Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN TRAUMA KEPALA DENGAN DISORIENTASI

PADA PASIEN KECELAKAAN LALU LINTAS

OLEH:

NAMA : NI RAI SRIYANTI

NIM : ( 14.321.2090 )

KELAS : A8C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2008, kecelakaan lalu lintas
menjadi penyebab kematian ke-10 di dunia dengan jumlah kematian 1,21 juta (2,1%)
dan Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 cedera merupakan penyebab
kematian utama keempat (6,5%) untuk semua umur setelah Stroke, TB, dan Hipertensi.
Pada pola 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pada pasien rawat
jalan cedera menempati urutan keenam, sedangkan pada pasien rawat inap menempati
urutan keempat (Damanik., 2011). Di Indonesia angka kecelakaan lalu lintas tiap tahun
meningkat. Manado sebagai salah satu kota di Indonesia juga menunjukan
kecenderungan yang sama. Peningkatan yang mencapai dua kali lipat angka kematian
akibat kecelakaan pada tahun 2005 yang terekam di Poltabes Manado.
Pola cedera akibat kecelakaan lalu lintas memiliki perbedaan dengan pola cedera
akibat kekerasan lain. Informasi mengenai pola cedera ini dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu acuan dalam tata laksana medis kasus kecelakaan lalu lintas. Dinamika gaya
fisika yang terlibat pada suatu cedera akibat gaya mekanik telah dijelaskan secara
terperinci oleh DeHaven untuk memberi konsep dasar dalam menjelaskan dan
memperkirakan jelas yang diasosiasikan dengan trauma dan mekanisme yang
mendasarinya.
Trauma kepala merupakan kegawat daruratan neurologik yang memiliki
akibatyang kompleks, karena kepala merupakan pusat kehidupan seseorang. Di
dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi segala aktivitas manusia, bila
terjadi kerusakan akan mengganggu semua sistem tubuh. Penyebab trauma kepala
yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%) dan cedera
olahraga (10%). Angka kejadian trauma kepala yang di rawat di Rumah Sakit di
Indonesia merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan
merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10 pola penyakit terbanyak di rawat di
ruamh sakit di Indonesia (Depkes RI,2007).
Dalam studi kasus yang peneliti dapat dalam buku keparwatan kritis, ada kisah
nyata seorang superfisor adiministrasi medical bedah yang mendapat laporan seorang
bapak mengalami cdera kepala yang serius. Menurut petugas ia memiliki orientasi
orang, tempat, waktu yang baik (a + 0 x 3). Tingkat kesadaran TTV dan respon motoric
maupun pupil semuanya dalam rentang normal. Namun tatapannya tidak focus hingga
dicurigai dapat mempengaruhu neurologisnya. Dari studi kasus diatas dapat dilihat
bahwa cedera kepala dapat mempengaruhi orientasi dan neurologis pasien jika tidak
segera di tindak lanjuti oleh tenaga medis.
Pada beberapa keadaan, cedera kepala yang berupa konkusio dapat sulit untuk
dikenali gejalanya. Pasien mungkin akan merasa sulit berkonsentrasi, suasana hati
mudah berubah, tingkah laku tidak seperti biasanya, perubahan pola tidur, dan
gejala lainnya. Pemeriksaan medis perlu dilakukan pada orang-orang seperti ini
meskipun peristiwa yang menyebabkan cedera kepala itu sudah lama berlalu.
Cedera kepala harus selalu dicurigai pada setiap korban kecelakaan atau jatuh, terutama
dengan memperhatikan mekanisme terjadinya kecelakaan tersebut dan posisi korban serta
gejala-gejala yang muncul pada korban. Hilangnya kesadaran, walau cuma sebentar,
bukan merupakan hal yang normal. Disorientasi (bingung atau tidak tahu waktu, tempat,
atau orang), kejang, dan muntah yang berulang kali menjadi tanda perlunya penanganan
medis cepat.
Disorientasi berasal dari dua kata yaitu dis yang berarti adanya masalah,
gangguan, atau kegagalan dan orientasi. Orientasi sendiri bisa kita lihat dalam
kamus inggris : Orientation is a function of the mind involving awareness of three
dimensions: time, place and person. Dimensi itu bisa saja bertambah panjang dan
komplek. Sedangkan kegagalan atau masalah itu bisa bersifat partial, spatial
maupun total. Orang sering menghubungkan disorientasi ini dengan
“kebingungan”. Kebingungan adalah gejala, dan dapat berkisar dari ringan sampai
parah. Seseorang yang bingung mungkin mengalami kesulitan memecahkan
masalah. Gampang mengantuk, hiperaktif, atau cemas adalah tanda-tanda awal.
Pada kasus yang parah, orang mungkin memiliki halusinasi, perasaan paranoia,
dan keadaan delirium (mengigau). Kebingungan tingkat patologis biasanya
mengacu pada kehilangan orientasi (kemampuan untuk menempatkan diri dengan
benar di dunia dengan waktu, lokasi, dan identitas pribadi) dan sering mengganggu
memori (kemampuan untuk benar mengingat peristiwa-peristiwa sebelumnya atau
belajar pada sesuatu atau materi yang baru). Kebingungan seperti itu tidak sama
dengan ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian.
Disorientasi adalah salah satu “penyakit” yang sadar atau tidak sadar sering
menghinggapi kita. Disorientasi tak hanya terjadi karena kepikunan semata-mata
atau karena kita bingung mau apa dan mengerjakan apa. Banyak orang yang
neuronnya masih bagus juga dapat mengalami kejadian tersebut. Disorientasi
pemikiran menyebabkan seseorang tidak dapat menempati diri dengan benar di
dunia dengan waktu, lokasi, dan identitas pribadinya. Ketika seseorang dikatakan
disorientasi pemikiran dimana mereka tidak dapat berpikir dan menempatkan diri
dengan benar dengan waktu, lokasi dan siapa dirinya. Orang tersebut bisa
dikategorikan mengalami gangguan kesehatan baik secara fisik, mental dan sosial.
Dengan kata lain orang yang mengalami disorientasi pemikiran memiliki salah
satu ciri orang yang mulai mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan survey data awal yang di dapat oleh penelitian sebelumnya pada tahun
2016 di IGD RS Bhayangkara terdapat 125 orang yang mengalami trauma kepala akibat
kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang "Hubungan Trauma Kepala Dengan Disorientasi Pada asien
Kecelakaan lalu Lintas Di IGD".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka muncul suatu erumusan masalah
sebagai berikut : " Adakah Hubungan Trauma Kepala Dengan Disorientasi Pada
Pasien Kecelakaan Lalu Lintas Di IGD ? "
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan trauma
kepala dengan disorientasi pada pasien kecelakan lalu lintas di IGD.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien dengan trauma kepala di IGD.
b. Mengetahui karakteristik pasien dengan trauma kepala dengan
disorientasi di IGD.
c. Mengetahui karakteristik pasien dengan trauma kepala dengan
kecelakaan lalu lintas di IGD.
d. Mengetahui ada tidaknya hubungan trauma kepala dengan disorientasi
pada pasien kecelakan lalu lintas di IGD.
A. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Untuk institusi pendidikan :Hasil penelitian ini diharapkan menambah

dan memperkaya refrensi perpustakaan serta dapat memberikan

informasi mengenai trauma kepala dengan disorientasi pada

kecelakaan lalu lintas.


b. Untuk peneliti selanjutnya : Hasil penelitian ini dapat dijadikan

pembanding dan bahan kajian yang berhubungan dengan trauma

kepala dari masing-masing tingkat gawat darurat khususnya pasien

dengan kecelakaan lalu lintas.


2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian dapat menjadi masukan untuk perbaikan pelayanan di

ruang IGD khususnya perbaikan dalam melakukan tindakan pada

pasien kecelakaan lalu lintas dengan masing-masing tingkat gawat

darurat khususnya pada pasien dengan trauma kepala.

Anda mungkin juga menyukai