Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN

LAPTOSPIROSIS

Di

Susun Oleh :
1. Miriam Selviana Mariang
2. Ayinia Nurayini Renel
3. Elda Magablo

ii
YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA ( YPMP )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
PAPUA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2022

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan hikmat-Nya sehingga


Kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Laptospirosis”.
Terima kasih Kami ucapkan kepada Bapak Dosen yang telah membantu Kami
baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga Kami ucapkan kepada teman-
teman seperjuangan yang telah mendukung Kami sehingga Kami bisa menyelesaikan
tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang Kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Sorong,10 Nov 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB I KONSEP PENYAKIT 1


1.1 Anatomi Fisiologi 1
1.2 Definisi 3
1.3 Epidemiologi 3
1.4 Etiologi 5
1.5 Patofisiologi 5
1.6 Manifestasi klinik 7
1.7 Pemeriksaan penunjang 8
1.8 Penatalaksanaan Medis 8
1.9 Pathway 10

BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 13


2.1 Pengkajian 13
2.2 Diagnosa 14
2.3 Intervensi Keperawatan 16

BAB IV PENUTUP 28
4.1 Kesimpulan 28
4.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

v
vi
BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Review Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Darah

Sistem hematologi terdiri dari darah dan tempat darah diproduksi,


yaitu sumsum tulang dan nodus limpa. Terdapat 2 komponen darah
diantaranya :

1
1. Plasma darah, bagian darah yang terdiri dari air, elektrolit, dan protein
darah
2. Butir-butir darah, yang terdiri dari
a. Eritrosit : sel darah merah
b. Leukosit : sel darah putih
c. Trombosit
Sel darah merah atau eritrosit memiliki bentuk seperti cakram, tidak
memiliki inti, dengan ukuran 0,007 mm, dan terdapat sekitar 4,5-5 juta/mm 3.
Dalam eritrosit, terdapat kandungan hemoglobin yang berperan dalam
pengikatan oksigen (O2), membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan
membawa karbon dioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru yang akan keluar
melalui pernapasan. Jumlah hemoglobin dalam darah sekitar 15 gram, dimana
1 gram dapat mengikat 1,39 ml oksigen (Syaifuddin, 2011).

Sel eritrosit terebentuk di sumsum tulang belakang. Pembentukan


eritrosit memerlukan zat besi, vitamin B12, asam folat dan rantai goblin dari
hemositoblas. Hemositoblas akan membentuk eritroblas basophil dan terjadi
sintesis hemoglobin yang kemudian menjadi eritroblas polikromatofilik yang
terkandung campuran zat basofilik dan hemogloblin merah. Sel retikulosit
akan masuk ke kapiler darah. Sisa retikulum endoplasma akan menghasilkan
hemoglobin selama 1-2 hari. Retikulum yang telah diabsorpsi akan
menghasilkan eritrosit matang (Syaifuddin, 2011).

Sel darah putih atau leukosit memiliki bentuk bening, tidak berwarna,
ukurannya lebih besar dibandingkan eritrosit, inti selnya bermacam-macam,
dan terdapat 6000-9000/mm3. Sel darah putih memiliki peran dalam
menghancurkan antigen (kuman, virus, dan toksin). Fagositosis akan
dilakukan oleh leukosit dan sistem makrofag jaringan atau sel retikuloendotel
dari hepar, limpa, sumsum tulang, alveoli paru, mikroglia otak dan kelenjar
getah bening pada kuman dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Kuman atau

2
virus yang telah masuk akan dihancurkan oleh enzim pencerna sel
(Syaifuddin, 2011).

Trombosit atau pembeku darah memiliki ciri-ciri bentuk dan ukuran


yang bermacam (ada yang bulat da nada yang lonjong) dan berwarna putih.
Trombosit terbentuk di sumsum tulang, paru, limpa dan memiliki ukuran
sekitar 2-4 mikron. Umur trombosit sekitar 10 hari. Setiap orang dewasa
memiliki jumlah normal trombosit yaitu 200.000-300.000 keping/mm3.
Trombosit memiliki memiliki fungsi dalam membantu proses pembekuan
darah dan hemostasis (menghentikan aliran darah). Trombosit memiliki 2 zat
yaitu prostaglandin dan tromboksan, dimana apabila terjadi kerusakan dinding
pembuluh darah, maka kedua zat tersebut dikeluarkan (Syaifuddin, 2011).

1.2 Definisi

Leptospirosis merupakan penyakit zoonis yang ditularkan melalui air,


lumpur, tanaman yang tercemar air seni rodent (tikus) dan hewan lain yang
telah terinfeksi oleh Leptospires (Kemenkes RI, 2017). Leptospirosis dikenal
sebagai “demam tikus urin” pada negara-negara tertentu. Penularan dapat
terjadi apabila manusia menyentuh hewan pengerat atau berada di lingkungan
yang mengandung Leptospires. Kontak kulit pada air dan tanah, mengonsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi air seni hewan yang terinfeksi menjadi
penyebab manusia dapat tertular dan mengidap penyakit Leptospirosis. Tikus
dan hewan pengerat lainnya merupakan inang utama bagi Leptospires, namun
mamalia seperti anjing, sapi, domba, dan babi juga dapat menjadi perantara
penyebaran penyakit Leptospirosis sebagai inang sekunder (Sunil dkk, 2016).

Penyebaran penyakit dapat diakibatkan oleh adanya air banjir yang


menggenang di wilayah tertentu dan terdapat urine tikus. Adapun faktor yang
dapat menimbulkan terjadinya penyakit Leptospirosis di masyarakat
diantaranya lingkungan yang kumuh, fasilitas pembuangan sampah yang

3
kurang memadai, lahan bergambut, dan habitat tikus yang tersebar luas di
wilayah pemukiman (Sunil dkk, 2016).

1.3 Epidemiologi

Tahun 2007 kasus leptospirosis mengalami kenaikan sejumah 667


kasus dan mencapai 8% kematian pada manusia. Sedangkan tahun 2010,
mengalami penurunan sejumlah 410 kasus dengan jumlah 46 kasus kematian
(CFR 11,2%). Persebaran terjadinya kasus leptospirosis terdapat di 8 provinsi
diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 2. Distribusi Leptospirosis di Indonesia

Kasus leptospirosis di Indonesia terus mengalami peningkatan di tahun


2009 hingga tahun 2011, tahun 2011 terjadi 857 kasus dan 82 kasus kematian
(CFR 9,56%). Tahun 2012 terjadi penurunan hingga 222 kasus dan 28 kasus
kematian, namun angka kematian mengalami peningkatan CFR 12,6%
(Kemenkes RI, 2017).

4
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, kejadian
penularan leptospirosis di Indonesia tahun 2009 hingga 2013 mengalami
peningkatan. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi salah satu provinsi
dengan penyakit leptospirosis terbanyak pada tahun 2011 di Indonesia
(Rakebsa dkk, 2018). Selain itu, tahun 2013 di Kabupaten Sampang Madura
terdapat 640 kasus leptospirosis dan 60 kasus kematian (CFR 9,37%) hingga
menimbulkan kejadian luar biasa (Kemenkes RI, 2017).

Kasus leptospirosis pernah menjadi kejadian luar biasa (KLB) di tahun


2010 hingga 2011 tepatnya di Kabupaten Bantul dan terus meningkat di tahun
2014 sejumlah 76 kasus. Namun, case fatality rate (CFR) tertinggi terjadi di
kota Yogyakarta, sejumlah 23 kasus dan 1 meninggal di tahun 2014.
Kemudian, di tahun 2015, meningkat hingga 39 kasus dan 9 meninggal
(Rakebsa dkk, 2018).

1.4 Etiologi

Gambar 3. Leptospira interrogans

Leptospirosis merupakan penyakit zoonis yang disebabkan oleh


spirochetes dengan genus Leptospira. Leptospirosis dikenal sebagai penyakit
menular. Penyakit ini dapat menimbulkan gejala yaitu demam, malaise,
mialgia, meningisme, konjungtivitis, anoreksia, sakit perut, mual, dan muntah.
5
Leptospirosis yang paling serius disebut sindrom Weil, yang berakibat pada
kegagalan fungsi hati dan ginjal serta perdarahan paru masif. Apabila tidak
mendapatkan penanganan pengobatan yang cepat, maka berakibat pada
kematian (Sunil dkk, 2016).

1.5 Patofisiologi

Bakteri Leptospira akan masuk ke dalam tubuh manusia kemudian


masuk ke sistem peredaran darah, dan akan menyebar ke seluruh organ tubuh
serta berkembang di bagian organ hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput
otak. Apabila imunitas tubuh baik, maka bakteri Leptospira di dalam tubuh
akan menurun. Sistem kekebalan tubuh akan memusnahkan bakteri
Leptospira 1 atau 2 hari setelah terjadinya infeksi. Sebaliknya bila imunitas
tubuh dalam kondisi buruk, maka bakteri Leptospira tetap akan berkembang
di bagian organ hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput otak yang
menyebabkan nefritis (Rusmini, 2011).

Endotoksin dan hemolisin dihasilkan oleh bakteri Leptospira yang


dapat mengakibatkan dinding kapiler pembuluh darah rusak dan
menyebabkan perdarahan atau kebocoran hingga kematian. Bakteri
Leptospira yang virulen akan bermultiplikasi di dalam darah, jaringan, dan
cairan serebrospinal di hari ke-4 hingga hari ke-10 sejak terjadinya infeksi.
Kerusakan dinding pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya vaskulitis
dan ekstravasasi sel. Fosfolipase atau proses hemolisis pada bakteri
Leptospira dapat menimbulkan terjadinya pemecahan sel eritrosit dan
membran sel lain yang terkandung fosfolipid (Rusmini, 2011).

Bakteri Leptospira akan menyerang bagian ginjal dan hati. Kasus


leptospirosis yang berat akan menimbulkan vaskulitis dan sirkulasi mikro
akan terhambat serta terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang

6
menimbulkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia berakibat pada
kekurangan cairan (dehidrasi) dan perubahan permeabilitas kapiler yang
menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal. Selain itu, akan ditandai adanya
ikterik dikarenakan rusaknya sel-sel hati, bilirubin yang terlepas dari jaringan
yang telah hemolisis intravascular, kolestatis intrahepatik dan sekresi bilirubin
mengalami penurunan. Conjungtival suffusion terutama perikorneal
disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah. Adapun komplikasi yang dapat
terjadi diantaranya uveitis, iritis, iridoksiklitis yang diikuti dengan kekeruhan
vitreus dan lenticular. Bakteri Leptospira yang menyerang aqueous humor
dapat mengakibatkan uveitis kronik yang berulang (Rusmini, 2011).

1.6 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi leptospirosis sekitar 2-26 hari. Leptospirosis memiliki 2


fase penyakit diantaranya :

1. Fase leptospiremia, yaitu kuman leptospira dapat ditemukan dalam darah.


Tanda dan gejala yang muncul seperti nyeri kepala daerah frontal, nyeri
otot betis, paha, pinggang saat ditekan. Tanda dan gejala tersebut disertai
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi, menggigil, mual, diare, dan
kesadaran yang menurun. Apabila sakit berat, terjadi bradikardi dan
ikterus. Sebagian besar penderita mengalami gejala fotofobia, rash,
urtikaria kulit, splenomegali hepatomegali dan limfadenopati di hari ke 4-
7. Penanganan yang optimal akan perlahan-lahan memulihkan kondisi
penderita. Proliferasi organisme dalam darah akan berhenti seiring
dengan menurunnya tanda dan gejala penyakit. Pemulihan fungsi organ
setelah perawatan yaitu 3-6 minggu. Sakit yang lebih parah menandakan
7
penurunan demam setelah hari ke-7, lalu penderita tidak mengalami
demam selama 1-3 hari dan demam akan kambuh kembali. Keadaan ini
disebut fase kedua atau fase imun (Rampengan, 2016).

2. Fase imun, terjadi selama 4-30 hari dengan tanda dan gejala
meningkatnya titer antibody, demam 40℃, menggigil, dan lemah. Nyeri
di leher, perut, dan otot kaki. Dapat ditemukan purpura, petekie,
epistaksis dan perdarahan di gusi. Kemudian, muncul tanda
patognomonik berupa Conjuntival injection dan conjungtival suffusion.
Apabila penyakit ini semakin parah, maka dapat menimbulkan
meningitis, gangguan hati dan ginjal. Fase imun juga akan menimbulkan
leptospiuria selama 1 minggu hingga 1 bulan (Rampengan, 2016).

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Media Fletcher’s atau EMJH. Pemeriksaan leptospirosis dengan


mengumpulkan sampel klinis berupa darah dan cairan serebrospinal di
waktu minggu pertama masa sakit serta urin, sesudah minggu pertama
hingga hari ke-40. Pemeriksaan ini menggunakan media Fletcher’s atau
EMJH yang dikombinasikan dengan neomisin atau 5-fluorouracil dengan
cara menanam spesimen yang telah ada. Pertumbuhan leptospirosis akan
berlangsung selama beberapa hari hingga 4 minggu lamanya.
Leptospirosis dapat dilihat melalui mikroskop lapangan gelap atau
menggunakan mikroskop fluoresen (fluorerescent antibody stain)
(Rampengan, 2016).

2. Uji imunoserologik. Uji imunoserologik yang dapat digunakan yaitu


Microscopic Agglutination Test, Enzyme-linked immunosorbent assay

8
(ELISA), polymerase chain reaction (PCR) dan dipstick assays, serta
Antigen spesifik leptospira, yaitu lipoprotein rLipl32 yang dapat menjadi
gold standard diagnosis (Rampengan, 2016).

1.8 Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Tanda dan gejala leptospirosis yang parah dapat diberikan jenis


penicillin IV dengan dosis tinggi yaitu benzylpenicillin IV 30 mg/kg,
maksimal pemberian 1,2 g tiap 6 jam selama 5-7 hari. Apabila tanda
dan gejala leptospirosis masih ringan, maka diberikan antibiotik oral
seperti amoksisilin, ampisilin, doksisiklin dengan dosis 2 mg/kg,
maksimal diberikan sebanyak 100 mg tiap 12 jam selama 5-7 hari.
Kemudian dapat juga menggunakan eritromisin, sefalosporin generasi
ketiga (seperti ceftriaxone, cefotaxime, dan kuinolon). Selain itu, dapat
dilakukan terapi dialysis atau peritoneal dialysis (hemodialisis) apabila
pasien terindikasi adanya gangguan ginjal. Pemberian doksisiklin 200
mg/minggu dapat menjadi tindakan pencegahan infeksi kuman
leptospira (Rampengan, 2016).

b. Non Farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi dapat menggunakan terapi


dalam penyembuhan leptospirosis yaitu dengan terapi suportif. Terapi
ini akan memberikan perawatan yang suportif dan pengawasan ketat
terhadap pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit agar tetap
seimbang. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak
terinfeksi kuman leptospira yaitu melakukan kontrol lingkungan
rumah dan menggunakan alat pelindung diri (Rampengan, 2016).

9
10
1.9 Pathway

Bakteri leptospira

Urine
binatang

Masuk lewat kulit


yang lecet, selaput
lendir

Aliran darah

Bakteri Peningkatan
bermultiplikas suhu tubuh
i
LEPTOSPIROSIS

11
Hepar Otot
Pembuluh Ginjal
rangka

Pembuluh darah Tubulus renal Infiltrasi limfosit Menginvasi


kecil rusak otot skeletal

Hepatomegali
Bakteri mengendap Poliferase
sel Kupfer
Terjadi vasculitis Terbentuknya antigen
leptospira di otot
Nefritis interstitial Mendesak lambung
Kerusakan endotel dan nekrosis tubular
pembuluh darah Nekrosis
kecil sentilobuler
Permeabelitas Perubahan local
kapiler Mual, muntah
nekrotis, vakuolisasi
myofibril, kehilangan
Resiko
Gangguan striata
ketidakseim
pemecahan bilirubin
bangan
Nafsu makan
volume
menurun
cairan
Nyeri
Bilirubin dalam akut
Ginjal tidak Protein plasma darah meningkat
mampu keluar BB turun
mengkompensasi

12
Ikterus
Tekanan osmotik Nutrisi
menurun kurang dari
gagal ginjal kebutuhan
Gelisah, takut,
bingung, sering Defisiensi
edema
bertanya pengetahuan
kepada petugas

13
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas klien
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan
tingkat kejadiannya sama
2. Keluhan utama
Demam yang mendadak. Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala,
mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan
gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada,
hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini
berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat Keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik,
DBD, penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko
tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani,
dokter hewan.
4. Pemeriksaan dan observasi
a. Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun.
Kaji klien pada :
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyarafan

14
Penurunan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah, fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia, perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria
yang teresebar pada badan. Pretibial.
b. Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN , ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dari perjalanan


penyakitnya ditandai dengan suhu tubuh klien lebih dari 38 0 C.

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit (kerusakan jaringan


syaraf, infiltrasi sistem suplai saraf, saraf, inflamasi), ditandai dengan

15
klien mengatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan
perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi,


misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya,
menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam
mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan hilangnya rasa
kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai
20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan

5. Defisien volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal


(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja


penyakitnya defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

16
2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan (perencanaan) merupakan kegiatan keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan
pada pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi agar tujuan tercapai.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1. Domain 11. NOC NIC 1. Dengan hubungan yang
Keamanan atau Tujuan : 1. Bina hubungan baik dengan baik dapat meningkatkan
perlindungan. Kelas Setelah dilakukan tindakan klien dan keluarga kerjasama dengan klien
6 Termoregulasi keperawatan selama 2 x 24 2. Berikan kompres dingin dan sehingga pengobatan dan
(00007) jam diharapkan hipertermi ajarkan cara untuk memakai perawatan mudah
klien dapat teratasi es atau handuk pada tubu, dilaksanakan.
Hipertermi khususnya pada aksila atau 2. Pemberian kompres dingin
berhubungan dengan Kriteria Hasil : lipatan paha. merangsang penurunan
proses infeksi dari 1. Peningkatan suhu 3. Peningkatan kalori dan beri suhu tubuh.
perjalanan kulit dipertahankan banyak minuman (cairan) 3. Air merupakan pangatur
penyakitnya ditandai pada skala 2 (cukup 4. Anjurkan memakai baju suhu tubuh. Setiap ada
dengan suhu tubuh berat) ditingkatkan ke tipis yang menyerap kenaikan suhu melebihi
klien lebih dari 38 0
skala 4 (ringan) keringat. normal, kebutuhan

17
C 2. Sakit kepala 5. Observasi tanda-tanda vital metabolisme air juga
dipertahankan pada terutama suhu dan denyut meningkat dari kebutuhan
skala 2 (cukup berat) nadi setiap ada kenaikan suhu
ditingkatkan ke skala 6. Kolaborasi dengan tim tubuh.
4 (ringan) medis dalam pemberian 4. Baju yang tipis akan
3. Dehidrasi obat-obatan terutama anti mudah untuk menyerap
dipertahankan pada piretik., antibiotika keringat yang keluar.
skala 2 (cukup berat) (Pinicillin G ) 5. Observasi tanda-tanda vital
ditingkatkan ke skala merupakan deteksi dini
4 (ringan) untuk mengetahui
komplikasi yang terjadi
sehingga cepat mengambil
tindakan
6. Pemberian obat-obatan
terutama antibiotik akan
membunuh kuman
Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses
penyembuhan sedangkan
antipiretik untuk
18
menurunkan suhu tubuh.
Antibotika spektrrum luas.
2. Domain 12 NOC NIC a. Memberikan informasi
Kenyamanan. Kelas Tujuan : a. Tentukan riwayat nyeri, yang diperlukan untuk
1 Kenyamanan Setelah dilakukan tindakan lokasi, durasi dan intensitas merencanakan asuhan.
Fisik (00132) keperawatan selama 2 x 24 b. Evaluasi therapi: b. Untuk mengetahui terapi
jam diharapkan nyeri klien pembedahan, radiasi, yang dilakukan sesuai atau
Nyeri akut dapat teratasi khemotherapi, biotherapi, tidak, atau malah
berhubungan dengan ajarkan klien dan keluarga menyebabkan komplikasi.
proses penyakit Kriteria Hasil : tentang cara c. Untuk meningkatkan
(kerusakan jaringan 1. Menggunakan menghadapinya kenyamanan dengan
syaraf, infiltrasi tindakan c. Berikan pengalihan seperti mengalihkan perhatian
sistem suplai saraf, pengurangan reposisi dan aktivitas klien dari rasa nyeri.
saraf, inflamasi), (nyeri) tanpa menyenangkan seperti d. Meningkatkan kontrol diri
ditandai dengan klien analgesik mendengarkan musik atau atas efek samping dengan
mengatakan nyeri, dipertahankan pada nonton TV (distraksi) menurunkan stress dan
klien sulit tidur, tidak skala 3 (kadang- d. Menganjurkan tehnik ansietas.
mampu memusatkan kadang penanganan stress (tehnik e. Untuk mengetahui
perhatian, ekspresi menunjukkan) relaksasi, visualisasi, efektifitas penanganan
nyeri, kelemahan ditingkatkan ke bimbingan), gembira, dan nyeri, tingkat nyeri dan
19
skala 4 (sering berikan sentuhan sampai sejauhmana klien
menunjukkan) therapeutik. mampu menahannya serta
2. Nyeri yang e. Evaluasi nyeri, berikan untuk mengetahui
dilaporkan pengobatan bila perlu. kebutuhan klien akan obat-
dipertahankan pada f. Diskusikan penanganan obatan anti nyeri.
skala 3 (sedang) nyeri dengan dokter dan f. Agar terapi yang diberikan
ditingkatkan ke juga dengan klien tepat sasaran.
skala 4 (ringan) g. Berikan analgetik sesuai g. Untuk mengatasi nyeri
3. Menggosok area indikasi seperti morfin,
yang terkena methadone, narkotik
dampak
dipertahankan pada
skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
3. Domain 5 Persepsi NOC NIC a. Menghindari adanya
atau kognisi. Kelas Tujuan : a. Review pengertian klien duplikasi dan pengulangan
4 Kognisi (00126) Setelah dilakukan tindakan dan keluarga tentang terhadap pengetahuan
keperawatan selama 1 x 24 diagnosa, pengobatan dan klien.
jam diharapkan b. Memungkinkan dilakukan
20
Defisien pengetahuan klien dapat akibatnya. pembenaran terhadap
pengetahuan teratasi b. Tentukan persepsi klien kesalahan persepsi dan
berhubungan dengan tentang kanker dan konsepsi serta kesalahan
kurangnya informasi, Kriteria Hasil : pengobatannya, ceritakan pengertian.
misinterpretasi, 1. Proses perjalanan pada klien tentang c. Membantu klien dalam
keterbatasan kognitif penyakit biasanya pengalaman klien lain yang memahami proses penyakit.
ditandai dengan dipertahankan pada menderita kanker. d. Membantu klien dan
sering bertanya, skala 3 (pengetahuan c. Beri informasi yang akurat keluarga dalam membuat
menyatakan sedang) ditingkatkan dan faktual. Jawab keputusan pengobatan.
masalahnya, ke skala 4 pertanyaan secara spesifik, e. Mengetahui sampai
pernyataan (pengetahuan banyak) hindarkan informasi yang sejauhmana pemahaman
miskonsepsi, tidak 2. Tanda dan gejala tidak diperlukan. klien dan keluarga
akurat dalam penyakit d. Berikan bimbingan kepada mengenai penyakit klien.
mengikiuti intruksi dipertahankan pada klien/keluarga sebelum f. Meningkatkan pengetahuan
atau pencegahan skala 3 (pengetahuan mengikuti prosedur klien dan keluarga
komplikasi sedang) ditingkatkan pengobatan, therapy yang mengenai nutrisi yang
ke skala 4 lama, komplikasi. Jujurlah adekuat.
(pengetahuan banyak) pada klien. g. Mengkaji perkembangan
3. Praktik gizi yang e. Anjurkan klien untuk proses-proses
sehat dipertahankan memberikan umpan balik penyembuhan dan tanda-
21
pada skala 3 verbal dan mengkoreksi tanda infeksi serta masalah
(pengetahuan sedang) miskonsepsi tentang dengan kesehatan mulut
ditingkatkan ke skala penyakitnya. yang dapat mempengaruhi
4 (pengetahuan f. Review klien atau keluarga intake makanan dan
banyak) tentang pentingnya status minuman.
4. Perilaku yang nutrisi yang optimal. h. Meningkatkan integritas
meningkatkan g. Anjurkan klien untuk kulit dan kepala
kesehatan mengkaji membran mukosa
dipertahankan pada mulutnya secara rutin,
skala 3 (pengetahuan perhatikan adanya eritema,
sedang) ditingkatkan ulcerasi.
ke skala 4 h. Anjurkan klien memelihara
(pengetahuan banyak) kebersihan kulit dan rambut

4. Domain 2 Nutrisi. NOC NIC a. Memberikan informasi


Kelas 1 Makan Tujuan : a. Monitor intake makanan tentang status gizi klien.
(00002) Setelah dilakukan tindakan setiap hari, apakah klien b. Memberikan informasi
keperawatan selama 3 x 24 makan sesuai dengan tentang penambahan dan
Ketidakseimbangan jam diharapkan nutrisi kebutuhannya. penurunan berat badan
nutrisi kurang dari b. Timbang dan ukur berat
22
kebutuhan tubuh klien dapat teratasi badan, ukuran triceps serta klien.
berhubungan dengan amati penurunan berat c. Menunjukkan keadaan gizi
intake kurang Kriteria Hasil : badan. klien sangat buruk.
ditandai dengan klien 1. Asupan makanan c. Kaji pucat, penyembuhan d. Kalori merupakan sumber
mengatakan dipertahankan pada luka yang lambat dan energi.
hilangnya rasa kecap, skala 3 (cukup pembesaran kelenjar e. Mencegah mual muntah,
kehilangan selera, menyimpang dari parotis. distensi berlebihan,
nausea dan vomitng, rentang normal) d. Anjurkan klien untuk dispepsia yang
berat badan turun ditingkatkan ke skala mengkonsumsi makanan menyebabkan penurunan
sampai 20% atau 4 (sedikit tinggi kalori dengan intake nafsu makan serta
lebih dibawah ideal, menyimpang dari cairan yang adekuat. mengurangi stimulus
penurunan massa rentang normal) Anjurkan pula makanan berbahaya yang dapat
otot dan lemak 2. Rasio berat badan kecil untuk klien. meningkatkan ansietas.
subkutan atau tinggi badan e. Kontrol faktor lingkungan f. Agar klien merasa seperti
dipertahankan pada seperti bau busuk atau berada dirumah sendiri.
skala 3 (cukup bising. Hindarkan makanan g. Untuk menimbulkan
menyimpang dari yang terlalu manis, perasaan ingin
rentang normal) berlemak dan pedas. makan/membangkitkan
ditingkatkan ke skala f. Ciptakan suasana makan selera makan.
4 (sedikit yang menyenangkan h. Agar dapat diatasi secara
23
menyimpang dari misalnya makan bersama bersama-sama (dengan ahli
rentang normal) teman atau keluarga. gizi, perawat dan klien).
3. Asupan makanan g. Anjurkan tehnik relaksasi, i. Untuk
secara tube feeding visualisasi, latihan moderate mengetahui/menegakkan
dipertahankan pada sebelum makan. terjadinya gangguan nutrisi
skala 3 (cukup h. Anjurkan komunikasi sebagi akibat perjalanan
adekuat) ditingkatkan terbuka tentang problem penyakit, pengobatan dan
ke skala 4 (sebagian anoreksia yang dialami perawatan terhadap klien.
besar adekuat) klien. j. Membantu menghilangkan
4. Kehilangan nafsu i. Amati studi laboraturium gejala penyakit, efek
makan dipertahankan seperti total limposit, serum samping dan meningkatkan
pada skala 3 (sedang) transferin dan albumin status kesehatan klien.
ditingkatkan ke skala j. Berikan pengobatan sesuai k. Mempermudah intake
4 (ringan) indikasi Phenotiazine, makanan dan minuman
antidopaminergic, dengan hasil yang
corticosteroids, vitamins maksimal dan tepat sesuai
khususnya A,D,E dan B6, kebutuhan
antacid
k. Pasang pipa nasogastrik
untuk memberikan makanan
24
secara enteral, imbangi
dengan infus
5. Domain 2 Nutrisi NOC NIC a. Pemasukan oral yang tidak
Kelas 5 Hidrasi Tujuan : a. Monitor intake dan output adekuat dapat
(00027) Setelah dilakukan tindakan termasuk keluaran yang menyebabkan hipovolemia.
keperawatan selama 3 x 24 tidak normal seperti b. Dengan memonitor berat
Defisien volume jam diharapkan volume emesis, diare, drainase luka. badan dapat diketahui bila
cairan berhubungan cairan klien dapat teratasi Hitung keseimbangan ada ketidakseimbangan
dengan output yang selama 24 jam. cairan.
tidak normal Kriteria Hasil : b. Timbang berat badan jika c. Tanda-tanda hipovolemia
(vomiting, diare), 1. Keseimbangan intake diperlukan. segera diketahui dengan
hipermetabolik, dan output dalam 24 c. Monitor vital signs. adanya takikardi, hipotensi
kurangnya intake jam dipertahankan Evaluasi pulse peripheral, dan suhu tubuh yang
pada skala 3 (cukup capilarry refil. meningkat berhubungan
terganggu) d. Kaji turgor kulit dan dengan dehidrasi.
ditingkatkan ke skala keadaan membran mukosa. d. Dengan mengetahui tanda-
4 (sedikit terganggu) Catat keadaan kehausan tanda dehidrasi dapat
2. Berat badan stabil pada klien. mencegah terjadinya
dipertahankan pada e. Anjurkan intake cairan hipovolemia.
skala 3 (cukup sampai 3000 ml per hari e. Memenuhi kebutuhan
25
terganggu) sesuai kebutuhan individu. cairan yang kurang.
ditingkatkan ke skala f. Observasi kemungkinan f. Segera diketahui adanya
4 (sedikit terganggu) perdarahan seperti perubahan keseimbangan
3. Turgor kulit perlukaan pada membran volume cairan.
dipertahankan pada mukosa, luka bedah, adanya g. Mencegah terjadinya
skala 3 (cukup ekimosis dan pethekie. perdarahan.
terganggu) g. Hindarkan trauma dan h. Memenuhi kebutuhan
ditingkatkan ke skala tekanan yang berlebihan cairan yang kurang.
4 (sedikit terganggu) pada luka bedah. i. Mencegah atau
4. Diare dipertahankan h. Berikan cairan IV bila menghilangkan mual
pada skala 3 (sedang) diperlukan. muntah.
ditingkatkan ke skala i. Berikan therapy antiemetik. j. Mengetahui perubahan
4 (ringan) j. Monitor hasil laboratorium : yang terjadi
Hb, elektrolit, albumin
6. Domain 11 NOC NIC a. Memberikan informasi
Keamanan atau Tujuan : a. Monitor perkembangan untuk perencanaan asuhan
perlindungan. Kelas Setelah dilakukan tindakan kerusakan integritas kulit dan mengembangkan
2 Cedera fisik keperawatan selama 2 x 24 untuk melihat adanya efek identifikasi awal terhadap
(00047) jam diharapkan integritas kerusakan kulit, perubahan integritas kulit.
kulit klien dapat teratasi b. Anjurkan klien untuk tidak b. Menghindari perlukaan
26
menggaruk bagian yang yang dapat menimbulkan
Resiko kerusakan Kriteria Hasil : gatal. infeksi.
integritas kulit 1. Integritas kulit c. Ubah posisi klien secara c. Menghindari penekanan
berhubungan dengan dipertahankan pada teratur. yang terus menerus pada
efek kerja skala 3 (cukup d. Berikan advise pada klien suatu daerah tertentu.
penyakitnya defisit terganggu) untuk menghindari d. Mencegah trauma berlanjut
imunologik, ditingkatkan ke pemakaian cream kulit, pada kulit dan produk yang
penurunan intake skala 4 (sedikit minyak, bedak tanpa kontra indikatif
nutrisi dan anemia terganggu) rekomendasi dokter
2. Berpindah dari satu
sisi ke sisi lain
sambil berbaring
dipertahankan pada
skala 3 (cukup
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 4 (sedikit
terganggu)
3. Melakukan
skrining sesuai
27
waktu yang
dianjurkan
dipertahankan pada
skala 3 (kadang-
kadang
menunjukkan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
menunjukkan)

28
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Leptospirosis merupakan penyakit zoonis yang disebabkan oleh
spirochetes dengan genus Leptospira. Leptospirosis dikenal sebagai penyakit
menular. Penyakit ini dapat menimbulkan gejala yaitu demam, malaise,
mialgia, meningisme, konjungtivitis, anoreksia, sakit perut, mual, dan muntah.
Leptospirosis yang paling serius disebut sindrom Weil, yang berakibat pada
kegagalan fungsi hati dan ginjal serta perdarahan paru masif.

4.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan layanan


kesehatan yang baik dan dapat menjalankan peranannya masing-masing.

29
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, R., A. Triana dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Yogyakarta : Deepublish.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Rakebsa, D., C. Indriani dan W. S. Nugroho. 2018. Epidemiologi Leptospirosis di


Yogyakarta dan Bantul. Berita Kedokteran Masyarakat. 34(4) : 153-158

Rampengan, N. H. 2016. Leptospirosis. Jurnal Biomedik (JBM). 8(3) : 143-150

Rusmini. 2011. Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara


Pencegahannya. Yogyakarta : Penerbit Gosyen Publishing

Sunil, S., J. Jacob dan B. Varghese. 2016. Human Leptospirosis A Review. World
Journal of Pharmaceutical Research. 5(4) : 613-624

Syaifuddin, H. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai