Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS

Dosen Pembimbing :
Ns. Yulia Rizka, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Keperawatan Program B 2020

Anita Astuti 2011166006


Fenny Arzimustika 2011166001
Intan Ayuza 2011165993
Nora Situmeang 2011166010
Sekar Dyka Pratiwi 2011165373
Winda Gaolis Manurung 2011165996

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Otitis”. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, rekan-rekan sekelompok dan semua pihak yang telah memberikan
masukan dan dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

Minggu, 24 Mei 2021

Kelompok
DAFTAR ISI
Cover .........................................................................................................................
Kata pengantar ...........................................................................................................
Daftar isi ....................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian ..................................................................................................... 4
2.2 Anatomi fisiologi Sistem Pendengaran ......................................................... 4
2.3 Faktor penyebab ............................................................................................ 9
2.4 Klasifikasi Otitis ............................................................................................ 10
2.5 Manisfestasi Klinis ........................................................................................ 12
2.6 Patofisiologi ................................................................................................... 14
2.7 Komplikasi .................................................................................................... 19
2.8 Pemeriksaan penunjang ................................................................................. 19
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................. 22
2.10 Asuhan Keperawatan Otitis Media ................................................................ 23

BAB 3 PENUTUP ..................................................................................................... 25


3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 26


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan telinga tengah yang terutama disebabkan
oleh virus atau bakteri dan berhubungan erat dengan dengan infeksi hidung
dan tenggorokan (Tortora & Derrickson, 2012). Otitis media memiliki
beberapa jenis, tetapi yang tersering adalah otitis media akut (Kaneshiro,
2012). Setidaknya setengah sampai tiga perempat populasi di dunia pernah
mengalami satu kali episode otitis media selama hidupnya (Blijham, 2012).
Sebanyak 60–80% bayi mempunyai satu kali episode otitis media akut ketika
berumur satu tahun dan lebih dari 90% anak–anak setidaknya pernah
menderita otitis media satu kali ketika berumur dua tahun (Hughes & Pensak,
2007; Albert & Skolnik, 2008; Waseem, 2014). Beberapa anak yang rentan
terhadap infeksi telinga bisa mengalami tiga sampai empat kali episode otitis
media setiap tahunnya, bahkan lebih dari sepertiga anak-anak mengalami
enam atau lebih episode otitis media akut pada usia tujuh tahun (Waseem,
2014). Otitis media berulang dapat terjadi pada anak–anak yang mengalami
otitis media dalam enam bulan pertama kehidupannya dan dapat menjadi
kronis (Blijham, 2012; Waseem, 2014).
Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi
gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka
(8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi
tetapi prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat, misal dalam hal
berkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di
Indonesia menunjukkan bahwa otitis media merupakan penyebab utama
morbiditas pada telinga tengah (Supari, 2006). Penelitian tahun 2014, yang
dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar Indonesia (Bandung, Semarang,

1
Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar), didapatkan bahwa otitis media
sangat signifikan terjadi pada anak usia sekolah. Prevalensi kejadian OMA,
otitis media efusi (OME), dan otitis media kronis secara berurutan adalah
5/1000, 4/100, dan 27/1000 anak. Prevalensi otitis media kronis pada daerah
pedesaan adalah 27/1000 atau 2,7%, dan pada daerah perkotaan prevalensinya
lebih rendah yaitu 7/1000 anak atau 0,7%.
Otitis media tidak menyebabkan kematian langsung. Namun, otitis media
yang tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan komplikasi, di antaranya
gangguan pendengaran baik tuli konduktif maupun sensorineural. Gangguan
pendengaran pada anak bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak,
misalnya pada aspek bahasa dan bicara.Hal ini membuat penulis tertarik
membuat makalah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan otitis media.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah
a) Apa yang di maksud dengan otitis media?

b) Bagaimana Anatomi fisisologi dari sistem pendengaran manuasia?

c) Apa yang menyebabkan otitis media?

d) Apa saja klasifikasi otitis media?

e) Bagaimana manifestasi otitis media?

f) Bagaimana patofisiologi dan patway otitis media?

g) Apa saja komplikasi otitis media?

h) Bagaimana pemeriksaan skrining OAE dan pemeriksaan penunjang otitis


media?

i) Bagaimana penatalaksanaan otitis media?

j) Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien otitis media?

2
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memberi tahu kepada pembaca khususnya bagi kalangan
perawat agar mengetahui Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
pada Klien dengan Otitis Media.
b. Tujuan Khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah
penulis bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
keperawatan jiwa yang telah diberikan oleh dosen pembimbing
serta mahasiswa dapat mampu mengetahui tentang pengertian,
faktor peyebab, klasifikasi, masalah kesehatan dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Otitis Media

1.4 Manfaat Penulisan


a. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi
dalam asuhan keperawatan medical bedah pada klien otitis media
b. Manfaat Praktis
1) Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan
bacaan dan pembelajaran tentang asuhan keperawatan
medical bedah otitis media
2) Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu
pengetahuan untuk menunjang proses pembelajaran

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan
peradangan (kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di
belakang gendang telinga.Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi
dari disfungsi tuba eustachian yang terjadi selama infeksi saluran pernafasan
atas virus.Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis adalah organisasi yang paling umum diisolasi dari cairan telinga
bagian tengah (Rudi haryono,2019).
Otitis media akut merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak,
yang disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus) cairan di telinga
tengah.Peningkatan kerentanan pada bayi dan anak yang masih kecil sebagian
disebabkan oleh tuba eustachius yang pendek dan terletak horizontal,
keterbatasan respons terhadap antigen, dan sebelumnya kurang terpajan patogen
umum (Yoon et al., 2011).

2.2 Anatomi Fisiologi


Telinga adalah suatu organ kompleks dengan komponen-komponen fungsional
penting, aparatus pendengaran dan mekanisme keseimbangannya, terletak di dalam
tulang temporalis tengkorak. Sebagian besar telinga tidak dapat diperiksa secara
langsung dan hanya dapat diperiksa dengan tes-tes khusus. Telinga terdiri dari
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
a. Telinga Luar Telinga luar terdiri atas daun telinga, gendang telinga, dan
membran timpani. Struktur anatomi telinga luar dapat dilihat pada Gambar 2
di bawah ini

4
Gambar 2. Telinga Luar atau Eksternal (Fawcett,1994)

Daun telinga (pinna atau aurikula) yakni daun kartilago yang menangkap
gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus atau
lubang telinga), suatu lintasan sempit panjangnya 2,5 cm yang merentang dari
aurikula sampai membran timpani (gendang telinga). Gendang telinga atau
membran timpani adalah perbatasan telinga tengah. Membran timpani
berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan membran
mukosa yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus tulang
temporal. Pada bagian ini terdapat saluran yang menghubungkan telinga tengah
dengan faring yaitu tuba eustachius (saluran eustachius). Saluran yang biasanya
tertutup dapat terbuka saat menguap, menelan, atau mengunyah. Saluran ini
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani. Pada telinga bagian tengah ini terdapat tulang-tulang pendengaran
(osikel auditori) yang dinamai sesuai bentuknya, terdiri dari:
1) Maleus (tulang martil).
2) Incus (tulang landasan atau anvil).
3) Stapes (tulang sanggurdi).

5
Gambar 3. Telinga Tengah
(Sumber: Martini, 2012 )

Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra


vestibuli, yang memisahkan telinga tengah dan telinga dalam. Otot stapedius
melekat pada stapes, yang ukurannya sesuai dengan fenestra vestibuli oval, dan
menariknya ke arah luar. Otot tensor timpani melekat pada bagain pegangan
maleus, yang berada pada membran timpani, dan menarik fenestra vestibuli ke
arah dalam. Bunyi yang keras mengakibatkan suatu refleks yang menyebabkan
kontraksi kedua otot yang berfungsi sebagai pelindung untuk meredam bunyi.
Otot-otot ini memungkinkan suara yang terlalu keras diredam sebelum
mencapai telinga dalam. Berkat mekanisme ini, kita mendengar suara yang
cukup keras untuk mengguncang sistem pada tingkat yang telah diredam. Otot-
otot ini merupakan otot tak sadar dan bekerja otomatis, bahkan jika kita tertidur
dan ada suara keras di samping kita, otot-otot ini segera mengerut dan
mengurangi kekuatan getaran yang mencapai telinga dalam.
c. Telinga Dalam
Telinga dalam (interna) berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal di
sisi medial telinga tengah.

