Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


“INFEKSI TELINGA”

Dosen Pengajar :
Ns. Yosi Oktarina, S.Kep., M.Kep

Oleh : Kelompok 2

1. Nur Ayu Hijratunni’ma (G1B118011)


2. Rani Alfiyyah Az-Zahra (G1B118012)
3. Intan Syafika (G1B118013)
4. Rivi Maldanurman (G1B118014)
5. Elprida Sihombing (G1B118015)
6. Icha Permata Ulandari (G1B118016)
7. Nurlaili Andriani (G1B118017)
8. Nosil Elvini (G1B118018)
9. Dera Tri Mulyani (G1B118019)
10. Reci Syarfina (G1B118020)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat,dan hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Infeksi Telinga ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Jambi, 09 September 2020

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... 1


DAFTAR ISI .......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................... 5
1.4 Manfaat ....................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 7
2.1 Definisi ........................................................................................ 7
2.2 Epidemiologi ............................................................................... 8
2.3 Etiologi ........................................................................................ 8
2.4 Patogenesis .................................................................................. 9
2.5 Klasifikasi .................................................................................. 10
2.6 Manifestasi Klinis ....................................................................... 11
2.7 Komplikasi .................................................................................. 12
2.8 Diagnosis ..................................................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 12
2.10 Asuhan Keperawatan .................................................................. 16
BAB III PENUTUP ............................................................................... 23
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 23
3.2 Saran ............................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang


sering terjadi pada anak–anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan
penyakit kedua tersering pada masa kanak-kanak setelah infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA). Hal ini menjadi alasan tersering orang tua
membawa anak mereka ke dokter anak untuk berobat. OMA dapat terjadi
pada semua usia, tetapi tersering ditemukan pada bayi dan anak–anak yang
berusia tiga bulan sampai tiga tahun (Albert & Skolnik, 2008; Richard,
2008; Betz & Sowden, 2009). Insidensi puncak terjadi pada anak–anak
berusia 18-20 bulan (Donaldson, 2014). Prevalensi global tertinggi terjadi
pada anak–anak berumur satu sampai empat tahun (60,99%) dan anak
berusia kurang dari satu tahun (45,28%). Angka kejadian OMA menurun
pada orang dewasa tetapi meningkat sebesar 2,3% setelah usia 75 tahun
(Monasta, et al, 2012).

Otitis media adalah peradangan telinga tengah yang terutama


disebabkan oleh virus atau bakteri dan berhubungan erat dengan dengan
infeksi hidung dan tenggorokan (Tortora & Derrickson, 2012). Otitis media
memiliki beberapa jenis, tetapi yang tersering adalah otitis media akut
(Kaneshiro, 2012). Setidaknya setengah sampai tiga perempat populasi di
dunia pernah mengalami satu kali episode otitis media selama hidupnya
(Blijham, 2012). Sebanyak 60–80% bayi mempunyai satu kali episode otitis
media akut ketika berumur satu tahun dan lebih dari 90% anak–anak
setidaknya pernah menderita otitis media satu kali ketika berumur dua tahun
(Hughes & Pensak, 2007; Albert & Skolnik, 2008; Waseem, 2014).
Beberapa anak yang rentan terhadap infeksi telinga bisa mengalami tiga
sampai empat kali episode otitis media setiap tahunnya, bahkan lebih dari
sepertiga anak-anak mengalami enam atau lebih episode otitis media akut

3
pada usia tujuh tahun (Waseem, 2014). Otitis media berulang dapat terjadi
pada anak–anak yang mengalami otitis media dalam enam bulan pertama
kehidupannya dan dapat menjadi kronis (Blijham, 2012; Waseem, 2014).

Otitis media sangat berhubungan dengan gangguan pendengaran


(Monasta, et al, 2012). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000
terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia yang pernah menderita otitis
media akut disertai gangguan pendengaran, 75 sampai 140 juta terdapat di
Asia Tenggara (Supari, 2006). Pada tahun 2005, terdapat 278 juta orang di
dunia pernah menderita gangguan pendengaran. Kurang lebih dua
pertiganya terjadi pada negara berkembang (World Health Organization,
2006). Pada tahun 2014, angka gangguan pendengaran di dunia meningkat
menjadi 360 juta orang yaitu sekitar lima persen dari populasi dunia (World
Health Organization, 2014).

Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di Afrika Barat dan


Tengah.(43,37%). Area–area lainnya yaitu Amerika Selatan (4,25%), Eropa
Timur (3,96%), Asia Timur (3,93%), Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa
Tengah (3,64%) (Monasta, et al, 2012). Di Inggris, sebanyak 30% anak–
anak mengunjungi dokter anak setiap tahunnya karena otitis media akut
(Glasper, McEwing, & Richardson, 2011). Di Amerika Serikat, sekitar 20
juta anak–anak menderita otitis media akut setiap tahunnya (Waseem,
2014). Penelitian yang dilakukan Pittsburgh menunjukkan insidensi episode
OMA sebesar 48% pada usia enam bulan, 79% pada usia satu tahun, dan
91% pada usia dua tahun (Donaldson, 2014).

Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan


prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri
Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang
tertinggi tetapi prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat, misal dalam hal
berkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di
Indonesia menunjukkan bahwa otitis media merupakan penyebab utama

4
morbiditas pada telinga tengah (Supari, 2006). Angka kejadian otitis media
akut yang cukup tinggi pada anak-anak dan belum ada data mengenai
karakteristik otitis media akut di kota Bandung membuat peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Pasien Rawat Inap Otitis
Media Akut di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2013–
Desember 2013”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi infeksi telinga?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi infeksi telinga?
1.2.3 Bagaimana etiologi infeksi telinga?
1.2.4 Bagaimana patogenesis infeksi telinga?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi pada infeksi telinga?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis infeksi telinga?
1.2.7 Bagaimana komplikasi infeksi telinga?
1.2.8 Bagaimana diagnosis infeksi telinga?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan infeksi telinga?
1.2.10 Bagaimana asuhan keparawatan pada infeksi telinga?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk diharapkan
mampu memahami asuhan keperawatan pada infeksi telinga.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah mahasiswa diharapkan
mampu:
a. Memahami definisi infeksi telinga
b. Memahami epidemiologi infeksi telinga
c. Memahami etiologi infeksi telinga
d. Memahami patogenesis infeksi telinga
e. Memahami klasifikasi pada infeksi telinga

5
f. Memahami manifestasi klinis infeksi telinga
g. Memahami komplikasi infeksi telinga
h. Memahami diagnosis infeksi telinga
i. Memahami penatalaksanaan infeksi telinga
j. Memahami asuhan keparawatan pada infeksi telinga

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi penulis
Makalah ini dapat bermamfaat bagi mahasiswa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang di miliki khususnya
mengenai asuhan keperawatan pada infeksi telinga.
1.4.2 Bagi pembaca
Makalah ini di jadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan
sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan dari pendidikan
kesehatan khususnya pada infeksi telinga.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi OMA


Otitis media akut adalah infeksi pada telinga tengah yang onsetnya bersifat
akut, terdapat tanda efusi pada telinga tengah dan inflamasi telinga tengah.
Otitis media adalah istilah umum untuk inflamasi pada telinga bagian tengah,
dan otitis media diklasifikasikan secara klinis menjadi otitis media akut dan
otitis media dengan efusi, otitis media dengan efusi kronis, otitis media
mukoid, dan otitis media supuratif kronis. Otitis media dapat terjadi akibat
terganggunya tuba eusthacius, dimana paling sering disebabkan oleh infeksi
virus pada saluran pernafasan atas dan diperparah oleh infeksi sekunder oleh
bakteri (Shaikh dan Hoberman, 2010; Cunningham dkk., 2012).
Otitis media akut adalah salah satu penyakit tersering pada anak-anak,
terhitung sekitar satu dari empat dari semua peresepan obat untuk anak-anak
di bawah 10 tahun di US. Meski otitis media akut sering sembuh dengan
sendirinya dalam 4-7 hari tanpa memakai antibiotik (self limiting), tapi
kondisi ini dapat mempengaruhi intelektual anak & kemampuan berbahasa,
begitu juga dengan prestasinya di sekolah (Cheong dan Hussain, 2012).
Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang gejalanya
berlangsung cepat seperti tanda-tanda dari efusi telinga tengah dan tanda
inflamasi pada telinga tengah. Otalgia dan demam adalah tanda paling klasik
dari otitis media akut yang telah terjadi pernanahan. Penemuan spesifik dari
pemeriksaan otoskop adalah hilangnya reflek cahaya, hilangnya bentuk
normal membran timpani, dan pembengkakan pada membran timpani (Toll
dan Nunez, 2012).
Otitis media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar
(Otitis Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian
dalam (Otitis Interna). (Rahajoe, N.2012).

7
2.2 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Teele et al.menyatakan bahwa episode
OMA (Otitis Media Akut) pada tahun pertama dan tahun ketiga adalah 66%
dan 86% pada lelaki dan 53% dan 77% pada wanita. [9] Puncak insidensi
otitis media adalah usia 6-12 bulan pertama kehidupan, dan menurun setelah
usia 5 tahun. Sebanyak 80% anak-anak menderita otitis media, dan 80%-90%
anak-anak menderita otitis media efusi sebelum usia sekolah. Di usia dewasa
otitis media lebih jarang terjadi, kecuali pada dewasa dengan keadaan
defisiensi imun.[2] Menurut ras/suku bangsa, insidensi otitis media tertinggi
terjadi pada suku Inuits dari Alaska, aborigin Australia, dan orang asli
Amerika (12%-46%), kemudian Maori di Selandia Baru, Nepal, dan Malaysia
(4%-8%), diikuti oleh Korea, India, dan Saudi Arabia sebanyak 1.4%-2%,
dan insidensi terendah di Amerika, Inggris, Denmark, dan Finlandia (<1%).
(Asmuni S, Anggraeni R, Hartanto WW, Djelantik B).

2.3 Etiologi OMA


a. Virus
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV)
pada awal tahun kehidupan. Prevalensi virus saluran pernafasan pada
cairan pada telinga tengah dari 456 anak berumur tujuh bulan sampai
tujuh tahun dengan otitis media akut adalah 41%. RSV adalah yang
paling sering ditemukan, diikuti dengan parainfluenza, influenza,
enterovirus dan adenovirus. Penemuan ini dikonfirmasi dengan
penelitian lain dan ditambahkan beberapa virus ke dalam daftar seperti
rhinovirus, coronavirus, metapheumovirus (Corbeel, 2007).
b. Bakteria
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada
kultur pada telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae. Kultur pada
nasofaring dapat memberikan informasi berguna dalam keterlibatan
bakteri pada otitis media akut. Heikkinen dkk menemukan pada 25% dari

8
pasiennya disebabkan oleh steptococcus penumoniae, haemophilus
influenzae pada 23%, moraxella catarrhalis sekitar 15%. Telah
didemostrasikan bahwa kekambuhan dari otitis media akut memiliki
hubungan positif dengan hasil kultur bakteri yang positif pada nasofaring
(Corbeel, 2007).
2.4 Patogenesis OMA
Patogenesis otitis media oleh virus
Terdapat 3 bakteri patogen yang paling sering pada otitis media akut
(streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, moraxella catarrahalis)
yang berkolonisasi pada nasofaring mulai dari saat masa bayi dan dianggap
sebagai flora normal pada tubuh manusia. Bakteri patogen ini tidak
menimbulkan gejala atau keluhan sampai terjadi perubahan pada lingkungan
pada nasofaring. Virus pada infeksi saluran pernafasan atas (upper tract
infection) memiliki peran penting pada patogenesis dari otitis media akut ini
dimana virus ini menyebabkan inflamasi pada nasofaring, yang menyebabkan
perubahan pada sifat kepatuhan bakteri dan kolonisasi, dan gangguan fungsi
dari tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius adalah pelindung alami yang
mencegah kolonisasi dari nasofaring ke telinga tengah. Anak-anak biasanya
rentan terhadap otitis media akut karena imunitas sistemik yang tidak matang
dan imunitas anatomi yang tidak matang (Marom dkk., 2012).
Virus pada infeksi saluran pernafasan atas membuat inflamasi pada
nasofaring dan tuba Eusthacius yang merangsang peningkatan kolonisasi dari
bakteri. Virus influenza A, Corona virus NL63, dan respiratory syntical virus
(RSV) meningkatkan sifat kepatuhan bakteri pada sel epitel. Virus influenza
A juga memacu kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring. Virus juga
memodifikasi fungsi imunitas dan mengganggu aktivitas antibiotik. Virus
juga merubah propertis dari jaringan mukus dan menghilangkan pembersihan
pada mukosiliar yang melapisi sel epitel dengan cara mengurangi produksi
dari zat anti bakteri pada nasofaring, tuba Eusthaius, dan rongga telinga
tengah, sehingga meningkatkan keagresifan dari bakteri. Perubahan
mukosiliar dari tuba Eusthacius menyebabkan tersumbatnya tuba Eusthacius

9
dan terjadi tekanan negatif pada telinga tengah, dimana tekanan negatif ini
terjadi lebih parah pada anak-anak. Tekanan negatif ini memfasilitasi
masuknya bakteri dan virus patogen ke dalam rongga telinga tengah
menyebabkan inflamasi telinga tengah, akumulasi cairan telinga tengah, dan
gejala otitis media akut (Marom dkk., 2012).
2.5 Klasifikasi
a. Berdasarkan Gejala
1. Otitis Media Supuratif :
a) Otitis Media Supuratif Akut / Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat
dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai
dengan gejala lokal dan sistemik. (Munisol, Jacky. Et al.)
b) Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran tipani
dan keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat
akan membuat progresivitas penyakit semakin bertambah.
2. Otitis Media Adhesiva : Keadaaan terjadinya jaringan fibrosis
ditelinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung
lama.
3. Otitis Media Non Supuratif / Serosa
a) Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
b) Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa
nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.
Terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut yang tidak
sembuh sempurna.
b. Berdasarkan Perubahan Mukosa
1. Stadium Oklusi

10
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani
akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang
tampak normal atau berwarna suram.
2. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian
atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis
disertai edem.
3. Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya
sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen dikavum
tipani sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.
4. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari tengah
telinga ke liang telinga.
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. (DJAAFAR za, Helmi, Restuti RD.
2007).
2.6 Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan
otitis media adalah :
a. Othalgia (Nyeri telinga)
b. Demam, batuk, filek
c. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
d. Gangguan pendengaran
e. Keluarnya secret dari telinga berupa nanah
f. Anak rewel, menangis, gelisah
g. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain

11
2.7 Komplikasi
a. Intra-Temporal
1. Abses subperiosteal
2. Labirintitis
3. Paresis fasial
4. Petrositis
b. Intra-Kranial
1. Abses ekstradura
2. Abses perisinus
3. Tromboflebitis sinus lateral
4. Abses otak
5. Meningitis otikus
2.8 Diagnosis
a. Timpanometri, guna mengukur gerakan gendang telinga terhadap
perubahan tekanan udara.
b. Reflektometri akustik, untuk mengukur seberapa banyak suara yang
dipantulkan kembali oleh gendang telinga.
c. Timpanosentesis, yaitu pengambilan sampel cairan dari telinga untuk
diperiksa apakah mengandung kuman. (Waseem M, Aslam M,2017)
2.9 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis jenis otitis media ditegakkan, target penatalaksanaan
adalah resolusi dari gejala, mencegah atau mengurangi kemungkinan
rekurensi.
Terapi otitis media akut oklusi tuba adalah dekongestan topikal dan
antibiotik oral. Terapi otitis media hiperemis adalah analgetik dan antibiotik
oral. Terapi otitis media akut supurasi adalah miringotomi, analgetik, dan
antibiotik oral. Terapi otitis media perforasi adalah bilas dengan H2O2 dan
antibiotik topikal. Terapi otitis media resolusi adalah pemantauan secara
rutin. Terapi otitis media supuratif kronis benigna adalah bilas dengan
H2O2 dan antibiotik. Terapi otitis media supuratif kronis maligna adalah
mastoidektomi.

12
a. Medikamentosa
Otitis media dengan gejala ringan-sedang umumnya akan sembuh secara
spontan dan hanya membutuhkan terapi suportif berupa pemberian
analgesik.
b. Analgesik
Analgesik sistemik seperti ibuprofen (10 mg/kg setiap 6 jam) dan
parasetamol (15 mg/kg setiap 6 jam) maupun analgesik lokal berupa
suspensi telinga antipyrine/benzocaine bermanfaat untuk mengatasi nyeri
akibat otitis media.[14]
c. Antibiotik
Antibiotik dapat diberikan secara oral maupun topikal. Antibiotik
sebaiknya tidak diberikan pada anak usia di atas 6 bulan dengan otitis
media dengan gejala ringan-sedang (keadaan umum masih baik dan stabil,
otalgia tidak berat, dan demam tidak lebih dari 39 derajat Celsius).
Lakukan observasi selama 48-72 jam dan pemberian terapi suportif berupa
pemberian analgesik dan jika gejala tidak membaik, baru antibiotik
diberikan. Pada anak di bawah 6 bulan, antibiotik diberikan tanpa perlu
melakukan penundaan pemberian. Antibiotik lini pertama yang dapat
diberikan adalah amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kgBB diberikan
dalam dosis terbagi 2 kali per hari atau ofloksasin dengan dosis 10 tetes
(pada usia di atas 12 tahun) atau 5 tetes (pada usia di bawah 12 tahun), 2
kali sehari, selama 7-10 hari. Pada pasien dengan alergi penisilin
hipersensitivitas tipe 1, berikan antibiotik golongan makrolida dengan
dosis sebagai berikut:
1. Azithromycin
a) Per oral 30 mg/kgBB dosis tunggal
b) Per oral 20 mg/kgBB diberikan sekali sehari, selama 3 hari
c) Per oral 5-10 mg/kgBB diberikan sekali sehari, selama 5 hari
d) Claritromycin per oral 15 mg/kgBB diberikan dalam dosis terbagi
3 kali per hari

13
e) Pada pasien dengan alergi penisilin hipersensitivitas nontipe 1,
sefalosporin dapat diberikan dengan dosis berikut:
f) Cefdinir per oral 14 mg/kgBB (maksimum 600 mg/hari) diberikan
sekali sehari atau dalam dosis terbagi 2 kali per hari, selama 5- 10
hari
g) Cefpodoxime per oral 10 mg/kgBB (maksimum 400 mg/hari)
diberikan sekali sehari atau dalam dosis terbagi 2 kali per hari,
selama 5-10 hari
h) Cefuroxime per oral 30 mg/kg (maksimum 1 gram/hari) dalam
dosis terbagi 2 kali per hari, selama 5-10 hari
Jika gejala menetap selama 4-6 hari, berikan amoksiklav 90 mg/kg 1
kali per hari selama 10 hari. Ceftriaxon intravena/intramuskular dapat
diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB satu kali per hari, selama 3 hari pada
pasien dengan muntah atau resisten terhadap amoksiklav.
Jika tetap tidak ada respon terhadap terapi, berikan clindamycin oral
30-40 mg/kgBB dalam dosis terbagi 4 kali per hari dan lakukan
timpanosentesis untuk kultur dan uji resistensi. Ganti antibiotik sesuai
hasil kultur dan uji resistensi yang dilakukan.[3]
d. Antihistamin
Penggunaan antihistamin dapat memperpanjang durasi efusi otitis media.
Untuk itu, antihistamin tidak disarankan diberikan secara rutin untuk otitis
media.[14]
e. Tindakan Operatif
Tindakan operatif yang dapat dilakukan pada otitis media adalah
timpanosentesis, miringotomi, dan mastoidektomi.
f. Timpanosentesis
Timpanosentesis merupakan tindakan untuk diagnostik sekaligus
terapeutik berupa insersi jarum pada bagian anterior membrane timpani
untuk drainase cairan telinga tengah. Cairan yang diaspirasi kemudian
dapat dilakukan kultur dan uji resistensi untuk mengidentifikasi patogen

14
penyebab dan resistensi obat. Timpanosintesis dipertimbangkan untuk
dilakukan pada:
1. Anak dengan gangguan sistem imun
2. Neonatal dengan OMA (Otitis Media Akut) curiga patogen yang
invasif
3. Pasien yang sudah diterapi dengan antibiotik namun tidak ada
perbaikan gejala lokal maupun sistemik (sepsis)
4. Pasien OMA terkomplikasi yang sedang dilakukan pemeriksaan
patogen etiologis dari cairan tubuh lainnya (darah/cairan
serebrospinal).
g. Miringotomi
Miringotomi merupakan tindakan insisi membran timpani dengan ukuran
yang lebih besar daripada timpanosentesis. karena tujuan tindakan ini
adalah untuk mengeluarkan cairan supurasi pada OMA supuratif menuju
kanal telinga. Membran timpani akan sembuh dengan sendirinya dalam
durai hari hingga beberapa minggu. Miringotomi dapat juga dilakukan
disertai pemasangan tuba timpanostomi. Pemasangan tuba ini bertujuan
untuk drainase cairan telinga tengah dalam jangka waktu yang lebih
panjang. Pemilihan tuba ventilasi dilihat dari berbagai aspek seperti butuh
berapa lama tuba ventilasi dipasang (6-9 bulan, 9-18 bulan, dan lebih dari
2 tahun) dengan mempertimbangkan peningkatan resiko komplikasinya
dan keadaan membran timpani saat pemeriksaan.
h. Mastoidektomi
Salah satu indikasi mastoidektomi adalah OMSK (Otitis Media Supuratif
Kronis) dengan atau tanpa koleostoma. Mastoidektomi memberikan akses
untuk mengangkat matriks koleostoma atau sistem sel udara mastoid
(osteitis/priostitis) serta memberikan kemudahan bagi operator karena
dapat visualisasi tulang temporal yang sulit untuk dilihat jika tindakan
dilakukan dari kanal auditori eksterna. (Ramakrishnan K, Sparks RA,
Berryhill WE.)

15
2.10 Asuhan Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.Y DENGAN OTITIS MEDIA
Klien Tn. Y (20 th) datang ke RS dengan keluhan nyeri telinga, ketajaman
pendengaran menurun sejak seminggu terakhir. Dari hasil pengkajian perawat
menunjukkan TD = 120/80 mmHg, 'S = 37C, adanya tinnitus (telinga
berdenging), otalgia (nyeri telinga), Otore( keluar cairan di telinga), Vertigo,
pusing, gatal pada telinga. Dengan otoskop tuba eustachius tampak bengkak,
merah, suram.Klien punya riwayat ISPA lama. Klien merasa cemas, menarik
dan malu pada lingkungan karena penyakitnya menimbulkan bau.
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Tn. J
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl.alai no 45, padang
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
2. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada telinga, sulit mendengar, dan terdengar
berdenging. klien jugamerasakan pusing dan gatal pada telinga sejak
seminggu terakhir.
3. Riwayat kesehatan
RKS : klien mengeluh nyeri telinga dan ketajaman pendengaran
menurun. Adanya tinnitus, otalgia pada telinga sebelah
kanan sejak seminggu yang lalu. Klien mengalami otore
yang menimbulkan bau busuk. Klien juga merasa pusing,
Vertigo, dan gatal pada telinga. Dengan otoskop tuba
eustachius tampak bengkak, merah, suram pada telinga
klien.
RKD : Klien mempunyai riwayat ISPA
RKK : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
pada telinga sebelumnya.

16
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : sedang
b) Kesadaran : composmentis
c) TTV : TD: 120/80 mmHg, S:37C, R:22x/menit,
N:92x/menit
d) TB :168cm
e) BB : 60kg
f) Kepala : normocephal, kebersihan sedang
1) Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokhor, RC+/+
2) Telinga : simetris kiri kanan, lesi (+), otore (+), tinnitus (+),
otalgia (+)
3) Hidung : septum tidak ada deviasi, penyumbatan (-),
perdarahan (-)
4) Mulut : kebersihan baik, caries (-), sianosis (-)
g) Dada
1) Paru : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi,
2) Jantung : DBN
h) Leher
1) Trakea : tidak ada deviasi trakea
2) Kelenjar tiroid : tidak membesar
3) Kelenjar limfonidi : tidak membesar
i) Abdomen : tidak ada kelainan
j) Genitalia : tidak ada kelainan
k) Ekstremitas : tidak ada kelainan
5. Pola Fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan penanganan kesehtan
Klien mengeluh nyeri dan keluar cairan dari telinga sejak
seminggu yang lal . klien selalu menggunakan cottonbath untuk
membersihkan telinganya karena tidak ada tanda akan sembuh ,
klien memeriksakan diri ke rumah sakit.

17
b) Pola nutrisi dan metabolic
Pola makan tidak terganggu yaitu 3 kali dalam sehari dank lien
BAK 3-4 kali dalam sehari.
c) Pola eliminasi
BAK dan BAB klien tidak terganggu , klien rutin BAB 1 kali
dalam sehari, dan BAK 3-4 kali dalam sehari.
d) Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur kien terganggu karena ketidaknyamanan pada teliga
nyeri yang dirasakan.
e) Pola istirahat dan tidur
Klien sulit beristirahat karena ketidaknyamanan yang dirasakan
f) Pola kognitif dan persepsi
Klien merasa minder karenan telinganya mengeluarkan bau
yang tidak sedap dan sulit mendengar
g) Pola konsep diri
Klien merasa minder karena System pendengaran klien
terganggu dan bau tidak sedap dari telinga.
h) Pola hubungan dan peran.
Peran klien di sekeitar mengalami gangguan karena klien
merasa malu dan haga diri rendah akibat dari penyakitnya.
i) Pola seksualitas
klien belum menikah dan pola seksualnya tidak mengalami
gangguan.
j) Pola kooping dan penanganan stress
Klien merasa cemas dan stress karena penyakitnya sehingga
tidak percaya diri.
k) Pola keyakinan
Klien rajin beribadah dan tetap melaksanakan ibdah seperti
biasanya.

18
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Hasil pemeriksaan ptoscope tuba custachius tampak bengkak,
merah dan suram
b) Uji weber didapatkan suara lebih terdengar di telinga sebelah
kanan (telinga yang sakit)
B. Diagnosa Keperawatan
No NANDA NOC NIC
1 Nyeri akut KONTROL NYERI Manajemen Nyeri
b.d agen Tindakan yang -lakukan pengkajian nyeri secara
cidera dilakukan komprehensip termasuk lokasi ,
biologis. Indikator : karakteristik , durasi , persepsi.
-mengenai factor - observasi reaaksi non verbal dari
DO: penyebab ketidaknyamanan.
-keluar cairan -mengenai metode -gunakan tehnik komu ikasi terapeutik
dari telinga pencegahan -kaji kultur yang mempengaruhi rasa
klien -mengenai metode nyeri
-klien tampak analgetik sesuai -bantu klien dan keluarga untuk
meringis kebutuhan. menemukan dukungan
-TD : 120/80 -menggunakan nalgetik -kontrol lingkungan yang dapat merepn
mmHg sesuai. nyeri
-S : 37 -pilih dan lakukan penangan nyeri (
-N : 22 kali TINGKAT NYERI farmakologis, interpersonal dan non
/menit Hasil observasi atau farmakologis
laporan tentang nyeri -kaji tipe dan sumber nyeri sesering
DS: Indicator : mungkin
-klien -melaporkan adanya -berikan analgetik yang sesui dosis
mengeluh nyeri -evaluasi keefektifan control nyeri
nyeri pada -frekuensi nyeri -tingkatkan istirahat.
telinga berkurang
-klien -pernyataan nyeri tidak MANAJEMEN KENYAMANAN
mengeluh ada LINGKUNGAN

19
telinganya -ekspresi nyeri pada Aktifitas:
berdenging. wajah tidak ada. -tuntuk pasien dan keluarga untuk
-TD normal dan pengolahan lingkungan yang nyaman
ketegangan otot normal. - memberikan kenyamanan dan perhatian
yang harus selalu dalam jangkauan
TINGKAT -ciptkan lingkungan yang tenang dan
KENYMANAN mendukung
Definisi : tingkatan dari -sedikan lingkungan yang aman dan
ketentuan fisik dan bersih .
psikologis -sesuaikan suhu kamar
Indicator : -sesuaikan pencahayaan sesuai kebutuhan
-mampu melaporkan -memfasilitasi tindakan kebersihan untuk
peningkatan fisik kenyamanan.
- mampu meloporkan
perkembangan ADMINISTRASI ANALGESIK
kepuasAN Definisi : menggunakan agen
-mampu melaporkan farmakologi untuk menguragi nyeri
perkembangan psikologis -mementukan lokasi , criteria, mutu dan
-mampu intensitas nyeri.
mengekspresikan diri -periksa order pesanan untuk obat dosis
dengan lingkungan fisik dan frekuensi
dan sekitar. -cek riwayat alergi obat
-mampu -tentukan alagesik yang cocok
mengekspresikan -utamakan pemberian IV disbanding IM
perasaan secara spiritual. sebagai lokasi penyuntikan
-mampu mengontrol -monitor TTV
nyeri. -cek pemberian analgesic selama 24 jam
-mengevaluasi efektifitas analgesic
-dokumetasikan respon pasien tentang
analgesic catat efek yang merugikan.
2 Gangguan A. Kompensasi Tingkah 1. Peningkatan Komunikas Deficit

20
persepsi Laku Pendengaran Pendengaran
sensori panca indicator: Aktifitas:
indra -pantau gejala kerusakan -janjikan untuk memperudah
auditorius b.d -pantau posisi tubuh pemeriksaan pendengaran sebagaimana
gangguan untuk mengurangi nyeri mestinya
peghantaran -menghuilagkan -beritahu pasien baha suara akan
bunyi oragan gangguan terdengar berbeda dengan memakai alat
pendengaran. -memperoleh alat bantu bantu
pendengaran -jaga kebersihan alat bantu
DO: -menggunakan layanan -mendengar dengan penuh perhatian
-pendengaran pendukung untuk
klien pendengaran yang lemah 2.Dukungan Emosi
terganggu -memperoleh intervensi Aktifitas:
-keluar cairan dengan pembedahan. -berdiskusi dengan klien tentang emosi
dari telinga yang di rasa
-pemeriksaan - bantu pasien meenali perasaaan cemas,
otoscope tuba marah dan sedih
tampak -dorong klien mengungkapkan perasaan
bengkak, -perhatikan pengungkapan perasaan
merah dan -sediakan identifikasi terhadap pola
suram gangguan
-uji weber -beri dukungan selama fase penolakan
telinga kanan dan fasde penerimaan terhadap duka cita.
tidak jelas
3.Pencegahan Jatuh
DS: Aktifitas:
-klien merasa -identifikasi kelemahan kognisi dan fisik
terganggu serta peningkatan potensi pendengaran
-klien merasa -identifikasi karakteristik lingkungan
telinganya yang mungkin menyebabkan jatuh
berdeming. -sediakan lat bantu seperti tongkat dan

21
alat bantu jalan
-pelihara alat bantu suaya berfungsi baik.

3 Cemas B.D a. Kontrol Cemas: Penuruan kecemasan


Kurangnya indicator : Aktifitas :
Pengetahuan -pantau intensitas -tenangkan klien
Penyakit kecemasan -jelaskan seluruh prosedur tindakan
-menyingkirkan -berikan informasi diagnoda
DO: kecemasan -berusaha memahami keadaan klien
-klien tampak -mencari informasi untuk -kaji tingkat kecemasan
cemas mengatasi kecemasan -gunakan pendekatan sentuhan untuk
-klien tidak -mempertahankan meyakinkan klien
percaya diri konsentrasi -sediakan aktifitas mengurangi ketegngan
-klien merasa Laporkan durasi dari stress
malu dengan episode cemas -bantu klien identifikasi stress dan emosi
sekitar. -anjurkan klien melakukan tekhnik
b. Kooping relaksasi.
DS : indicator:
-klien -menejemen masalah Peningkatan Kooping
mengatakan -melibatkan anggota Aktifitas :
tidak tau keluarga dalam membuat -hargai pemahaman pasien
tentang keputusan -gunakan pendekatan yang tenang dan
penyakitnya -mengekspresikan yakinkan klien
-klien perasaan dan emosional -sediakan informasi actual tentang
mengatakan -menunjukan strategi penyakitnya
malu karena penurunan stress -sediakan pilihan yang realistis tentang
bau telinga -menggunakan support penanganan sakitnya
akibat social. -berikan kemampuan mengambil
penyakitnya. keputusan
-bantu mengumpulkan strategi positif
mengelola keterbatasan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi-infeksi telinga adalah kondisi-kondisi yang melibatkan dan


seringkali peradangan dari area-area berbeda dari telinga. Mereka paling
sering berasal dari infeksi virus, jamur dan bakteri. Pada kebanyakan kasus-
kasus, infeksi-infeksi telinga adalah tidak serius dan hilang dengan
sendirinya. Bagaimanapun, infeksi-infeksi bakteri dapat memerlukan
perawatan dengan antibiotik-antibiotik. Dibiarkan tidak terawat, infeksi-
infeksi ini dapat menjurus ke komplikasi-komplikasi serius, terutama untuk
anak-anak kecil. Infeksi-infeksi telinga dapat terjadi pada telinga luar, tengah
dan dalam.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Penulis
Sebaiknya seorang mahasiswa keperawatan harus mampu memahami
dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki tentang konsep
dan asuhan keperawatan tentang infeksi telinga
3.2.2 Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang konsep dan
asuhan keperawatan tentang infeksi telinga
3.2.3 Bagi InstitusiSebaiknya makalah ini dapat dijadikan arsip untuk
dikemudian hari dapat digunakan menjadi referensi pembuatan
makalah dengan materi konsep dan asuhan keperawatan tentang
infeksi telinga

23
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni S, Anggraeni R, Hartanto WW, Djelantik B, et al. Otitis media in


Indonesian Urban and Rural School Children. The Pediatric Infections
Disease Journal. 2014 May
Hussain, S. S., & Cheong, K. H. (2012). Management of Recurrent Acute Otitis
Media In Children: Systematic Review of The Effect of Different
Interventions On Otitis Media Recurrence, Recurrence Frequency and
Total Recurrence Time. The Journal of Laryngology & Otology.
Rahajoe N. (2012). Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. Pp. 143-148.
Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. https://www.aafp.org. [Online].;
December 2007
Schwartz, M. William. (2004). Pedoman Klinis Pediatri. EGC : Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai