Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini

masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan

70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun.

Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun,

dan setelah itu insidennya mulai berkurang.1

Faktor utama penyebab OMA adalah sumbatan tuba eustachius. Sumbatan ini

menyebabkan fungsi tuba untuk mencegah invasi bakteri dari nasofaring ke telinga

tengah terganggu. Manifestasi dari penyakit ini beragam sesuai dengan 5 stadium

perjalanan penyakit yaitu stadium oklusi, hiperemis, supurasi, porforasi, dan

resolusi.2

Apabila tidak terjadi perforasi pada membrane timpani, maka membran

timpani perlahan-lahan akan normal kembali, namun pada kasus yang sudah

mengalami perforasi dapat berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK)

apabila sekret menetap. OMA dapat menimbulkan komplikasi berupa abses

subperiosteal sampai komplikasi berat sepert meningitis dan abses otak. Namun

komplikasi ini lebih sering ditemukan sebagai komplikasi OMSK setelah adanya

antibiotika.2

Otitis media akut termasuk dalam tingkat kompetensi 4A berdasarkan Standar

Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012,3 untuk itu dokter layanan primer harus

memahami pendekatan diagnosis dan tatalaksana pada kasus OMA.

1
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pendekatan diagnosis dan tatalaksana pada kasus otitis media

akut?

1.3 Tujuan Penulisan

Memahami pendekatan diagnosis dan tatalaksa pada kasus otitis media akut.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan membandingkan teori pada literatur dengan kasus

yang ditemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:4

1. Telinga luar: Terdiri dari aurikula, meatus akustikus eksternal, dan membran

timpani

2. Telinga tengah: Terdiri dari cavum timpani yang terdapat 3 tulang

pendengaran, maleus, incus, dan stapes. Bagian posterior berhubungan

dengan antrum mastoid dan anterior dengan tuba eustachius.

3. Telinga dalam: Terdiri dari koklea dan vestibuler.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga.4

2.1.1 Anatomi Membran Timpani

Membran timpani berbaring secara oblik medial dari posterosuperior ke

anteroinferior. Bagian medial berlengketan dengan maleus yang menimbulkan

tekanan pada bagian tengah yang disebut dengan umbo. Dari umbo akan bermula

3
suatu refleks cahaya ke arah bawah yaitu kearah jam 7 untuk membran timpani kiri

dan jam 5 untuk membran timpani kanan.4,5

Gambar 2.2 Anatomi Membran Timpani.4

Membran timpani terdiri dari pars flasksida (Membran sharpnell) dan pars

tensa (Membran propria). Pars flaksida memiliki 2 lapis yaitu bagian luar lanjutan

dari epitel telinga luar dan bagian dalam oleh sel kubus bersilia seperti mukosa

saluran nafas. Pars tensa memilik 1 lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri

dari serat kolagen dan serat elastin. Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran

yaitu kuadran anterosuperior, posterosuperior, anteroinferior, dan posteroinferior

dengan menarik garis searah dengan procesus longus maleus dan garis yang tegak

lurus dengan garis itu dai umbo.5

4
2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk seperti kubus dengan 6 sisi dengan batas masing-

masing sisi yaitu:4,5

1. Atap: Tegmen timpani.

2. Lantai: Fossa jugularis.

3. Dinding posterior: Aditus ad antrum

4. Dinding anterior: Tuba eustachius

5. Dinding lateral: Membran timpani

6. Dinding medial: Dinding labirin, tingkap lonjong, tingkap bundar.

Gambar 2.3 Anatomi Telinga Tengah.6

2.1.3 Tuba Eustachius

Tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah

dengan nasofaring. Saluran ini berfungsi untuk ventilasi, drainase sekret, dan

menghalangi masuknnya sekret dari nasofaring. Ventilasi berguna untuk menjaga

tekanan telinga tengah agar sama dengan telinga luar.1

5
Gambar 2.4 Perbedaan Tuba Eustachius pada Dewasa dan Anak.4

Tuba eustachius terdiri dari tulang rawan pada duapertiga arah nasofaring dan

sepertiganya terdiri dari tulang. Pada anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih

horizontal dibandingkan dari tuba pada dewasa.1

Tuba biasanya dalam tertuutup, tuba terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke

telinga tengah atua pada saat mengunyah, menelan, dan menguap. Pembukaan tuba

dibatu oleh otot tensor veli palatine jika terdapat perbedaan tekanan 20-40 mmHg.

