Presentan:
Siti Fadhilah 1110312090
Deo Cerlova Milano 1110312145
Preseptor:
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL (K)
Halaman
Sampul Depan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Metode Penelitian 2
BAB 4. DISKUSI 23
Daftar Pustaka 25
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik” ini bisa saya
selesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Otitis
Media Supuratif Kronik, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
senior di bagian Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok RSUP Dr. M.Djamil Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Jacky Munilson, Sp. THT-KL (K) sebagai preseptor
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan
kepada saya.
Dengan demikian, saya berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Otitis Media Supuratif Kronik.
Penulis
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
OMSK dikenal dengan istilah congek, kopok, toher, curek, teleran, atau telinga
berair. Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga
tahun 2004, sekitar 65-330 juta orang di dunia menderita OMSK disertai dengan
otorea, 60% diantaranya (39-200 juta orang) menderita kurang pendengaran yang
signifikan.2
morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran cukup tinggi, yaitu
lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK. Hal ini menunjukkan bahwa
Insiden OMSK secara umum dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi.
Kehidupan sosial yang rendah, lingkungan rumah dan status kesehatan serta gizi
yang buruk merupakan faktor risiko yang menjadi dasar peningkatan prevalensi
1
tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, dan jarang menyebabkan
komplikasi yang berbahaya. Tipe yang lain adalah tipe bahaya (maligna/atiko-
antral) karena proses biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan menyebabkan
prevalensi OMSK yang cukup tinggi di Indonesia dan komplikasi akibat OMSK
yang berbahaya, penulis tertarik untuk menulis makalah tentang topik otitis media
supuratif kronik.
supuratif kronik?
supuratif kronik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.
Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir
sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang
ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk
daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang
3
Gambar 2.2 Anatomi telinga luar.5
Membran timpani merupakan batas antara telinga tengah dan telinga luar.
Membran timpani terdiri dari pars tensa yang lebih kaku dan pars flaksida yang
lebih lentur.6
4
mentransmisi dan memperkuat getaran suara ke telinga tengah. Tuba eustachius
membentuk hubungan antara telinga tengah dan nasofaring. Nervus fasialis (nervus
Telinga tengah terdiri bagian telinga tengah yang berada dibelakang pars
flaksida, dinamakan atik, koklea, yaiti bagian telinga tengah yang membentuk
impuls elektrik pada nervus koklear (nervus kranialis VIII), serta vestibula dan
2.2.1 Definisi
merupakan adanya sekret telinga yang persisten lebih dari dua minggu, tetapi
banyak klinisi THT yang mengatakan transmisi otitis media akut menjadi otitis
2.2.2 Epidemiologi
330 juta orang di dunia. Setidaknya 60% dari indiviu ini mengalami gangguan
5
2.2.3 Faktor Risiko
penyakit menjadi otitis media supuratif kronis, yaitu usia, ras, seringnya infeksi
traktus respiratorius atas, gizi dan nutrisi kurang, perokok pasif dan riwayat
2.2.4 Etiologi
2.2.5 Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe tubotimpani (aman atau benigna)
dengan perforasi sentral permanen. Karena tidak adanya risiko komplikasi yang
serius maka tipe ini disebut tipe aman atau benigna. Eksaserbasi akut sering terjadi.
Koklea dapat mengalami kerusakan akibat absorpsi toksin dari tingkap jorong dan
6
OMSK tipe aman dibagi menjadi dua fase, yaitu fase aktif (perforasi basah),
saat adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen dan fase inaktif (perforasi
OMSK tipe aman sebagian besar merupakan sekuele perforasi sentral besar
yang terjadi akibat otitis media akut yang terjadi pada masa anak-anak. Perforasi
menyebabkan otorea.9
Gambar 2.4 Tipe perforasi membran timpani. (A) perforasi sentral kecil pada
kuadran anterosuperior; (B) perforasi sentral berbetuk ginjal berukuran sedang; (C)
perforasi sentral subtotal; (D) perforasi total dengan destruksi annulus fribrosa; (E)
7
Sekret telinga berupa mukoid atau mukopurulen, tidak berbau, yang terjadi
konstan atau intermiten. Otorea sering ditemukan bersamaan dengan infeksi traktus
respiratorius atas dan saat adanya air yang masuk ke telinga. Pada OMSK tipe aman
pendengaran bervariasi.9
mukosa telinga tengah normal (merah muda pucat dan sedikit lembab) saat fase
inaktif namun terlihat edema dan berwarna merah saat fase aktif.9
ditemukan adanya tuli konduktif yang bervariasi, jarang lebih dari 50dB. Koklea
dapat mengalami kerusakan akibat absorpsi toksin dari tingkap jorong dan tingkap
oval dan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural dan tuli konduktif (tipe
OMSK tipe bahaya terjadi erosi tulang dan bersifat destruktif. Kolesteatom
skuamosa.9
8
kolesteatom terbentuk akibat invaginasi membran timpani dari daerah atik atau
posterosuperior pars tensa karena adanya retraksi akibat tekanan negatif di telinga
skuamosa membran timpani atau dinding liang telinga bagan dalam yang
timpani. Kerusakan yang terjadi akibat inflamasi pada lapisan mukosa dalam
migrasi ini.9
Teori hiperplasia basal sel menjelaskan lapisan germinal sel basal kulit
labirin tuang, kanalis nervus fasialis, sinus plate, dan tegmen tympani. Destruksi
9
Pasien asimtomatik selama fase awal penyakit. Sekret telinga biasanya
purulent dan berbau. Perforasi dapat tertutup oleh sekret yang mongering, mukosa,
apabila rantai tulang pendengaran masih intak. Dapat terjadi perdarahan dari
granulasi dan polip saat membersihkan telinga. Gejala dari skuele dapat berupa
Ditemukan adanya invaginasi dan retraksi pada atik dan posterosuperior pars tensa
kolesteatom, paling sering ditemui pada daerah atik dan posterosuperior, tetapi
kolesteatom dapat meluas dan ditemukan pada bagian lain pada celah telinga tengah.
2.2.5 Terapi
telinga tengah.8
2.2.5.1 Non-bedah
10
Antibiotik golongan kuinolon merupakan obat topikal yang paling banyak
sistemik dalam mengobati sekret telinga pada minggu pertama dan kedua. Review
yang dilakukan oleh Cochrane mendapatkan antibiotik topikal saja lebih baik
dibandingkan antibiotik sistemik dalam perbaikan otorea dan eradikasi bakteri pada
telinga tengah.8
Pada beberapa pasien, otorea dapat persisten walaupun telah dilakukan aural
toilet secara agresif dan pemberian topikal antibiotik jangka panjang. Untuk pasien
ini pemberian terapi antimikrobial parenteral jangka panjang selama 6-8 minggu
timpanomastoid.8
2.2.5.2 Bedah
dilakukan.8
kembali membran timpani. Beberapa material dipakai sebagai graft, yang paling
popular yaitu fasia temporal, selain itu juga dipakai perikondrium, kartilago (tragus
11
atau conchal bowl), lemak, vena, periosteum, dan Alloderm. Pendekatan yang
dapat dipasang di medial atau lateral membran timpani, tergantung lokasi perforasi
Indikasi relative utama untuk mastoidektomi pada penyakit telinga kronis adalah
otorea yang terus menerus dengan infeksi kronis sel udara mastoid, adanya
kolesteatom, riwayat timpanoplasti yang gagal, dan retraksi membran timpani yang
berat.8
2.2.6 Komplikasi
akibat penyebaran langsung infeksi melalui perforasi atau karena destruksi tulang
2.2.6.1 Labirinitis
biasanya pada kanalis semisirkularis lateral atau ujung stapes yang nantinya akan
12
2.2.6.2 Infeksi Intrakranial Otogenik
biasanya bersifat langung. Penyebaran dapat berjalan keatas ke fossa kranial tengah
atau kebawah ke fossa posterior. Infeksi melewati duramater, sinus venosus, ruang
epidural, dan pia-araknoid ke jaringan otak. Saat infeksi mencapai duramater atau
dinding sinus, jaringan-jaringan ini akan membentuk granulasi dan mungkin terjadi
sering ditemukan. Terdiri dari pus diantara tulang dan duramater. Dapat terjadi pada
mastoid dan didahului abses perisinus. Trombosis terjadi setelah penyakit telinga
dengan peningkatan tekanan vena. Trombosis juga dapat menyebar ke sinus lainnya.
Hal ini mempengaruhi absorpsi cairan serebrospinal oleh granulasi araknoid yang
13
menyebabkan peningkatan cairan serebrospinal yang mengakibatkan hidrosefalus
otitik.10
sedangkan abses serebral terjadi akibat infeksi fossa posterior. Selanjutnya dapat
terjadi abses metastasis pada otak karena tromboflebitis atau fenomena emboli.
Organisme yang banyak ditemukan pada abses otak adalah Staphylococcus aureus,
14
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien dating ke Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang hari Senin,
3.1 Identitas
Nama :B
Umur : 44 tahun
Alamat : Painan
Pekerjaan : Supir
No. RM : 948272
3.2 Anamnesis
Keluar cairan dari telinga kanan hilang timbul sejak ±10 tahun yang lalu.
Telinga kanan berair sejak 10 tahun yang lalu, sejak 1 bulan ini keluar
berbau. Setiap pagi pasien mengorek kuping dengan bulu ayam, untuk
15
Riwayat pusing berputar tidak ada.
Nadi : 82 kali/menit
Nafas : 16 kali/menit
Suhu : 36.7o C
16
3.3.2 Status Lokalis
Telinga
17
Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Tes garputala Rinne (-) (+)
512 Hz
Swabach Memanjang Sama dengan
pemeriksa
Weber Lateralisasi ke kanan
Kesimpulan Tuli Konduktif
Audiometri -
Hidung
18
Edema - -
Konkha media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Septum Cukup Deviasi Deviasi
lurus/deviasi
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina - -
Krista - -
Abses - -
Perforasi - -
Massa Ada/tidak ada Tidak ada Tidak ada
Konkha Warna
inferior Permukaan
Edema
Adenoid Ada/tidak ada
Muara tuba Tertutup sekret/tidak
eustachius
Edema mukosa
Massa Ada/tidak ada
19
Post nasal drip Ada/tidak ada
20
Laringoskopi indirek (tidak dilakukan pemeriksaan)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis Bentuk
Warna
Edema
Pinggir
Massa
Aritenoid Warna
Edema
Massa
Gerakan
Ventricular band Warna
Edema
Massa
Plica vocalis Warna
Gerakan
Pinggir medial
Massa
Subglotis/trakhea Massa
Sekret
Sinus piriformis Massa
Sekret
Valakule Massa
Sekret
21
Diagnosis kerja : OMSK aurikula dekstra tipe aman fase akut
Diagnosis tambahan : -
Siprofloksasin 2 x 200 mg
Prognosis : Ad bonam
22
BAB 4
DISKUSI
keluar cairan dari telinga kanan sejak 10 tahun yang lalu. Cairan berwarna kuning
kental dan tidak berbau. Ada penurunan pendengaran pada telinga kanan. Pasien
mengorek telinga setiap pagi dengan bulu ayam untuk mengeringkan telinganya.
Pasien berenang hampir setiap hari di sungai. Riwayat telinga berdenging ada. Pada
telinga lapang dan ada penumpukan sekret mukopurulen yang sudah mengering.
tengah dan sangat sering terjadi di negara berkembang. OMSK dibagi menjadi dua
tipe, yaitu pertama tipe aman karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi
komplikasi yang berbahaya. Tipe yang lain adalah tipe bahaya karena proses
biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan menyebabkan erosi tulang sehingga
OMSK tipe aman dibagi menjadi dua fase, yaitu fase aktif (perforasi basah),
saat adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen dan fase inaktif (perforasi
kering), tidak ditemukan adanya inflamasi mukosa dan sekret mukopurulen. Sekret
telinga berupa mukoid atau mukopurulen, tidak berbau, yang terjadi konstan atau
atas dan saat adanya air yang masuk ke telinga. Pada OMSK tipe aman dapat
23
menyebabkan terjadinya hilang pendengaran. Tingkat keparahan hilang
pendengaran bervariasi.
timpani. Untuk itu, penanganan utama pada pasien ini adalah dilakukannya cuci
telinga, diberikan H2O2 dan ofloksasin tetes telinga, siprofloksasi oral, dan tindakan
timpanoplasti.
24
DAFTAR PUSTAKA
4. Asroel H. A., Siregar D. R., dan Aboet A. 2013. Profil Penderita Otitis Media
7. Tuli BS. 2013. Textbook of Ear, Nose, and Throat. 2nd edition.
8. Preciado D. 2015. Otitis Media: State of the Art Concept and Treatment.
9. Bansal M. 2013. Diseases of Ear, Nose, and Throat Head and Neck Surgery.
10. Maqbool M. dan Maqbool S. 2007. Textbook of Ear, Nose, and Throat Diseases.
11th edition.
25