Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kepanitraan Klinik THT-KL

RINOSINUSITIS

Oleh:
Siti Fadhilah 1110312090
Deo Cerlova Milano 1110312145

Preseptor:
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL (K)

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER


RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
1. Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal terdiri dari masing-masing sepasang sinus frontalis, sinus

etmoidalis, sinus maksilaris, dan sinus spenoid. Sinus dilapisi oleh epitel pernafasan

(mukosa kolumnar bersilia). Ilustrasi anatomi dan gambaran CT scan dari sinus paranasal

dapat dilihat pada gambar berikut: 1

Gambar 1. Ilustrasi anatomi dan gambaran CT scan sinus paranasal.1

Sistem persarafan, perdarahan, dan muara dari masing-masing sinus adalah sebagai

berikut:1

1
1. Sinus frontalis mendapat persarafan sensorik dari N.V1, perdarahan dari arteri

etmoidalis, dan bermuara ke meatus media.

2. Sinus etomoidalis mendapat persarafan sensorik dari N.V1 dan N.V2, perdarahan

dari arteri etmoidalis. Sinus etmoidalis anterior bermuara ke meatus media

sedangkan etmoidalis posterior bermuara ke meatus superior.

3. Sinus spenoid mendapat persarafan sensorik dari N.V2, perdarahan dari arteri

faringeal, dan bermuara ke meatus superior.

4. Sinus maksilaris mendapat persarafan sensorik dari N.V2, perdarahan dari arteri

infraorbital dan alveoral, bermuara ke meatus media.

2. Definisi

Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada

kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis.

Rinosinusitis (termasuk polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus

paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk

sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior)

dengan atau tanpa disertai nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah dan penurunan/ hilangnya

penghidu, serta salah satu dari :2

 Temuan nasoendoskopi:

 Polip dan atau

 Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau

 Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius. 2

dan/atau

 Gambaran CT scan: Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus.2

2
3. Etiologi

Sebagian besar kasus rhinosinusitis akut disebabkan oleh infeksi virus (Common

cold) yaitu rhinovirus, adenovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus. Sedangkan

infeksi bakteri dapat disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenzae, Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis.3

4. Klasifikasi

Berdasarkan durasi gejalanya rinosinusitis dibagi menjadi rinosinusitis akut dengan

durasi gejala kurang dari 4 minggu, rinosinusitis subakut dengan durasi antara 4-12

minggu, dan rinosinusitis kronik dengan durasi lebih dari 12 minggu.3

5. Patofisiologi

Keadaan sinus dipengaruhi oleh ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari

mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Bila terjadi infeksi pada organ yang

membentuk KOM maka akan terjadi edema sehingga mukosa yang berhadapan akan

saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan yang

menimbulkan gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus. Hal ini merupakan

predisposisi berkembangnya patogen.4

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga

timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi

hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik

dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi

oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus

berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam

rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.4

3
6. Diagnosis

Alur diagnosis dan tatalaksana rhinosinusitis akut dan kronik oleh dokter layanan

primer dapat dilihat pada algoritma berikut:

Gambar 2. Skema Diagnosis dan Tatalaksana Rinosinusitis Akut.2

4
Gambar 3. Skema Diagnosis dan Tatalaksana Rinosinusitis Kronik.2

7. Tatalaksana

Tujuan terapi rinosinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan, 2)mencegah

komplikasi, 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah

membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara

alami.4

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada rinosinusitis akut

bakterial, untuk menghilangkan infeksi dna pembengkakan mukosa serta membuka

sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti

amoksisilin. Jika telah terjadi resistensi maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau

sefalosporin generasi kedua. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala

klinik sudah hilang. Pada rinosinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk

bakteri Gram negatif dan anaerob.4

5
Terapi lain seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topikla, pencucuian

rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi) dapat diberikan jika diperlukan.

Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi keuda. Imunoterapi dapat

dipertimbangkan jika pasien menderita penyakit alergi yang berat.4

8. Komplikasi

Komplikasi akibat rinosinusitis menurun sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada rinosinusitis akut atau pada rinosinusitis kronik

dengan eksaserbasi akut.4

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).

Yang paling sering ialah sinus etmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran

infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul

adalah edema palpebral, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan selanjutnya

dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.4

Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses

otak dan trombosis sinus kavernosus.4

Osteomielitis dan abses subperiostal, sering timbul akibat rinosinusitis yang terjadi di

sinus frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomyelitis sinus maksila

dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.4

Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus

paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat

menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sulit dihilangkan sebelum rinosinusitisnya

disembuhkan.4

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Hansen JT, Netter FH. Paranasal Sinuses and Nasal Cavity dalam Netter's Clinical
Anatomy 3rd Edition, 2014. Philadelphia: Elsevier Saunders, hlm 463-468.

2. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis.


Rhinology,Supplement 20, 2007,

3. Aring AM, Chan MM. Acute Rhinosinusitis in Adults. Am Fam


Physician. 2011 May 1;83(9):1057-1063

4. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 7, 2014. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai