Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS


OTITIS MEDIA AKUT”

Disusun Oleh Kelompok 4 :


1. Riski Kurniawan (00120059)
2. Yani Lisandari (00120063)
3. Dewi Diana (00120076)
4. Agusrianti (00120077)
5. Ernitha Yulianti (00120078)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES AWAL BROS BATAM

I
TA GENAP 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallah

Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Otitis Media Akut” tepat

pada waktunya. Salawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi

Muhammad Salallahu’alaihi Wa Salam, keluarga, sahabat serta pengikutnya yang setia

hingga akhir zaman.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Sistem Sensori

Persepsi Pada Program Sarjana Keperawatan. Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa

pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan makalah ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Fadil Oenzil, PhD, Sp. GK selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Awal Bros Batam.

2. Ibu Ns. Rachmawaty M. Noer, S. Kep, M. Kes selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Awal Bros Batam.

3. Ibu Ns. Utari Christya Wardhani, S. Kep, M. Kep selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Awal Bros Batam.

II
4. Ibu Ns. Sri Muharni S. Kep, M. Kep selaku Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes Awal Bros Batam

5. Ibu Ns. Utari Christya Wardhani, S. Kep, M. Kep selaku dosen mata kuliah sistem

sensori persepsi yang telah memberi ilmu arahan dan bimbingannya dalam penulisan

makalah ini ini.

6. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.

7. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,

saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk

pengembangan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 5 Agustus 2021

Penulis

III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. I


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... II
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... IV

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1. 2.1. Otitis Media Akut........................................................................................ 6
2.2. Otitis Media Kronik ........................................................................................... 7
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian ............................................................................................................. 13
3.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 14

IV
3.3. Intervensi Keperawatan ...................................................................................... 14
3.4.WOC ........................................................................................................................ 22

BAB IV. PENUTUP


4.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 24
4.2. Saran ....................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

V
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar 360 juta orang atau 5,2% diseluruh dunia mempunyai gangguan
pada telinga dan pendengarannya. Gangguan telinga yang kerap dijumpai
terutama pada anak adalah otitis media akut. Otitis media akut (OMA) merupakan
infeksi pada telinga tengah yang bersifat akut atau mendadak. 70% anak
diperkirakan mengalami otitis media minimal satu kali dan bahkan lebih ketika
menjelang usia tiga tahun (Mahardika et al., 2019). Robbins & Cotran (2009)
menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi pada bayi
dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus),
tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri Patogen penyebab
OMA tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis (Kaur et al., 2017).
Salah satu faktor risiko utama terjadinya otitis media akut adalah usia.
Anak-anak cenderung lebih berisiko mengalami infeksi telinga tengah
dibandingkan orang dewasa karena struktur anatomi dari tuba eusthacius anak
memiliki posisi lebih horizontal, lebih pendek, dan lebih fleksibel dibandingkan
orang dewasa (Qureishi et al., 2014).
Perjalanan otitis media akut dimulai ketika patogen penyebab OMA masuk
ke telinga tengah dan terjadi infeksi ditandai dengan adanya cairan atau efusi pada
telinga tengah (Schilder et al., 2016). Infeksi terus berkembang hingga timbul
nanah disertai dengan tanda-tanda peradangan (Nisa, 2017). Gejala sistemik yang
dialami berupa demam, nyeri telinga, kesulitan tidur (Saux et al., 2016).
Diagnosis OMA pada anak dapat dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anak dengan edema membran timpani baik sedang hingga
berat dengan onset otorrhea baru bukan akibat infeksi sekunder dari otitis eksterna
dapatmenegakkan diagnosis OMA (Qureishi et al., 2014).

1
1.2 Rumusan Masalah

Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronik merupakan penyakit yang masih
tinggi prefelensinya di dunia dan Indonesia dengan penuntasan masalah yang
lambat berdasarkan gambaran data maka diperlukan sebuah langkah strategis
untuk mengatasinya melalui pemahaman tentang penyakitOtitis Media.

1.3 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memberikanasuhan
keperawatan pasien dengan sistem persepsi sensori secara komprehensif.
B. Tujuan khusus
1. Menjelaskan definisi OMA dan OMK
2. Menyebutkan etiologi terjadinya OMA dan OMK
3. Menyebutkan tanda dan gejala OMA dan OMK.
4. Menjelaskan patofisiologi terjadinya OMA dan OMK.
5. Menjelaskan penatalaksanaan OMA dan OMK.
6. Menyebutkan komplikasi OMA dan OMK.
7. Menjelaskan prognosis pasien dengan OMA dan OMK.
8. Mamberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan OMA dan
OMK.
C. Manfaat penelitian
1. Bagi mahasiswa/mahasiswi
Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri
untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/ mahasiswi mengenai
pentingnya memahami penyakit OMA dan OMK secara menyeluruh
2. Bagi penulis
Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang
lebih tentang penyakit OMA dan OMK

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Otitis Media Akut


A. Definisi
a. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et
al.,ed. 2007)
b. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner &
Suddarth 2002)
c. Otitis media akut adalah inflamasi pada telinga tengah yang berkaitan
dengan akumulasi cairan. (Williams & Wilkins 2011
B. Klasifikasi Otitis Media
Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik
paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan
eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif
jika me ngalami infeksi bakteri.
Soepardi et al.,ed. (2007) mengklasifikasikan otitis media seperti bagan di
bawah ini :

3
C. Etiologi
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :

a. Masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang


normalnya steril. Bakteri yang umum ditemukan sebagai
organisme penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae,
Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Williams
& Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab otitis
media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli,
Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa.

b. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti


obstruksi yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan
atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis
alergika).

Williams & Wilkins (2011) menyebutkan penyebab otitis


media akutsupuratif adalah karena adanya infeksi melalui :
1) Tuba eustachius
2) Membran timpani
3) Infeksi melalui aliran darah
Lanjutnya Williams & Wilkins (2011) menyebutkan faktor-
faktor predisposisi terjadinya otitis media akut supuratif adalah
sebagai berikut :

1) Usia
Biasanya terjadi pada usia anak-anak
2) Sosio-ekonomi

Kejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah,

4
pendudukpadat dan malnutrisi

3) Iklim
Sering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim salju
4) Ras
Lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitam
5) Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma,
limpoma
6) Gangguan pernapasan
Rinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang
mana akan memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi
pada tuba eustachius
7) Alergi
Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui
secara pasti
8) Sindrom imunodefisiens

D. Patofisiologi
Brunner & Suddarth (2002) menjelaskan terjadinya otitis media akut adalah
akibat adanya bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi
sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada
perforasi membrana timpani.
Williams & Wilkins (2011) menyampaikan umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus
yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan
membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi
dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian
lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah
menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari
nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri
akan menentukan progresivitas penyakit.

5
Robbins & Cotran (2009) menyampaikan bahwa apabila serangan berulang
otitis media akut tanpa resolusi akan menyebabkan penyakit kronik.
E. Manifestasi Klinis
Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat.
a. Adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif.
b. Nyeri telinga
c. Demam
d. Kehilangan pendengaran
e. Tinitus
f. Membran timpani sering tampak merah dan menggelembung

F. Stadium OMA
a. Stadium oklusi tuba eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di
dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi
tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat
virus atau alergi.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat
pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah berat.
Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, thrombophlebitis
dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di
tempat ini akan terjadi ruptur.