6
Gambar 4. Telinga Dalam
(Sumber: Marrieb, 2001)

Telinga dalam terdiri dari dua bagian yakni labirin tulang dan labirin
membranosa yang terletak di dalam labirin tulang.
a. Labirin tulang
Labirin tulang adalah ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang
menyerupai cairan serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus
tulang temporal dan terbagi menjadi 3 bagian sebagai berikut :
1) Vestibula adalah bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan
saluran semisirkular dengan koklea.
a) Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan
fenestra cochleae, yang berhubungan dengan telinga tengah.
b) Membran yang melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya
cairan perilimfe.
2) Rongga tulang saluran semisirkular yang menonjol dari bagian
posterior vestibula.
a. Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang
vertikal, di setiap sudut kanannya.
b. Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut
kanan kedua saluran di atas.

7
3) Koklea mengandung reseptor pendengaran.

d. Labirin membranosa
Labirin membranosa adalah serangkaian tuba berongga dan kantong yang
terletak dalam labirin tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini
mengandung cairan endolimfe, cairan yang menyerupai cairan interselular.
Labirin membranosa dalam regio vestibula merupakan lokasi awal dua
kantong, utrikulus dan sakulus yang dihubungkan dengan duktus endolimpe
sempit dan pendek. Duktus semisirkular yang berisi endolimfe terletak dalam
saluran semisirkular pada labirin tulang yang mengandung perilimfe. Setiap
duktus semisirkular, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk
ekuilibrium statis (bagaimana cara kepala berorientasi terhadap ruang
bergantung pada gaya gravitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala
bergerak atau diam dan kecepatan serta arah gerakan). Utrikulus terhubung
dengan duktus semisirkular; sedang sakulus terhubung dengan duktus koklear
dalam koklea.
Koklea membentuk dua setengah putaran di sekitar inti tulang sentral,
mediolus yang mengandung pembuluh darah dan serabut saraf cabang koklear
dari saraf vestibulokoklear. Sekat membagi koklea menjadi tiga saluran
terpisah sebagai berikut:
1) Duktus koklear atau skala media yang merupakan bagian labirin
membranosa yang terhubung ke sakulus adalah saluran tengah yang berisi
cairan endolimfe.
2) Dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala media
adalah skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala tersebut
mengandung cairan perilimfe dan terus memanjang melalui lubang pada
apeks koklea yang disebut helikotrema.
a. Membran Reissner (membran vestibular) memisahkan skala media dari
skala vestibuli yang berhubungan dengan fenestra vestibuli.

8
b. Membran basilar memisahkan skala media dari skala timpani yang
berhubungan dengan fenestra cochleae.
3) Skala media berisi organ corti yang terletak pada membran basilar.
a. Organ corti terdiri dari reseptor, disebut sel rambut dan sel penunjang
yang menutupi ujung bawah sel-sel rambut dan berada pada membran
basilar.
b. Membran tektorial adalah struktur gelatin seperti pita yang merentang
di atas selsel rambut.
c. Ujung basal sel rambut bersentuhan dengan cabang bagian koklear
saraf vestibulokoklear. Sel rambut tidak memiliki akson dan langsung
bersinanpsis dengan ujung saraf koklea.

2.3 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus haemophylus influenza, escherecia. coli,
streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.
(Kapita selekta kedokteran, 1999, 79).
a. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu.
b. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal.
c. Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan

9
bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.

2.4 Klasifikasi Otitis


a. OMA
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah,
yaitu:
1) Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal
atau berwarna suram.
2) Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau
seluruh membran timpani, membrantimpani tampak hiperemis disertai
edem.
3) Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengahdisertai hancurnya
sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
4) Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar
dari telinga tengah ke liang telinga.
5) Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi
membran timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi.
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

10
Ada juga yang membagi OMA menjadi 5 stadium yang sedikit berbeda
yaitu; stadium kataralis, stadium eksudasi, stadium supurasi, stadium
penyembuha dan stadium komplikasi

b. OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1) Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Tipe tubotimpani yaitu adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachii,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang
gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,
serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis
penyakit tubotimpani terbagi atas:
a) Penyakit aktif
Pada jenis aktif terdapat sekret pada telinga dan terjadi ketulian.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas (ISPA)
melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar
pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya
sekret yang berpulsasi diatas kuadran aposterosuperior.

11
b) Penyakit tidak aktif
Pemeriksaan telinga dijumpai perforasi yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu
rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani:


a) Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung,rhinosinusitis kronik.
b) Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronik.
c) Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorektelinga dengan alat yang
terkontaminasi
d) Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
e) Otitis media supuratif akut yang berulang.

2) Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel
bertatah yang telah nekrotis.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis otitis media tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
a. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
b. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50 derajat celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga
yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.

12
e. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
f. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat.
g. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada
anak yang dapat bicara.
h. Anoreksia (umum).
i. Limfadenopati servikal anterior. (Kapita selekta kedokteran, 1999, 79).

Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, h.944:


a. Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
b. Otalgia (sakit telinga)
c. Demam
d. Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.

Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :


a. Menangis
b. Rewel, gelisah, sensitif
c. Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
d. Menggeleng-gelengkan kepala
e. Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
f. Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :


a. Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
b. Iritabilitas
c. Letargi
d. Kehilangan nafsu makan
e. Limfadenopati servikal anterior

13
f. Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan membran utuh yang tampak
merah terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks ringan.

2.6 Patofisiologi
a. OMA
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi
saluran pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring,
dan tuba eusthacia. Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang
disebabkan oleh proses inflamasi menghalangi bagian eustachia dan
mengakibatkan penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan kaskade kejadian
seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah dan penumpukan
sekresi mukosa yang meningkatkan kolonisasi organisme bakteri dan virus
di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di telinga tengah ini kemudian
membentuk nanah yang di tunjukan sebagai tanda-tanda klinis Otitis Media
Akut (OMA) (Danishyar & Ashurst, 2017)

14
15
b. OMSK
OMSK berawal dari infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
yaitu karena adanya iritasi dan inflamasi mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial,diantaranya infeksi karena virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba,alergi, sistem imun tubuh turun, lingkungan dan sosial
ekonomi.Kemungkinan penyebab tersebut mengakibatkan terjadinya Otitis
Media Akut (OMA)
Respon inflamasi yang ditimbulkan berupa udem mukosa.Jika proses
inflamasi tetap berjalan, maka menyebabkan terjadinyaulkus dan merusak
epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderitadalam menghentikan infeksi
dapat menyebabkan adanya jaringangranulasi yang dapat berkembang
menjadi polip di ruang telingatengah. Jika proses inflamasi, ulserasi, infeksi
dan terbentuknyajaringan granulasi terus berlanjut maka akan merusak
jaringansekitarnya, termasuk akan menyebabkan perforasi gendang
telingayang disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

16
17
c. OMP

18
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari otitis media akut bervariasi dari ringan sampai berat. Efusi
pada telinga tengah yang berhubungan dengan otitis media akut atau otitis media
dengan efusi bisa menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat sementara
atau permanen. Kehilangan pendengaran lebih sering tipe konduktif tapi bisa juga
tipe sensorineural pada kasus langka. Pada anak-anak dengan efusi yg menetap
memiliki nilai pada tes kemampuan berbicara, bahasa, dan kognitif yang lebih rendah
dibandingkan yang tidak terdapat efusi (Cunningham dkk., 2012).
Perforasi dari membran timpani dapat terjadi pada otitis media akut. Kondisi
ini disebabkan oleh tekanan dari efusi telinga tengah yang menyebabkan iskemia
tengah, nekrosis, dan menyusul perforasi membran (Cunningham dkk., 2012).
Perluasan infeksi dari telinga tengah pada otitis media bisa mengenai struktur
di sekitarnya yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti mastoiditis,
labyrinthitis, dan petrositis. Komplikasi intrakranial seperti meningitis, epidural
abcess, brain abcess, lateral sinus thrombosis, cavernous sinus thrombosis, subdural
empyema, dan carotid artery thrombosis (Cunningham dkk, 2012).

2.8 Pemeriksaaan Penunjang


a. Pemeriksaan otoacoustic emission (OAE)
Tes otoacoustic emission (OAE) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
dokter spesialis THT, untuk mengecek respons telinga bagian dalam
terhadap suara. Otoacoustic emission (OAE) merupakan suara yang
dihasilkan oleh koklea (rumah siput) di telinga bagian dalam saat mendapat
stimulus berupa suara bernada ‘klik’ yang halus.Ketika suara ini mencapai
koklea, sel-sel rambut koklea akan bergetar. Getaran ini kemudian
menghasilkan gelombang suara lembut yang menggema kembali ke telinga
bagian tengah.Koklea pada orang tanpa gangguan pendengaran akan
menghasilkan suara atau emisi yang normal. Sementara itu, pasien dengan
gangguan pendengaran tidak akan menghasilkan emisi tersebut.

19
Tes OAE dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
- Sebagai skrining gangguan pendengaran untuk anak dan dewasa yang
tidak dapat merespons dengan baik pada pemeriksaan pendengaran lain.
- Mendeteksi gangguan telinga sebelum disadari oleh pasien.
Tes otoacoustic emission bisa memeriksa respons koklea dengan akurat
pada pasien yang belum bisa bicara atau bereaksi.
- Mengetahui ada tidaknya gangguan pada fungsi telinga yang disebabkan
oleh kemoterapi pada penderita

Tes otoacoustic emission dilakukandalam ruang kecil tertutup dan hanya


membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Prosedurnya meliputi:
- Alat khusus bernama probe dipasang ke telinga pasien.
- Kemudian, stimulus suara berupa serangkaian nada atau suara ‘klik’ akan
diperdengarkan di telinga pasien.
- Komputer atau mikrofon yang tersambung dengan probe akan merekam
gelombang suara yang dihasilkan oleh koklea sebagai respons terhadap
stimulus suara tersebut.
Setelah pemeriksaan selesai, hasil tes OAE akan langsung diberitahukan
oleh dokter atau tenaga medis.

Hasil tes otoacoustic emission dapat berupa ada tidaknya emisi suara yang
dihasilkan oleh koklea. Berikut penjelasannya:
1) Bila hasil pemeriksaan menemukan emisi suara (OAE), pendengaran
pasien tergolong normal.
2) Jika hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya emisi suara,
pendengaran pasien dianggap mengalami gangguan.
Gangguan pendengaran tersebut bisa disebabkan oleh ketulian, kelainan
bentuk telinga bagian dalam, atau kotoran, cairan, maupun infeksi pada
telinga. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk mencari tahu penyebab
tidak adanya OAE sekaligus menyingkirkan kemungkinan kondisi tuli.

20
Hasil tes OAE yang tidak normal tidak selalu menandakan adanya ketulian.
Oleh karena itu, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan
kondisi pasien.Tes ini seringkali menjadi kurang akurat karena bayi yang
rewel saat prosedur atau adanya kotoran telinga yang menyumbat
pendengaran pasien. Pada kondisi tersebut, tes menjadi tidak normal
padahal pasien tidak mengalami kondisi tuli permanen.Probe yang kurang
rapat terpasang pada lubang telinga juga dapat menyebabkan kegagalan
pemeriksaan.

b. timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).


Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi
perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6
minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan
gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa
pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. Untuk
menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan
pemeriksaan timpanometeri pada pasien (Efiaty AS, 2007)

c. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensori neural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara ditelinga tengah
(Nursiah, 2003).

d. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang
tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit

21
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Nursiah, 2003).
e. Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda
dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Pada OMSK
keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani, infeksi
lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. Pengobatan
penyakit infeksi ini sebaiknya berdasarkan kuman penyebab dan hasil uji
kepekaan kuman (Nursiah, 2003).

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Otitis Media Akut menurut Soepardi& Iskandar (2001: 52-
53) tergantung pada stadium penyakitnya yaitu:
a. Stadium Oklusi: bertujuan untuk membuka tuba eustachius sehingga
tekanan negatif ditelinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5% dan pemberian antibiotik apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
b. Stadium Presupurasi: analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya
golongan ampicillin atau penicilin.
c. Stadium Supurasi: diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat
dilakukan miringotomi bila membran menonjol dan masih utuh untuk
mencegah perforasi.
d. Stadium Perforasi: sering terlihat sekret banyak yang keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatannya adalah
obat pencuci telinga H2O2 3% selama 35 hari dan diberikan antibiotika
yang adekuat.
e. Stadium Resolusi: maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi da perforasi membran timpani menutup.

22
2.10 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan dan
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi suatu kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji
pada pasien otitis media akut antara lain Pengkajian terhadap
pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, interaksi
keluarga, konsep diri, status mental, respon emosional.
2) Pengkajian terhadap tanda-tanda vital, rasa nyeri, berat badan,
respon psikologis, kebutuhan nutrisi, kebutuhan cairan, komplikasi
yang terjadi.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi
2) Gangguan Pola Tidur
3) Resiko Infeksi
4) Nyeri akut

c. Intervensi

23
24
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang
sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama
komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
Apabila pendengaran mengalami gangguan pada telinga seperti otitis
media yang tekait dengan kasus ini.
Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga
tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya
saluran/tuba eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan
akibat infeksi bakteri yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut,
kejadian ISPA yang berulang pada anak juga dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya OMA pada anak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain:
Stadium Oklusi, Hiperemis, Supurasi, Perforasi, dan Stadium Resolusi.
Dimana manifestasi dari OMA juga tergantung pada letak stadium yang
dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada stadium yang
dialami klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul beberapa
masalah keperawatan yang dialami oleh klien, antara lain: nyeri akut,
resiko perdarahan, resiko infeksi, defisiensi pengetahuan.
3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan
dan pembelajaran tentang Keperawatan Medikal Bedah
b. Bagi institusi
Kelompok berharap Makalah ini dapat memberikan informasi
lebih lanjut sebagai bahan referensi dan penunjang proses
pembelajaran untuk pengetahuan mengenai Keperawatan Medikal
Bedah

25
DAFTAR PUSTAKA

Adam S, George, L., 1994,..---- Buku Ajar THT, EGC, Jakarta.

Arhs.H A. 2001. Intratemporal and Intracranial Complications of Otitis


Media In Head and Neck Otolaringology Volume 2..3 th Ed.Bailey,
B.J.et al (Eds). New York::Lippincott Willims and Wilkins Pp: 1760-2

Buchman.C.A.et al.2003. Infection of The Ear.In: Essencial Otolaryngology


Head and Head Surgery .8th Ed.Lee.K.J (Eds) New York:Mc-Graw Hill
Pp:484-6

Mills,R.P. 1997. Management of Chronic Suppurative Ototis Media.


In:scott-browns Otolaryngology.6th Ed.Booth,J.B(Eds)
Oxford:Butterworth-Heinemann.Pp:3/10/1-8

Gody, D. Thone, R., 1991, Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan,


EGC, Jakarta.

Soepardi, Arsyad, E., 1998, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-


Tenggorokan, FKUI, Jakarta.

Tucker, Martin, S., 1998, Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan,


Diagnosis dan Evaluasi, EGC, Jakarta

Wahyuningsih,H., & Kusmiyati,Y. 2017. Anatomi Fisiologi. Pusdik SDM


Kesehatan: Jakarta Selatan

26

Anda mungkin juga menyukai