Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK MATERNITAS


POST PARTUM SECTIO CAESAREA

Disusun Oleh:
MUTIARA ANNISA
NIM. 211133056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PROFESI NERS
2021/2022
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK MATERNITAS

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik


(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing akademik pembimbing klinik

Mahasiswa
BAB I
KONSEP TEORI

I. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan apendiks veriformis yang timbul akibat obstruksi
apendiks atau invasi agen infeksi (Lusianah & Suratun, 2010). Apendisitis adalah
peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012). Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis yang
merupakan penyebab umum nyeri abdomen (Lemone dkk, 2012).
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika
tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins,
2011).
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi
dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010). Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi
pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

A. Etiologi
Penyebab apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen apendiks oleh fekalit,
apendiks yang terpuntir, pembengkakan diding usus, dan oklusi eksternal usus akibat
adasi/perlengketan. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,
parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur (Black & Hawks, 2014;
Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012).
Apendisitis dapat disebabkan oleh kondisi fibrosa di dinding usus, oklusi
eksternal usus akibat adesi, Infeksi organisme yersinia (Black & Hawks, 2014).
Apendisitis juga dapat disebabkan ketika apendiks tersumbat maka tekanan lumen akan
meningkat yang kemudian keadaan ini akan menggangu suplai darah, sehingga terjadi
inflamasi, edema, nekrosis, ganggren/perforasi (Lusianah & Suratun, 2010).
B. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada apendisitis
yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan
muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di
titik Mc. Burney, nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan
bawah saat kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan menurun,
demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang
terjadi diare.

C. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan
oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa
apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat. Pada stadium awal
apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke
submukosa dan melibatkan peritoneal. Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan.
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen
yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses local akan terjadi
(Burkit, Quick & Reed, 2007).
D. Pathway

(Sumber : Rahmaharyanti, Rizka. 2014. Pathway Appendisitis. [online]


https://id.scribd.com/user/32017055/Rizka-Rahmaharyanti)
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien apendisitis adalah test rectal, pemeriksaan
laboratorium, C-Reactive Protein (CRP), pemeriksaan CT Scan, foto abdomen
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012; Lusianah & Suratun, 2010).
1. Test rectal
Pada pemeriksaan rectal dihasilkan bahwa teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil 75%.
3. C-Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai
respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar
CRP yaitu 80-90%.
4. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya
kemungkinan perforasi.
5. Foto abdomen
Pemeriksaan foto abdomen dilakukan untuk mendeteksi adanya pengerasan
material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri
(2013), yaitu:
1. Laboratorium Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga
18.000 / mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai
20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)
2. Data Pemeriksaan Diagnostik Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon
menunjukkan adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium
enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau tindakan untuk mengatasi individu yang mengalami
apenditisis adalah pembedahan apendiktomi. Pembedahan apendiktomi merupakan
tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan, apendiktomi merupakan satu-satunya tindakan aman dalam penatalaksanaan
apendisitis. Hal ini harus dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi (Lusianah &
Suratun, 2010). Keterlambatan dalam tatalaksana dapat mengakibatkan kejadian
perforasi tekhik laparoskopik, apendektomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian
infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses pada
intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen (Lemone dkk, 2012).

G. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita apendisitis yaitu perforasi
dan peritonitis (Lemone dkk, 2012). Peritonitis merupakan proses peradangan pada
membran mukosa pada ruang abdomen dan organ viscera peritonium yang dapat yang
dapat disebabkan oleh perforasi apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal,
ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi atau luka tembus abdomen.
Peritonitis merupakan kondisi kegawatan sehingga keterlambatan penanganan pasien
dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas (Lusianah & Suratun, 2010).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
b. Keluhan Saat Dikaji
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
3. Genogram
4. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
b. Pola Minum
c. Pola Eliminasi
d. Pola Istirahat/Tidur
e. Pola Hygiene
5. Aktivitas
6. Data Sosial
a. Hubungan dengan Keluarga
b. Hubungan dengan Tetangga
c. Hubungan dengan Pasien Sekitar
d. Hubungan dengan Keluarga Pasien Lain
7. Data Psikologis
a. Status Emosi
b. Peran Diri
c. Gaya Komunikasi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kepala Mata
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut
f. Leher
g. Thoraks (Paru-paru)
h. Thoraks (Jantung)
i. Abdomen
j. Genetalia
k. Ekstremitas
9. Data Penunjang
10. Pengobatan

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien pada pre operasi adalah:
1. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Diagnosis keperawatan intraoperatif bedah apendisitis yang lazim menurut
standar diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI) (Tim Pokja DPP PPNI, 2018) adalah
sebagai berikut:
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan terpasang endotracheal tube
Diagnosa yang sering muncul pada post operasi sesuai dengan standar diagnosis
keperawatan Indonesia (SDKI) (Tim Pokja DPP PPNI, 2018) adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur pembedahan)
2. Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah
3. Risiko jatuh berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi umum)

I. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
D.0077 L.08066 I.08238
Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan tindakan Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera keperawatan 1x24 jam Observasi :
fisiologi (inflamasi diharapkan Tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
appendicitis) menurun dengan Kriteria karakteristik, frekuensi,
Hasil : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
- Tampak meringis  Identifikasi factor
menurun penyebab nyeri
- Sikap protektif menurun  Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis (tarik
nafas dalam, kompre
hangat atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(suhu, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda
nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan teknik
nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)
D.0130 L.14134 I.15506
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia.
dengan proses penyakit keperawatan diharapkan Observasi :
(Infeksi pada appendicitis). termoregulasi membaik 2.1 Identifikasi penyebab
dengan Kriteria Hasil : hipertermia.
1. Menggigil menurun. 2.2 Monitor suhu tubuh.
2. Takikardi menurun. 2.3 Monitor haluaran urine.
3. Suhu tubuh membaik. Terapeutik :
4. Suhu kulit membaik. 2.4 Sediakan lingkungan yang
dingin.
2.5 Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
2.6 Berikan cairan oral
Edukasi :
2.7 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
2.8 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu.
D.0077 L.08066 I.08238
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera keperawatan tingkat nyeri Observasi :
fisik(Prosedur oprasi). menurun dengan Kriteria 1.1 Identifikasi lokasi ,
Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun. kulaitas nyeri, intensitas nyeri,
2. Meringis menurun. skala nyeri.
3. Sikap protektif menurun. 1.2 Identifikasi respon nyeri
4. Gelisah menurun. non verbal.
5. Frekuensi nadi membaik 1.3 Identivikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.
Terapeutik :
1.4 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.5 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
1.6 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1.7 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri.
1.8 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.9 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.10 Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu.
D.0142 L.14137 I.14539
Risiko Infeksi ditandai Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
dengan efek prosedur keperawatan tingkat infeksi Observasi :
infasive. dengan Kriteria Hasil : 2.1 Monitor tanda dan gejala
1. Kebersihan tangan infeksi local dan sistemik.
meningkat. 2.2 Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan 2.3 Berikan perawatan kulit
meningkat. pada area edema.
3. Demam, kemerahan, 2.4 Cuci tangan seblum dan
nyeri, bengkak menurun. sesudah kontak dengan klien
4. Kadar sel darah putih dan lingkungan klien.
meningkat. 2.5 Pertahankan teknik aseptic
pada klien beresiko tinggi.
Edukasi :
2.6 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
2.7 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar.
2.8 Ajarkan etika batuk.
2.9 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
2.10 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi : 2.11 Kolaborasi
pemberian imunisasi jika
perlu.
D.0056 L.05047 I.05178
Intolenransi aktivitas Tolenransi aktivitas Manajemen energy
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
kelemahan keperawatan, diharapkan  Identifikasi gangguan
toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
meningkat dapat teratasi mengakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil:  Monitor kelelahan fisik dan
 frekuensi nadi emosional
meningkat  Monitor pola dan jam tidur
 keluhan lelah menurun  Monitor lokasi dan
 dyspnea saat ketidaknyamanan selama
beraktivitas menurun melakukan aktivitas
 dyspnea setelah
Terapeutik
beraktivitas menurun
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (misalnya cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/ atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur jika tidak bisa
berpindah

Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

J. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

K. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jakarta:Medication.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Rahmaharyanti, Rizka. 2014. Pathway Appendisitis. [online]


https://id.scribd.com/user/32017055/Rizka-Rahmaharyanti

Sofiah, Wiwik. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post Op Apendiktomi
Dengan Resiko Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara. 8(2), 1–10.

Anda mungkin juga menyukai