6
d. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulen kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi
tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur tenang.
e. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan
mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka
resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Williams & Wilkins (2011) menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk
gangguan telinga adalah sebagai berikut:
a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh,
bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
b. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.
c. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis

H. Penatalaksanaan
Menurut Williams & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut
meliputi:
a. Terapi antibiotik, seperti amoksilin
b. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofen
c. Sedatif (pada anak kecil)
d. Terapi dekongestan nasofaring
Penatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi(misalnya dosis
antibiotika oral dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien

7
dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi
pengeluaran cairan bisa diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner &
Suddarth 2002)
I. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut meliputi
komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius,
seperti meningitis atau abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan
menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media akut antara
lain:
a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
c. Otitis media kronik
d. Mastoiditis
e. Meningitis
f. Kolesteatoma
g. Abses, septikemia
h. Limfadenopati, leukositosis
i. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
j. Vertigo

J. Prognosis
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang
adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).

2.2. Otitis Media Kronik

A. Definisi
Menurut Brunner & Suddart (2002) otitis media kronik adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan
karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan
perforasi menetap membran timpani.
Nursiah (2003) menjelaskan bahwa otitis media supuratif kronik ialah
infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi

8
membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus
menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK) di dalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair.

B. Etiologi
Brunner & Suddart (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan
di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi
(misalnya: rinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai
organisme penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

C. Patofisiologi
Bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi sekresi dari
nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi
membrana timpani.

9
WOC

10
D. Manifestasi Klinis
Brunner & Suddart (2002) menyebutkan manifestasi klinis pasien dengan
otitis media kronik adalah sebagai berikut:
a. Otorea intermitten atau persisten yang berbau busuk.
b. Evaluasi otoskopik membrana timpani memperlihatkan
adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai
massa putih di belakang membrana timpani atau keluar ke
kanalis eksternus melalui luang perforasi.
c. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering
memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.

11
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab.
2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis.
b. Pencitraan
Pemeriksaan ronsen menunujukkan keterlibatan mastoid.
c. Timpanometri
Mendeteksi kehilangan pendengaran dan mengevaluasi penyakit telinga
tengah.
d. Audiometri
Menunjukkan derajat kehilangan pendengaran.
e. Otoskopi pneumatic
Dapat menunjukkan penurunan mobilitas membran timpani.

F. Penatalaksanaan
a. Terapi obat
Pasien mendapatkan obat anti-inflamasi berupa deksametason dengan
dosis 0,6mg/kg/hari selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ini sesuai
dengan beberapa literatur yang menjelaskan bahwa tujuan pemberian
obat ini untuk mencegah kecacatan seperti paresis fasialis dan ketulian.
Jang et al.17 melaporkan pemberian steroid (prednison) pada kasus
labirintitis memberikan respons yang cukup baik. Pemberian
kortikosteroid pada kasus meningitis diduga dapat mengurangi edema
otak, hipertensi intrakranial dan inflamasi meningen. Pada kasus ini
diberikan antibiotik topikal karena masih terdapatnya cairan yang keluar
dari telinga tengah setelah pemasangan pipa ventilasi. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa pemberian antibiotik dan kortikosteroid
bersamaan secara topikal lebih efektif dan aman untuk membantu
drainase dan mengurangi sekresi telinga tengah setelah pemasangan
pipa ventilasi dibandingkan hanya dengan 9 antibiotik topikal saja.
Pemberian antibiotik dan kortikosteroid topikal dengan dosis 2x3-5

12
tetes/hari selama 7 hari.
b. Pembedahan

Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan


penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah timpanoplasti-
rekonstruksi bedah membran timpani dan osikulus. Tujuan
timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup
lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan
memperbaiki pendengaran. Ada 5 tipe timpanoplasti, yaitu tipe I
(miringoplasti) dirancang untuk menutup luka perforasi pada membran
timpani. Sedangkan tipe II-V meliputi perbaikan yang lebih intensif
struktur telinga tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya bisa
berbeda, namun bagian semua prosedur timpanoplasti meliputi
pengembalian kontinuitas mekanisme konduksi suara.

G. Komplikasi
Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membrana
timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan
mastoid.
Menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media kronik antaralain:
a. Mastoiditis
b. Meningitis

Meningitis adalah penyakit radang selaput otak


(meningen). Penyebab meningitis antara lain adalah adanya
rhinorhea, otorhea pada basis kranial yang memungkinkan
kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.
Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per
100.000 orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis
dari 4160 kasus otitis media supuratif kronik.

c. Kolesteatoma
d. Abses, septikemia
e. Limfadenopati, leukositosis
f. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis

13
g. Vertigo
H. Prognosis
a. OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan lokal, otorea dapat mengering. Tetapi sisa
perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari
nasofaringatau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air,
sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
b. OMK tipe maligna

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi


meningitis, abes otak, paralisis fasialis atau labirinitis supuratif yang
semuanya fatal. Sehingga OMSK tipe maligna harus diobati secara aktif
sampai proses erosi tulang berhenti.

(George L, Adams, 1997)

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem pendengaran
meliputi :
A. Data Subjektif
a. Sakit telinga.
b. Sakit kepala.
c. Penurunan, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu
atau keduatelinga.
d. Distorsi suara.
e. Tinitus.
f. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telinga.
g. Mendengar gaung suara sendiri.
h. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelan.
i. Vertigo, pusing, ketidakseimbangan.
j. Gatal pada telinga.
k. Merasa denyut jantung di telinga.
l. Drainase telinga (berwarna gelap, merah, hitam, jernih, kuning).
m. Penggunaan minyak, lidi kapas, jepit rambut untuk
membersihkan telinga.

B. Data Objektif
a. Penampilan umum.
b. Tanda vital : peningkatan TD, suhu, nadi, dan pernapasan.
c. Kemampuan mendengar : penggunaan alat bantu dengar.
d. Kemampuan membaca gerakan bibir atau menggunakan bahasa isyarat.
e. Keterlambatan bicara dan perkembangan bahasa (jika pada anak kecil).
f. Refleks terkejut.
g. Toleransi terhadap suara yang keras.
h. Tipe, warna, dan banyaknya drainase telinga.

15
i. Riwayat medikasi (streptomisin, salisilat, kuinin, gentamisin).
j. Alergi.
k. Usia (pertimbangan gerontologis).
l. Kaji tingkat gangguan pendengaran.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera fisiologis


2. Gangguan Komunikasi verbal b.d gangguan pendengaran
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh
4. Resiko infeksi d.d Faktor resiko Peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan
5. Resiko cedera d.d perubahan fungsi psikomotor
6. Defisit pengetahuan b.d kurangnya terpapar informasi
7. Harga diri rendah situasional b.d perubahan pada citra tubuh

3.3 Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA SLKI SIKI


O (SDKI)
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
agen pencedera tindakan Observasi :
fisiologis (mis. keperawatan 2x24 - Identifikasi skala
Inflamasi, iskemia, jam nyeri
neoplasma) Ekspektasi nyeri : - Identifikasi respon
Ditandai dengan Gejala : meningkat nyeri non verbal
1. Mengeluh nyeri Kriteria Hasil : - Identifikasi faktor
2. Bersikap protektif 1. Keluhan nyeri yang memperberat
(mis. Waspada, posisi dari dan memperingan
menghindari nyeri) 1(meningkat) nyeri
3. Sulit tidur menjadi - Monitor
4. Gelisah 3(sedang keberhasilan terapi

16
Kondisi : glaukoma 2. Gelisah dari komplementer yang
3(sedang) sudah diberikan
menjadi
5(menurun) Terapeutik :
3. Nafsu makan - Fasilitasi
dari istirahat dan
1(memburuk) tidur
menjadi - Pertimbangkan
3(sedang) jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
anlgetik, jika
perlu

17
2. Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi
verbal b.d gangguan Setelah dilakukan Tindakan :
pendengaran tindakan Observasi :
ditandai dengan gejala : keperawatan 3x24 - Periksa kemampuan
tidak mampu berbicara jam diharapkan pendengaran
atau mendengar, Ekspektasi sensori : - Monitor akumulasi
menunjukkan respon membaik serumen
tidak sesuai Kriteria Hasil : pendengaran
Kondisi : OMA, 1. Distorsi sensori - Identifikasi metode
dari skala komunikasi yang
1(menurun) disukai pasien
menjadi skala Terapeutik :
3(sedang) - Gunakan bahasa
2. Menarik diri sederhana
dari skala - Gunakan bahasa
1(menurun) isyarat
menjadi - Fasilitasi
3(sedang) penggunaan alat
bantu dengar
Edukasi :
- Ajarkan
menyampaikan
pesan dengan
isyarat
- Ajarkan cara
membersihkan
serumen dengan
tepat

18
3. Gangguan Citra Tubuh Citra Tubuh Promosi Koping
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
perubahan tindakan Observasi :
struktur/bentuk tubuh keperawatan 3x24 - Identifikasi
ditandai dengan : jam persepsi tentang pemahaman
Gejala Subjektif penampilan proses penyakit
- Mengungkapkan meningkat - Identifikasi
kecacatan/kehilan Kriteria Hasil : metode
gan bagian tubuh - Melihat bagian penyelesaian
Gejala Objektif tubuh meningkat masalah
- Kehilangan bagian - Menyentuh Terapeutik :
tubuh bagian tubuh - Diskusikan
Fungsi/struktur tubuh meningkat perubahan peran
berubah - Verbalisasi yang diaalami
kecacatan bagian - Gunakan
tubuh meningkat\ pendekatan yang
- Verbalisasi tenang dan
kehilangan bagian meyakinkan
tubuh meningkat - Diskusikan alas
an mengkritik
diri sendiri
Edukasi :
- Anjurkan
penggunaan
sumber spiritual
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Anjurkan
keluarga terlibat
-

19
4 Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor resiko tindakan Observasi :
Peningkatan paparan keperawatan 3x24 - Monitor tanda
organisme pathogen tingkat infeksi dan gejala
lingkungan menurun infeksi local dan
Kondisi : tindakan invasif Kriteria Hasil : sistemik
- Demam Terapeutik :
menurun - Batasi jumlah
- Nyeri pengunjung
menurun - Berikan
- Bengkak perawatan kulit
menurun pada area edema
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
- Pertahankan
teknikaseptik
pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi :
- Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara
mencuri tangan
dengan benar
- Anjutkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan

20
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi

5. Risiko cedera Fungsi Sensori Pencegahan Cedera.


dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor Risiko : tindakan Observasi :
Eksternal : keperawatan 3x24 - Ientifikasi area
- Ketidakamanan Fungsi sensori: lingkungan yang
transportasi membaik berpotensi
Internal : Kriteria Hasil : menyebabkan
- Perubahan fungsi - Ketajaman cedera
psikomotor penglihatan - Identifikasi obat
dari yang berpotensi
Kondisi : gangguan 3(sedang) menyebabkan
penglihatan menjadi cedera
1(menurun) Terapeutik :
- Sediakan
pencahayaaan
yang memadai
- Pertahankan
posisi tempat
tidur di posisi
terendah saat
digunakan
- Diskusikan
mengenal
latihan dan
terapi fisik yang

21
diperlukan
- Diskusikan
bersama anggota
keluarga yang
apat
mendampingi
pasien
Edukasi :
Anjurkan berganti
posisi secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit sebelum
berdiri
6. Anxietas berhubungan Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
dengan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
ansietas
krisis situasional tindakan
2. Ciptakan suasana
ditandai dengan keperawatan 3x24 terapeutik untuk
menumbuhkan
Gejala Subjektif jam tingkat ansietas
kepercayaan
- Merasa bingung menurun 3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Merasa khawatir Kriteria Hasil :
4. Anjurkan
dengan akibat dari - Konsentrasi mengungkapkan
perasaan dan
kondisi yang Membaik
persepsi
dihadapi - Pola tidur 5. Latih teknik relaksasi
Gejala Objektif membaik
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur
7 Defisit Pengetahuan Tingkat Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan Pengetahuan Tindakan :
kurangnya terpapar Setelah dilakukan Observasi :
informasi ditandai tindakan - Identifikasi
dengan keperawatan 3x24 kesiapan dan

22
Gejala subjektif : jam tingkat kemampuan
Menanyakan masalah pengetahuan menerima
yang dihadapi meningkat informasi
Gejala objektif : Kriteria Hasil : Terapeutik :
- Menunjukkan - Perilaku sesuai - Sediakan materi
perilaku tidak anjuran dan media
sesuai anjuran meningkat pendidikan
- Menunjukkan - Kemampuan kesehatan
persepsi yang menjelaskan - Jadwalkan
keliru terhadap pengetahuan pendidikan
masalah suatu topik kesehatan sesuai
Kondisi : Glaukoma meningkat kesepakatan
- Perilaku sesuai - Berikan
pengetahuan kesempatan
meningkat untuk bertanya
Edukasi :
- Jelaskan factor
resiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan PHBS

8 Harga diri rendah Harga Diri Promosi Koping


situasional berhubungan Setelah dilakukan Tindakan :
dengan perubahan pada tindakan Observasi :
citra tubuh ditandai keperawatan 2x24 - Identifikasi
dengan gejala : Harga diri meningkat kemampuan
- Menilai diri Kriteria Hasil : yang dimiliki
negatif - Penilaian diri - Identifikasi
- Merasa malu positif kegiatan jangka
- Berbicara pelan meningkat panjang dan

23
dan lirih - Penerimaan pendek sesuai
- penilaian tujuan
positif - Identifikasi
terhadap diri proses
sendiri pemahaman
meningkat proses penyakit
Minat mencoba hal Terapeutik :
baru meningkat - Diskusikan
perubahan peran
yang dialami
- Diskusikan alas
an mengkritik
diri sendiri
- Motivasi terlibat
dalam kegiatan
sosial
Edukasi :
- Anjurkan
menjalin
hubungan yang
memiliki
kepentingan dan
tujuan yang
sama
- Anjurkan
keluarga terlibat

24
3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan yang

mana sudah direncanakan atau di intervensikan sebelumnya sehingga pemberian

asuhan keperawatan dapat secara komprenhensif. Tindakan keperawatan harus

sesuai dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di indikasikan dengan

keadaan klien dan keluarganya sehingga dapat terlaksana semua rencana tindakan

keperawatan tersebut. Perlu di perhatikan dalam tindakan keperawatan, bila klien

dalam keadaan atau kondisi yang berubah sehingga tidak dapat di laksanakan

tindakan keperawatan, maka perawat perlu mengkaji ulang keadaan klien

sehingga dapat merubah perencanaan sebelumnya

3.5 Evaluasi

Evalusi keperawatan menunjukkan pencapaian tindakan keperawatan


berhasil atau tidak dengan di dapat dengan evaluasi hasil yang sebelumnya
diharapkan dalam perencanaan tindakan keperawatan. Maka evaluasi
keperawatan merupakan akhir dari proses keperawatan, yang mana seorang
perawat mengevaluasi keadaan klien dari hasil evaluasi somatic dan evalusi
formatik. Untuk evalusi somatic, seorang perawat mengevaluasi dari respon
klien pada saat melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi formatik
yang mana seorang perawat dapat mendokumentasikan dalam format yang
telah disediakan yang berisi tentang evaluasi; subjektif, objektif, asertif dan
pleaning yang akan datang apakan teratasi atau tidak

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut dan
kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan
eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif
jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab otitis media akut disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih memahami
mengenai OMA dan OMK dan dapat dijadikan referensi dalam melakukan
asuhan keperawatan. Namun makalah ini mungkin masih ada kekurangan
dalam penyampaian, saran dan kritik yang positif sangat diperlukan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http ://library.usu.ac.id (diambil 28


september 2012)

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC. George


L, Adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Soepaardi, et al., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Djafar, Zainul A. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung,


Tenggorok Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Tucker, Susan Martin, et al., 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan


Kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC

27

Anda mungkin juga menyukai