Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN RINITIS ALERGI

OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS A3-E
ANGGOTA KELOMPOK :
1.
2.
3.
4.

ANAK AGUNG ADE WIRAMA


ANAK AGUNG AYU ANGGA RISKA NINGSIH
AYU NGURAH EKA SUARIANI
COKORDE ISTRI BINTARI PEMAYUN

09.321.0566
09.321.0567
09.321.0568
09.321.0569

5. DEWA AYU VERA HANDAYANI


6. DEWA GEDE KAMBA PRAMAESTA

09.321.0570
09.321.0571

Program Studi Ilmu Keperawatan


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AJARAN 2010/2011

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN RINITIS ALERGI

A. KONSEP DASAR MEDIK


I.

DEFINISI / PENGERTIAN
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro,
2005 ).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ).
Rinitis alergi merupakan gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah pajanan alergen
melalui inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobulin E yang spesifik terhadap alergen
tersebut pada mukosa hidung. Onset pajanan alergen terjadi lama dan gejala umumnya
ringan, kecuali bila ada komplikasi sinusitis.
Rinitis alergika merupakan penyakit saluran nafas yang sering dijumpai pada anak,
disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40% anak pernah mengalami rinitis alergika
sampai usianya mencapai 6 tahun. Rinitis alergika merupakan penyakit yang didasari
oleh proses inflamasi. Terdapat hubungan yang erat antara saluran nafas bagian atas dan
bawah.
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi
alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ).

II.

EPIDEMIOLOGI
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1) . Penyakit ini

mengenai sekitar 8% hingga 10% dari populasi penduduk Amerika Serikat (20%-30%
penduduk remaja). Kalau tidak diobati, dapat terjadi banyak komplikasi seperti asma
alergi, obstruksi nasal kronik, otitis kronik dengan gangguan pendengaran, anosmia
(ganggua kemampuan membau), dan pada anak-anak, deformitas dental orofasial.
Diagnosis dini dan terapi yang adekuat sangat penting.
III.

ETIOLOGI / PENYEBAB
Rinitis alergi disebabkan oleh alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Zat
tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun pada orang yang tidak alergi, namun pada
orang yang alergi, ceritanya bisa berbeda. Misalnya saja debu. Pada orang yang tidak
alergi debu, paparan terhadap debu tidak menimbulkan reaksi. Namun paparan debu pada
orang yang alergi debu dapat memicu reaksi antibodi. Antibodi ini menyebabkan sel
mengeluarkan zat kimia yang menyebabkan gejala seperti hidung berair, gatal, hidung
tersumbat, bersin-bersin, bahkan sesak napas.
Orang yang sedang terkena rinitis alergi menjadi lebih sensitif terhadap zat iritan lainnya
seperti asap rokok, udara dingin, dan polusi. Rinitis juga dapat menjadi faktor pemberat
pada asma, sinusitis, infeksi telinga, dan menyebabkan gangguan tidur.
Berbeda dengan rinitis alergi, rinitis non-alergi timbul tanpa reaksi alergi. Rinitis jenis ini
dapat timbul akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan dan alkohol,
polutan udara, perubahan hormonal, dan dipicu oleh beberapa jenis obat.

IV.

TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang
terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan alergen. Gejala lainnya adalah
keluar ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal, dan kadang disertai
dengan keluarnya air mata. Beberapa tanda lain yang dapat timbul adalah adanya
bayangan gelap di bawah mata (allergic shinner), gerakan menggosok-gosok hidung
pada anak-anak (allergic salute), timbul garis pada bagian depan hidung (allergic
crease).

V.

PATOFISIOLOGI

Sensitisasi dimulai dengan konsumsi atau inhalasi antigen. Pada pemajanan ulang,
mukosa nasal bereaksi dengan pelambatan kerja silia, pembentukan edema dan infiltrasi
leukosit (terutama eusinofil). Histamine merupakan mediator utama reaksi alergi pada
mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler. Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa

hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu
yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).

VI.

PATHWAY
Pajanan alergen
Melalui inflamasi oleh
IgE
Mukosa hidung

RINITIS ALERGI

Memicu reaksi
antibodi

Sensitifitas terhadap zat iritan


(seperti udara dingin, polusi, asap
rokok)

Sel mengeluakan zat


kimia
Hidung tersumbat,
bersin-bersin, sesak
nafas, rhinorrhoea

MK : Gangguan citra
diri

Histamine merupakan
mediator utama reaksi
alergi

Merupakan bagian
dari respon inflamasi
MK : Gangguan pola
tidur

MK : Kurang pengetahuan

Vasolidasi dan
peningkatan
permeabilitas kapiler

Edema jaringan

MK : Pola napas tidak efektif

VII.

KLASIFIKASI
Rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan:
1. Lama gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:

Intermiten: Gejala <4 hari per minggu dan lamanya <4 minggu
Persisten: Gejala >4 hari per minggu dan lamanya >4 minggu

2. Berdasarkan berat gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:

Ringan (tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan santai normal,
tidak ada keluhan yang mengganggu).
Berat (satu atau lebih gejala, tidur terganggu, aktivitas sehari-hari, saat
olahraga dan santai terganggu, gangguan saat bekerja dan sekolah, ada keluhan
yang mengganggu).

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan diagnostic yang dapt dilakukan mencakup sediaan apus nasal, hidung
darah perifer, total serum IgE, tes epikutan, tes intradermal, RAST, pemeriksaan
eliminasi serta provokasi makanan, dan tes provokasi nasal. Uji kulit alergen untuk
menentukan alergen penyebab, foto sinus paranasalis (usia 4 tahun ke atas) atau CTscan bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
IX. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu
atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau
imunoterapi. Terapi yang paling ideal untuk rinitis alergi, seperti halnya alergi pada
umumnya, adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebab. Biasanya
dokter akan memberikan obat-obat antihistamin atau dikombinasi dengan
dekongestan dan kortikosteroid. Setelah gejala menghilang hendaknya kita tetap

menghindari zat-zat yang sudah diketahui dapat memicu reaksi alergi pada tubuh kita.
Bila kita kembali terpapar oleh alergen tersebut maka gejala alergi akan muncul
kembali.
X.

PROGNOSIS

Jika Anda memiliki riwayat alergi atau asma dalam keluarga dan mengalami gejala
rinitis, maka besar kemungkinan Anda mengalami suatu rinitis alergi.
Berkonsultasilah dengan dokter untuk mengetahui zat apa saja yang akan memicu
reaksi alergi Anda. Dokter mungkin akan menyarankan tes kulit (skin prick test) yaitu
memberikan berbagai jenis alergen pada kulit Anda dan melihat apakah akan timbul
reaksi alergi. Tidak perlu khawatir, alergen yang diberikan hanya sedikit sehingga
kalaupun reaksi alergi timbul, reaksinya hanya berupa sedikit kemerahan di kulit.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I.

PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Riwayat penyakit pasien mengungkapkan gejala bersin-bersin yang kerapkali bersifat
serangan mendadak dengan ingus yang encer serta berair, mata serta hidung yang
terasa gatal, lakrimasi dan kadang-kadang sakit kepala. Riwayat keperawatan
mencakup riwayat alergi pada diri pasien atau anggota keluarganya.
3. Pemeriksaan alergi akan menemukan sifat antigen, perubahan gejala musim dan
riwayat penggunaan obat.
4. Keluhan suara parau, mengi, biduran, ruam, eritema atau edema harus diperhatikan.
Setiap hubungan antara masalah emosional atau stress dan terpicunya gejala alergi
harus dikaji.

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan reaksi alergi ditandai dengan
bersin-bersin, hidung tersumbat dan sesak napas.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sensitifitas terhadap zat iritan ditandai
dengan mengeluhkan istirahat merasa tidak puas.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis, kebutuhan pengobatan ditandai dengan pasien selalu menanyakan tentang
penyakitnya dan cara penyembuhannya.
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinorrhoea ditandai dengan perasaan
mengenai perubahan dalam penampilan.

III.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx 1 : Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan reaksi alergi ditandai
dengan bersin-bersin, hidung tersumbat dan sesak napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan nafas efektif

Kriteria hasil :
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi
a. Kaji penumpukan secret yang ada

Rasional
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya

b. Observasi tanda-tanda vital.


c. Kolaborasi dengan team medis

b. Mengetahui perkembangan klien sebelum


dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang
dikonsumsi

2. Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan sensitifitas terhadap zat iritan ditandai
dengan mengeluhkan istirahat merasa tidak puas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi
a. Kaji kebutuhan tidur klien.

Rasional
a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b. ciptakan suasana yang nyaman.

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Kolaborasi dengan tim medis


pemberian obat

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat


hidung

3. Dx 3 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,


prognosis, kebutuhan pengobatan ditandai dengan pasien selalu menanyakan tentang
penyakitnya dan cara penyembuhannya.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
mengetahui informasi tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:
a. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan
mengikuti prosedur tersebut.
b. Bekerjasama dengan pemberi informasi.

Intervensi

Rasional

a. Beri informasi yang akurat dan faktual.


Jawab pertanyaan secara spesifik,
hindarkan
informasi
yang
tidak
diperlukan.

a. Membantu klien dalam memahami


proses penyakit

b. Tentukan persepsi klien tentang alergi


dan pengobatannya, ceritakan pada klien
tentang pengalaman klien lain yang
menderita alergi.

b. Memungkinkan dilakukan pembenaran


terhadap kesalahan persepsi dan
konsepsi serta kesalahan pengertian

c. Review pengertian klien dan keluarga


tentang diagnosa, pengobatan dan

c. Menghindari adanya duplikasi dan


pengulangan terhadap pengetahuan
klien

d. Mengetahui sampai sejauh mana


pemahaman
klien
dan
keluarga
mengenai penyakit klien
d. Anjurkan klien untuk memberikan
umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya.
akibatnya.

4.Dx 4 : Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinorrhoea ditandai dengan perasaan
mengenai perubahan dalam penampilan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
gangguan citra diri klien teratasi.
Kriteria hasil : 1. Klien dapat menerima perubahan penampilan
e. Klien tidak minder berhadapan dengan orang lain

Intervensi

Rasional

a. Dorong individu untuk bertanya mengenai a.

memberikan

masalah, penanganan, perkembangan dan memberikan


prognosis kesehatan
b.

ajarkan

individu

minat

dan

perhatian,

kesempatan

untuk

memperbaiakikesalahan konsep
menegenai

sumber b. pendekatan secara komperhensif dapat

komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk


(misalnya : pusat kesehatan mental)

memelihara tingkah laku koping

c. dorong individu untuk mengekspresikan c. dapat membantu meningkatkan tingkat


perasaannya, khususnya bagaimana individu kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
merasakan, memikirkan, atau memandang menurunkan pikiran terus menerus terhadap

dirinya

perubahan

dan

meningkatkan

perasaan

terhadap pengendalian diri

IV.

IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi

V.

EVALUASI
Dx 1
: klien sudah bisa bernafas melalui hidung dengan normal
Dx 2

: klien bisa tidur dengan nyenyak

Dx 3

: klien mengetahui tentang penyakitnya

Dx 4

: klien menerima perubahan penampilan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.3.Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran EGC
Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika.
http://hendy-kumpulanaskep.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai