Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Presentan:
Siti Fadhilah 1110312090
Deo Cerlova Milano 1110312145

Preseptor:
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR PERIODE 8 JUNI – 15 JULI 2016


BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
Daftar Isi

Halaman
Sampul Depan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Metode Penelitian 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Telinga 3
2.2 Otitis Media Supuratif Kronis 5
2.2.1 Definisi 5
2.2.2 Epidemiologi 5
2.2.3 Faktor Risiko 6
2.2.4 Etiologi 6
2.2.5 Klasifikasi 6
2.2.5.1 Tipe Aman 6
2.2.5.2 Tipe Bahaya 8
2.2.6 Terapi 10
2.2.7 Komplikasi 12

BAB 3. ILUSTRASI KASUS


3.1 Identitas 15
3.2 Anamnesis 15
3.3 Pemeriksaan Fisik 16
3.3.1 Status generalis 16
3.3.2 Status lokalis 17
3.4 Diagnosis Kerja 22
3.5 Tatalaksana 22

BAB 4. DISKUSI 23

Daftar Pustaka 25

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik” ini bisa saya
selesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Otitis
Media Supuratif Kronik, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
senior di bagian Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok RSUP Dr. M.Djamil Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Jacky Munilson, Sp. THT-KL (K) sebagai preseptor
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan
kepada saya.
Dengan demikian, saya berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Otitis Media Supuratif Kronik.

Padang, 15 Juni 2016

Penulis

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga

tengah dan sangat sering terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, penyakit

OMSK dikenal dengan istilah congek, kopok, toher, curek, teleran, atau telinga

berair. Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga

umum di negara-negara berkembang. 1 Menurut World Health Organization (WHO)

tahun 2004, sekitar 65-330 juta orang di dunia menderita OMSK disertai dengan

otorea, 60% diantaranya (39-200 juta orang) menderita kurang pendengaran yang

signifikan.2

Menurut data survei kesehatan nasional indera penglihatan dan pendengaran,

angka kesakitan (morbiditas) THT di Indonesia sebesar 38,6%. Prevalensi

morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran cukup tinggi, yaitu

sebesar 18,5%, prevalensi OMSK di Indonesia antara 3,0-5,20%. Kira-kira kurang

lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK. Hal ini menunjukkan bahwa

OMSK merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di Indonesia.3

Insiden OMSK secara umum dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi.

Kehidupan sosial yang rendah, lingkungan rumah dan status kesehatan serta gizi

yang buruk merupakan faktor risiko yang menjadi dasar peningkatan prevalensi

OMSK di negara berkembang.4

OMSK dibagi menjadi dua tipe, yaitu pertama tipe jinak

(benigna/aman/tubotimpanik) karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi

1
tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, dan jarang menyebabkan

komplikasi yang berbahaya. Tipe yang lain adalah tipe bahaya (maligna/atiko-

antral) karena proses biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan menyebabkan

erosi tulang sehingga bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.3 Karena

prevalensi OMSK yang cukup tinggi di Indonesia dan komplikasi akibat OMSK

yang berbahaya, penulis tertarik untuk menulis makalah tentang topik otitis media

supuratif kronik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pendekatan diagnosis dan tatalaksana pada kasus otitis media

supuratif kronik?

1.3 Tujuan Penulisan

Bagaimana pendekatan diagnosis dan tatalaksana pada kasus otitis media

supuratif kronik.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan membandingkan teori pada kepustakaan dengan

kasus pada pasien di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga

dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

dari membran timpani.5

Gambar 2.1 Anatomi telinga.6

Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.

Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir

sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang

ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk

daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang

lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm.5

3
Gambar 2.2 Anatomi telinga luar.5

Membran timpani merupakan batas antara telinga tengah dan telinga luar.

Membran timpani terdiri dari pars tensa yang lebih kaku dan pars flaksida yang

lebih lentur.6

Gambar 2.3 Anatomi membran timpani.6

Telinga tengah merupakan ruang berisi udara yang terletak dibelakang

membran timpani yang berisi tulang-tulang pendengaran, yaitu meleus,inkus, dan

stapes. Tulang-tulang pendengaran ini membentuk rantai yang berfungsi

4
mentransmisi dan memperkuat getaran suara ke telinga tengah. Tuba eustachius

membentuk hubungan antara telinga tengah dan nasofaring. Nervus fasialis (nervus

kranial VII) juga berjalan melewati telinga tengah.6

Telinga tengah terdiri bagian telinga tengah yang berada dibelakang pars

flaksida, dinamakan atik, koklea, yaiti bagian telinga tengah yang membentuk

impuls elektrik pada nervus koklear (nervus kranialis VIII), serta vestibula dan

labirin (kanalis semisirkularis), yang berperan dalam control keseimbangan.6

2.2 Otitis Media Supuratif Kronis

2.2.1 Definisi

Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan infeksi kronis pada

membran timpani yang mempunyai karakteristik adanya sekret telinga, penurunan

pendengaran, dan perforasi membran timpani.7 Menurut definisi WHO, OMSK

merupakan adanya sekret telinga yang persisten lebih dari dua minggu, tetapi

banyak klinisi THT yang mengatakan transmisi otitis media akut menjadi otitis

media supuratif kronis setidaknya setelah enam minggu terjadinya otorea,

meskipun telah mendapat pengobatan.

2.2.2 Epidemiologi

WHO memperkirakan beban penyakit akibat OMSK melibatkan sekitar 65-

330 juta orang di dunia. Setidaknya 60% dari indiviu ini mengalami gangguan

pendengaran dan 28.000 diantaranya meninggal dunia, yang biasanya diakibatkan

oleh komplikasi penyakit.

5
2.2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko otitis media akut mempengaruhi prognosis dan perjalanan

penyakit menjadi otitis media supuratif kronis, yaitu usia, ras, seringnya infeksi

traktus respiratorius atas, gizi dan nutrisi kurang, perokok pasif dan riwayat

keluarga yang menderita otitis media.

2.2.4 Etiologi

Infeksi kronis pada OMSK paling banyak disebabkan oleh Pseudomonas

aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Selain itu juga ditemukan Staphylococcus

epidermis, Proteus species, beta-hemolytic Streptococcus, Haemophilus influenza,

dan enteric Gram-negative bacilli dari hasil isoloasi bakteri.8

2.2.5 Klasifikasi

OMSK dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe tubotimpani (aman atau benigna)

dan tipe atikoantral (bahaya).9

2.2.5.1 Tipe Aman

Tipe OMSK ini melibatkan daerah anteroinferior celah telinga tengah

dengan perforasi sentral permanen. Karena tidak adanya risiko komplikasi yang

serius maka tipe ini disebut tipe aman atau benigna. Eksaserbasi akut sering terjadi.

Koklea dapat mengalami kerusakan akibat absorpsi toksin dari tingkap jorong dan

tingkap oval dan terjadi hilang pendengaran tipe campur.9

6
OMSK tipe aman dibagi menjadi dua fase, yaitu fase aktif (perforasi basah),

saat adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen dan fase inaktif (perforasi

kering), tidak ditemukan adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen.9

OMSK tipe aman sebagian besar merupakan sekuele perforasi sentral besar

yang terjadi akibat otitis media akut yang terjadi pada masa anak-anak. Perforasi

permanen memungkinkan infeksi berulang melalui kanalis telinga luar yang

menyebabkan otorea.9

Gambar 2.4 Tipe perforasi membran timpani. (A) perforasi sentral kecil pada

kuadran anterosuperior; (B) perforasi sentral berbetuk ginjal berukuran sedang; (C)

perforasi sentral subtotal; (D) perforasi total dengan destruksi annulus fribrosa; (E)

perforasi atik pars flaksida; (F) perforasi marginal posterosuperior.9

7
Sekret telinga berupa mukoid atau mukopurulen, tidak berbau, yang terjadi

konstan atau intermiten. Otorea sering ditemukan bersamaan dengan infeksi traktus

respiratorius atas dan saat adanya air yang masuk ke telinga. Pada OMSK tipe aman

dapat menyebabkan terjadinya hilang pendengaran. Tingkat keparahan hilang

pendengaran bervariasi.9

Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan perforasi sentral pada pars tensa,

mukosa telinga tengah normal (merah muda pucat dan sedikit lembab) saat fase

inaktif namun terlihat edema dan berwarna merah saat fase aktif.9

Pada pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala dan audiogram biasanya

ditemukan adanya tuli konduktif yang bervariasi, jarang lebih dari 50dB. Koklea

dapat mengalami kerusakan akibat absorpsi toksin dari tingkap jorong dan tingkap

oval dan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural dan tuli konduktif (tipe

campur). Selain itu pada pemeriksaan radiologi ditemukan mastoid biasanya

sklerotik. Tidak ditemukan destruksi tulang.9

2.2.5.2 Tipe Bahaya

OMSK tipe bahaya terjadi erosi tulang dan bersifat destruktif. Kolesteatom

menyebabkan destruksi tulang. Kolesteatom merupakan kista inklusi epidermal,

yang keluar ke kanalis auditius eksternal. Kolesteatom mengandung sisa

deskuamasi (sebagian besar lempengan keratin berwarna putih kekeuningan yang

menyerupai Kristal kolesterol) yang berasal dari keratinisasi lapisan epitel

skuamosa.9

Patogenesis terjadinya kolesteatom terdiri beberapa teori yaitu teori

invaginasi, hiperplasia, migrasi, dan metaplasia. Berdasarkan teori invaginasi,

8
kolesteatom terbentuk akibat invaginasi membran timpani dari daerah atik atau

posterosuperior pars tensa karena adanya retraksi akibat tekanan negatif di telinga

tengah. Terjadinya retraksi dan inflamasi yang berulang menyebabkan deskuamasi

keratin tidak bisa dibersihkan dan menghasilkan kolesteatom. Bakteri dapat

menginfeksi matriks keratin, membentuk biofilm yang menyebabkan infeksi kronis

dan proliferasi epitel.9

Teori migrasi menjelaskan terbentuknya kolesteatom sekunder. Epitel

skuamosa membran timpani atau dinding liang telinga bagan dalam yang

mengalami keratinisasi bermigrasi ke telinga tengah melalui perforasi membran

timpani. Kerusakan yang terjadi akibat inflamasi pada lapisan mukosa dalam

membran timpani, memungkinkan epitel skuamosa yang mengalami keratinisasi

bermigrasi kedalam dan memproduksi kolesteatom sekunder. Kolesteatom yang

timbul setelah terjadinya fraktur tulang temporal dapat menyebabkan terjadinya

migrasi ini.9

Teori hiperplasia basal sel menjelaskan lapisan germinal sel basal kulit

dapat berproliferasi dan menumpuk pada epitel skuamosa yang mengalami

keratinisasi akibat pengaruh infeksi. Pada teori metaplasia skuamosa, mukosa

telinga tengah dapat mengalami metaplasia dikarenakan infeksi berulang dan

bertransformasi menjadi epitel skuamosa. Perubahan seperti ini juga ditemukan

pada otitis media efusi.9

Kolesteatom mendestruksi tulang, seperti tulang-tulang pendengaran,

labirin tuang, kanalis nervus fasialis, sinus plate, dan tegmen tympani. Destruksi

tulang ini menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi.9

9
Pasien asimtomatik selama fase awal penyakit. Sekret telinga biasanya

purulent dan berbau. Perforasi dapat tertutup oleh sekret yang mongering, mukosa,

atau polip. Obstruksi aliran sekret purulen mempunyai potensi menyebabkan

terjadinya komplikasi. Terjadi tuli kondukstif yang bervariasi. Pendengaran normal

apabila rantai tulang pendengaran masih intak. Dapat terjadi perdarahan dari

granulasi dan polip saat membersihkan telinga. Gejala dari skuele dapat berupa

nyeri, vertigo, sakit kepala, muntah, ataksia, dan demam.9

Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan perforasi marginal, atik pada region

posterosuperior. Perforasi atik dapat tersembunyi dibelakang krusta sekret.

Ditemukan adanya invaginasi dan retraksi pada atik dan posterosuperior pars tensa

yang ukuran kedalamannya bervariasi. Selain itu juga ditemukan adanya

kolesteatom, paling sering ditemui pada daerah atik dan posterosuperior, tetapi

kolesteatom dapat meluas dan ditemukan pada bagian lain pada celah telinga tengah.

Polip berwarna merah dan gemuk dapat terlihat memenuhi meatus.9

2.2.5 Terapi

Terapi OMSK mempunyai dua tujuan utama, pertama, mengeradikasi

infeksi dan mereduksi morbiditas dan mortalitas, kedua, menutup perforasi

membran timpani untuk mengurangi hilang pendengaran dan risiko reinfeksi

telinga tengah.8

2.2.5.1 Non-bedah

Beberapa penelitian menguji keuntungan dari aural toilet, antiseptik topikal,

antimokrobial topikal, antimicrobial sistemik, dan steroid topikal dan sistemik.

Aural toilet dikombinasikan dengan antibiotik topikal merupakan terapi utama.

10
Antibiotik golongan kuinolon merupakan obat topikal yang paling banyak

digunakan. Topikal kuinolon diketahui lebih efektif dibandingkan kuinolon

sistemik dalam mengobati sekret telinga pada minggu pertama dan kedua. Review

yang dilakukan oleh Cochrane mendapatkan antibiotik topikal saja lebih baik

dibandingkan antibiotik sistemik dalam perbaikan otorea dan eradikasi bakteri pada

telinga tengah.8

Pada beberapa pasien, otorea dapat persisten walaupun telah dilakukan aural

toilet secara agresif dan pemberian topikal antibiotik jangka panjang. Untuk pasien

ini pemberian terapi antimikrobial parenteral jangka panjang selama 6-8 minggu

dapat dipertimbangkan. Banyak dari pasien ini yang membutuhkan operasi

timpanomastoid.8

2.2.5.2 Bedah

Terapi pembedahan diindikasikan untuk OMSK yang tidak memperlihatkan

kemajuan setelah pemberian terapi obat maksimal. Ada beberapa tujuan

pembedahan dan yang terpenting adalah tercapainya telinga yang kering.

Pertimbangan sekunder meliputi menghentikan keluarnya sekret telinga,

menyembuhkan membran timpani, dan mengembalikan fungsi telinga.

Timpanolasti, dengan tau tanpa mastoidektomi, merupakan prosedur primer yang

dilakukan.8

Timpanoplasti merupakan tindakan pembedahan yang bertujuan

merekonstruksi mekanisme pendengaran dengan atau tanpa graft untuk membentuk

kembali membran timpani. Beberapa material dipakai sebagai graft, yang paling

popular yaitu fasia temporal, selain itu juga dipakai perikondrium, kartilago (tragus

11
atau conchal bowl), lemak, vena, periosteum, dan Alloderm. Pendekatan yang

dipakai dalam timpanoplasti adalah transkanal, endaural, atau postauricular. Graft

dapat dipasang di medial atau lateral membran timpani, tergantung lokasi perforasi

dan juga teknik dan kemampuan ahli bedah.8

Mastoidektomi yaitu dibuangnya sel udara mastoid, jaringan granulasi, dan

debris untuk mengeradikasi infeksi dan meningkatkan aerasi di telinga tengah.

Indikasi relative utama untuk mastoidektomi pada penyakit telinga kronis adalah

otorea yang terus menerus dengan infeksi kronis sel udara mastoid, adanya

kolesteatom, riwayat timpanoplasti yang gagal, dan retraksi membran timpani yang

berat.8

2.2.6 Komplikasi

Infeksi pada celah telinga tengah dapat mengancam karena adanya

kemungkinan perluasan ke jaringan intracranial. Beberapa komplikasi dapat terjadi

akibat penyebaran langsung infeksi melalui perforasi atau karena destruksi tulang

yang disebabkan oleh kolesteatom.10

2.2.6.1 Labirinitis

Kolestetaom dapat menyebabkan erosi pada kanalis semisirkularis,

biasanya pada kanalis semisirkularis lateral atau ujung stapes yang nantinya akan

mengekspos labirin terhadap proses infeksi. Pengangkatan polip atau granulasi

yang berasal dari promontorium juga dapat menyebabkan labirinitis.10

12
2.2.6.2 Infeksi Intrakranial Otogenik

Infeksi yang menyebar dari celah telinga tengah ke struktur intracranial

biasanya bersifat langung. Penyebaran dapat berjalan keatas ke fossa kranial tengah

atau kebawah ke fossa posterior. Infeksi melewati duramater, sinus venosus, ruang

epidural, dan pia-araknoid ke jaringan otak. Saat infeksi mencapai duramater atau

dinding sinus, jaringan-jaringan ini akan membentuk granulasi dan mungkin terjadi

abses ekstradural dan perisinus.10

2.2.6.3 Abses Ekstradural

Abses ekstradural merupakan komplikasi intracranial otogenik yang paling

sering ditemukan. Terdiri dari pus diantara tulang dan duramater. Dapat terjadi pada

fossa kranial posterior atau tengah.10

2.2.6.4 Sinus Tromboflebitis

Trombosis sinus lateral terjadi karena perluasan langsung penyakit dari

mastoid dan didahului abses perisinus. Trombosis terjadi setelah penyakit telinga

kronis dan Streptococcus haemolyticus merupakan organisme penyebab terbanyak,

walaupun juga ditemkan Gram-negatif organisme seperti E. coli, Pseudomonas

pyocynaeus, juga ditemukan dari hasil kultur.10

2.2.6.5 Hidrosefalus Otitik

Komplikasi ini terjadi akibat trombosis sinus yang mengganggu

hemodinamik intracranial. Apabila thrombus menyumbat kedua sinus, ditandai

dengan peningkatan tekanan vena. Trombosis juga dapat menyebar ke sinus lainnya.

Hal ini mempengaruhi absorpsi cairan serebrospinal oleh granulasi araknoid yang

13
menyebabkan peningkatan cairan serebrospinal yang mengakibatkan hidrosefalus

otitik.10

2.2.6.6 Abses Otak Otogenik

Sebagian besar abses otak berhubungan dengan lesi intrakranial lain.

Perluasan infeksi pada fossa tengah mengakibatkan abses lobus temporal,

sedangkan abses serebral terjadi akibat infeksi fossa posterior. Selanjutnya dapat

terjadi abses metastasis pada otak karena tromboflebitis atau fenomena emboli.

Organisme yang banyak ditemukan pada abses otak adalah Staphylococcus aureus,

Staphylococcus albus, Streptococcus pyogenes, bakteri Gram-negative seperti E.

coli, B. proteus, Pseudomonas pyocynaeous dan bakteri anaerob.10

14
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien dating ke Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang hari Senin,

13 Juni 2016 dengan:

3.1 Identitas

Nama :B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 44 tahun

Alamat : Painan

Pekerjaan : Supir

No. RM : 948272

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Keluar cairan dari telinga kanan hilang timbul sejak ±10 tahun yang lalu.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

 Telinga kanan berair sejak 10 tahun yang lalu, sejak 1 bulan ini keluar

cairan dari telinga terus-menerus. Cairan berwarna kuning kental, tidak

berbau. Setiap pagi pasien mengorek kuping dengan bulu ayam, untuk

menjaga telinganya tetap kering.

 Cairan keluar terutama saat batuk, pilek.

 Penurunan pendengaran ada.

 Riwayat telinga berdenging ada.

 Riwayat sakit kepala tidak ada.

15
 Riwayat pusing berputar tidak ada.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

3.2.4 Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas dan mendapat obat tetes telinga.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

 Keadaan umum : Sakit sedang

 Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

 Nadi : 82 kali/menit

 Nafas : 16 kali/menit

 Suhu : 36.7o C

 Kulit : Teraba hangat

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

 Thoraks : Tidak ada indikasi pemeriksaan

 Abdomen : Tidak ada indikasi pemeriksaan

 Ekstrimitas : Akral hangat, perfusi baik.

16
3.3.2 Status Lokalis

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Daun telinga Kel. Kongenital - -
Trauma - -
Radang - -
Kel. Metabolik - -
Nyeri tarik - -
Nyeri Tekan - -
Dinding liang Cukup Lapang (N) Ya Ya
telinga
Sempit - -
Hiperemis - -
Edema - -
Massa - -
Serumen Bau Tidak ada -
Warna Kekuningan -
Jumlah Sedikit -
Jenis Kering -
Membran Timpani
Utuh Warna Sulit dinilai Putih
Refleks cahaya Sulit dinilai (+) arah jam 7
Bulging Sulit dinilai -
Retraksi Sulit dinilai -
Atrofi Sulit dinilai -
Perforasi Jumlah perforasi Sulit dinilai -
Jenis Sulit dinilai -
Kuadran Sulit dinilai -
Pinggir Sulit dinilai -
Mastoid Tanda radang - -
Fistel - -

17
Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Tes garputala Rinne (-) (+)
512 Hz
Swabach Memanjang Sama dengan
pemeriksa
Weber Lateralisasi ke kanan
Kesimpulan Tuli Konduktif
Audiometri -

Timpanometri Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Hidung luar Deformitas - -
Kongenital - -
Trauma - -
Radang - -
Massa - -
Sinus paranasal Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Rinoskopi anterior
Vestibulum Vibrise Normal Normal
Radang - -
Cavum nasi Luas Cukup lapang Cukup lapang
Sekret Ada/tidak ada - -
Konkha inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin

18
Edema - -
Konkha media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Septum Cukup Deviasi Deviasi
lurus/deviasi
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina - -
Krista - -
Abses - -
Perforasi - -
Massa Ada/tidak ada Tidak ada Tidak ada

Nasofaring (rinoskopi posterior) (tidak dilakukan pemeriksaan)


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Cukup
lapang/lapang/sempit
Warna
Mukosa Edema
Jaringan granulasi
Ukuran

Konkha Warna
inferior Permukaan
Edema
Adenoid Ada/tidak ada
Muara tuba Tertutup sekret/tidak
eustachius
Edema mukosa
Massa Ada/tidak ada

19
Post nasal drip Ada/tidak ada

Orofaring dan mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Trismus Tidak ada
Uvula Edema - -
Bifida - -
Palatum mole & Simetris/tidak Simetris Simetris
arkus faring
Warna Merah muda Merah muda
Edema - -
Bercak/eksudat - -
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan - -
dengan pilar
Peritonsil Warna Merah muda Merah muda
Edema - -
Abses - -
Tumor Ada/tidak ada - -
Gigi Karies/radiks - -
Lidah Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal Normal
Deviasi - -
Massa - -

20
Laringoskopi indirek (tidak dilakukan pemeriksaan)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis Bentuk
Warna
Edema
Pinggir
Massa
Aritenoid Warna
Edema
Massa
Gerakan
Ventricular band Warna
Edema
Massa
Plica vocalis Warna
Gerakan
Pinggir medial
Massa
Subglotis/trakhea Massa
Sekret
Sinus piriformis Massa
Sekret
Valakule Massa
Sekret

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher


 Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.
 Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.

21
Diagnosis kerja : OMSK aurikula dekstra tipe aman fase akut

Diagnosis tambahan : -

Diagnosis banding : Tidak ada diagnosis banding

Penatalaksanaan : Cuci telinga

Ofloksasin tetes telinga

H2O2 3% tetes telinga

Siprofloksasin 2 x 200 mg

Anjuran : Pemeriksaan audiometri, kultur sekret telinga,


timpanoplasti

Rencana : Pulang dengan edukasi

Prognosis : Ad bonam

22
BAB 4

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien dengan diagnosis OMSK aurikula dekstra

tipe aman. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis ditemukan adanya riwayat

keluar cairan dari telinga kanan sejak 10 tahun yang lalu. Cairan berwarna kuning

kental dan tidak berbau. Ada penurunan pendengaran pada telinga kanan. Pasien

mengorek telinga setiap pagi dengan bulu ayam untuk mengeringkan telinganya.

Pasien berenang hampir setiap hari di sungai. Riwayat telinga berdenging ada. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan otoskopi telinga kanan ditemukan adanya liang

telinga lapang dan ada penumpukan sekret mukopurulen yang sudah mengering.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga

tengah dan sangat sering terjadi di negara berkembang. OMSK dibagi menjadi dua

tipe, yaitu pertama tipe aman karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi

tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, dan jarang menyebabkan

komplikasi yang berbahaya. Tipe yang lain adalah tipe bahaya karena proses

biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan menyebabkan erosi tulang sehingga

bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.

OMSK tipe aman dibagi menjadi dua fase, yaitu fase aktif (perforasi basah),

saat adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen dan fase inaktif (perforasi

kering), tidak ditemukan adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen. Sekret

telinga berupa mukoid atau mukopurulen, tidak berbau, yang terjadi konstan atau

intermiten. Otorea sering ditemukan bersamaan dengan infeksi traktus respiratorius

atas dan saat adanya air yang masuk ke telinga. Pada OMSK tipe aman dapat

23
menyebabkan terjadinya hilang pendengaran. Tingkat keparahan hilang

pendengaran bervariasi.

Beberapa penelitian menguji keuntungan dari aural toilet, antiseptik topikal,

antimokrobial topikal, antimicrobial sistemik, dan steroid topikal dan sistemik

sebagai terapi OMSK. Sesuai tinjauan pustaka, diperlukan tindakan timpanoplasti

untuk merekonstruksi mekanisme pendengaran dan membentuk kembali membran

timpani. Untuk itu, penanganan utama pada pasien ini adalah dilakukannya cuci

telinga, diberikan H2O2 dan ofloksasin tetes telinga, siprofloksasi oral, dan tindakan

timpanoplasti.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi N. P. dan Zahara D. 2013. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif

Kronik (OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal FK USU 1(1).

2. Zanah W. R. 2015. Gambaran Audiologi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik

di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Tahun 2012-2014. Skripsi. FKIK UIN Jakarta.

3. Darmawan A. B. dan Anjarwati D. U. 2012. Perbedaan Sensitivitas Tetes

Telinga Terhadap Pseudomonas aeruginosa pada Otitis Media SUpuratif

Kronik. ORLI 42 (2).

4. Asroel H. A., Siregar D. R., dan Aboet A. 2013. Profil Penderita Otitis Media

Supuratif Kronis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 7 (12).

5. Johnson J. T. dan Rosen C. A. 2013. Bailey’s Head and Neck Surgery

Otolaryngology. 5th edition.

6. Munir N. dan Clarke R. 2013. Ear, Nose, and Throat at a Glance.

7. Tuli BS. 2013. Textbook of Ear, Nose, and Throat. 2nd edition.

8. Preciado D. 2015. Otitis Media: State of the Art Concept and Treatment.

9. Bansal M. 2013. Diseases of Ear, Nose, and Throat Head and Neck Surgery.

10. Maqbool M. dan Maqbool S. 2007. Textbook of Ear, Nose, and Throat Diseases.

11th edition.

25

Anda mungkin juga menyukai