Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

NM DENGAN LAPARATOMI PERITONITIS


RUANGAN BEDAH RSUD ALOEI SABOE

OLEH:

TIM RUMAH SAKIT ALOE SABOE

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS


ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MOHAMMADIYAH GORONTALO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Laparatomi Peritonitis”
Asuhan keperawatan ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas praktek
eperawatan medikal bedah dimana akan di seminarkan pada tanggal 15 maret 2022 dan juga
dalam rangka memper dalam pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
post operasi laparatomi peritonitis.
Namun dalam hal penyusunan asuhan keperawatan ini penulis menyadari bahwa masi
terdapat kekurangan dalam dalam asuhan keperawatan ini, maka dari itu maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari dosen atau pihak CI yag bersangkutan.

Gorontalo, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN KASUS
A. Konsep Dasar Laparatomi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI LAPARATOMI
PERITONITIS
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi. (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). pembedahan
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada abdomen apabila terjadi masalah
kesehatan yang berat pada area abdomen. Indikasi pasien dilakukan laparotomi
disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena trauma abdomen (tumpul/ tajam) atau ruptur
hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan, sumbatan pada usus halus dan besar,
dan massa pada abdomen (Nainggolan, 2013).
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen,
yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat
disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis.
Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses
pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier (Ignativicus & Workman, 2006)
Peritonitis merupakan penyakit inflamasi pada membran peritoneum, penyebabnya yaitu
adanya infeksi bakteri, penyebaran infeksi dari organ abdomen, ruptur saluran cerna dan
luka tembus abdomen yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan. Terjadinya
reaksi peradangan lokal menyebabkan proses inflamasi akut dalam rongga abdomen
sehingga terjadi pembentukan abses sebagai bentuk pencegahan infeksi yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen (Black & Hawks, 2014; Padila, 2012). Nyeri pada
abdomen menjadi tanda gejala yang paling umum sering muncul pada pasien peritonitis
yang harus segera dilakukan tindakan.
Prevalensi Peritonitis sampai saat ini masih menjadi masalah infeksi yang sangat
serius penyebab kejadian mortalitas di berbagai Rumah Sakit yaitu antara 10-20%, di
negara-negara berkembang risiko angaka kematian lebih tinggi lagi (Japanesa, Asril &
Selfi, 2016). Peritonitis dilakukan tindakan tindakan pembedahan menempati urutan ke-
10 dari 50 pertama pola penyakit yang mencapai sekitar 1,2 juta jiwa dan diperkirakan
32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi (RPJMN, 2015) Menurut hasil
analisa laporan kinerja RSUD Dr. Moewardi 2017, diperoleh data mortalitas kasus
peritonitis akut menduduki posisi ke 4 dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian,
angka kejadian post laparatomi dengan peritonitis merupakan salah satu dari 10 besar
kasus terbanyak di RSUD dr. Moewardi Surakarta yang berada di Provinsi Jawa Tengah.
Sementara dari data rekam medik pasien RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada tahun
2014 diperoleh data rata-rata sekitar 556 tindakan pembedahan laparatomi yang
dilakukan setiap bulannya, sehingga totalnya mencapai 6.681 operasi laparatomi yang
dilakukan pada tahun 2017.
Menurut Wira Ditya (2016), dampak dari tindakan pembedahan yang telah dilakukan
dapat mengakibatkan timbulnya luka pada bagian tubuh pasien sehingga menimbulkan
rasa nyeri. Nyeri dapat memperpanjang masa penyembuhan karena akan mengganggu
kembalinya aktivitas pasien dan menjadi salah satu alasan pasien tidak ingin bergerak.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam
ragam yang menyangkut kerusakan, atau sesuatu yang digambarkan dengan terjadinya
kerusakan (Zakiyah, 2015). Nyeri dianggap sangat mengganggu bahkan menyulitkan
banyak orang karena rasa ketidaknyamanan yang dapat merespon secara biologis dan
perilaku sehingga akan menimbulkan respon fisik atau psikis. Respon fisik merupakan
perubahan keadaan umum, ekspresi wajah, nadi, pernapasan, suhu. Respon nyeri lainnya
adalah respon psikis, respon ini dapat merangsang stress yang menekan sistem imun dan
peradangan serta menghambat proses penyembuhan (Andarmoyo, 2014).
Studi kasus ini dilakukan untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada
pasien post op laparotomi dengan peritonitis dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan
nyaman. Subjek dalam studi kasus ini adalah satu pasien post laparotomi dengan
peritonitis dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman. Tempat pengelola studi
kasus ini diruang Bedah RSUD Dr. Prof.Dr. Aloei Saboe Gorontalo selama 4 hari dalam
rentang waktu 6 maret sampai dengan 9 maret 2022

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar dari Peritonitis?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan?
3. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien laparatomi peritonitis?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari Peritonitis
2. Untuk megetahui konsep dasar Keperawatan
3. Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien post operasi
laparatomi peritonitis
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau
aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai
dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering
dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan
sumber infeksi pada intra abdominal, peritonitis diketagori sebagai primary
peritonitis. (Fauci et all, 2008).

2. Etiologi
a. Infeksi bakteri Infeksi bakteri
- Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
- Appendisitis yang meradang dan perforasi.
- Tukak peptik (lambung / dudenum)
- Tukak thypoid Tukak thypoid
- Tukan disentri amuba / colitis
- Tukak pada tumor
- Salpingitis
- Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
ya adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar.
- Operasi yang tidak steril
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis
yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap
benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
lokal.
- Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
- Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus

3. Manifestasi Klinik
- Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
- Demam
- Distensi abdomen
- Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
- Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
- Nausea
- Vomiting
- Penurunan peristaltik.

4. Patofisioogi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi
tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan
dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh
ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan seluruh
rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum
dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau
hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama
berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa
menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya
shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien
dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
- PT, PTT dan INR
- Test fungsi hati jika diindikasikan
- Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
- Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
- Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
- BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
- Diagnostic Peritoneal Lavage.
- Pemeriksaan cairan peritoneum
Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL,
LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multiple organisme.
b. Radiologis
Foto polos
- Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada
penderita dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas
sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan
pada perforasi kolon dan jugaappendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas dibawah diafragma (seringkali pada sebelah
kanan) yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
c. USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan
atas (abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di
daerah pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita
merasa tidak nyaman adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas
abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum
(asites), tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas.
Area sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik
dengan USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung
bisa meningkatkan
ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis.
d. CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scan tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada
kasus intra abdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT
Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area
inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%.
Abses peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain
dengan panduan CT Scan.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif meliputi:
• Cairan intravena
Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum, jumlah
cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan toksisitas
sistemik atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk,
CVP (central venous pressure) dan kateter perlu dilakukan, balans cairan harus
diperhatikan, pengukuran berat badan serial diperlukan untuk memonitoring
kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya Ringer Laktat dan harus
diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi hipovolemia mengembalikan
tekanan darah dan urin output yang memuaskan.
• Antibiotik
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum
luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang
cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama
operasi.
• Oksigenasi
Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor
dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA.
• Pemasangan NGT
Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia
aspirasi
• Nutrisi Parenteral
• Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti muntah.

b. Definitif / Pembedahan Tindakan Preoperatif


Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah, antara lain :
• Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
• Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
• Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
• Pemberian terapi cairan melalui I.V
• Pemberian antibiotic

Tindakan Operatif
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
• Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
• Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning, kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis
• Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin
• Irigasi kontinyu pasca operasi

Pasca Bedah
• Perhitungan nutrisi
• Monitor vital Sign
• Pemeriksaan laboratorium
• Antibiotik

Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika
peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang
digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat
patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang
terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus
yang perforasi. Pemberian antibiotik diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi
terutama pada peritonitis generalisata. Re-laparotomi sangat penting terutama pada
penderita dengan SP yang parah yang dengan dilakukan laparotomi pertama terus
mengalami perburukan atau jatuh ke dalam keadaan sepsis.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Identitas pasien: Nama, alamat, tempat tanggal lahir, umur, pendidikan, suku, agama
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien
berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali masuk rumah
sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya mengeluh nyeri dibagian perut
sebelah kanan.
- Riwayat kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat kesehatan saat ini.
Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.demam, mual, muntah, bising usus
menurun bahkan hilang, takikardi, takipnea.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan predisposisi
terjadinya penyakit saat ini. Pada klien dengan peritonitis mempunayai riwayat
ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan
akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
- Pada penulisan ini menggunakan pendekaatan pola fungsi kesehatan menurut
Gordon:
1) Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami klien,
dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit. Pada klien
dengan peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat
anti-nyeri.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit dan
rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi, instruksi diet
sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada
tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-
lain. Pada pasien peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat
muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal, selain itu terjadi distensi abdomen, bising
usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). Diet yang
diberikan berupa makanan cair seperti bubur saring dan diberikan melalui
NGT.
3) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem
pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan. Pada klien dengan
peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan defekasi, turgor
kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea.
4) Pola Kognitif Perseptual
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat
kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan
mencium, serta sensori nyeri. Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami
gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran, adanya
nyeri tekan pada abdomen.
5) Pola Aktivitas/Latihan
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi
respirasi dan fungsi sirkulasi. Pada klien dengan peritonitis mengalami letih,
sulit berjalan.Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan. Pola nafas iregular (RR> 20x/menit), klien mengalami
takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
6) Pola Istirahat dan Tidur
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan
waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat istirahat tidur. Pada
klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
7) Pola Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama
sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain. Pengaruh latar
belakang sosial, faktor budaya, larangan agama mempengaruhi sikap tentang
penyakit yang sedang dialaminya.Adakah ganggauan dalam peaksanaan
ibadah sehari-hari.
8) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan
bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran
yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonaldan mengalami hambatan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
9) Pola Persepsi atau Konsep Diri
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah masalah yang
adaseperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai
dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang
dirinya. Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan emosional
10) Pola Koping/Toleransi Stres
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk menangani
stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada klien engan peritonitis di
dapati tingkat kecemasan pada tingkat berat
11) Pola Reproduksi dan Seksual
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir,
masalah menstruasi, masalah pap smear, pemerikasaan payudara/testis
sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
Pada pola ini, pada wanita berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak,
menstruasi, pernah terjangkit penyakit menular sehingga menghindari
aktivitas seksual. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien Peritonitis:
1) Kesadaran dan Keadaan Umum Klien
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah
dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatis
seperti kompos mentis, apatis, somnolen, spoor, koma dan delirium, dan status
gizinya, GCS (Glasow Coma Skala).
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan
- infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis.
- Cairan peritoneal
- Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
b. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus
- USG
- Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus perforasi
organ viceral.Foto tersebut menunjukan udara bebas dibawah diafragma.
- Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak
meringis

3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
.
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
dengan proses penyakit (ms. keperawatan selama 3x24 jam Hipertermia Observasi
infeksi) ditandai dengan: diharapkan termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria Hipertermia mis. Dehidrasi,
Data Subjektif :
hasil : terpapar Lingkungan panas,
-
1. Menggigil (menurun) penggunaan inkubator)
Data Objektif :
2. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh
(menurun) 3. Monitor kadar elektrolit
diatas nilai
3. Kejang (menurun) 4. Monitor haluaran urine
normal
4. Akrosianosis (menurun) 5. Monitor komplikasi akibat
2. Kulit merah
5. Konsumsi oksigen hipertermia
3. Kejang
(menurun)
4. Takikardia
6. Piloereksi (menurun) Terapeutik
5. Takipnea
7. Vasokontriksi 1. Sediakan lingkungan yang
6. Kulit terasa
8. perifer (menurun) dingin
hangat
9. Kutis memorata 2. Longgarkan atau lepaskan
(menurun) pakaian
10. Pucat (menurun) 3. Basahi dan kipasi permukaan
11. Takikardi (menurun) tubuh
12. Takipnea (menurun) 4. Berikan cairan oral
13. Bradikardi (menurun) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih
14. Dasar kuku sianotik sering jika mengalami
(menurun) hiperhidrosis (keringan
15. Hipoksia (menurun) berlebih)
16. Suhu tubuh 6. Lakukan pendinginan eksternal
(membaik) (mis. Selimut hipotermia atau
17. Suhu kulit kompres dingin pada dahi, leher,
(membaik) dada, abdomen, aksila)
18. Kadar glukosa darah 7. Hindari pemberian antipiretik
(membaik) atau aspirin
19. Pengisian kapiler 8. Berikan oksigen, jika perlu
(membaik)
Edukasi
20. Ventilasi (membaik)
1. Anjurkan tirah baring
21. Tekanan darah
Kolaborasi
(membaik)
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera tindakan 3x24 jam Observasi
fisik ditandai dengan diharapkan nyeri akut 1. Identifikasi lokasi,
tampak meringis menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
Gejala dan tanda Mayor 1. Keluhan nyeri nyeri
Subjektif menurun 2. Identifikasi skala nyeri

. Mengeluh nyeri 2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri

Objektif 3. Sikap protektif non verbal


menurun 4. Identifikasi faktor yang
1. Tampak meringis
4. Gelisah menurun memperberat dan yang
2. Bersikap protektif
5. Kesulitan tidur memperingan nyeri
(mis.Waspada, posisi
menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
menghindari nyeri)
6. Frekuensi nadi keyakinan tentang nyeri
3. Gelisah
membaik 6. Monitor efek samping
4. Frekuensi nadi
7. Pola nafas membaik penggunaan analgetik
meningkat
8. Tekanan darah Terapeutik
5. Sulit tidur
membaik 1. Berikan teknik
9. Pola tidur membaik nonfarmakologis untuk
Gejala dan tanda Minor
mengurangi rasa nyeri
Subjektif
2. Kontrol lingkungan yang
(Tidak tersedia)
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Objektif
4. Pertimbangkan jenis dan
1. Tekanan darah sumber nyeri dalam
meningkat pemilihan strategi
2. Pola nafas berubah meredakan nyeri
3. Nafsu makan menurun Edukasi
4. Diaforesis 11. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi pereda
nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
14. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
15. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Defisit Nutrisi Setelah Dilakukan Manajemen Nutrisi
Berhubungan Dengan Tindakan Keperawatan Observasi
Ketidakmampuan Selama 3x24 Jam 1. Identifikasi Status Nutrisi
Mengabsorbsi Nutrient Diharapkan Status Nutrisi 2. Identifikasi Alergi Dan
Ditandai Dengan Membaik Dengan Criteria Intoleransi Makanan
Hasil: 3. Identifikasi Makanan Yang
Gejala Dan Tanda Mayor 1. Porsi Makan Yang Disukai
Subjektif : - Dihabiskan Meningkat 4. Idenifikasi Kebutuhan Kalori
2. Kekuatan Otot Dan Jenis Nutrient
Objektif : Mengunyak Meningkat 5. Identifikasi Perlunya

1. Berat Bedan Menurun 3. Kekuatan Otot Menelan Penggunaan Selang Nasogastrik

Minimal 10% Menigkat 6. Monitor Asupan Makanan

Dibawah Rentang 4. Serum Albumin 7. Monitor Berat Badan

Ideal Meningkat 8. Monitor Hasil Pemeriksaan


5. Verbalisasi Keinginan Laboratorium
Gejala Dan Tanda Minor Untuk Meningkatkan
Subjektif : Nutrisi Meningkat Terapeutik

1. Cepat Kenyang Setelah Pengetahuan Tentang


Makan Pilihan Makanan Yang 1. Lakukan Oral Hygiene

2. Kram/Nyeri Abdomen Sehat Meningkat Sebelum Makan

3. Nafsu Makan Menurun 2. Asilitasi Menentukan


7. Pengetahuan Tentang
Pedoman Diet
Pilihan Minuman Yang
3. Sajikan Makanan Secara
Objektif : Menarik Dan Suhu Yang Sesuai
Sehat Meningkat
1. Bising Usus Hiperaktif 4. Berikan Makanan Tinggi
8. Pengetahuan Tentang
Serat Untuk Mencegah Konstipasi
2. Otot Pengunyah Lemah Standar Asupan Nutrisi
5. Berikan Makanan Tinggi
Yang Tepat Menigkat
3. Otot Menelan Lemah
Kalori Dan Tinggi Protein
9. Penyiapan Dan
4. Membrane Mukosa Pucat
Penyimpanan Makanan 6. Berikan Suplemen Makanan,
5. Sariawan
Yang Aman Meningkat Jika Perlu
6. Serum Albumin Turun 10. Perasaan Cepat
7. Hentikan Pemberian
Kenyang Menurun
7. Rambut Rontok Makanan Melalui Selang
11. Nyeri Abdomen Menuru
Berlebihan Nasogastrik Jika Asupan
12. Rambut Rontok
Oral Dapat Ditoleransi
8. Diare
Menurun
Edukasi
13. Diare Menurun

14. Berat Badan Membaik 1. Anjurkan Posisi Duduk, Jika


Mampu
15. IMT Membaik
2. Ajarkan Diet Yang Di
16. Frekuensi Makan
Programkan
Membaik
17. Nafsu Makan Membaik Kolaborasi

18. Bising Usus Membaik


1. Kolaborasi Pemberian
Tebal Lipat Kulit Trisep
Medikasi Sebelum
Membaik
Makan (Pereda
Nyeri,Anntiemetik)
2. Kolaborasi Dengan
Ahli Gizi Untuk
Menentukan Jumlah
Kalori Dan Jenis
Nutrient Yang
Dibutuhkan, Jika Perlu
4 Risiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dengan ketidak adekuatan intervensi 3x/24 jam
pertahanan tubuh sekunder Tingkat infeksi menurun Tindakan :
(supresi respon inflamasi) dengan Kriteria Hasil : Observasi
1. Kebersihan 1. Monitor tanda dan gejala
Faktor Risiko: tangan meningkat infeksi local dan sistemik
1. Penyakit kronis (mis. 2. Kebersihan
Diabetes memlitus) badan meningkat Terapeutik
2. Efek prosedur 3. Demam menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
invasive 4. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan kulit
3. Malnutrisi 5. Nyeri menurun pada daerah edema Cuci
4. Peninkatan paparan 6. Bengkak menurun tangan sebelum dan sesudah
organisme pathogen 7. Periode kontak dengan pasien dan
lingkungan malaise menurun lingkungan pasien
5. Ketidakadekuatan 8. Periode 3. Pertahankan teknik aseptic
pertahanan tubuh menggigil menurun pada pasien berisiko tinggi.
primer : 9. Letargi menurun
1) Gangguan peristaltic 10. Gangguan Edukasi
2) Kerusakan integritas kognitif menurun 1. Jelaksan tanda dan gejala
kulit 11. Kadar sel darah putih infeksi
3) Perubahan sekresi membaik 2. Ajarkan cara Mencuci
pH 12. Kultur darah membaik tangan dengan benar
4) Penurunan kerja 13. Nafsu makan 3. Ajarkan etika batuk
siliaris membaik 4. Ajarkan cara memeriksa
5) Ketuban pecah lama kondisi luka atau luka
6) Ketuban pecah operasi
sebelum waktunya 5. Anjurkan
7) Merokok meningkatkan asupan
8) Statis cairan tubuh nutrisi
6. Ketidakadekuatan 6. Anjurkan
pertahanan tubuh meningkatkan asupan
sekunder cairan
1) Penurunan Kolaborasi
hemoglobin 1.Kolaborasi pemberian
2) Imununosupresi imunisasi, jika perlu.
3) Leukopenia
4) Supresi respon
inflamasi
5) Vaksinasi tidak
adekuat

Anda mungkin juga menyukai