Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEBIDANAN 4 PATOLOGI

PERITONITIS DAN ABSES PELVIC

Kelompok 2:
1. Tusi minasari (11200099)
2. Niny yuniati (112000

PROGRAM STUDY D3 KEBIDANAN


STIKES GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kami penyusun makalah Askeb IV (patologi).mengucapkan puji syukur


atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu kami ucupkan terima
kasih kepada Dosen yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah
ini,dalam makalah ini membahas tentang “peritonitis dan abses pelvic”. Kami
menyadari bahwa dengan menyusun atau menulis makalah ini masih banyak
kekurangannya, kritik dan saran kami harapkan dari teman-teman dan Dosen
pembimbing kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan bisa
mengembangkan pengetahuan kita tentang “peritonitis dan abses pelvic”.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta september 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar belakang ........................................................................................ 1


B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat makalah ......................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 3

A. Definisi peritonitis dan abses pelvic ........................................................ 3


B. Etiologi peritonitis dan abses pelvic ........................................................ 4
C. Patofisiologi peritonitis ........................................................................... 6
D. Faktor resiko abses pelvic ....................................................................... 9
E. Klasifikasi peritonitis ................................................................................ 9
F. Manifestasi klinis peritonitis.................................................................... 10
G. Tanda dan gejala abses pelvis dan peritonitis ..................................... 10
H. Pengobatan abses pelvic dan peritonium ..............................................15

BAB III STUDY KASUS ................................................................................... 18

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 24

A. Kesimpulan ........................................................................................... 24
B. Saran ..................................................................................................... 24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda
dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis
dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau
penyakit berat atau sistemik dengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ
visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah
terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan
menjadi peritonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi
peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit
yang mendasarinya.
Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder adalah
perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi
kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon
ascendens.
Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna
bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga
dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor
(dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.
.
B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan etiologi peritonitis.
2. Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik, dan komplikasi peritonitis.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan, dan pengkajian
peritonitis.
5. Untuk mengetahui diagnosa kebidanan, rencana dan dampak
peritonitis

C. Manfaat Makalah
1. Bagi Kami, Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
asuhan kebidanan untuk memperoleh nilai tugas
2. Bagi teman sejawat, Makalah ini diharapkan dapat berfungsi  sebagai
bahan bacaan terutama tentang Peritonitis.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok.
4. Bagi para bidan maupun calon bidan (mahasiswa/mahasiswi
kebidanan), Makalah ini dapat memberikan informasi tentang
bagaimana konsep medis dan konsep kebidanan Peritonitis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum), yaitu selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda
dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan
peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas,
atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Peritoneum
bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon inflamasi
bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas
penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan
proses patologis organ viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren
atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat. Secara umum,
infeksi (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung
dari penyakit yang mendasarinya.
Selain tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk peritonitis lain,
yakni peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena
iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan
substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-
organ dalam (Misal penyakit Crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di
rongga abdomen.
2. Definisi abses pelvic
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian
atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium( selaput
dalam rahim) saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim)
parametrium dan rongga panggul
Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari
penyakit menular seksual (PMS). Peradangan tuba falopi terutama
terjadi pada wanita yang secara seksual aktif. Resiko terutama di
temukan pada pada wanita yang memakai IUD. Biasanya
peradangan menyebar ke tuba falopi, infeksi bisa menyebar ke
rongga perut dan menyebabkan peritoninis.
B. Etiologi
1. Etiologi peritonium
Ada bebrapa yang merupakan etilogi/penyabab timbulnya peritonitis,
yaitu sebagai berikut.:
a. Spontaneous bakterial Peritonitis (SBP), akibat penyakit hati
kronik, penyebab lainnya yakni peritonium sekunder seperti:
perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikumdan duodenum,
perforasi kolon akibat diverdikulitis , volvulus dan kanker dan
strangulasi kolon asendens.
b. Penyebab iantrogenic, umumnya berasal dari trauma saluran
cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon
kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi.
c. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung,
usus, kandung empedu, atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum
sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung
terus menuerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum
cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
d. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual.
e. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan
oleh beberapa jenis kuman atau ruptur (pecahnya) kista ovarium.
f. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bias berkumpul di
perut (asites) dan mengalami infeksi.
g. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
h. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus
selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
i. Dialisa peritoneal ( pengobatan gagal ginjal ) sering
mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi
pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
j. Iritasitanpainfeksi.Misalnya peradangan pancreas (pankreatitis
akut) ayau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga
dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
k. Adanya iritasi bahan kimia, misalnya asam lambung dan perforasi
ulkus gastrikum atau kandung empedu dari kantong yang pecah
atau hepar yang mengalami laserasi.
2. Etiologi Abses Pelvic
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran
genital bagian bawah yang menyebar ke bagian atas melaluli leher
rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang
wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab
tersering adalah Neiserria Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis
yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga
menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina
menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman
penyebab PMS. Proses menstrusi menstruasi dapat memudahkan
terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta
menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri(darah
menstruasi). Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah.
1. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2. Skistosomiasis (infeksi parasit)
3. Tuberkulosis
4. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
C. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi
usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi
secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.
Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan
dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal
begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas
pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem
seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen
usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan
perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan)
maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan
dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus
dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut
dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita
yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala,
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan
peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh
peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan
duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita
yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung,
empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada
infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya
nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa
mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi
mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga
menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma
tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan
sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial.
Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ
berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai
dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling
cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan
bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru
setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.

D. Faktor resiko Abses pelvic


Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun beresiko
tinggi untuk mendapatkan penyakit radang panggul. Hal ini di sebabkan
wanita muda berkecenderungan untuk berganti – ganti pasanganseksula
dan melakukan hubungan seksual tidak aman di bandingkan wanita
berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir
servikal(leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi
masuknya bakteri melalui servik 9seperti gonorea), namun wanita muda
dan remaja cenderung memili lendir servik yang tipis sehingga tidak
dapat memproteksi masuknya bakteri.
Faktor resiko terjadinya abses pelvis
1. Aktivitas seksual pada masa remaja
2. Beganti – ganti pasangan
3. Pernah menderita sebelumnya
4. Pernah menderita penyakit menular seksual
5. Pemakaian alat kontrasepsi seperti IUD
E. Klasifikasi peritonitis
1. Peritonotis Primer
Disebabkan oleh pengerasan hati yang dapat menimbulkan asites
2. Peritonitis Sekunder
Merupakan bentuk peritonitis yang paling sering terjadi.
Disebabkan oleh perforasi atau nekrosis organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
3. Peritonitis Tersier
Dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat,
sering bukan berasal dari kelainan organ. Biasanya timbul abses
atau flegmon, dengan atau tanpa fistula.
4. Peritonitis Steril atau Kimiawi
Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya cairan empedu,barium,dan substansi kimia lain.
F. Manifestasi klinis peritonitis
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan
adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan
tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum pariental). Pada keadaan
peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perporasi lambung,
duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri
abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.
Tanda – tanda peritonitis yaitu : (Mowschenson, 1990).
1. Demam tinggi
2. Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia
3. Takikardi
4. Dehidrasi
5. Hipotensi
6. Nyeri tajam, memburuk pada saat bergerak/batuk.
7. Nyeri menyebar ke bahu, iritasi diafragma.
8. Muntah dan distensi.
9. Palpasi dan perkusi secara hati-hati, terdapaat nyeri lepas.
10. Suara usus menghilang.Peritonitis pelvik dengan manifestasi
diare, disuria.
G. Tanda dan gejala abses pelvis
1. Tanda dan gejala abses pelvic
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi,
penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin
memburuk dan di sertai oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi
akan menyumbat tuba falopi. Tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjdi nyeri
menahun perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan
kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke stuktur di sekitarnya
menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlekatan fibrosa
yang abnormal di antara organ – organ perut serta menyebabkan
nyeri menahun. Di dalam tuba ovarium maupun panggul bisa
terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah
masuk ke rongga panggul gejalanya segera memburuk dan
penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa trjadi
penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan
a. Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau
yang abnormal
b. Demam
c. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-
bercak kemerahan di celana dalam
d. Kram karena menstruasi
e. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
f. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
g. Nyeri punggung bagian bawah
h. Kelelahan
i. Nafsu makan berkurang
j. Sering berkemih
k. Nyeri ketika berkemih.
2. Tanda dan gejala Peritonotis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang
hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya
yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini
bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi
(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,
atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic),
penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
tanda gejala yang lain juga terjadi :
1.      Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2.      Demam menggigil
3.      Pols tinggi, kecil
4.      Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
5.      Muntah
6.      Pasien gelisah, mata cekung
7.      Pembengkakan dan nyeri di perut
8.      Demam dan menggigil
9.      Kehilangan nafsu makan
10.  Haus
11.  Mual dan muntah
12.  Urin terbatas
13.  Bisa terdapat pembentukan abses.
14.  Sebelum mati ada delirium dan coma
Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada
daerah pelvis tanda dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri,
keadaan umum tetap baik, pada pelvioperonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses, nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum
douglas harus dikeluarkan, ibu dengan peronitis dapat mengalami
gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan
sistemik dengan syok sepsis. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum
douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatranspalntasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, enselofati toksik, syok sepsis, atau
penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
3. Pencegahan peritonotis
1. Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas,
harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga
merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat
mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya
persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan
trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan
banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup
hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya
boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah
sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut
keperluan.
3. Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan
lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini
tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan
tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-
wanita dalam nifas.
H. Pengobatan atau terapi
1. Pengobatan peritonium
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah
sebagai berikut :
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus
utama dari penatalaksanaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi
abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk
memperbaiki fungsi ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator
juga diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian
utama).
g. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi
penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan
drainase.
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam


pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah
prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain
merupakan usaha yang terpenting.
Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan
dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi,
maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang
berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti
elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric
suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi
tekanan dalam usus.
2. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
a. Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah
gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari
dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
b. Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi
untuk menghilangkan gembung perut di beri Abot
Miller tube.
3. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan
rasa nyeri. Minuman dan makanan per os baru di berikan
setelah ada platus.
4. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik,
drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.
5. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk
mencegah peritonitis. Bila perforasi tidak dicegah,
intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.
2. Pengobatan Abses Pelvic
Tujuan utama terapi penyakit ini adalah mencegah kerusakan
saluran tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas (tidak subur) dan
kehamilan ektopik, serta pencegahan dari infeksi kronik 
Pengobatan dengan antibiotik, baik disuntik maupun diminum,
sesuai dengan bakteri penyebab adalah pilihan utama. Kontrol setelah
pengobatan sebanyak 2-3 kali diperlukan untuk melihat hasil dan
perkembangan dari pengobatan.Pasangan seksual juga harus diobati.
Wanita dengan penyakit radang panggul mungkin memilikipasangan
yang menderita gonorea atau infeksi chlamydia yang dapat
menyebabkan penyakit ini. 
Seseorang dapat menderita penyakit menular seksual meskipun
tidak memiliki gejala. Untukmengurangi risiko terkena penyakit radang
panggul kembali, maka pasangan seksual sebaiknya diperiksa dan
diobati apabila memiliki PMS.
Meskipun segera dilakukan pengobatan antimikroba yang tepat
untuk mengatasi metritis, kadang-kadang suatu flegmoon parametrium
akan mengalami supurasi sehingga terbentuk massa benjolan pada
ligamentum latum yang berfluktuasi dan bias menonjol diatas
ligamentum inguinale pouparti. Dalam keadaan ini, wanita tersebut
mungkin tidak menunjukkan gejala yang semakin memburuk tetapi
panas tetap memburuk tetapi panas tetap bertahan. Begitu terdapat
rupture abses kedalam kavum peritoni, peritonitis yang bias membawa
kematian dapat terjadi. Kemungkinan lebih besar lagi, terjadi robekan
kearah anterior sehingga tidak terjangkaub dengan tindakan drainase
lewat jarum yang diarahkan oleh komograi computer. Kadang-kadang
robekan terjadi kearah posterior lewat ruang retroperitonium kedalam
septum rekto vaginalisn dimana drainase operatif mudah digunakan.
Bila pelvic abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-
sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi fowler.
Berikan anti biotika broad spektrum dalam dosis yang tinggi ampisilin
2g/IV kemudian 1g setiap 6jam ditambah gentamisin 5g/kg berat badan
IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500mg/IV setiap 8jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
Pada keadaan yang sangat jarang sellulitis parametrium yang
terjadi akan meluas dan menjadi abses pelvis. Bila ini terjadi, maka
harus dilakukan drainase puss yang terbentuk, baik ke anterior dengan
melakukan pemasangan jarum berukuran besar maupu ke posterior
dengan melakukan kolpotomi selain itu, perlu juga diberikan antibiotika
yang adekuat.
BAB III

TINJAUAN KASUS

MANAJEMEN KEBIDANAN IBU NIFAS

PADA NY.S P1A0AH1

DI BPS MAWAR MELATI CONDONG CATUR

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektiv
1. Identitas pasien
Nama : Ny.S
Umur : 20 tahun
Agama : islam
Alamat : condongcatur
Suku /bangsa : jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
No hp/tlpn :-
2. Identitas suami
Nama : Tn. D
Umur : 24 tahun
Agama : islam
Alamat : condongcatur
Suku /bangsa : jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
No hp/tlp :-
3. Alasan datang : ibu mengatakan nyeri di bagian bawah perut
dan ibu mngeluh badannya panas
4. Keluhan utama : ibu mengeluh nyeri bagian bawah perut dan
badannya panas
5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit apapun
yang menular sperti Hiv/aids, hepatitis atau yang menurun
seperti diabetes.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan sekarang tidak sedang menderita penyakit
apapun yang menular sperti Hiv/aids, hepatitis atau yang
menurun seperti diabetes.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit menular, menahun maupun menurun.
6. Riwayat obstetri
a. Riwayat menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus : teratur (32 hari)
- Lamanya : 5 hari
- Banyaknya darah : 2 x ganti pembalut / hari
- Disminore : ya
- Flour albus : tidak ada
b. Riwayat kehamilan persalinan nifas sekarang
- Persalinan tanggal : 21 september 2013
- Jenis persalinan : spontan
- Presentasi jani : kepala
- Selaput ketuban pecah : spontan
- Penolong : bidan
- Penyulit persalinan
- Kelahiran plasenta : manual
- Keadaan perineum : ruptur di jahit dengan anestesi

Keadaan janin :

- Lahir merintih
- Warna kulit : merah
- Tonus otot : aktif
- Jenis kelamin : laki – laki
- Berat badan/ panjang badan : 3500/51 cm
- Lingkar kepal : 32 cm
- Lingkar dada : 35 cm
- Kelainan : tidak ada
- Di laksanankan IMD

c. Riwayat KB
Ibu belum merencanakan alat kontrasepsi apa yang akan
di pilih.
7. Riwayat perkawina
a. Nikah : 1 kali
b. Umur : 19 tahun
c. Suami umur : 22 tahun
d. Lama pernikahan : 2 tahun
e. Status pernikahan : syah
8. Pola kebutuhan sehari – hari
a. Pola nutrisi
Makan : 1 piring/hari, nasi, lauk, sayur, tidak ada makanan
pantangan dan makanan alergi.
Minum : 5-7 gelas /hari, air mineral, teh
b. Pola eliminasi
BAK : 1- 2 x/hari, warna khas, bau khas, sakit saat BAK
BAB : 1 -2 x/hari, warna khas, konsistensi lembek, tidak
ada keluhan.
c. Pola aktivitas
Tidur siang : pukul 10.00 wib – pukul 11.30 wib
Tidur malam : pukul 23.00 wib - pukul 04.30 wib
Keluhan : tidak ada
Tidur terakhir : semalam
Kegiatan sehari : mengurusi rumah tangga dan
anaknya
Aktivitas laktasi
- Menyusui : ya
- Terjadual : tidak
- ASI esklusif : ya
d. Personal hygene
Mandi : 1 x/hari
Keramas : 1x/2 hari
Gosok gigi : 2 x/hari
Ganti baju : 2 x/hari
Ganti pakaian dalam : 2 x/hari
Perawatan payudara : tidak
Perawatan perineum : 1 x/ hari
e. Pola seksual
Frekuensi : 2 x/minggu
Keluhan : sakit saat berhubungan seksual
9. Data psikologi spiritual
a. Dukungan suami terhadap masa nifas dan laktasi :
mendukung
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga : bersama
c. Ketaatan beribadah : kurang taat
d. Adat – istiadat yang berkaitan dengan penggunaan masa
nifas : tidak ada
10. Pengetahuan
a. Masa nifas : kurang tahu
b. Perawatan bayi : kurang tahu
c. Gizi ibu nifas / menyusui : kurang tahu
B. Data Obyektif
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 65 x/m
c. Suhu : 37,7 derajat celcius
d. Respirasi : 24 x/m
4. Berat badan : 157 cm
5. Tinggi badan : 54 kg
6. Kepala : bersih, messohepal, hitam, tidak rontok
7. Muka : pucat , bersih.
8. Mata : simetris, bersih, konjungtiva merah muda, sklera
putih, tidak ada gangguan penglihatan
9. Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan nafas.
10. Mulut : tidak stomatitis, tidak ada caries gigi, tidak ada gigi
berlubang.
11. Telinga :simetris, bersih tidak ada gangguan pendengaran
12. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada
pembesaran kelenjar limfe.
13. Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
14. Dada : simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada
nyeri tekan.
15. Abdomen : utuh , terdapat nyeri tekan pada bagian perut
bawah, terjadi pembengkakan dan nyeri bila di tekan, terdapat
benjolan di bagian bawah dan nyeri bila di tekan.
16. Genitalia :
Kebersihan : kurang bersih
Pengeluaran pervaginam/lochea : darah berbau dan tidak
sedap
Jahitan : belum kering
Oedema : tidak ada
17. Anus : tidak ada hemoroid
18. Ekstremitas:
Atas : simetris, tidak ada kelainan
Bawah : simetris, tidak ada kelainan refleks patela +
II. INTERPRETASI DATA
NY. S usia 20 tahun P1A0Ah1 postpsrtum 3 hari dengan peritonitis

Data dasar :
a. Subyektif :
- Ibu mengatakan berusia 21 tahun
- Ibu mengatakan bernama NY.S
- Ibu mengatakan bersalin 1 kali, tidak pernah abortus
dan anak 1.
- Ibu mengatakn postpartum 3 hari
b. Obyektif :
- TD : 100/70 mmHg, N : 65 x/m, S :37,7 ,R : 24 x/m
Nyeri perut bagian bawah, lokea berbau, terdapat
pembengkakan dan benjolan di abdomen tanpa taupun
dengan palpasi terasa nyeri.
c. Masalah : ibu mengatakan demam dan nyeri perut bagian bawah
d. Kebutuhan :
- Pemberian analgetik untuk demam
- Dukungan dari keluarga dan bidan

III. DIAGNOSA POTENSIAL


Syok hipovolemik
IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
Rujuk

V. PERENCANAAN
a. Beritahu ibu mengenai keadaannya dan hasil pemeriksaan
b. Berikan obat analgetik dan antibiotik
c. Berikan infus NaCL
d. Lakukan rujukan
VI. PENATALAKSANAAN
Pukul : 10.00 WIB
a. Memberitahu hasil pemeriksaan dan mengenai keadaan ibu
b. Memberikan obat antibioti, analgetik dan antiperutik
c. Memasang infus NaCL atau ringer laktat
d. Melakukan rujukan
VII. EVALUASI
Pukul 10.30 WIB
a. Ibu sudah tahun dan mengerti mengenai hasil pemeriksaan
b. Ibu sudah mendapatkan antibiotik, antipiereutik dan analgetik
c. Ibu sudah di pasang infus
d. Ibu akan segera di rujuk
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada


selaput rongga perut (peritoneum), yaitu selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Penyakit radang
panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat
mempengaruhi endometrium ( selaput dalam rahim ), saluran tuba, indung telur,
miometrium, 9otot rahim), parametrium dan rongga panggul.Penyakit radang
panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS).
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita
merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan
disertai oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii.
Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya
bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan
kemandulan.  

B. Saran

Kita sebagai seorang bidan dalam mengatasi masalah peritonitis di


masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan
diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan keperawatan khususnya
pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
- Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III.
Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
- Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC:
Jakarta
- Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
ECG ; Jakarta
- Prawirohardjo Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka
SarwonoPrawirohardjo
- Prawirohardjo Sarwono.2008.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
- Manuaba Gde Ida Bagus.1999.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta:
LAMPIRAN
GAMBAR PERITONITIS
LAMPIRAN
Pertanyaan

1. Intan
Pada kasus di tegakan diagnosa peritonitis tanda apa yang menguatkan
diagnosa itu sedangkan sedangkan tidak ada tanda khusus dan
pemeriksaan. Hanya penjelasan demam saja. Apa dengan tanda demam
dan terjadi pada nifas bisa di tegakkan bisa di tegakan peritonitis
padahal demam tanda infeksi dan infwksi dimasa nifas bukan hanya
peritonitis ?
2. Eka vicky yulivantina
Bagaimana cara pencegahan peritonitis di masa kehamilan dan nifas ?
3. Dian christina
Bagimana anda melakukan pencegahan peritonitis saat persalinan dan
nifas?
4. Yustina maryanti
a. Tolong jelaskan cara pencegahan peritonitis pada waktu hamil dan
melahirkan ?
b. Untuk ke – 2 kelompok bagaimana anda dapat memutuskan
diagnosa anda tanpa melakukan pemeriksaan penunjang sedangkan
keluhannya sama ?
5. Mia Agustina
a. Penyebab peritonitis dalam kasus itu apa ?
b. Pencegahan peritonitis ada 3, jelaskan masing – masing .?
c. Apa hanya dengan manual plasenta bisa menyebabkan peritonitis,
kalau manual plasenta bukannya lebih beresiko untuk infeksi uterus.
6. Yuliana seliana
a. Bagaimana kita bisa membedakan peritonitis dengan penyakit lain,
dengan tindakan manual/ tanpa alat pemeriksaan seperti USG,
(khususnya di tempat praktik seperti bidan) rasa nyerinya .?
b. Apakah semua antibiotik bisa di berikan kepada ibu dengan
peritontis?
c. Apakah ada diagnosa penunjang yang mendukung diagnosa
peritonitis tersebut.?

Anda mungkin juga menyukai