KELAS B
Dosen Pembimbing :
Ns. Edi Yuswantoro, S.Kep, M.Kep
Oleh :
1. Aniatu Khoirun Nikmah (18.050)
2. Anilta Rifda K (18.051)
3. Erika Riza A. N (18.063)
4. Fani Nur Farida (18.064)
5. Hamida Zahara (18.066)
6. Sarifatun Nikmah (18.084)
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
ii
KATA PENGANTAR
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................ 2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Definisi........................................................................ 3
2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pendegaran....................... 3
2.3 Klasifikasi................................................................... 7
2.4 Diagnosa Keperawatan Cor Pulmonale..................... 16
2.5 Intervensi Cor Pulmonale........................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................ 19
3.2 Saran.......................................................................... 20
TINJAUAN PUSTAKA............................................................. v
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menurut Casselbrant (1999) dalam Titisari (2005),
menunjukkan bahwa19% hingga 62% anak-anak mengalami
sekurang-kurangnya satu episode OMAdalam tahun pertama
kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalamipaling
sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di
AmerikaSerikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada usia 0 sampai
dengan 2 tahun,diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan
Infeksi Telinga?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembahasan makalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Infeksi Telinga ” diharapkan mahasiswa
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Infeksi Telinga.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pembahasan makalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Infeksi Telinga” diharapkan mahasiswa
mengetahui:
1) Pengertian infeksi telinga
2) Anatoimi fisiologi sistem pendengaran
3) Klasifikasi infeksi telinga
4) Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada paien
dengan Otitis media
5) Intervensi yang dapat dibuat ada pasien dengan Otitis
media
2
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Infeksi telinga adalah kondisi yang biasanya terjadi saat
menderita demam, radang tenggorokan, atau serangan alergi, dan
kemudian, menyebabkan cairan tercebak pada telinga (Savtri ,2017).
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
(FKUI, 2015).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
(Ahmad Mufti, 2005)
3
2.2.2 Anatomi fisiologi telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari
membrana timpani, cavum timpani, tuba eustachius, dan
tulang pendengaran. Bagian atas membran timpani disebut
pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri dari dua
lapisan, yaitu lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia.
Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa (membran
propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
(Saladin, 2014).
Tulang pendengaran terdiri atas maleus (martil), inkus
(landasan), dan stapes (sanggurdi) yang tersusun dari luar
kedalam seperti rantai yang bersambung dari membrana
timpani menuju rongga telinga dalam. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus,dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Tuba eustachius menghubungkan daerah nasofaring dengan
telinga tengah (Saladin, 2014).
Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang
temporalis yang terletak di belakang telinga. Ruang udara
yang berada pada bagian atasnya disebut antrum mastoideus
yang berhubungan dengan rongga telinga tengah. Infeksi
dapat menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke antrum
mastoideus yang dapat menyebabkan mastoiditis (Saladin,
2014).
2.2.3 Anatomi fisiologi telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang
dan labirin membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea,
vestibulum, dan kanalis semi sirkularis, sedangkan labirin
4
membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus koklearis,
dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh
lapisan tipis periosteum internal atau endosteum, dan
sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya menyerupai
spons) (Pearce, 2016).
Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala vestibuli (sebelah atas) dan
skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan
skala timpani terdapat skala media (duktus koklearis). Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa dengan 139 mEq/l,
sedangkan skala media berisi endolimfa dengan 144 mEq/l
mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s
Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrana
basilaris. Pada membran ini terletak organ corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf
perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam yang berisi 3.000 sel dan tiga baris sel rambut
luar yang berisi 12.000 sel. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan
sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu
selubung di atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai
membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong
oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai
limbus (Pearce, 2016).
Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua
bagian, yaitu: nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus
kokhlear (pendengaran). Serabut-serabut saraf vestibular
bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik
pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian
menuju cerebelum. Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear
5
mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang
berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan
lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang
terletak pada bagian bawah lobus temporalis (Paulsen dan
Waschke, 2013).
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin
cabang A. Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A.
Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus
akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis
anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula
menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis
anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian
duktus semisirkularis. A. Vestibulokohlearis sampai di
mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi
cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang
vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis
semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear
memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus
dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N.
Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea
mengitari modiolus. Vena dialirkan ke V. Labirintin yang
diteruskanke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus.
Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan
kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior (Pearce,
2016).
Persarafan telinga dalam melalui N. Vestibulokohlearis
(N. akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada
sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara
pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh
N. Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak
didasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris
6
pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis
corti terletak di modiolus (Pearce, 2016).
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Otitis Media Akut (OMA)
1) Definisi
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah, biasanya berlangsung
kurang dari 6 minggu
2) Etiologi
Pathogen yang menyababkan otitis media akut biasanya
adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan
Moraxella catarrhalis, yang memasuki telinga tengah setelah
tuba eustachius mengalami disfungsi akibat obstruksi yang
disebabkan oleh infeksi pernapasan atas, inflamasi jaringan
sekitar (mis., rimosinusitis,hipertrofi adrenoid) atau reaksi allergi
(nis, rhinitis alergik). Bakteria dapat memasuki tuba eustasius
dari sekresi yang terkontamiansi di dalam nasofaring dan
telinga tengah akibat perforasi membrane timpani. Gangguan
ini paling sering terjadi pada anak-anak.
3) Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang
bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab
utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan
invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalh infeksi saluran
nafas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.
4) Manifestasi klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien; biasanya bersifat unilateral pada dewasa
Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin
intens dan hanya akan reda setelah perfoasi spontan
gendang telinga atau setelah miringotomi.
7
Demam; drainasi dari telinga, kehilangan pendengaran.
Membrane timpani mengalami eritema dan sering kali
menonjol.
Kehilangan pendengaran kondukif disebabkan oleh
eksudat di dalam telinga tengah.
Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3
bulan) disertai dengan rabas purulent, ketulian permanen
jarang terjadi.
5) Komplikasi
Perforasi membrane timpani dapat menetapi dan berlajut
menjadi otitis media kronis,
Komplikasi sekunder mencakup mastoid (mastoiditis),
meningitis, atau abses otak (jarang)
6) Penatalaksanaan
Dengan terapi antibiotic spectrum luas sejak dini dan
tepat, otitis media dapat hilang tanpa menyisakan sekuela
yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan antibiotic otik
dapat diresepkan.
Hasil akhir bergantung pada efektivitas terapi (dosis
antibiotic oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi
bakteria, dan status fisik pasien.
8
Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang
bervariasi dan otorea (rabas) berbau yang persisten atau
intermitten)
Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis
akut; ketika mastoiditis terjadi, area pascaaurikular menjadi
kenyal;eritmea dan edema dapat terjadi.
Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami
degenarasi dan materi sebasea) mungkin dimanifestasikan
sebagai massa putih di belakang membrane timpani yang
terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati, koleosteatoma
akan terus tumbuh dan menghancurkan struktur tulang
temporal, kemungkinan menyebabkan kerusakan pada
saraf fasial dan anal horizontal serta hancurnya struktur lain
disekitarnya. Pemerikasaan audiotori sering kali
menunjukkan tuli konduktif atau campuran.
Gejala beragam berasarkan tingkat keparahan infeksi,
biasabya bersifat unilateral pada orang dewasa.
Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin
intens dan hanya akan reda setelah perforasai spontan
gendang telinga atau setelah miringotomi.
Demam ; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran.
Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh
eksudat di dalam telingan tengah.
Bahkan jika kondisi menjadi subakut ( 3 minggu sampai 3
bulan ) diserti dengan rabas purulent, ketulian permanen
jarang terjadi.
2) Penatalaksanaan
Pengisapan dan pembersihan telinga yang cermat dapat
dilakukan di bawah panduan mikroskop.
Antibiotic tetes dimasukkan atau antibiotic serbuk
digunakan untuk mengatasi rabas purulent
9
Prosedur timpanoplasti (miringoplasti dan jenis yang lebih
ekstenfis) dapat dilakukan untuk mencegah infeks
berulang, mengambalikan fungsi telinga tengah, menutup
perforasi, dan memperbaiki pendengaran.
Osikuloplasti mungkin dilakukan untuk merekonstruksi
tulang telinga tengah guna mengembalikan fungsi
pendengaran.
Mastoidektomi dapat dilakukan untukmengeluarkan
kolesteatoma, membuka akses ke struktur yang mengalami
penyakit, dan membuat telinga tetap kering (tidak terinfeksi)
dan sehat.
10
OMSK dibagi menjadi 2 jenis, yaitu benigna atau tipe
mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan secret
yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe
aktif da tipe tenang.
Pada OMSK benighna, peradangan terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Jarang menimbulkan komplpikasi berbahaya dan
tidak terdapat kolesteatom.
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom.
Perforasiterletak marginal subtotal, atau di atik. Sering
menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal.
4) Manifestasi klinis
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh di
telinga, atau gangguan pendengaran. Mengingat bahaya
komplikasi, OMSK maligna harus dideteksi sejak dini.
Diagnosis pasti ditegakkan pada penemuan di kamar
operasi. Beberapa tanda klinis sebagai pedoman adalah
perforasi pada margian atau atik, abses atau fistel
retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
luar yang berasal dari telinga tengah, kolesteakom pada
telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas.
5) Komplikasi
Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirintitis,
suouratuf, petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses
ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, dab
hidrosefalus otitis.
6) Penatalaksaan
Prinsip terapi OMSK benigna adalah konservatif atau
medikamentoa. Bila secret keluar terus, diberikan obat
cuci telinga, yaitu larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Setelah secret berkurang atau bila sudah tenang,
dianjurkan dengan obat tetes telinga yang mengandung
11
antibiotic dan kortikosteroid, tidak lebih dari 1-2 minggu
Karen aobat bersifat ototoksik. Antibiotic oral dari
golongan ampisilin atau eritromisin diberikan sebelum
hasil tes resistensi diterima. Pasien dianjurkan tidak
berenang dan menghindari masuknya air ke dalam
telinga. Bila secret telah kering nanmun perforasi tetap
ada setelah observasi selama 2 bulan, maka harus
dirujuk untuk miringoplasti atautimpanioplasti. Sumber
infeksi harus diobati lebih dulu, kalau perlu dengan
pembedahan.
Prinsip terapi OMSK maligna adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanioplasti. Terapi
medikamentosa hanya vesifat sementara sebelmu
pembedahan. Operasi direncanakan secepatnya untuk
memperbesar kemungkinan keberhasilan dan
memperkecil risiko komplikasi. Bila terdapat abses
subperiosteal retroaurikular, maka dilakukan insisi abses
tersendiri sebelum mastoidektomi.
12
besar dan menyumbat liang telinga. Liang telinga tampak
bengkak pada tempat tertentu.
4) Penatalaksaan
Diberikan antibiotic dalam bentuk salep seperti neomisin,
polimiksin B, atau basitrasin; atau antiseptic (asam asetat 2-
5%; atau tampon iktiol dalam liang telinga selama 2 hari.
Bila sudah menjadi abses, diasparasi secra steril untuk
mengeluarkan nanahnya. Kalau dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi kemudian dipasang drain untuk mengalirkan
nanah. Tidak perlu diberikan antibiotic sistemik, cukup obat
simtomatik, seperti analgesic dan obat penenang.
13
Dapat digunakan obat tetets telinga yang mengandung
polimiksin B/kolistin, neomisin, dan hidrokorrtison atau
kloramfenikol.
Bila kasus berat, diperlukan antibiotic sistemik atau
oral. Bila terjadi infeksi telinga tengah maka
penyebabnya harus diobati.
2.3.3 Otitis Eksterna Maligna
1) Definisi
Otitis eksterna maligna adalah suatu tipe khusus dari
infeksi akut difus di liang telinga luar. Penyakit infeksi ini
bersifat agresif dan dapat menyebabkan kematian.
2) Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh pseudomonas. faktor
predisposisinya adalah riwayat diabetes mellitus dalam
keluarga khususnya orang tua.
3) Patofisiologi
Peradangan yang meluas secara progresif ke lapisan
subkutis dan organ sekitar.
4) Manifestasi klinis
Rasa gatal di liang telinga, uni lateral, diikuti nyeri hebat
dan sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Nyeri akan menghebat dan liang telinga tertutup jaringan
granulasi yang subur.
5) Komplikasi
Paresis atau paralisis nervus fasial, kondritis, osteitis,
dan osteomielitis, hingga kehancuran tulang temporal.
6) Penatalaksaan
Anti biotik dosis tinggi terhadap pseudomonas selama 6
minggu. Bila perlu dilakukan debridemen pada jaringan
nekrotik di liang telinga dan kavum timpani, yang terpenting
gula darah harus dikontrol.
2.3.4 Otomikosis (Otitis Eksterna Difus Kronik)
14
1) Definisi
Otomikosis adalah infeksi jamur yang terjadi pada
telinga. Bagian telinga yang terinfeksi dapat mencangkup
bagian awal lubang hingga gendang telinga.
2) Etiologi
Jamur, biasanya aspergillus niger, Pityrosporum,
aktinomises, atau candida albicans.
3) Manifestasi klinis
Rasa gatal dan tersumbat di liang telinga. Pada
pemeriksaan tampak liang telinga terisi oleh filamen jamur
berwarna keputihan. Sering kali juga terdapat infeksi oleh
bakteri akibat trauma mengorek telinga.
4) Penatalaksaan
Liang telinga dibersihkan secara teratur. Dapat
diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yanhg
diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti
nistatin dan klotrimazol.
15
Diagnosa Keperawatan : Gangguan berkomunikasi
berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
16
Ajarkan klien untuk Keefektifan alat pendengaran
menggunakan dan merawat alat tergantung pada
pendengaransecara tepat tipegangguan/ketulian,
pemakaian serta perawatannya
yang tepat.
Instruksikan klien untuk Apabila penyebab pokok ketulian
menggunakan teknik-teknik tidak progresif, maka
yang amandalam perawatan pendengaran yang tersisa
telinga (seperti: saat sensitif terhadap trauma dan
membersihkan dengan infeksisehingga harus dilindungi.
menggunakan cutton bud
secara hati-hati, sementara
waktu hindari berenang ataupun
kejadian ISPA) sehingga dapat
mencegahterjadinya ketulian
lebih jauh.
Observasi tanda-tanda awal Diagnosa dini terhadap keadaan
kehilangan pendengaran yang telinga atau terhadap masalah-
lanjut. masalah pendengaran rusak
secara permanen.
Instruksikan klien untuk Penghentian terapi antibiotika
menghabiskan seluruh dosis sebelum waktunya
antibiotik yang diresepkan (baik dapatmenyebabkan organisme
itu antibiotik sistemik maupun sisa resisten sehingga infeksi
lokal). akanberlanjut.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid
2) Anatomi sistem pendengaran terbagi menjadi teliga dalam, tengah,
dan luar.
3) Otitis media paling sering disebabkan oleh bakteri.
4) Penatalaksanaan pada pasien dengan otitis media dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu enatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
5) Diagnosa keerawatan :yang dapat diangkat pada otitis media
antara lain: Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
proses peradangan pada telinga tengah, gangguan berkomunikasi
berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran, perubahan
persepsi/sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksidi telinga
tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
6) Intervensi pada Cotitis media harus disesuaikan dengan diagnosa
keperawatan yang diangkat.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan-perbaikan selanjutnya.
18
19
DAFTAR RUJUKAN
Arif dkk. Kapita Kedokteran Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius fakultas
Kedokteran UI.
https://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/11/16/asuhan-
Sjamsuhidajat & De Jong, Wim. 1999. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC