Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN PERITONITIS

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Yulia Rizka,M.Kep

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

Anita Astuti (2011166006) Rahmad Hidayat (2011166601)


Dien Fadillah (2011166204) Ratih Oktavia (2011166603)
Fenni Indrayati (2011166201) Sandra Morena (2011166015)
Fenny Arzimustika (2011166001) Sekar D.Pratiwi (2011165373)
Intan Ayuza (2011165993) Sonia P.Sihaloho (2011166737)
Nora Situmeang (2011166010) Winda GP Br. M (2011165996)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang
melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini
biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen (Sjamsuhidayat, 2010).
Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%
(Tarigan, 2014).
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer,
peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier(Japanesa, 2016). Peritonitis sampai
saat ini merupakan masalah infeksi yang sangat serius, walaupun
perkembangan antimikroba dan penanganan intensif sangat pesat, kematian
kasus peritonitis generalisata cukup tinggi yaitu antara 10– 20%,di negara-
negara berkembang angka kematian lebih tinggi lagi. Penelitian di Rio de
Janeiro, Brazil didapatkan angka kematian sebesar 61,8%, di Semarang RSUP
Dr. Kariadi, Indonesia didapatkan angka kematian 54% (Mughni, 2016).
Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) angka
kejadian peritonitis, sebagai bentuk dari complicated intra abdominal
infections, mencapai 5,9 juta kasus di dunia (Padang, 2014). Di Republik
Demokrasi Kongo, telah terjadi 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa
perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang
merupakan komplikasi dari demam tifoid. Penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman, ditemukan 73% penyebab tersering
peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi pasca operasi. Terdapat 897 pasien
peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka kejadian peritonitis di Inggris
sebesar 0,0036% (4562 orang) (Japanesa, 2016).
Pada tahun 2008 Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi
untuk peritonitis, yang merupakan bentuk dari complicated intra abdominal
infections, sebanyak 7% dari total seluruh penduduk Indonesia atau sekitar
179.000 jiwa (DEPKES-RI, 2008). Provinsi Jawa Tengah memiliki angka
kejadian peritonitis sebanyak 5980 kasus, 177 diantaranya meninggal. Kota
Semarang merupakan kota dengan angka kejadian yang paling tinggi diantara
kota lainnya di Jawa Tengah, yaitu sebanyak 970 kasus(Dinkes-Jateng, 2009).
Di Provinsi Lampung, khususnya di RS Airan Raya selama 3 bulan terakhir
pada Januari-Maret 2020 sejumlah 52 kasus peritonitis ditemukan dengan
tindakan pembedahan laparatomi.
Dalam (Japanesa, 2016) dijelaskan pula bahwa sebagian besar
pasien peritonitis dilakukan tindakan operatif berupa laparatomi eksplorasi
yang mana sejalan dengan penelitian Sahu et al yaitu pada 42 kasus peritonitis
dilakukan tindakan operatif dan 8 kasus mendapatkan terapi konservatif.
Peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks merupakan jenis
peritonitis yang terbanyak (53,1%). Sebagian besar pasien peritonitis
mendapatkan tatalaksana bedah berupa laparatomi eksplorasi dan apendektomi
(64,3%).
Sehingga berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat
makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien dengan
Peritonitis”

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa defenisi Peritonitis?
b. Bagaimana Etiologi Peritonitis?
c. Apa Manifestasi klinis Peritonitis?
d. Bagaimana patofisiologi peritonitis?
e. Apa klasifikasi peritonitis?
f. Apa saja komplikasi peritonitis?
g. Bagaimana penatalaksanaan peritonitis?
h. Apa yang dilakukan saat pemeriksaan fisik peritonitis?
i. Apa pemeriksaan penunjang peritonitis?
j. Apa terapi diet peritonitis?
k. Bagaimana Asuhan Keperawatan kritis terhadap pasien
peritonitis?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang Asuhan
Keperawatan Kritis Pada Pasien dengan Peritonitis
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa/i diharapkan :
1) Mampu memahami defenisi peritonitis?
2) Mampu memahami etiologi peritonitis?
3) Mampu mengetahui manifestasi klinis peritonitis?
4) Mampu mengetahui patofisiologi peritonitis?
5) Mampu mengetahui klasifikasi peritonitis?
6) Mampu mengetahui komplikasi peritonitis?
7) Mampu mengetahui penatalaksanaan peritonitis?
8) Mampu memahami saat pemeriksaan fisik peritonitis?
9) Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang peritonitis?
10) Mampu memahami terapi diet peritonitis?
11) Mampu mengetahui asuhan keperawatan kritis terhadap pasien
peritonitis ?

1.4 Manfaat Penulisan


a. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan
dan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien dengan
Peritonitis.
b. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan
untuk menunjang proses pembelajaran.
SKENARIO
Bapak A sudah 3 hari dirawat diruang ICU karena mengalami penurunan
kesadaran setelah menjalani operasi akibat trauma pada abdomen. Saat ini pasien
terpasang ET pada jalan napas dan menggunakan alat bantu napas berupa
ventilasi mekanik (ventilator). Hasil pemeriksaan didapatkan data bahwa
keadaan umum lemah dengan GCS E2VtM4. TD: 140/95 mmHg, HR: 125
x/menit, MAP: 110, SpO2: 93%, CRT: 7 detik. Hasil pemeriksaan fisik terjadi
distensi pada abdomen, perut teraba keras, otot perut kaku, nyeri tekan pada
abdomen, dan suara bising usus tidak terdengar. Hasil pemeriksaan penunjang
menunjukan bahwa pasien mengalami leukositosis dan peradangan pada
peritoneum.

A. Terminologi
1. Icu
2. Abdomen
3. Trauma
4. Peritonium
5. Penurunan kesadaran
6. Distensi
7. Pemeriksaana penunjang
8. Endotracheal tube

B. Pengertian terminologi
1. Icu atau Instalasi rawat intensif atau ruang perawatan intensif adalah
bagian khusus dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang
melakukan pelayanan rawat intensif.
2. Abdomen adalah bagian tubuh berupa rongga perut yang berisi alat
pencernaan.
3. Trauma setiap benturan ,luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik
dan mental individu –yang berakibat timbulnya gangguan serius.
4. Peritoneum merupakan selaput yang melapisi dinding abdomen bagian
dalam dan menyelimuti organ-organ yang terdapat pada abdomen.
5. Penurunan kesadaran adalah kondisi ketika seseorang kurang atau tidak
dapat memberi respons terhadap rangsangan apa pun. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh kelelahan, cedera, penyakit, atau efek samping obat-
obatan.
6. Distensi adalah penggelembungan atau pembesaran, biasanya mengacu
pada perut.
7. Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang
dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan
ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat
keluhan atau riwayat penyakit pada pasien.
8. Terpasang et (Endotracheal Tube) adalah terpasang sejenis alat yang
digunakan di dunia medis untuk menjamin saluran napas tetap bebas, ETT
banyak digunakan oleh dokter dengan spesialisasi anestesi dalam
pembiusan dan operasi.

C. Identifikasi masalah
1. Apa saja tanda atau gejala terjadinya peradangan pada peritonitis?
2. Apa indikasi pasien terpasang ventilator?
3. Tindakan bedah apa yg dilakukan pada pasien peritonitis?
4. Bagaimana cara pemeriksaan GCS?
5. Pemeriksaan penunjang seperti apa yg menandakan pasien itu
leukositosis?

D. Jawaban identifikasi masalah


1. Tanda gejala peritonitis Demam
a) Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia
b) Mual dan muntah.Timbul akibat adanya kelainan patologis organ
visera atau akibat iritasi peritoneum.
c) Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas. Dehidrasi dapat terjadi akibat
ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.

2. Indikasi pasien terpasang ventilator


a) Pasien dengan gagal nafas
b) Insufiensi jantung
c) Disfungsi neurologis
d) Tindakan operasi

3. Tindakan pembedahan yang dilakukan pada peritonitis umumnya adalah


laparotomi.

4. Cara pemeriksaan GCS


Mata. Berikut ini adalah panduan pemeriksaan mata untuk menentukan
angka GCS:
a). Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi
rangsangan, seperti cubitan pada mata.
b). Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.
c). Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat
mengikuti perintah untuk membuka mata.
d). Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.

Suara. Untuk pemeriksaan respons suara, panduan untuk menentukan


nilai GCS adalah sebagai berikut:
a). Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah
dipanggil atau diberi rangsangan.
b). Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.
c). Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-
kata, tetapi bukan kalimat yang jelas.
d). Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi
orang tersebut tampak kebingungan atau percakapan tidak lancar.
e). Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan
yang diajukan dengan benar serta sadar penuh terhadap lokasi,
lawan bicara, tempat, dan waktu.

Gerakan. Panduan penentuan angka GCS untuk pemeriksaan


respons gerakan adalah sebagai berikut:
a). Poin 1: tidak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali walau
sudah diperintahkan atau diberi rangsangan nyeri.
b). Poin 2: hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki atau
meluruskan kaki dan tangan saat diberi rangsangan nyeri.
c). Poin 3: hanya mampu menekuk lengan dan memutar bahu saat
diberi rangsangan nyeri.
d). Poin 4: mampu menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika
dirangsang nyeri. Misalnya, orang tersebut merespons dengan
menarik tangannya ketika dicubit.
e). Poin 5: mampu menggerakkan tubuhnya ketika diberikan
rangsangan nyeri dan orang tersebut dapat menunjukkan lokasi
nyeri.
f). Poin 6: mampu melakukan gerakan tubuh apa pun saat
diperintahkan.

5. Diagnosis leukositosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium darah


lengkap di mana jumlah sel darah putih (leukosit) lebih tinggi dari batas
atas nilai normal.
E. Mind mapping

Tn. A post op trauma abdomen

Masuk ICU 3 hari yang lalu

Pemeriksaan
Fisik
Kondisi Saat
Ini
Pemeriksaan
Penunjang

Ku: Lemah
GCS; E2V5M4 Leukositosis (+)
Distensi abdomen (+) TD : 140/95 mmHg Radang Peritonium (+)
Perut Keras (+) HR: 125 x/i
Otot perut kaku (+) S : 38.5 oC
Nyeri Tekan (+) MAP: 110
Bising Usus (-) SpO2: 93%
CRT: &s
ET (+)
Ventilator (+)

Peritonitis

Tema: Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Peritonitis


F. Learning objektif
1. Defenisi peritonitis
2. Etiologi peritonitis
3. Manifestasi peritonitis
4. Patofisiologi peritonitis
5. Klasifikasi peritonitis
6. Komplikasi peritonitis
7. Penatalaksanaan peritonitis
8. Pemeriksaan fisik peritonitis
9. Pemeriksaan penunjang peritonitis
10. Therapy diet pd pasien peritonitis peritonitis
11. Asuhan keperawatan pada pasien kritis dng peritonitis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau


kondisi aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat
akut atau kronik (Gearhart & Silen, 2008).

Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut


abdomen. Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat
terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum
adalah penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah.
Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun
dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma,
sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi (Gearhart
& Silen, 2008).

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya


disertai dengan bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering
dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak
ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis dikategorikan
sebagai primary peritonitis (Ridad, 2007).

Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer,


peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan
oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di
peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis.
Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang
berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang
paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien
immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid (Ridad,
2007).

Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh


berbagai penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus
urinarius, benda asing seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam
lambung dari perforasi lambung, cairan empedu dari perforasi kandung
empedu serta laserasi hepar akibat trauma (Gearhart & Silen, 2008).

2.2 Anatomi atau Lokasi Peritonitis

Peritonium adalah membran serosa rangkap yang terbesar di


dalam tubuh yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal
yang melapisi semua organ yang ada di dalam rongga itu (Pearce, 2009).
Peritoneum perietal yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding
abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya
gaster dan intestium). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi
karena organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat
sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan
peritoneum sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu
terhadap yang lain anpa adanya gesekan.

Organ Intraperitoneal aadalah abdomen yang meliputi peritoneum


visceral dan organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera
yang terletak antara peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal
(Pearce,2009).
Gambar 1. Anatomi peritonium (Sumber: Gearhart dan Silen, 2008).

2.3 Etiologi Peritonitis

Penyebab peritonitis menurut (Hughes, 2012) adalah :

a). Infeksi bakteri


1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal
2. Appendicitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptic (lambung/duodenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukak disentri amuba / colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis Diverticulitis (radang usus)
Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus
U dan B hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan
yang paling berbahaya adalah clostrdiumwechii.

b). Secara langsung dari luar


1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide,
terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
local.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa dan rupture hati
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis,
terbentuk pula peritonitis granulomatous.

c). Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut


seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonephritis, penyebab utama adalah
streptokokus atau pnemokukus.

2.4 Manifestasi Peritonitis

Menurut Jitowiyono (2012), gejala klinis peritonitis yang terutama


adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan terus-menerus selama
beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh
abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak.
Gejala lainnya meliputi:

1. Demam Temperatur lebih dari 38º C, pada kondisi sepsis berat


dapat hipotermia.

2. Mual dan muntah Timbul akibat adanya kelainan patologis organ


visera atau akibat iritasi peritoneum.

3. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma


mengakibatkan kesulitan bernafas. Dehidrasi dapat terjadi akibat
ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.

4. Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak


terdengar bising usus.

5. Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi


akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen
ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum.

6. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+).

7. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi.

8. Tidak dapat BAB/buang angin.


2.5 Klasifikasi Peritonitis

Menurut Jitowiyono (2012), peritonitis diklasifikasikan menjadi:

a). Menurut agens

1. Peritonitis kimia

Misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam


lambung, cairan empedu, cairan pankreas yang masuk
kerongga abdomen akibat perforasi.

2. Peritonitis septik

Merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya


karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus
dapat sampai ke peritoneum dan menimbulkan
peradangan.

b). Menurut sumber kuman

1. Peritonitis primer

Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal


dari penyebaran secara hematogen.Sering disebut juga
sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP).
Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan
disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi
transmural) dari kelainan organ visera dengan inokulasi
bacterial pada rongga peritoneum.

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ


peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum.
Penyebab paling sering adalah spontaneous bacterial
peritonitis. Kasus SBP disebabkan oleh infeksi mono
bacterial terutama oleh bakteri gram negatif( E.coli,
klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri
gram positif ( streptococcus pneumonia, staphylococcus).
Peritonitis primer dibedakan menjadi:
a. Spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman
yang spesifik, misalnya kuman tuberkulosa.

b. Non- spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi


kuman yangnon spesifik, misalnya kuman penyebab
pneumonia yang tidakspesifik.

2. Peritonitis sekunder

Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab


utama, diantaranya adalah:

a. Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus


gastrointestinal atau traktus genitourinarius kedalam
rongga abdomen, misalnya pada : perforasi appendiks,
perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis,
volvulus, kanker, strangulasiusus, dan luka tusuk.
Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreaske
peritoneum saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya
asam empedu akibat trauma pada traktusbiliaris.

b. Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters.

3. Peritonitis tersier

Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien
imuno kompromise. Organisme penyebab biasanya
organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative
Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan
candida, mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah
dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya
terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula.
Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV atau kedalam
peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan
tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium. Komplikasi
yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang,
abses intra abdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini
sebaiknya kateter dialysis dilepaskan.
2.6 Patofisiologi Peritonitis

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra


abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan
fibrin karantina dengan pembentukan adhesi berikutnya Produksi
eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh tetapi
sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins Matrin fibrin
tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh.
(Muttaqin, 2001).

Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat


kontaminasi bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan
peritonitis mengalami efek sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi
peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan kematian dini
(<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).

Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk


mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan
infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan
abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke
lingkunganyang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen
infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem
kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinası faktor-faktor yang
memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer)
merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses,
perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian Studi
terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonca,
spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan pembentukan
abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).

Faktor faktor virulensi bakteri akan menghambat proses


fagositosis sehingga menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini
adalah pembentukan kapsul., pembentukan fakultatif anaerob,
kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat. Sinergi antara bakteri
dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam
merusak pertahanan tubuh Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B
fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi
bakten secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses
(Muttaqin, 2011).

Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan


cairan yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan
sebelah organ viseral Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits.
Sekitar setengah dari pasien mengembangkan abses sederhan, sedangkan
separuh pasien yang lain mengembangkan sekunder abses kompleks
fibrinosa dan organisasi dari bahan abses. Pembentukan abses terjadi
paling sering didaerah subhepatik dan panggul, tetapi mungkin juga
terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan puteran usus
kecil, serta mesenterium (Muttaqin, 2011).

Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa,


menempel menjadi satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai
pita- pita fibrinosa Bila bahan yang menginfeksi terbesar luas pada
perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas usus menurun dan
meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin, 2011).

Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi


cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit
cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif, maka akan menyebabkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator misal interleukin, dari
kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk mengompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi
kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok hipovolamik
(Muttaqin, 2011).
Organ-organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas.
pembuluh darah kapiler organ- organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen - lumen usus, serta edema
seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemik
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta
muntah Terjebaknya cairan di rongga peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernafasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011).
2.7 Pathway Peritonitis
2.8 Komplikasi Peritonitis

Jika tidak segera ditangani, infeksi di peritoneum dapat menyebar


ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sejumlah organ tubuh.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat peritonitis menurut
Jitowiyono (2012) adalah:
a). Sindrom hepatorenal, yaitu gagal ginjal progresif
b). Sepsis, yaitu reaksi berat akibat bakteri yang sudah memasuki
aliran darah
c). Ensefalopati hepatik, yaitu hilangnya fungsi otak akibat hati tidak
dapat menyaring racun dari darah
d). Abses atau kumpulan nanah pada rongga perut
e). Kematian jaringan pada usus
f). Perlengketan usus yang dapat menyebabkan usus tersumbat
g). Syok septik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah yang
drastis dan sangat berbahaya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ruben (2018) pemeriksaan penunjang pada pasien


peritonitis terdiri dari:

a). USG

Dalam banyak kasus, riwayat medis pasien, hasil


pemeriksaan klinis, temuan laboratrium, dan hasil radiografi polos
abdomen atau dada cukup untuk menunjukkan perlunya
pembedahan segera, dan pemeriksaan ultrasonografi tidak
diindikasikan dalam pasien-pasien ini. Namun, dalam kasus lain,
ketika diagnosis klinis tidak pasti dan pengobatan tidak jelas,
ultrasonografi dapat mengidentifikasi penyebab yang tepat yang
mendasari nyeri perut akut yang memerlukan pembedahan.

Temuan ultrasonografi yang paling umum adalah ascites,


dilatasi loop usus kecil dengan ketebalan dinding,
pneumoperitoneum, ketebalan antrum atau dinding duodeal,
apendisitis perforata dengan akumulasi eksudat perifokal, dan
pembentukan abses.
b). CT-scan
Pada CT scan abdomen, peritoneum normal tampak sebagai
struktur tipis yang halus, sedangkan pada keadaan patologis
menghasilkan penebalan lapisan peritoneum.
c). Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis,
hematocrit yang meningkat BGA, menunjukan asidosis metabolic,
dimana terdapat kadar karbondioksida yang disebabkan oleh
hiperventilasi.
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung
banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit;
basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per
kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat.
d). Analisis Cairan Peritoneum (Paracentesis)
Pemeriksaan penunjang terakhir yang dilakukan untuk
mendeteksi peritonitis adalah analisis cairan peritoneum. Langkah
ini dilakukan dengan mengambil sampel cairan peritoneum untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi atau peradangan. Bukan itu
saja, pemeriksaan ini juga dapat mengetahui ada atau tidaknya
bakteri.
2.10 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien peritonitis menurut


Ruben (2018) yaitu:

a). Inspeksi

Pemeriksaan mengamati adakah jaringan parut bekas


operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut
membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.
b). Palpasi
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum
parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan
di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri.
Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri
dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular
(rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah
proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi
berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan
nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans
muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang
dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
c). Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan
perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada
pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus
dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk
membantu penegakan diagnosis. 1,7 Nyeri yang difus pada lipatan
peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada
peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya
kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau
adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi
usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula
rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk
kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.
d). Auskultasi
Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis
lokal bising usus dapat terdengar normal.

2.11 Terapi Diet Pada Pasien Peritonitis

Menurut Maulidina (2021) terapi diet yang dilakukan pada pasien


peritonitis yaitu:

1. Terapi Diet pasien Peritonitis


a). Cara pemberian diit lambung yaitu makan sedikit berulang kali.

b). Makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil.

c). Makanan harus lembek dan mudah dicernakan.

d). Perut tidak boleh terlalu kosong atau terlalu penuh.

e). Bahan makanan tinggi glutamine. Glutamina adalah satu dari


20 asam amino yang memiliki kode pada kode genetik standar.
Rantai sampingnya adalah suatu amida. Glutamina dibuat dengan
mengganti rantai samping hidroksil asam glutamat dengan gugus
fungsional amina. Glutamina merupakan bagian penting
dari asimilasi nitrogen yang berlangsung
pada tumbuhan. Amonia yang diserap tumbuhan atau hasil
reduksi nitrit diikat oleh asam glutamat menjadi glutamina dengan
bantuan enzim glutamin sintetase atau GS. Fase  pertumbuhan atau
pada saat sakit, permintaan akan molekul glutamina akan
meningkat melebihi jumlah pasokannya, sehingga pada saat ini
glutamina menjadi asam amino esensial.

2. Adapun bahan Makanan yang tunggi glutamin adalah :


a). Protein hewani seperti ikan, telur, susu, daging sapi, unggas,
yogurt, keju ricotta, keju cottage.

b). Protein nabati seperti kacang-kacangan, bit, bayam, parsley, kubis,


biji rami dan chia benih.

c). Bahan makanan yang mengandung omega 3 seperti vitamin A, D,


E dan K.

3. Diet Pasien Peritonitis Pasca Bedah Laparatomi

a). Makanan pasca bedah I (MPBI)

Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah. Pasca


bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang. Pasca bedah
besar : setelah rasa sadar atau mual hilang serta ada tanda-tanda
usus mulai bekerja. Selama 6 jam sesudah pembedahan,
makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis, air
kacang, hijau, sirup, air jeruk manis dan air kaldu jernih.
Makanan ini diberikan dalam waktu yang sesingkat mungkin,
karena kurang dari semua zat gizi. Makanan diberikan secara
bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30
ml/jam.
b). Makanan pasca bedah II (MPB II)

Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau


sebagai perpindahan dari diet pasca bedah I. Makanan
diberikan dalam bentuk cair kental, berupa sari buah, sup, susu,
dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur.
Jumlah cairan yang diberikantergantung keadaan dan kondisi
pasien. Diet ini diberikan untuk waktu sesingkat mungkin
karena zat gizinya kurang.

c). Makanan pasca bedah III (MPB III)

Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau


sebagai perpindahan dari diet pasca bedah II. Makanan yang
diberikan berupa makanan saring ditambah susu dan biskuit.
Cairan hendaknya tidak melebihi 2.000 ml sehari.

d). Makanan pasca bedah IV (MPB IV)

Diberikan pada : Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasc


abedah I Pasien pasca bedah besar, setelah diet pasca bedah II
Makanana diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam
3 kali makanan lengkap dan 1kali makanan selingan
(Maulidina, 2021).

Hasil penelitian Nakeeb (Tahun 2009) Zat Zat gizi yang baik pada
pasien peritonitis adalah :

1. Glutamin

Glutamin adalah asam amino yang paling banyak dalam tubuh.


Glutamin terdiri lebih dari 60 persen asam amino bebas di otot rangka dan
lebih banyak terlibat dalam proses metabolisme daripada asam amino
lainnya. pemberian glutamin efektif mempercepat penyembuhan
perawatan penyakit luka bakar, kanker kolorektal, penyakit Crohn, HIV /
AIDS, penyakit inflamasi usus (IBD), sindrom iritasi usus (IBS), obesitas,
peritonitis, kerusakan radiasi, sepsis, ulseratif kolitis, dan penyembuhan
luka. Adapun manfaat dari asam amino glutamin yaitu membuat usus lebih
sehat, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan otot, membantu
memerangi kelelahan dan masalah gula darah dan mendorong kemampuan
otak. Bahan makanan alami sumber glutamin meliputi protein hewani
seperti ikan, telur, susu, daging sapi, unggas, yogurt, keju ricotta, keju
cottage. Pada protein nabati glutamine juga dapat ditemukan pada kacang-
kacangan, bit, bayam, parsley, kubis, biji rami dan chia benih.

2. Omega 3

Omega 3 merupakan asam lemak yang baik dikonsumsi karena


berperan dalam mengatasi inflamasi paska operasi seperti kondisi seperti
IBS, ulcerative colitis dan radang sendi. Omega 3 juga berperan dalam
tingkat penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D,
E dan vitamin K. Vitamin tersebut diperlukan oleh tubuh kita untuk
melawan infeksi, menjaga kesehatan mata dan kulit, sirkulasi jantung,
pembekuan darah dan kuat tulang.

3. Protein

4. Arginin dan Zn

5. ricosapentaenoic acid (EPA)

6. antioxidants (vitamins A, C, E dan Se)

7. Folate dan Fe

2.12 Penatalaksanaan Peritonitis

Menurut Kristiyanasari (2012) ada beberapa pemeriksaan


diagnostik yang perlu diketahui yaitu test laboratorium: leukositosis,
hematokrit meningkat dan asidosis metabolik meningkat. Untuk
pemeriksaan X-Ray : foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior,
lateral), akan didapatkan ileus, usus halus dan usus besar dilatasi, dan
udara dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Menurut Muttaqin dan Sri (2011) pemeriksaan dapat membantu
dalam mengevaluasi kuadran kanan misal prihepatic abses, kolesistitis
biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst dan kuadran kiri misal
appendiksitis, abses tuba ovarium, abses douglas, tetapi kadang
pemeriksaan terbatas karena adanya nyeri distensi abdomen dan
gangguan gas usus, USG juga dapat untuk melihat jumlah cairan dalam
peritoneal.

Penatalaksanaan utama untuk peritonitis adalah penanganan


sumber infeksi, eliminasi bakteri dan toksin, mempertahankan fungsi
sistem organ, dan menangani proses inflamasi.

a. Antibiotik

Berikut ini adalah antibiotik yang dapat dipilih pada


peritonitis primer dan sekunder.

1) Peritonitis Primer

Untuk peritonitis primer, pasien dapat diberikan


tatalaksana antibiotik empiris yang dapat menangani basil
aerobik gram negatif dan kokus gram positif seperti
sefalosporin generasi ketiga. Pilihan antibiotik yang sering
digunakan adalah cefotaxime 2 g setiap 8 jam diberikan
secara intravena.

Pilihan lain yang dapat digunakan adalah antibiotik


spektrum luas seperti kombinasi penisilin dengan
penghambat beta-laktamase. Contohnya adalah
piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara
intravena.

Ceftriaxone juga dapat dipilih dengan dosis 2 g


sekali sehari diberikan secara intravena.

Jika pemeriksaan penunjang sudah menemukan


organisme penyebab infeksi, maka pengobatan yang
diberikan disesuaikan.
Dengan pengobatan yang benar, pasien dengan
peritonitis primer dapat bereaksi terhadap terapi dalam
waktu 72 jam. Peritonitis primer jarang memerlukan
tindakan pembedahan.
2) Peritonitis Sekunder
Tata laksana kontrol sumber infeksi melalui
tindakan pembedahan dan pemberian antibiotik yang sesuai
dapat mengurangi angka mortalitas hingga sekitar 5-6%.
Bila sumber infeksi tidak terkontrol, angka mortalitas
pasien dapat mencapai 40%.
Pada peritonitis sekunder, regimen antibiotik yang
diberikan ditujukan untuk basil gram-negatif dan anaerob.
Pada penyakit yang ringan-sedang dapat diberikan
kombinasi penisilin dengan penghambat beta-laktamase,
contohnya ticarcillin/clavulanate 3,1 g intravena setiap 6
jam, atau cefoxitine 2 g intravena sekali sehari. Pasien yang
menjalani rawat inap di ruang intensif dapat diberikan
imipenem, meropenem, atau kombinasi obat seperti
ampicillin dengan metronidazole dan ciprofloxacin.
Mata analisis dan tinjauan sistemik Cochrane yang
dipublikasikan tahun 2005 menemukan bahwa efektivitas
regimen antibiotik yang direkomendasikan relatif
equivalent efektivitasnya. Regimen antibiotik pada
penelitian yang dianalisis sangat beragam, mulai dari
ciprofloxacin 400 mg setiap 12 jam + metronidazole 500
mg tiap 6 jam dibandingkan dengan
piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara
intravena, hingga clinafloxacin 200 mg setiap 12 jam
dibandingkan dengan imipenem/cilastatin 500 mg setiap 6
jam.
b. Pembedahan
Tata laksana pembedahan untuk peritonitis memiliki tiga
tujuan utama yaitu:
1) Mengeliminasi sumber kontaminasi
2) Mengurangi inokulum bakteri
3) Menghindari peritonitis rekuren atau persisten
Pada peritonitis sekunder yang seringkali disebabkan oleh
infeksi dari organ peritoneum yang ruptur, maka diperlukan
tatalaksana pembedahan. Terapi yang efektif memerlukan tata
laksana pada sumber infeksi seperti mengangkat atau membetulkan
kembali organ yang terinfeksi, serta debridemen jaringan yang
nekrotik.
Pada pasien yang memiliki abses intraperitoneum, tindakan
pembedahan diindikasikan pada individu dengan abses multipel,
abses yang terletak dekat dengan organ vital, dan pasien yang
memiliki sumber kontaminasi tidak terkontrol. Pilihan selain
pembedahan untuk abses intraperitoneal adalah penggunaan kateter
drainase.
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada peritonitis
umumnya adalah laparotomi. Sebuah studi menunjukkan bahwa
staged abdominal repair dapat bermanfaat pada pasien dengan
peritonitis sedang-berat. Staged abdominal repair adalah kebijakan
penatalaksanaan operatif menggunakan laparotomi multipel yang
terjadwal setiap 24-48 jam hingga kavum peritoneum tampak
bersih.

2.13 Asuhan Keperawatan Peritonitis

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien: nama, umur, agama, pekerjaan, suku/bangsa, jenis
kelamin,alamat
2. Identitas Penanggung Jawab: nama, umur, pekerjaan, alamat, hub.
dengan pasien,
3. No registrasi, tgl. masuk RS, tanggal pengkajian, jam dilakukan
pengkajian,metode pengkajian
4. Data Umum
keluhan utama: keluhan yang sangat mengganggu aktivitas klien,
pasien peritonitis biasanya mengalami nyeri di bagian abdomen
riwayat penyakit sekarang: dikaji perjalanan penyakit klien
riwayat kesehatan dahulu: yang diakaji penyakit yang pernah diderita
kliensebelum penyakit yang diderita saai ini.
riwayat kesehatan keluarga: apakah ada anggota keluarga yang
pernahmengalami penyakit atau keluhan seperti yang dialami klien
kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : CRT 7 dedtik, pasien mengalami penurunan
kesadaran
Vital Sign:HR 125 x/mnt, TD 140/95 mmHg, MAP 110, SpO2 93%
Keadaan Fisik:
Kepala: bentuk, warna rambut, ada tidaknya lesi
Mata: warna, penglihatan
Mulut: terpasang ET dan terhubung pada Ventilator
Hidung: perhatikan ada tidaknya epistaksis, nyeri tekan,
pernafasancuping hidung
Telinga: perhatikan ada tidaknya nyeri tekan, kebersihan
Thorax: perhatikan bentuk dada, kesimetrisan, suara paru dan jantung
Abdomen: distensi pada abdomen, perut teraba keras, otot perut kaku, nyeri
tekan pada abdomen, dan suara bising usus tidak terdengar.
6. Pemeriksaan penunjang : Leukositosis

B. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menggambarkan respons manusia
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual/potensial) dari
individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan
perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah
perubahan (Nikmatur, Saiful,2012).
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk menganalisis dan
mensintesis data yang telah dikelompokan dibawah pola kesehatan. Selain
itu untuk mengidentifikasi masalah, factor penyebab masalah, dan
kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah
(Nikmatur, Saiful, 2012). Untuk diagnose keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien pasca operasi laparatomi Eksplorasi Peritonitis
menurut doenges (2014) adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik ; insisi bedah, distensi
abdomen, adanya selang NGT/usus.
2) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna/makan makanan atau mengabsorpsi
nutrient cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic, status
puasan; aspirasi NGT/usus.
3) Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan faktor
eksternal ; insisi bedah, radiasi,s faktor internal ; obat-obatan,
perubahan status nutrisi, perubahan sirkulasi, faktor mekanis;
tekanan, friksi.
4) Konstipasi atau diare berhubungan dengan efek-efek anestesi,
manipulasi pembedahan, ketidakaktifan fisik, imobilisasi;
inflamasi,iritasi, malabsorpsi usus, nyeri efek obat.
5) Kuranganya pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat,
tidak mengenal sumber informasi, salah interprestasi informasi.
6) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan secara oral, (proses penyakit/
prosedur pembedahan), kehilangan berlebihan melalui rute oral;
muntah, diare, kehilangan cairan dari rute abnormal ; drain
indwelling, penghisap NG, hemorargi, penggantian tak cukup,
demam.
7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer, missal penyakit kronis, prosedur invasive,
malnutrisi, lubang dari rongga abdomen/usus dengan kemungkinan
kontaminasi, stasis cairan tubuh, perubahan peristaltic.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat, lokasi, 1. Untuk
berhubungan keperawatan selama 2 x 24 frekuensi nyeri memperoleh data
dengan agen jam nyeri berkurang 2. Bantu klien yang akurat
fisik; insisi sampai hilang dengan mengatur posisi sehingga dapat
criteria hasil: senyaman mungkin memberikan
bedah, distensi
1. Klien 3. Ajarkan teknik asuhan
abdomen, adanya
melaporkan distrakasi keperawatan yang
selang NGT/usus. tepat
nyeri berkurang 4. Ajarkan teknik
atau hilang nafas dalam 2. Posisi yang tepat
2. Tidak ada nyeri dan nyaman dapat
5. Kolaborasi
tekan menurunkan nyeri
dengan dokter
3. Pengalihan
dalam pemberian perhatian dapat
analgesic menurunkan nyeri
6. Kolaborasi karena klien
dengan dokter terfokus pada hal
untuk tindakan lain
pembedahan 4. Nafas dalam dapat
meningkatkan
input oksigen
sehingga otot –
otot tidak tegang
sehingga nyeri
berkurang
5. Analgesic dapat
menurunkan
nyeri
6. Mencegah
peradangan yang
lbih luas
Pemenuhan Setelah dilakukan 1. Berikan makan 1. Makanan hangat
nutrisi kurang asuhan keperawatan 3 x dalam keadaan dapat
dari kebutuhan 24 jam nutrisi terpenuhi hangat meningkatkan
berhubungan dengan criteria hasil: 2. Berikan klien nafsu makan
dengan 1. Klien makan dalam 2. Meningkatkan
ketidakmampuan menunjukan porsi kecil tapi intake makanan
mencerna/makan peningkatan sering 3. Pengetahuan
makanan atau nafsu makan 3. Berikan informasi yang adekuat
mengabsorpsi 2. Berat badan yang akurat dapat
nutrient cukup klien normal tentang meningkatkan
untuk memenuhi pentingnya nutrisi kepatuhan klien
kebutuhan 4. Motivasi klien terhadap
metabolic, status untuk intervensi
puasan; aspirasi menghabiskan 4. Dukungan dari
NGT/usus. makanannya oranglain akan
5. Timbang berat membuat klien
badan setiap hari merasa dihargai
6. Pertahankan 5. Untuk
kebersihan mulut mengetahui
yang baik perkembangan
sebelum dan klien
sesudah makan 6. Meningkatkan
7. Hindarkan klien kesejahteraan
dari rangsangan klien sehingga
yang membuat nafsu makan
klien mual dan meningkat
muntah 7. Mencegah
8. Kolaborasi kekurangan
dengan dokter nutrisi lebih
untuk pemberian parah
multivitamin 8. Meningkatkan
penambah nafsu nafsu makan
makan

Kerusakan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- 1. Mungkin


integritas kulit asuhan keperawatan tanda vital dengan indikatif dari
berhubungan 2x24 jam cairan sering. Perhatikan pembentukan
dengan faktor terpenuhi dengan demam, takipne, hematoma/terjad
eksternal ; insisi criteria hasil: takikardi, dan inya infeksi,
bedah, radiasi, mencapai pemulihan gemetar. yang menunjang
faktor internal ; luka tepat waktu tanpa Perhatikan luka perlambatan
obat-obatan, komplikasi. dengan sering pemulihan luka
perubahan status terhadap bengkak dan
nutrisi, perubahan insisi berlebihan, meningkatkan
sirkulasi, faktor inflamasi, resiko
mekanis; tekanan, drainase. pemisahan
friksi. 2. Bebat insisi luka/dehisens.
selama batuk dan 2. Meminimalkan
latihan napas stress/teganagan
dalam. pada tepi luka
3. Gunakan yang sembuh.
kertas/bebat Proses penuaan.
Montgomery 3) Penggantian
untuk balutan balutan sering
sesuai indikasi. dapat
4. Waspadai faktor meningkatkan
resiko lanjut. kerusakan pada
5. Bila terjadi kulit karena
dehisens: perlekatan yang
a. Pertahankan kuat.
sikap tenang, 3. Menurunkan
tinggal dengan imunokompeten
pasien, beritahu si, ini
dokter. mempengaruhi
Pertahankan pemulihan luka
pasien pada tirah dan tahanan
baring total. pada infeksi.
Bila terjadi 4. Untuk mencegah
evierasi: panic dan
Tutup usus yang menurunkan
terpajan dengan tegangan
balutan steril dan intraabdomen.
lembab, 5. Mencegah
persiapkan untuk kekeringan
perbaikan bedah jaringan mukosa
luka. dam anemia
Tinjau ulang nilai dapat
laboratorium mempengaruhi
terhadap anemia pemulihan.
dan penurunan
albumin serum.
Perhatiakan
jumalah leukosit.
Konstipasi atau Setelah dilakukan 1. Auskultasi bising 1. Kembalinya
diare asuhan keperawatan 2 x usus. fungsi GI
berhubungan 24 jam pasien dapat 2. Selidiki keluhan mungkin
dengan efek-efek mentoleransi aktivitas nyeri abdomen terlambat oleh
anestesi, dengan criteria hasil: 3. Observasi efek depresan
manipulasi mendapatkan kembali gerakan usus, dari anestesi,
pembedahan, pola fungsi usus yang perhatikan warna, ileus paralitik,
ketidakaktifan normal konsistensi dan inflamasi
fisik, imobilisasi ; jumlah. intraperitoneal.
inflamasi, iritasi, 4. Anjurkan 2. Mungkin
malabsorpsi usus, makanan/cairan berhubungan
nyeri efek obat. yang tidak dengan distensi
mengiritasi bila gas atau
masukan oral terjadinya
diberikan. komplikasi
5) Berikan misalnya ileus.
pelunak feses, 3. Indicator
supositoria kembalinya
gliserin sesuai fungsi GI,
indikasi. mengidentifikasi
ketepatan
intervensi.
4. Menurunkan
risiko iritasi
mukosa/diare.
5. Mungkin perlu
untuk
merangsang
peristaltic
dengan
perlahan/evakua
si feses.

Kuranganya Setelah dilakukan 1. Tinjau ulang 1. Memberikan


pengetahuan asuhan keperawatan prosedur dan dasar
berhubungan selama 2x24 jam harapan pasca pengetahuan
dengan kurang konstipasi teratasi operasi. dimana pasien
mengingat, tidak dengan criteria hasil: 2. Diskusikan dapat membuat
mengenal sumber mengidentifikasi pentingnya pilihan
informasi, salah hubungan tanda/gejala masukan cairan berdasarkan
interprestasi pada proses penyakit adekuat, informasi.
informasi dan menghubungkan kebutuhan diet. 2. Meningkatkan
gejala dengan factor 3. Demonstrasikan penyembuhan
penyebab.Memperbaiki perawatan dan normalisasi
penampilan prosedur luka/mengganti fungsi usus.
tertentu dan balutan yang 3. Meningkatkan
menjelaskan rasional tepat. Anjurkan penyembuhan
tindakan mandi pancuran menurunkan
dan menggunakan infeksi,
sabun ringan memberikan
kesematan untuk
untuk
mengobservasi
membersihkan pemulihan luka.
luka. 4. Meningkatkan
4. Tinjau ulang kemandirian,
perwatan selang meningkatkan
gastrostomy bila kemampuan
pasien perawatan diri
dipulangkan 5. Memberikan
dengan lat ini. dasar untuk
5. Tandai tinggi memperhatikan
posisi selang pada perubahan
kulit. dalam posisi,
6. Demonstrasikan pergeseran
tehnik irigasi masuk/keluar
yang tepat dan dari luka.
perawatan sel 6. Pembilasan
irigasi sesuai mempertahanka
indikasi. n patensi selang,
khususunya
setelah
pemberian
makanan/bolus
obat.
Resiko tinggi Hasil yang 1. Pantau tanda- 1. Tanda-tanda
kekurangan diharapkan/kriteria hasil tanda vital dengan awal hemorargi
volume cairan : menunjukan perbaikan sering, perhatikan usus dan/atau
berhubungan keseimbangan cairan peningkatan nadi, pembentukan
dengan dibuktikan oleh haluaran perubahan TD hematoma, yang
pembatasan urine yang seimbang pascaural, dapat
pemasukan cairan dengan berat jenis takipnea, dan menyebabkan
secara oral, normal, tanda-tanda ketakutan. Periksa syok
(proses penyakit/ vital stabil, membrane balutan dan luka hipovolemik.
prosedur mukosa lembab, turgor dengan sering 2. Memberiakan
pembedahan) kulit baik, dan pengisian selama 24 jam informasi
kapiler meningkat, dan pertama terhadap tentang volume
berat badan batas tanda-tanda darah sirkulasi umum
normal. merah terang atau dan tingkat
bengkak insisi hidrasi.
berlebihan. 3. Edema dapat
2. Palpasi nadi terjadi karena
perifer. Evaluasi perpindahan
pengisisan cairan berkenaan
kapiler, turgor dengan
kulit, dan status penurunan kadar
membran albumin
mukosa. serum/protein.
3. Perhatikan adanya 4. Indicator
edema. langsung dari
4. Pantau masukan hidrasi/perfusi
dan haluaran, organ dan
perhatikan fungsi.
haluaran urine, Memberikan
berat, jenis. pedoman untuk
Kalkulasi pengganti
keseimbangan 24 cairan.
jam, dan timbang 5. Perpindahan
berat badan setiap cairan dari ruang
hari. vaskuler
5. Perhatikan menurunkan
adanya/ukur volume sirkulasi
distensi abdomen. dan merusak
6. Observasi/catat perfusi ginjal.
kuantitas, jumlah, 6. Haluaran cairan
karakter drainase, berlebihan dapat
NG. Tes PH menyebabkan
sesuai indikasi. ketidakseimbang
Anjurkan dan an elektrolit dan
bantu dengan alkalosisi
perubahan posisi metabolic
sering. dengan
kehilangan lebih
lanjut kalium
oleh ginjal yang
berupaya untuk
mengkompensas
i. Pengubahan
posisi mencegah
pembentukan
mengenstrase di
lambung, yang
dapat
menyalurkan
cairan gastrik
dan udara
melalui selang
NG ke
duodenum.

Resiko tinggi Hasil yang 1. Pantau tanda- 1. Demam tiba-tiba


infeksi diharapkan/kriteria hasil tanda vital dan disertai
berhubungan : mencapai pemulihan perhatikan menggigil,
dengan luka tepat waktu; bebas peningkatan suhu. kelelahan,
ketidakadekuatan dari drainase pululen 2. Observasi kelemahan,
pertahanan atau eritema atau penyatuan luka, takipne,
primer, missal demam. karakter drainase, takikardia, dan
penyakit kronis, adanya inflamasi. hipotensi
prosedur 3. Pantau menandakan
invasive, pernapasan, bunyi syok
malnutrisi, napas. septik.Peningkat
lubang dari Pertahankan an suhu 4-7 hari
rongga kepala tempat pembedahan
abdomen/usus tidur 35-450 . sering
dengan bantu pasien menandakan
kemungkinan untuk membalik, abses luka atau
kontaminasi, batuk dan napas kebocoran
stasis cairan dalam. cairan dari sisi
tubuh, perubahan 4. Pertahankan anastosmosis.
peristaltik. perawatan luka 2. Perkembangan
aseptik. infeksi dapat
Pertahankan memperlambat
balutan kering. pemulihan.
5. Gunakan bebat 3. Infeksi pulmonal
Montgomery dapat terjadi
untuk karena depresi
mengamankan pernapasan
balutan, bila (anesthesia,
diindikasikan. narkotik);
Kultur terhadap ketidakefektifan
kecurigaan drainase. batuk dan
7) Berikan obat-obatan distensi
sesuai indikasi. abdomen.
Antibiotic. 4. Melindungi
8) Lakukan irigasi luka pasien dari
sesuai kebutuhan. kontaminasi
silang selama
penggantian
balutan. Balutan
basah bertindak
sebagai sumbu
retrograde,
menyerap
kontaminan
eksternal.
5. Seringnya
plester terlepas
(khususnya bila
ada drain)dapat
menyebabkan
abrasi kulit,
yang dpat juga
menjadi tempat
infeksi.
6. Organisme
multiple
mungkin ada
pada luka
terbuka dan
setelah bedah
usus.
7) Diberikan
secara
profilaktik dan
untuk mengatasi
infeksi.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga meliputi pengumpulan dan berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Nikmatur, Saiful, 2012).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan evaluasi adalah mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan
keperawatan, meneruskan rencana tindakan keperawatan (Nikmatur,
Saiful, 2012). Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi Proses (Formatif)
a). Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
b). Berorientasi pada etiologi.
c). Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.

2. Evaluasi hasil (Sumatif)


a). Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna.
b). Berorientasi pada masalah keperawatan.
c). Menjelaskan keberhasilan/ ketidakberhasilan.
d). Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat yang di
sebabkan karena adanya trauma hinggan perdarahan dalam rongga
abdomen,asites,peradangan akibat infeksi bakteri dan adhesi. Peritonitis di
klasifikasikan menjadi peritonitis primer,sekunder dan tersier. Penaganan
peritonitis tidak bisa hanya dilakukan oleh satu petugas kesehatan dalam
hal ini dokter, namun membutuhkan upaya kolaborasi semua tenaga
kesehatan seperti dokter, ahli gizi, apoteker, serta perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan.

3.2 Saran
a). Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang
nantinya menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih
mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pasien dengan
peritonitis sehingga meningkat kan kesehatan pasien.

b). Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan intervensi asuhan


keperawatan pasien peritonitis dengan baik dan sesuai standart
operasi prosedural.

DAFTAR PUSTAKA

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari W. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi


Dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika

Nakeeb A, Fikry A, El Metwally T, et al.. Early oral feeding in patients


undergoing elective colonic anastomosis International Journal of Surgery 2009;..
7 (3) :206-209
Kowalak, J. P., & Hughes, A.S. (2012). Buku Saku Tanda dan Gejala:
Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed 2. Jakarta:EGC

Maulidina, R. (2021). Manajemen Asuhan Gizi Klinik Pada Pasien Peritonitis


Generalisata Di Rumah Sakit Kalisat Kabupaten Jember.

Inayah, Iin. 2004.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan.Salemba Medika. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Santosa, Budi.2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika.


Jakarta

Gearhart SL, Silen W. Acute appendisitis and peritonitis. Dalam: Fauci A,


Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al, editor (penyunting).
Harrison’s principal of internal medicine. Edisi ke-17 Volume II. USA:
McGrawHill; 2008. hlm. 1916-7

Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 474-6.

Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajatde jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007. hlm.52

Anda mungkin juga menyukai