Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit

yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan gawat

darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak

(Queensland Health ED, 2012). Unit ini memiliki tujuan utama yaitu untuk

menerima, melakukan triase, menstabilisasi, dan memberikan pelayanan

kesehatan akut untuk pasien, termasuk pasien yang membutuhkan resusitasi dan

pasien dengan tingkat kegawatan tertentu (Australian College for Emergency

Medicine, 2014).

Terdapat tipe kasus yang sering terjadi di IGD adalah trauma dan non-

trauma. Menurut American Heritage Dictionary trauma adalah luka, khususnya

yang disebabkan oleh cedera fisik yang tiba-tiba. Trauma merupakan penyebab

utama kematian pada pasien di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab utama

kematian nomor empat pada orang dewasa selain penyakit kanker. Trauma

musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di rumah sakit

maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan decade ini (2000-2010) menjadi decade tulang dan persendian. Di

Amerika Serikat pada tahun 2000 cedera yang tidak disengaja menyebabkan

97.300 kematian dan 20.500.000 cedera yang menimbulkan kecacatan, trauma


yang tidak sengaja menjadi penyebab utama nomor lima timbulnya kematian di

semua golongan usia dan menjadi penyebab nomor satu digolongan usia 1-34

tahun (Kartikawati, 2011), sedangkan di Indonesia penyumbang trauma

terbanyak diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas dimana kecelakaan selama

tahun 2015 sekitar 98.970 dan memakan korban sekitar 26.495 jiwa, kemudian

pada tahun 2016 meningkat menjadi 106.129 dan memakan korban sekitar

26.185 jiwa dengan trauma menduduki peringkat keempat penyebab kematian.

Penyebab tingginya angka kematian dan kecacatan tersebut dikarenakan

kurangnya pengetahuan pada penanganan awal gawat darurat, kurang memadai

peralatan, system yang belum memadai, dan penanganan tidak sesuai presedur

penanganan kegawat daruratan (Badan Pusat Statistik, 2016). Data di

bali,kabupaten

Pelayanan pada pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang

memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat, dan cermat yang menekankan

pada time saving is life saving, untuk mencegah terjadinya kematian dan

kecacatan, maka dari itu perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

dituntut untuk memiliki kemampuan lebih dibandingkan yang lain, karena IGD

merupakan sebuah pelayanan awal pada rumah sakit. Perawat harus memiliki

dasar pengetahuan dan kompetensi mengenai protokol pelaksanaan dan

implementasi untuk mencegah terjadinya komplikasi (Suprapto, 2015). Dimana

perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan

penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan


pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien. Hal ini terkait dengan

keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam melayani pasien, serta jumlah

perawat yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40–

60%. Rumah sakit harus memiliki perawat dengan kinerja baik yang akan

menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau

pasien.

Salah satu upaya untuk menjaga keselamatan pasien, dengan menerapkan

Standard Operational Procedure (SOP) dalam setiap tindakan perawat.

Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan menghindari

terjadinya malpraktik. Standard Operational Prosedure (SOP) merupakan

standar yang harus di jadikan acuan dalam memberikan setiap pelayanan, standar

kinerja ini sekaligus dapat digunakan untuk menilai kinerja instansi baik secara

internal maupun eksternal. Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu

didasari oleh SOP kemudian disosialisasikan kepada seluruh pihak yang

berkompeten untuk melaksanakanya, meskipun demikian sebagian besar perawat

dalam melaksanakan praktek keperawatan belum sesuai dengan SOP yang

ditetapkan oleh rumah sakit. Hal ini mencakup proses pelayanan yang memiliki

suatu presedur pasti atau terstandarisasi, tanpa kehilangan keefektifannya

(Natasia, 2014). Menurut PERMENPAN PER/21/M-PAN/11/2008 menyebutkan

SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun,

dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan, SOP
harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari

level yang paling rendah dan tertinggi, SOP harus mengikat pelaksana dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan,

seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan.

Jika pegawai tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan

mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses

penyelenggaraan pemerintahan.

Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang bersangkutan

untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan perawat dalam

melaksanakan SOP tergantung dari perilaku perawat itu sendiri. Perilaku

kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa factor. Factor yang mempengaruhi

kepatuhan dapat dikategorikan menjadi factor internal yaitu karakteristik perawat

itu sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,

kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi, dan motifasi) dan factor eksternal

(karakteristik organisasi, karaktaristik kelompak, karakteristik pekerjaan, dan

karakteristik lingkungan) (Andareas, 2009)

Berdasarkan penelitian Mulyadi (2016) dalam hal kepatuhan perawat

terhadap standar operasional pemasangan infus di Instalasi Gawat Darurat RSUP

Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dengan 40 responden didapatkan sebagian besar

berada dalam kategori patuh yaitu sebanyak 33 responden (82,5%), sedangkan

responden yang tidak patuh sebanyak 7 responden (17,5%). Dalam penelitian

Noviar (2017) didapatkan hasil bahwa mayoritas perawat IGD di RSUD


Kotabaru Kalimantan Selatan (73% atau 11 orang) patuh dalam melaksanakan

SOP pemasangan infus, namun masih terdapat sebagian kecil (13% atau 2

orang perawat) IGD kurang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus

dan (13% atau 2 orang perawat) tidak patuh dalam melaksanakan SOP

pemasangan infus.

Anda mungkin juga menyukai