2.2 Otitis Media

2.2.1 Definisi

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa tengah,

tuba eustachius, anrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang terjadi kurang dari 3

minggu.3 Klasifikasi ototis media adalah sebagai berikut:

6
Otitis Media

Non Superatif Supuratif

Akut: Otitis Media Akut (OMA)


Akut: Barotrauma

Kronis: Otitis Media Supuratif


Kronis: Otitis Media Efusi Kronis (OMSK)
Diagram 2.1 Klasifikasi Otitis Media.2

2.2.2 Epidemiologi

Di Ameriksa Serikat, 70% anak mengalami satu kali atau lebih otitis media

akut sebelum berusia 2 tahun. Penelitian di Pittsburgh mendapatkan insiden

kejadian otits media 48% terjadi pada usia 6 bulan, 79% pada usia 1 tahun, dan 91%

pada usia 2 tahun.7

2.2.3 Etiologi

Patogen tesering penyebab OMA adalah Streptococcus pneumoniae dan

Haemophilis influenza. Kedua mikroorganisme ini diperkirakan sebagai penyebab

dari 60% kasus OMA. Penyebab lainnya adalah Group A Streptococcus,

Branhamella catarrhalis, dan Staphylococcus aureus. Virus juga diperkirakan

berperan penting sebagai penyebab otitis media. Karena terdapat kesulitan dalam

melakukan kulutr virus maka data mengenai virus pada kasus OMA masih sedikit,

respiratory syncytial virus.1

7
2.2.4 Patofisiologi

Telinga tengah dalam keadaan normal adalah steril. Gangguan tuba

merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Fungsi tuba yang terganggung

menyebabkan fungsi pencegahan invasi kuman ke telinga tengan dari nasofaring

terganggu. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran nafas atas. Pada anak,

semakin sering anak mengalami infeksi saluran nafas atas maka semakin besar

kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena

tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letak yang horizontal. Patogenesis

terjadinya otitis media dapat dilihat pada diagram berikut:2

Diagram 2.2 Patogenesis Otitis Media.2

Perubahan mukosa telinga tengah akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5

stadium, yaitu:

8
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Tanda oklusi tuba adalah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat

tekanan negatif dalam telinga tengah akibat absorbsi udara. Membran timpani

kadang tampak normal atau berwarna keruh pucat.2

2. Stadium Hiperemis

Pada stadium ini tampak gambaran pembuluh darah melebar di seluruh membran

timpani. Membran timpani akan tampak hiperemis serta edema. Sekret yang

terbentuk bersifat serosa namun sukar dilihat.2

3. Stadium Supurasi

Edema pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta

terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani menyebabkan mebran timpani

menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada stadium ini akan muncul rasa

nyeri hebat ditelinga dan peningkatan frekuensi nadi serta suhu. Apabila tekanan

akibat sekret tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat penekanan pada

kapiler, serta tromoflebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa submukosa.

Nekrosis tampak sebagai daerah lemberk berwarna kekuningan, pada tempat ini

akan terjadi ruptur.2

4. Stadium Perforasi

Pada stadium ini terjadi perforasi dari membran timpani sehingga sekret yang

tadi menumpuk di telinga tengah mengalir ke luar ke telinga luar. Pada stadium

ini pasien akan tampak lebih tenang, suhu menurun, dan daapt tidur nyenyak.2

5. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh makan membran timpani perlahan akan normal

kembali. Jika sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang lalu kering.

9
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi rendah maka resolusi dapat terjadi

tanpa pengobatan. OMA dapat berubah menjadi OMSK jika sekret menetap.

OMA dapat memberikan gejala sisi berupa otitis media serosa apabila sekret

menetap pada kavum timpani tanpa terjadi perforasi.2

2.2.5 Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis otitis media diperlukan gambaran telinga tengah

yang jelas. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan spekulum dan

otoskop. OMA banyak terjadi pada anak-anak sehingga dibutuhkan posisi dan

teknik tertentu dalam pemeriksaan telinga.8

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis OMA9

10
Gambar 2.1 Gambar beberapa keadaan MT9
A, MT normal. B, MT dengan bulging ringan. C, MT dengan bulging sedang. D,
MT dengan bulging berat.

OMA pada anak didiagnosis apabila ditemukan efusi pada telinga tengah,

dan adanya demam, nyeri pada telinga, iritabilitas, rasa tidak nyaman ditelinga

berbarengan dengan gejala sistem pernapasan atas, muntah, atau diare. Keadaan

membran timpani yang paling sering ditemukan adalah membran timpani berwarna

suram dengan adanya bulging.8

11
Tabel 2.2 Temuan Klinis yang membantu diagnosis OMA9

2.2.6 Tatalaksana

Pengobatan OMA tergantung dari stadium penyakitnya. Pada stadium

oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,

sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. HCl efedrin 0,5% dalam larutan

fisiologis (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak

12
berusia diatas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus

diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan

virus atau alergi.2

Terapi pada stadium presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan

analgetik. Antibiotik yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin.

Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar terdapat konsentrasi yang kuat

di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan

pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan

minimal 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi

dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, atau

eritromisin 40 mg/kgBB per hari.2

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotik, idealnya harus disertai

dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi,

gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.2

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang

terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah

obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.2

Pada stadium resolusi, maka membran timpani akan berangsur normal

kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak

terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena berlanjutnya

edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotik dapat dilanjutkan

13
sampai 3 minggu. Bila 3 minggi setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,

kemungkinan telah terjadi mastoiditis.2

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari

3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi

menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka

keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik.2

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi otitis media dapat dibagi menjadi komplikasi ekstrakranial,

intrakranial atau keduanya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya

komplikasi dapat berhubungan dengan virulensi bakteri, defisiensi sistem imun,

atau pengobatan yang tidak adekuat.11

2.8.1 Komplikasi Ekstrakranial

1. Mastoiditis akut

Mastoiditis akut merupakan inflamasi air cell mastoid dikarenakan perluasan

infeksi dari telinga tengah. Ini merupakan komplikasi OMA tersering. Saat

perluasan infeksi dari telinga tengah sudah mencapai mastoid, akan terjadi

periostitis yang menyebabkan destruksi atau lisisnya trabekula tulang mastoid,

hal ini akan menyebabkan menyatunya air cell, dan terjadilah mastoiditis akut.

Gejala dan mastoiditis akut berupa penonjolan telinga, edema retroaurikular,

dan kemerahan. Gejala lainnya dapat berupa edema pada liang telinga, abses

retroaurikula, dan pasalisis wajah.11

14
Gambar 2.2 Mastoiditis akut.11

2. Labirinitis

Infeksi labirin terjadi akibat perluasan infeksi dari ruang telinga tengah ke

sistem vestibular dan/atau koklea. Labirinitis harus dicurigai pada kasus OMA

dengan tuli sensorineural dengan onset tiba-tiba dan/atau vertigo.11

3. Facial palsy

Facial palsy yang disebabkan oleh otitis jarang ditemui, dengan insiden 0.005%

pada OMA. Facial palsy pada OMA biasanya terjadi setelah inflamasi saraf

segmen horizontal (timpani), yang melewati membran timpani.11

2.8.2 Komplikasi Intrakranial

1. Meningitis akut

Meningitis otogenik akut dan abses otak merupakan komplikasi otitis media

tersering. Diperlukan pemeriksaan lumbal pungsi jika dicurigai terjadi

meningitis.11

15
2. Abses intrakranial

Abses otogenik intrakranial dapat terjadi ekstradural, subdural, atau parenkima.

Lokasi tersering adalah pada lobus temporal dan serebral, dengan abses

ekstradural. Pada dewasa, ditemukan sebagai komplikasi OMSK, sedangkan

pada anak-anak lebih sering ditemukan pada pasien dengan OMA. Gejalanya

dapat berupa demam dan nyeri telinga yang diikuti oleh sakit kepala dan otorea.

Gangguan status mental lebih sering ditemukan pada pasien dengan abses

subdural dan intraparenkim dibandingkan dengan pasien abses ekstradural.

Mual, muntah, diplopia, kejang, paresis ekstremitas, dan tanda meningeal dapat

ditemukan.11

3. Trombosis sinus lateral

Dua pertiga kasus trombosis sinus lateral pada anak terjadi akibat OMA dan

sepertiga akibat otitis media kronik. Secara umum, trombosis sinus lateral

merupakan akibat dari erosi tulang mastoid yang bersebelahan dengan sinus

dengan adanya infeksi di ruang perisinus. Trombosis sinus lateral juga dapat

terjadi akibat tromboflebitis vena mastoid tanpa adanya erosi tulang. Gejala

tersering meliputi demam, sakit kepala, nyeri telinga, muntah, otorea, dan

kekakuan servikal.11

16
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

Telah datang seorang pasien ke Poliklinik Bagian THT-KL RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada 27 Juni 2016 dengan:

3.1 Identitas Pasien

Nama :A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 10 tahun

Alamat : Bangko

Pekerjaan : Pelajar Pesantren

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Kedua telinga terasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

 Kedua telinga terasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan

menganggu aktifitas terutama pada telinga kanan. Kedua telinga terasa

penuh ada, riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada, riwayat penurunan

pendengaran tidak ada.

 Riwayat sering mengorek telinga dengan cotton bud ada. Riwayat trauma

pada telinga tidak ada, riwayat kemasukan benda asing disangkal.

Kebiasaan sering berenang tidak ada.

 Hidung dirasakan tersumbat sejak 1 minggu yang lalu, hidung keluar sekret

kental berwarna kekuningan, penciuman dirasa menurun.

17
 Riwayat bersin pagi hari tidak ada, riwayat alergi makanan dan obat

disangkal.

 Nyeri di sekitar hidung dan mata tidak ada, perasaan penuh atau tertekan

pada wajah tidak ada.

 Nyeri tenggorok tidak ada, nyeri menelan tidak ada.

 Demam ada sejak 1 minggu yang lalu, tidak tinggi, terus menerus.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

 Tidak ada riwayat telinga sakit atau berair sebelumnya.

 Riwayat hidung berair sebelumnya ada, cairan bening, dapat sembuh

sendiri.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan hidung berair tidak ada.

 Riwayat alergi pada keluarga tidak ada.

 Riwayat teman pesantren dengan keluhan hidung barair tidak diketahui.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

 Keadaan umum : Sakit ringan

 Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

 Tekanan Darah : Tidak diperiksa

 Nadi : 92 kali/menit

 Nafas : 18 kali/menit

 Suhu : Afebris

18
3.3.2 Status Lokalis THT
Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel.kongenital - -
Daun telinga Trauma - -
Radang - -
Kel.Metabolik - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan - -
tragus
Cukup lapang Cukup lapang Cukup lapang
Dinding liang (N)
telinga Sempit - -
Hiperemi - -
Edema - -
Massa - -
Ada / Tidak - -
Sekret/serumen Bau - -
Warna - -
Jumlah - -
Jenis - -
Membran Timpani
Warna Hiperemis Keruh
Reflek cahaya Sulit dinilai Sulit dinilai
Utuh Bulging Ada -
Retraksi - Ada
Atrofi - -
Jumlah - -
Perforasi perforasi
Jenis - -
Kwadran - -
Pinggir - -
Mastoid Tanda radang - -
Fistel - -
Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Rinne Positif Posifit
Tes garpu tala Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Normal
Audiometri Tidak dilakukan

19
Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra


Deformitas - -
Kelainan kongenital - -
Hidung Luar Trauma - -
Radang - -
Massa - -

Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang - -
Cukup lapang (N) - -
Cavum nasi Sempit Sempit Sempit
Lapang - -
Lokasi Cavum nasi Cavum nasi
Sekret Jenis Mukopurulen Mukopurulen
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau - -
Konka Ukuran Hipertrofi Hipertrofi
inferior Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Konka media Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna - -
Permukaan - -
Edema - -
Cukup lurus/deviasi Lurus
Permukaan Licin
Warna Merah muda
Septum Spina -
Krista -
Abses -
Perforasi -
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -

20
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Simetris /tidak Simetris
Palatum mole + Warna Merah muda
Arkus Faring Edem -
Bercak /eksudat -
Dinding faring Warna Merah muda
Permukaan -
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Tonsil Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan
- -
dengan pilar
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema - -
Abses - -
Lokasi -
Bentuk -
Tumor Ukuran -
Permukaan -
Konsistensi -
Gigi Karies/Radiks - -
Kesan Oral hygiene baik
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Lidah Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
3.4 Resume Pasien

Pasien laki-laki, 10 tahun dengan:

 Kedua telinga terasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu.

 Hidung berair mengeluarkan sekret kuning kental sejak 1 minggu yang lalu.

21
 Demam sejak 1 minggu yang lalu.

 Pada pemeriksaan telinga ditemukan adanya gambaran membran timpani

hiperemis disertai bulging pada telinga kanan dan gambaran membrane

timpani keruh disertai retraksi pada telinga kiri

 Pemeriksaan hidung ditemukan konka inferior hipertrofi warna hiperemis

dan ditemukan adanya sekret mukopurulen.

3.5 Diagnosis Kerja

 OMA stadium supurasi AD, OMA stadium oklusi AS

 Rhinitis akut bakterial.

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dibutuhkan pemeriksaan penujang

3.7 Tatalaksana

 Brufen sirup 2 x 2 sdm

 Amoxsan 2 x 750 mg

3.8 Prognosis

 Ad vitam : Bonam

 Ad functionam : Bonam

 Ad sanationam : Bonam

22
BAB 4

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, 10 tahun dengan OMA stadium

supurasi AD, OMA stadium oklusi AS, dan rhinitis akut bakterial. OMA sering

ditemukan pada anak akibat infeksi pada saluran nafas atas. Semakin sering terkena

infeksi saluran nafas semakin tinggi risiko terkena OMA. OMA biasanya sering

terjadi pada anak sampai usia 3 tahun, semakin bertambahnya usia semakin

berkurang insiden penyakit ini ditemukan.1

OMA terjadi karena adanya oklusi pada tuba eustachius dan absorbsi udara

pada telinga tengah sehingga tekanan udara di telinga tengah menjadi negatif

dibandinkan dengan telinga luar. Hal ini bermanifestasi sebagai rektraksi pada

membran timpani.2 OMA terjadi apabila invasi patogen dari rongga nasofaring ke

telinga tengah. Patogen tersering penyebab OMA adalah Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilis influenza.1

Perjalanan penyakit OMA dapat dibagi menjadi 5 stadium yaitu stadium

oklusi, hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi. Pada kasus ini, berdasarkan

pemeriksaan otoskopi di telinga kanan ditemukan adanya gambaran membran

timpani bulging dan hiperemis menunjukan OMA stadium supurasi. Sedangkan

pada telinga kiri ditemukan adanya gambaran membran timpani keruh dengan

retraksi, menunjukkan OMA stadium oklusi.2

Tatalaksana pada pasien ini disesuaikan dengan stadium dari OMA. Pada

pasien ini diberikan analgetik dan antibiotik oral untuk terapi awal. Pasien

diharapkan kontrol dalam 3 hari apabila tidak ada perbaikan gejala.

23

Anda mungkin juga menyukai