemia, kolestasis, sumbatan saluran vena hepatica, sindroma
Budd-Chiari, payah jantung, gangguan imunitas, toksin dan obat-obatan, operasi
pintas usus pada obesitas, kriptogenik dan malnutrisi (Sherlock, 2011).

Ada 3 tipe Sirosis Hepatis yaitu:


1. Sirosis portal Laennec (Alkoholik Nutrisional)
Meruapakan bentuk modul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-
menerus, terkait dengan penyalah gunaan alcohol
2. Sirosis pasca nekrrosis
Kehilangan massif sel hati, dengan pol regenerasi sel tidak teratur. Faktor
yang menyebabkan sirosis ini pasca-akut hepatitis virus (tipe B dan C)
3. Kelainan metabolic
Berupa hemakhomatosis (kelebihan beban besi), penyakit Wilson (kelebihan
beban tembaga), defisiensi alphal-antitripsin, glikonosis type-IV,
galaktosemia, dan triosinemia

2.4 Manisfestasi Klinis

8
Sumber gambar; Manisfestasi Klinis sirosis hati (Cardenas, 2006).
Manisfestasi Klinis pada sirosis hati disebabkan oleh dua faktor yaitu,
disfungsi hepatoseluller yang progressif dan hipertensi portal. Gejala dan tanda
seperti mudah Lelah, penurunan berat badan, mual, muntah, dan hepatomegaly
adalah akibat dari disfungsi hepatoselular. Disertai pula dengan gejala dan tanda
ekstrahepatik seperti Palmar erythema, spider angioma, pembesaran kelenjar
parotis dan larimalis, ginekomastia, gangguan menstruasi serta gangguan
pendarahan. Pada pasien sirosis dapat mengalami keluhan dan gejala klinis akibat
komplikasi dari sirosis hatinya, pada beberapa paseien kompikasi ini dapat
menjadi gejala pertama yang membawa pasien dating ke dokter. Pasien sirosis
dapat tetap berjalan secara kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah
menjadi dekompensata yang dapat dikenal dari timbulnya bermacam-maca,
kompliasi seperti hipertensi portal yang menyebabkan asites, ensepalopati,
spelonomegali, varises esophagus yang dapat menyebabkan hematemesis dan
melena (Sulaiman, 2007; Khalili, 2012)

2.5 Patofisiologi

9
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati. Sirosis hati
biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut)
dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit.
Perubahan bentuk hati mengubah aliran system vascular dan limfatik serta jalur
duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan statis empedu, endapan
jaundis (Black & Hawks, 2014). Hipertensi vena poerta berkembang pada sirosis
berat. Vena porta menerima darah dari usus dan limpa. Jadi peningkatan didalam
tekanan vena porta menyebabkan:
1) Aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran vena esofagus,
umbilicus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises.
2) Asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotic mengarah pada akumulasi
cairan didalam peritoneum)
3) Bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat meningkatnya
ammonia, selanjutnya mengarah kepada ensefalopati hepatikum.
4) Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau
penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati
hepatikum, infeksi bakteri (gram negative), peritonitis (bakteri), hepatoma
(tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta (Black & Hawks, 2014).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan fungsi hati abnormal:

10
a. Peningkatan alkalin fosfat serum, alanine transaminase (ALT)dan aspartate
transaminase (AST) (akibat dari destruksi jarinanhati)
b. Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakanmetabolism
protein)
c. Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusaka metabolism
bilirubin)
d. Prothrombin time (PT) memanjang (akibat kerusakan sintesisprotombin
dan faktor pembekuan)
2) Biopsi hati dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serumdan pemeriksaan
radiologis tak dapat menyimpulkan
3) Computerized tomography scanner (scan CT), atau magnetic resonance imaging
(MRI) dilakukan untuk mengkaji ukuran hati, derajat obstruksi dan aliran darah
hepatic
4) Elektrolit serum menunjukan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respon terhadap kekuranan
volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asietes)
5) Thermo luminescene dosemeter (TLD) menunjukan penurunan sel darah merah
(SDM), hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan sel darah putih (SDP) (hasil dari
depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan metabolisme
nutrien).
6) Urinalisis menunjukan bilirubinuria
7) Serum glutamic oxaloacetic (SGOT), serum glutamic pyruvic transaminase
(SGPT), laktat dehidrogenase (LDH) meningkat
8) Endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP) obstruksi duktus
koledukus
9) Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi
10) Biopsi hati& ultrasonograf
(Nurarif & Kusuma, 2015).

2.7 Komplikasi

11
Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterail spontan, pendarahan varises esophagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan kanker hati.
1) Hipertensi Portal
Adalah peningkatan hepatik venous pressure gradient (HVPG) lebih 5 mmHg.
Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis yang sering terjadi. Bila
gradient tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal dan vena cava
inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi.
2) Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adalah hipertensi portal,
disamping adanya hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan
disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dlam peritoniun.
3) Varises Gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling penting.
Pecahnya varises esophagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang
berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hepatis dan
berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hepatis.
4) Peritonisis Bakterial Spontan
Peritonisis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan sering
terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa
adanya fokus infeksi intraabdominal.
5) Ensefalopati Hepatikum
Sekitar 28% penderita sirtosis hepatis dapat mengalami komplikasi ensefalopi
hepatikum (EH). Mekanisme terjadinya ensefalopati hepatikum adalah akibat
hiperamonia , terjadi penutunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic
portalsystemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamik.
6) Sindrom Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang ditemukan
pada sirosis hepatis lanjut. Sindrom ini sering dijumpai pada penderita sirosis
hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal tipe 1 ditandai dengan
gangguan progresi fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara

12
berrmakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi
glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik
prognosisnya daripada tipe 1 (Nurdjanah, dikutip oleh Siti, 2014).

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:
a) Mencegah dan memantau perdarahan Pantau klien untuk perdarahan gusu,
purpura, melena, hematuria, dan hematemesis. Periksa tanda vital sebagai
pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk menceah perdarahan, lindungi klien
dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika
benarbenar diperlukan, menggunakan jarum sintik yang kecil. Instruksikan
klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat dan mengejan saat
BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah mengejan dan
pecahnya varises.
b) Meningkatkan status nutrisi Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk
membangun kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga
BB dan menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien
diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit
K untuk memperbaiki faktor bekuan.
c) Meningkatkan pola pernapasan efektif Edema dalam bentuk asites,
disamping menekan hati dan memengaruhi fungsinya, mungki juga
menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam
bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri.
Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan
oleh perawat.
d) Menjaga keseimbangan volume cairan Dengan adanya asites dan edema
pembatasan asupan cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan
dan keluaran, juga mengukur lingkar perut.
e) Menjaga integritas kulit Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk
berkembang kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi

13
hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan
lotion.
f) Mencegah Infeksi Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet
tepat, memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.

2.9 Diagnosa Keperawatan


1. Hypervolemia b.d kelebihan asupan cairan
2. Pola nafas tidak efektif b.d. terkumpulnya cairan dalam intra abdoment (asites)

14
3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolic

2.10 Intervensi
Daignosa No SLKI SIKI
Diagnosa
Hypervolemia b.d D.0022 Luaran keperawatan : Intervensi keperawatan :
kelebihan asupan Luaran utama : Manajemen
cairan Keseimbangan cairan hypervolemia ( I.03114)
Ekspektasi : meningkat Observasi
Kriteria hasil : - Periksa tanda dan
- Asupan cairan gejala hypervolemia
menurun (ortopnea, dyspnea,
- Saluaran urin edema, JVP/CVP
meningkat meningkat, reflex
- Edem menurun hepatojugular
- Asites menurun meningkat, suara nafas
tambahan)
- Identifikasi penyebab
hypervolemia
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor tanda
hemokonsentrasi

Terapeutik
- Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
- Batasi asupan cairan
dan garam
- Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
15
derajat

Edukasi
- Ajarkan cara
mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran
cairan
- Ajarkan cara
membatasi cairan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretic
- Kolaborasi
penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic

Pola nafas tidak efektif D.0005 Luaran keperawatan : Intervensi


b.d. terkumpulnya Luaran utama : Keperawatan :
cairan dalam intra Pola Nafas Intervensi
abdoment ( asites ) Ekspektasi : Membaik Observasi :
Kriteria hasil : - monitor jalan napas
- Pola nafas membaik (frekuensi, kedalaman,
- Asites menurun usaha napas)
- Tingkat nyeri menurun - monitor bunyi napas
- Keletihan menurun tambahan
Terpeutik :
- posisikan semifowler
atau fowler
- berikan minum hangat
- lakukan fisioterapi
dada jika perlu
16
Edukasi :
- Anjurkan teknik batuk
efektif
Resiko gangguan D.0139 Luaran keperawatan : Intervensi
integritas kulit Luaran utama : Keperawatan :
berhubungan dengan Integeritas Kulit dan Jaringan Observasi :
perubahan status Ekspektasi : Meningkat - identifikasi penyebab
metabolic Kriteria hasil : gangguan integritas
- Integritas kulit dapat kulit
dipertahankan Terapeutik :
- Ubah posisi klien
dengan jadwal yang
teratur saat di tempat
tidur.
- Bantu untuk latihan
ROM aktif/pasif.
- Tinggikan ekstremitas
bawah
- Jaga linen dari
kelembaban
- Gunakan matras sesuai
indikasi

17
BAB III
PENUTUP

2.11 Kesimpulan
Menurut Sherlock pada tahun 2011 mengatakan bahwa sirosis hepatis merupakan
penyakit kronis hati yang di tandai dengan fibrosism disorganisasi dari lobus dan
arsitektur vascular, dan regenerasi nodul hepatosit sehingga sel-sel akan hati
kehilangan fungsinya. Penyebab sirosis hepatis faktor utama yaitu terpaparnya
virus B dan C dan juga penggunaan alcohol secara berlebihan. Asuhan
keperawatan prioritas pada pasien dengan pengidap sirosis hepatis yaitu
Hypervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan

2.12 Saran
Diharapkan penulis dan pembaca mampu memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh pada pasien dengan sirosis hepatis. Pasien sirosis hepatis perlu
melakukan pengkajian secara komperehensif mulai anamnesa dan pemeriksaan
fisik.

18
Daftar Pustaka

Baradero Mary, Marry Wilfrid Dayrif, Yakobus Siswandi. (2005). Klien


Gangguan Hati, Jakarta: EGC.

Misnaldiary. (2015). Mengenal, Menanggulangi, Mencegah, Mengobati Penyakit


Hati (Leaver), Jakarta: IN Media.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medical Bedah 2.


(Ed 8), Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai