Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN

MATA KULIAH KMB 2

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


APENDICITIS”

Disusun Oleh :
Dwi Kuswono
NIM. 225070209111019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Apendisitis”

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ns. Dina Dewi
Sartika L. I., S.Kep., M.Kep, selaku dosen pengampu mata kuliah KMB 2 yang
telah memberikan saran dan masukkan terkait penyusunan makalah ini. Juga rasa
terimakasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penulis, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik


dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena
itu, Saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Saya berharap semoga makalah yang saya susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Malang,

Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
A. Defenisi ................................................................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................................................... 4
C. Klasifikasi .............................................................................................................. 5
D. Patofisiologi ........................................................................................................... 5
E. Manifestasi klinis .................................................................................................. 5
F. Pemeriksaan Diagnostic dan Penunjang............................................................. 5
G. Komplikasi ......................................................................................................... 6
H. Tatalaksana Medis ............................................................................................ 8
I. Asuhan Keperawatan ........................................................................................... 9
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 25
APENDICITIS
A. Definisi

Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang


terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi
perhatian oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi di setiap negara.
Resiko perkembangan apendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan
tindakan pembedahan (Alfisahrinie et al., 2021). Apendisitis merupakan
proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks.
Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka
kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan
apendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan
(Fransisca et al., 2019).

B. Etiologi

Etiologi apendisitis banyak dikaitkan dengan pengerasan feses,


obstruksi lumen, hiperplasia jaringan limfoid, tumor, kolonisasi bakteri,
maupun massa parasit (Enterobius vermicularis) (Alnaz et al., 2020).
Apendiksitis umumnya disebabkan oleh obstruksi. Karena apendiks adalah
pelengkap kecil seperti jari dari sekum, apendiks rentan terhadap obstruksi
karena secara teratur mengisi dan mengosongkan isi usus. Obstruksi dapat
disebabkan oleh fekalit (massa feses yang keras), benda asing dalam lumen
apendiks, penyakit fibrosa pada dinding usus, infestasi parasit, atau puntiran
apendiks oleh perlengketan. Dari semua kasus, sekitar 60% berhubungan
dengan hiperplasia folikel limfoid submukosa dan 35% dengan stasis tinja
atau fekalit. Hal ini terkait dengan penyakit radang usus, infeksi
gastrointestinal, parasit, benda asing. dan neoplasma. Tidak ada faktor risiko
khusus untuk radang usus buntu yang telah diidentifikasi. Karena tidak
dapat dicegah, deteksi dini terhadap kondisi tersebut menjadi penting
(Hartono et al., 2023).
C. Klasifikasi

Apendisitis terdapat dua jenis yaitu, apendisitis akut dan apendisitis


kronis. Apendisitis akut adalah dengan batasan waktu serangan selama 24-
48 jam dan merupakan kasus kegawatdaruratan medis dimana nyeri perut di
kuadran kanan bawah yang semakin hebat menjadi keluhan utamanya.
Apendisitis akut harus segera mendapat pertolongan medis untuk mencegah
komplikasi atau kematian (Hartono et al., 2023)

D. Patofisiologi

Black & Hawks (2009) apendiks mengalami peradangan dan


oedema karena adanya lipatan atau sumbatan oleh fekalit (yaitu, massa feses
yang mengeras), benda asing atau tumor. Proses peradangan mendorong
tekanan intraluminal meningkat, memulai rasa sakit yang progresif parah,
umum, atau periumbilikal yang terlokalisasi dalam beberapa jam pada
kuadran kanan bawah perut. Sehingga terjadilah akumulasi nanah pada usus
buntu yang meradang (Hartono et al., 2023).

E. Manifestasi klinis
Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri
tumpul di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang akan menyebar ke
kuadran kanan bawah abdomen. Selain itu, mual dan muntah sering terjadi
beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan nafsu
makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia. Demam dengan derajat
ringan juga sering terjadi. Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan,
manifestasi klinis apendisitis dapat menyerupai penyakit lain, sehingga
seringkali terjadi kesalahan dalam hasil diagnosis (Fransisca et al., 2019).
F. Pemeriksaan Diagnostic dan Penunjang

Diagnosis didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik, temuan


laboratorium dan studi pencitraan. Hitung sel darah lengkap
memperlihatkan peningkatan jumlah sel darah putih atas meningkatnya
neutrofil. Pencitraan x-ray abdomen, CT scan, tes ultrasound dimanfaatkan
untuk melihat densitas kuadran kanan bawah sebagai gambaran distensi
lokal usus. Tes kehamilan juga diperlukan pada wanita usia subur sebagai
pemeriksaan penentu untuk menyangkal adanya kehamilan ektopik serta
sebelum diperolehnya rontgen. Laparoskopi diagnostik diperlukan dalam
memastikan diagnosis dalam kasus yang belum pasti (Hartono et al., 2023).

G. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi usus buntu, yang


beresiko terjadi peritonitis, pembentukan abses (pengumpulan bahan
purulen), atau pylephlebitis portal, yaitu trombosis septik vena portal yang
disebabkan oleh emboli vegetatif yang timbul dari usus septik. Pada
umumnya, perforasi biasa timbul sejak 24 jam dari munculnya nyeri.
Adapun Gejalanya seperti, demam 37,7°C (100°F) atau lebih, tampak toksik
perut, dan nyeri atau nyeri tekan perut yang berlanjut, mual dan muntah, dan
peningkatan denyut nadi dan pernapasan. Komplikasi yang lain
meliputisyok septik, dan ileus paralitik (Hartono et al., 2023).

Komplikasi yang muncul antara lain (Elfira et al., 2021) :


1. Peritonitis
Jika usus buntu pecah, lapisan perut (peritoneum) akan terinfeksi
bakteri. Inidisebut peritonitis. Hal ini dapat merusak organ dalam
dengan gejala peritonitis dapat meliputi: sakit perut terus menerus
yang parah, suhu tinggi, detak jantung yang cepat, sesak napas
dengan napas cepat, dan pembengkakan perut. Jika peritonitis tidak
segera diobati, dapat menyebabkan masalah jangka panjang dan
bahkan bisa berakibat fatal. Perawatan untuk peritonitis biasanya
melibatkan antibiotik dan pembedahan untuk mengangkat usus
buntu
2. Abses
Terkadang abses terbentuk di sekitar usus buntu yang pecah. Ini adal
kumpulan nanah yang menyakitkan yang terbentuk ketika tubuh
mencoba melawan infeksi. Dalam kasus yang jarang terjadi (sekitar
1 dari 500), abses dapat terbentuk sebagai komplikasi pembedahan
untuk mengangkat usus buntu. Abses terkadang dapat diobati
dengan menggunakan antibiotik, tetapi dalam kebanyakan kasus
nanah perlu dikeluarkan dari abses. Ini dapat dilakukan di bawah
bimbirigan ultrasound atau CT. Anda akan diberikan anestesi lokal
dan jarum akan dimasukkan melalui kulit Anda, diikuti dengan
penempatan saluran pembuangan. Jika abses ditemukan selama
operasi, area tersebut dicuci dengan hati-hati dan antibiotik
diberikan.
3. Adhesi
Adhesi bisa menjadi lebih besar atau lebih ketat dari waktu ke
waktu. Masalah dapat terjadi jika perlengketan menyebabkan organ
atau bagian tubuh memutar. tarik keluar dari posisi, tidak dapat
bergerak secara normal. Risiko pembentukan perlengketan tinggi
setelah operasi usus atau organ kewanitaan. Pembedahan
menggunakan laparoskop cenderung menyebabkan perlengketan
daripada operasi terbuka. Penyebab lain dari perlengketan di perut
atau panggul meliputi: apendisitis, paling sering saat usus buntu
pecah (ruptur)(U.S. National Library of Medicine in 8600 Rockville
Pike, Bethesda 2014)
4. Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Apendisitis adalah
peradangan dari apendiks veriformis dan merupakan penyebab
abdomen akut. Apendiks memiliki panjang sekitar 6 cm sampai 9
cm pada orang dewasa 20-30 tahun Dasar apers melekat pada sekum
dan ujungnya memiliki beberapa posisi seperti retrosckal, pelvis,
antesekal, preileal, retroileal, atau perikolik kanan.1 Prevalensi
apendisitis lebih banyak di Negara maju dari pada Negara
berkembang, disebabkan karena masyarakat di Negara maju kurang
mengkonsumsi makanan berserat tinggi sehingga terjadi
pembentukan fase fekalit lalu menjadi obstruksi lumen yang akan
menyebabkan penyakit apendisitis.
5. Massa Apendikular
Massa apendiks adalah tumor inflamasi yang terdiri dari apendiks
yang meradang, visera yang berdekatan, dan omentum mayor,
sedangkan abses adalah massa apendiks yang mengandung nanah.
Pasien didiagnosis dengan pemeriksaan fisik, computed tomography
(CT), dan USG.
6. Infeksi luka operasi apendiktomi (Singh Ranger and Tort 2019)
Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu dari tiga infeksi
terscring yang didapat di rumah sakit, dengan rata-rata mencapai 14-
16% dan yang merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada
pasien post operasi. Hampir dua pertiga angka kejadian ILO terbatas
pada luka insisi operasi dan hanya sepertiga yang juga melibatkan
organ atau bagian anatomi lain yang terlibat saat operasi. ILO juga
sering terjadi setelah operasi appendectomy terutama pada
appendisitis yang kompleks (gangrenosa dan rupture) dengan angka
kejadian mencapai 9-53% Dimana dengan komplikasi ILO tentu
akan menambah nyeri, waktu tinggal di rumah sakit dan biaya. Di
Rumah Sakit Sanglah sendiri belum ada penelitian yang
meunujukan angka kejadian ILO post appendectomy, maupun faktor
risiko terjadinya ILO.

H. Tatalaksana Medis

Smeltzer, dkk, (2010) pembedahan apendiktomi segera biasanya


diindikasikan jika apendisitis terdiagnosis untuk mengurangi risiko
perforasi. Untuk mengoreksi atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, dehidrasi, sepsis, cairan IV serta antibiotik diberikan hingga
dilaksanakannya pembedahan. Apendiktomi terbuka dilengkapi dengan
sayatan melintang di kuadran kanan bawah, biasanya di titik McBurney.
Apendiktomi laparoskopi dapat digunakan pada apendisitis tanpa
komplikasi, wanita usia subur atau yang diduga hamil, pasien yang
diagnosisnya ragu-ragu, pasien obesitas, pasien anak, pasien lanjut usia, dan
pasien dengaapendiks berlubang. Jika usus buntu telah pecah dan ada bukti
peritonitis atau abses, pengobatan konservatif yang terdiri dari antibiotik
dan cairan IV diberikan 6 sampai 8 jam sebelum operasi usus buntu, dan
ahli bedah dapat menempatkan saluran pembuangan di bagian yang
mengalami abses. Setelah abses dikeringkan dan tidak ada bukti infeksi
lebih lanjut, biasanya dilakukan operasi apendiktomi.

Umumnya, operasi usus buntu dilaksanakan dengan waktu 24


sampai 48 jam sesudah munculnya gejala dilakukan anestesi spinal dengan
sayatan perut (laparotomi) atau dengan laparoskopi. Penatalaksanaan
praoperasi meliputi hidrasi IV; antipiretik; antibiotik; dan, setelah diagnosis
definitif. analgesik. Perawatan non-bedah mungkin diperlukan jika untuk
sementara merupakan prosedur berisiko tinggi. Dalam situasi ini,
antibigmik IV diberikan. Baik laparotomi dan laparoskopi efektif dan aman
pada pengobatan apendisitis dengan perforasi. Namun. pemulihan setelah.
operasi laparoskopi umumnya lebih cepat (Hartono et al., 2023).

I. Asuhan Keperawatan

Perencanaan dan manajemen asuhan keperawatan pada pasien yang


menjalani operasi usus buntu meliputi: mencegah komplikasi,
meningkatkan kenyamanan, dan memberikan informasi.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada apendisitis meliputi (Hartono et al.,
2023):
a) Lokasi, intensitas, frekuensi, durasi, dan skala nyeri
b) Respon terhadap obat nyeri, kompres es, dan perubahan
posisi
c) Kemampuan pasien untuk ambulasi dan ini mentoleransi
makanan
d) Penampilan sayatan perut (warna, suhu. keutuhan, drainase)
2. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.


Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak
tenang. Data psikologis Klien nampak
gelisah.
B4 (Bladder) :-
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator
untuk menentukan pemberian obat.
Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal dan kadang-
kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.

3. Diagnosis Keperawatan
a) Nyeri Akut (D.0077) (PPNI, 2017)
Penyebab: agen pencedera fisik (missal inflamasi). Sehingga
perumusan diagnosa keperawatannya: Nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi usus halus. Gejala dan tanda
mayor: Subjektif: mengeluhkan nyeri; Objektif: nampak
meringis, bersikap gelisah, protektif, peningkatan frekuensi
nadi, kesulitan tidur. Gejala dan tanda minor: Subjektif:
Tidak tersedia; Objektif: peningkatan TD, perubahan pola
napas, terganggunya proses pikir, diaforesis, berfokus pada
diri sendiri.
b) Risiko Hypovolemi (D.0034)
Faktor risiko: absorbsi cairan terganggu, kehilangan cairan
secara aktif, berat badan berlebih, berusia lanjut, mekanisme
regulasi yang gagal, status hipermetabolik, intake cairan
yang kurang, evaporasi, efek agens farmakologis.
Kondisi klinis terkait: muntah, diare, colitis ulseratif.
c) Ansietas (D.0080)
Penyebab : Kurang terpapar informasi. Tanda dan gejala
yang muncul: Subjektif : merasa bingung, merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentasi. Objektif : tampak gelisah, tampak tegang,
sulit tidur.
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

1 Nyeri akut (D.0077) Luaran utama: tingkat nyeri Manajemen nyeri (1.08238) adalah mengidentifikasi dan
(L.08066) (PPNI, 2019) mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
Ekspetasi : Menurun
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
Kriteria Hasil konstan.(PPNI, 2017)

• Kemampuan menuntaskan Observasi


aktivitas
• Lakukan pengidentifikasian karakteristik, lokasi,
• Keluhan nyeri frekuensi, durasi, intensitas, skala, kualitas, nyeri;

• Meringis
• Lakukan pengidentifikasian respon nonverbal dari nyeri;
lakukan pngidentifikasian factor yang mampu membuat
• Sikap protektif nyeri semakin berat ataupu ringan;

• Gelisah
• Lakukan pengidentifikasian keyakinan serta
pengetahuan mengenai nyeri;
• Kesulitan tidur
• Lakukan pengidentifikasian pengaruh budaya pada
respon nyeri;
• Lakukan pengidentifikasian pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup: pantau keberhasilan pemberian terapi
komplementer; pantau efek samping atas digunakannya
analgetik.

Terapeutik:

• Beri teknik nonfarmakologis supaya rasa nyeri berkurang


(contohnya: hipnotis, TENS terapi musik akupresur,
imajinasi terbimbing, aromaterapi, kompres
dingin/hangat);
• Kendalikan lingkungan supaya rasa nyeri tidak semakin
berat (contohnya: kebisingan, temperatur ruangan);
• Berikan fasilitas istirahat serta tidur; terkait strategi untuk
memilih pereda nyeri pertimbangkan sumber serta jenis
nyeri yang dialami
Edukasi:

• Edukasi periode, penyebab, serta hal yang mampu


memicu nyeri;
• Edukasi strategi supaya nyeri mereda; edukasi supaya
melakukan monitor nyeri dengan mandiri;
• Edukasi penggunaan analgetic dengan cara yang tepat;
edukasi teknik nonfarmakologis supaya rasa nyeri
berkurang

Kolaborasi:

• Kolaborasi untuk memberikan analgesik, apabila


diperlukan.

Pemberian analgesik (1.08243) adalah mempersiapkan serta


memberikan agen farmakologis supaya rasa nyeri berkurang
ataupun menghilang.

Observasi:
• Lakukan pengidentifikasian karakteristik nyeri (Pereda,
pencetus, lokasi, durasi, kualitas, frekuensi. intensitas);
• Lakukan pengidentifikasian riwayat alergi obat;
• Lakukan pengidentifikasian untuk menentukan jenis
analgesic yang sesuai (narkotik, nonarkotik, NSAID)
serta memperhatikan tingkat keparahan nyeri;
• Pantau tanda vital sebelum serta setelah analgesic
diberikan; pantau efektifitas analgesik.

Terapeutik:

• Lakukan diskusi untuk menentukan jenis analgesik yang


disukai supaya analgesia optimal dapat tercapai apabila
diperlukan;
• Lakukan pertimbangan untuk menggunakan infus
kontinu, ataupun bolus opioid supaya kadar pada serum
mampu dipertahankan;
• Tentukan target analgesi yang efektif supaya respon
pasien optimal;
• Lakukan pendokumentasian respons pada efek analgesik
serta efek yang tak sesuai keinginan

Edukasi:

• Edukasi efek terapi beserta efek samping obatnya.

Kolaborasi:

• Kolaborasi untuk memberikan dosis serta jenis


analgesic dengan disesuaikan indikasi

2 Risiko hypovolemia Luaran utama: Status cairan Manajemen hipovolemia (1.03116) adalah melakukan
(D.0034) (L.03028) pengidentifikasian serta pengelolaan untuk menurunkan volume
cairan intravaskuler
Ekspetasi : Membaik
Obervasi:
Kriteria Hasil :

• Pantau gejala serta tanda hypovolemia (penyempintan


• Kekuatan nadi
tekanan nadi, peningkatan nadi, nadi lemah saat diraba.
• Turgor kulit elastis TD menurun, keringnya membran mukosa, turgor kulit
• Output urine turun, volume urin turun, peningkatan hematokrit
lemah, haus):
• Pengisi vena
• Pantau intake dan output cairan
• Ortopnea
Terapeutik:
• Dispnea
• Hitung kebutuhan cairan; posisikan Trendelenburg
dengan dimodifikasi;
• Beri intake cairan peroral.

Edukasi:

• Edukasi untuk meningkatkan intake cairan peroral;


• Edukasi untuk tidak merubah posisi secara mendadak;
• Kolaborasi untuk memberikan cairan hipotonis (NaCl
0,4%, glukosa 2,5%,). cairan isotonis (RL, NaCl), cairan
koloid (plasmanate, albumin).
• Kolaborasi untuk memberikan produk darah

Pemantauan cairan (1.03121) adalah melakukan pengumpulan


serta analisis data mengenai pengaturan keseimbangan cairan.
Observasi:

• Pantau: kekuatan serta frekuensi nadi; berat badan;


tekanan darah; frekuensi pernafasan; turgor ataupun
elastisitas kulit; waktu pengisian kapiler: kadar protein
serta albumin total: warna. jumlah, serta berat jenis urin:
hasil pemeriksaan serum (BUN hematokrit. osmolaritas
serum. kalium, natrium):
• Lakukan pengidentifikasian tanda hypovolemia
(lemahnya nadi saat diraba lemah, peningkatan
frekuensi nadi, penyempitan tekanan nadi, TD turun.
keringnya membrane mukosa, turgor kulit turun,
volume urin turun, peningkatan Ht. lemah, haus,
peningkatan konsentrasi urin, BB turun di waktu yang
singkat):
• Lakukan pengidentifikasian faktor risiko
ketidakseimbangan cairan (missal: perdarahan,
apheresis, obstruksi intestinal, disfungsi intestinal)
Terapeutik:

• Lakukan pengaturan interval waktu dalam memantau


disesuaikan dengan keadaan pasien;
• Lakukan pendokumentasian hasil pemantauan.

Edukasi:

• Edukasi prosedur serta tujuan pemantauan;


• Edukasi hasil pemantauan, apabila diperlukan

3 Ansietas (D.0080) Tingkat ansietas menurun Reduksi ansietas (I.09314) adalah intervensi yang dilakukan
(L.09093) oleh perawat untuk meminimalkan kondisi individu dan
pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan
Kriteria hasil untuk membuktikan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
bahwa tingkat ansietas menurun
melakukan Tindakan untuk menghadapi ancaman.
adalah:
Observasi
1. Verbalisasi kebingungan
menurun • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi,
waktu, stresor)
2. Verbalisasi khawatir akibat • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
kondisi yang dihadapi
• Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
menurun

Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun

• Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan


4. Perilaku tegang menurun
kepercayaan
5. Konsentrasi membaik
• Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
6. Pola tidur membaik memungkinkan

• Pahami situasi yang membuat ansietas

• Dengarkan dengan penuh perhatian

• Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

• Tempatkan barang pribadi yang memberikan


kenyamanan
• Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan

• Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang


akan datang

Edukasi

• Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin


dialami

• Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,


pengobatan, dan prognosis

• Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika


perlu

• Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,


sesuai kebutuhan

• Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi


• Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan

• Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

• Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlukan.

Terapi relaksasi (I.09326) adalah intervensi yang dilakukan


oleh perawat untuk menggunakan teknik peregangan untuk
mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri,
ketegangan otot, atau kecemasan.

Observasi
• Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
• Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan

• Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan


Teknik sebelumnya

• Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,


dan suhu sebelum dan sesudah Latihan

• Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

• Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan


pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan

• Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan


prosedur teknik relaksasi

• Gunakan pakaian longgar


• Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama

• Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan


analgetik atau Tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi
• Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis: musik, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
• Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
• Anjurkan mengambil posisi nyaman
• Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
• Anjurkan sering mengulangi atau melatih Teknik yang
dipilih
• Demonstrasikan dan latih Teknik relaksasi (mis: napas
dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)
Daftar Pustaka

Alfisahrinie, L., Wibowo, A. A., Noor, M. S., Tedjowitono, B., & Aflanie, I. (2021).
Literature Review: Gambaran Berbagai Skor Diagnosis Apendisitis dengan
Skor Alvarado Dalam Diagnosis Apendisitis Akut. Jurnal Homeostasis, 4,
473–486.

Alnaz, A. R. M., Nasution, A. H., & Abdillah, A. H. (2020). Matriks


Metalloproteinase (MMP) sebagai Biomarker Terjadinya Perforasi pada
Apendisitis Akut. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia,
8(2), 117–127. https://doi.org/10.53366/jimki.v8i2.141

Elfira, E., Faswita, W., Siregar, N. A., Yuliani, N., & Pasaribu, M. (2021). Asuhan
Keperawatan medikal Bedah I (R. R. Rerung (ed.)). CV. Media Sains
Indonesia.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Medikal_Bed
ah_1/oqBIEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=apendisitis&pg=PA6&printsec
=frontcover

Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. (2019). Karakteristik Pasien dengan
Gambaran Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015-
2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7), 2.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/51783/30720/

Hartono, M., Hidayat, A., Musiana, & Handayani, R. S. (2023). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah S1 Keperawatan Jilid II (Tim MCU Group (ed.);
II). Mahakarya Citra Utama.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Keperawatan_Medikal_
Bedah_S1_K/9GiuEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=apendisitis&pg=PA69
&printsec=frontcover

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai