Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN APENDICITIS AKUT


DENGAN REGIONAL ANESTESI BLOK SUBARACHNOID DI RUANG IBS
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
TANGGAL 21 NOVEMBER 2022

OLEH :

BERNADINA MARGARETHA NOGO KOTEN


NIM. 2214301158

FAKULTAS KESEHATAN
D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDICITIS

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Apendiksitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak   
pada perut kanan bawah (Handaya, (Handaya, 2017). Apendisitis Apendisitis adalah
peradangan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks)
(Wim de jong, 2005 dalam  Nurarif,  Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan merupakan
keadaan keadaan inflamasi inflamasi dan obstruksi obstruksi pada vermiforis. Apendisitis
adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang  berukuran  berukuran
sekitar sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl (Rosdahl dan Mary T.
Kowalski, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal
dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum
(Nurfaridah, 2015)
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan apendiks (Haryono,
2012). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya
untuk penyakit apendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko  perforasi  perforasi
lebih lanjut seperti seperti peritonitis peritonitis atau abses (Marijata (Marijata dalam
Pristahayuningtyas, 2015).
2. Etiologi
1. Penyebab terjadinya apendiksitis
Penyebab dari apendiksitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal), atau parasit EHistolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin,
& kumala sari, 2011)
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan rendah
serat rendah serat sehingga dapat terjadi dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan
ipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Hal ini akan
mengakibatkan  peningkatan  peningkatan kongesti kongesti dan penurunan
penurunan perfusi perfusi pada dinding dinding apendiks apendiks yang berlanjut
berlanjut  pada nekrosis  pada nekrosis dan inflamasi dan inflamasi apendiks. Pada
apendiks. Pada fase ini fase ini penderita mengalami penderita mengalami nyeri pada
nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan
terjadi  pembentukan  pembentukan eksudat eksudat pada permukaan permukaan
serosa apendiks. apendiks. Ketika eksudat eksudat ini  berhubungan  berhubungan
dengan perietal perietal peritoneum, peritoneum, maka intensitas intensitas nyeri yang
khas akan terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam muttaqin terjadi (Santacroce, 2009
dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011). mala sari, 2011). Dengan berlanjutnya
proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal
dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan
ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan  perfusi  perfusi pada dinding
dinding akan menimbulkan menimbulkan iskemia iskemia dan nekrosis nekrosis serta
diikuti diikuti  peningkatan  peningkatan tekanan tekanan intraluminal, intraluminal,
juga akan meningkatkan meningkatkan risiko perforasi perforasi dari apendiks. Pada
proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan
pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks. Berlanjutnya
kondisi apendisitis akan meningkatkan gkatkan resiko terjadinya  perforasi dan
perforasi dan pembentukan pembentukan masa periapendikular. masa
periapendikular. Perforasi dengan Perforasi dengan cairan inflamasi inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi
permukaan  permukaan peritoneum peritoneum atau terjadi terjadi peritonitis.
Peritonitis. Apabila Apabila perforasi perforasi apendiks apendiks disertai disertai
dengan abses, maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses
dan kemudian akan memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi
apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan
bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2011).  
2. Penyebab terjadinya apendiktomi
Penyebab terjadinya apendiktomi Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada
penderita apendiksitis dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang
meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan
pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping
hyperplasia jaringan  jaringan limfe, fekalit, fekalit, tumor apendiks, apendiks, dan
cacing askariasis askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi ialah erosi mukosa apendiks
mukosa apendiks akibat parasit akibat parasit seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat,
2011).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut Haryono
(2012) diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk 
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatastagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
c. Kecenderungan familiar 
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolit dan menyebabkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan Faktor ras
berhubungan dengan  berhubungan dengan kebiasaan dan kebiasaan dan pola
makanan sehari-hari. Bangsa pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih kulit
putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola
makannya  banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya  banyak serat. Namun
saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah alik. Bangsa kulit
putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru
negara  berkembang  berkembang yang dulunya dulunya mengonsumsi tinggi
mengonsumsi tinggi serat kini serat kini beralih ke beralih ke pola makan rendah
serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebihtinggi.
3. Tanda dan gejala
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot Konstipasi
(Brunner & Suddart, 1997)
4. Pemeriksaan diagnostik/ pemeriksaan penunjang terkait
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Penatalaksanaan operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
6. Pertimbangan anestesi
a. Definisi anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini
rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2011).
b. Jenis anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1)
hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Anestesi umum ini digunakan apabila
terjadi perforasi pada apendik yang memerlukan tindakan cito dengan laparatomy.
b. Regional Anestesi
Anestesi regional dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
dibloki runtuk sementara (reversible),fungsi motoric dapat terpengaruh sebagian
atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi regional terdiri dari blok
sentral (blokneuroaksial) dan blok perifer (bloksaraf).
c. Lokal Anestesi
Anestesi lokal secara reversibel menghambat konduksi saraf di dekat pemberian
anestesi, sehingga menyebabkan mati rasa di daerah yang terbatas secara
sementara (Press, 2015). Perbedaanya dengan anestesi regional adalah, anestesi
lokal hanya memblok sensasi di area dimana injeksi diberikan, tanpa
mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi oleh saraf tersebut (Peters,
2011).
c. Teknik anestesi
1) General Anestesi
a) Anestesi Inhalasi
Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh
hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Rees
dan Gray membagi anestesi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu :
 Hipnotika : pasien kehilangan kesadaran
 Anestesia : pasien bebas nyeri
 Relaksasi : pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
b) Anestesi Intravena
Anestesia intrvena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesia
diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau
analgetik maupun pelumpuh otot (Ting, 2007).
 Indikasi Anestesi Intravena
 Obat induksi anesthesia umum
 Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
 Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
 Obat tambahan anestesi regional
 Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP
sedasi)
 Beberapa variasi anestesia intravena (Ratna dan Chandra, 2012).
 Anestesia intravena klasik
Pemakaian kombinasi obat ketamin hidroklorida dengan sedatif
contoh: diazepam, midazolam atau dehidro benzperidol. Komponen
trias anestesi yang dipenuhi dengan teknik ini adalah hipnotik dan
anestesia.
 Anestesi intravena total
Pemakaian kombinasi obat anestetika intravena yang berkhasiat
hipnotik, analgetik dan relaksasi otot secara berimbang. Komponen
trias anestesia yang dipenuhi adalah hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot.
2) Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk
sementara (reversible). Fungsi motoric dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.
Tetapi pasien tetap sadar.
a) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
b) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.
3) Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke system
saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal
gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah Teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di
bagian tubuh tertentu. Jenis anestesi lokaldalam bentuk parenteral yang paling banyak
digunakan adalah :
a) Anestesi Blok
Jenis anestesi blok adalah anestesi yang dilakukan dengan mendeposisikan larutan
anestesi berdekatan pada badan saraf utama. Deposit pada Teknik ini akan
menyebabkan penghambat impuls saraf dari lokasiinjeksi hingga ke distal
sehingga memblok sensasi yang datang dari susunan saraf pusat. Injeksi blok
saraf ini perlu berhati-hati karena pembuluh vena dan arteri yang berdekatan
dengan saraf ini dapat terjadi cedera (Pasaribu, 2008;Malamed, 2013)
d. Rumatan Anestesi
Hampir semua anestesia spinal melibatkan injeksi anestetik lokal, baik tanpa maupun
dengan kombinasi obat-obat adjuvant. Farmakologi dari obat ini telah dibahas pada bab
awal. Bagian ini memfokuskan pada pemakaian spesifik dari obat-obat ini di ruangan
subarachnoid (tabel 10-1).
1) Anestesi Lokal Lidokain & bupivakaine semuanya umum dipakai untuk spinal
anestesia.
a) Lidokain (durasi sedang spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100 mg seringkali
dipilih untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu sekitar 90 – 200
menit. Lidokain sangat mudah larut dalam air dan sangat stabil. Tidak iritatif
terhadap jaringan walaupun diberikan dalam konsentrasi larutan 88%.
Toksisitasnya 1.5 kali prokain. Diperlukan waktu 2 jam untuk hilang sama sekali
dari tempat suntikan. Penambahan epinephrine 0,2 mg memanjangkan anestesia
15 – 40 menit, tergantung dosis anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan
dengan blok motoris yang memanjang secara signifikan dan miksi yang terlambat.
Fentanyl 15 – 25 microgr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan reduksi
substansial pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat dan
insiden transient neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif memblok
nyeri torniquet pada ekstremitas bawah.
b) Bupivakain (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg adalah
sesuai untuk pembedahan selama 180 – 600 menit. Ikatan dengan HCl mudah
larut dalam air, sangat stabil. Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya
2-5 kali dari lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan dibandingkan
dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang terikat pada saraf lebih banyak
dibandingkan dengan yang bebas dalam tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui ginjal. Spinal anestesia umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine
dalam 8,25 % dekstrosa. Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah
isobarik atau sedikit hipobarik dan umumnya dipakai untuk pembedahan
ekstremitas bawah. Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-
kira 30 – 45 menit saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg).
Fentanyl juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain
(sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan analgesia.
2) Aditif Pada Spinal Anestesia
a) Vasokontriktor
Vasokontriktor seringkali ditambahkan pada lokal anestetik intrathecal untuk
menghambat uptake vaskuler sehingga memanjangkan blok. Epinephrine dan
lebih jarang phenylephrine adalah agen yang dipakai untuk tujuan ini. Selain
vasokontriksi, epinephrine juga menimbulkan analgesia lewat stimulasi, 2
receptor. Klonidine,2 agonis memperpanjang blok motoris dan sensoris pada
tetracaine, lebih besar daripada epinephrine. Selain memanjangkan blok sensoris,
penambahan epinephrine pada spinal anestetik lokal juga memanjangkan blok
motoris dan memperlambat miksi. Dua faktor ini menghambat pulih dari anestesi
spinal. Untuk outpatient surgery, kebanyakan center menghindari epinephrine
intrathecal. Sesungguhnya, pemakaian opoid lipofilik intratekal akan
meningkatkan dan memanjangkan anestesia tanpa menghambat pemulihan.
b) Opioids Analgesik
Opioid dapat ditambahkan pada spinal anestesia. Opioid nampaknya
menimbulkan supra-aditif (sinergistik) anestesia saat ditambahkan pada intratekal
lokal anestetik. Efek sinergis ini tampak menonjol terutama pada nyeri visceral.
Opioid spinal memblok pathway nyeri dengan tambahan minimal pada blok serat
motoris dan simpatis. Dua klas opioid dipakai pada spinal anestesia dan
analgesia. Opioid hidrofilik biasanya ditambahkan untuk prolong postop
analgesia. Morphine sulfat 0,1 – 0,3 mg adalah yang umum dipilih. Agen ini
memiliki efek analgesik dalam 45 menit pada pemberian lumbal dan mengurangi
kebutuhan tambahan analgesia postop selama 12 – 24 jam. Morphin spinal
memiliki beberapa efek lain yang tidak diinginkan. Nausea dan vomiting
tampaknya lebih banyak daripada opioid sistemik. Pruritus yang umum (60 – 80
%) dan yang parah (20 %). Miksi secara substansial dihambat, mungkin karena
hambatan pada mekanisme detrusor. Karena adanya sedikit resiko dari depres
nafas yang delayed dan gangguan fungsi kencing, obat ini tidak sesuai untuk
bedah pada outpatient. Opioid Lipofilik (fentanyl dan sulfentanyl) populer pada
spinal anestesia. Fentanyl 10-25 g atau sulfentanyl 2,5 – 10 gr dapat
ditambahkan pada anestesia spinal untuk mencapai beberapa tujuan. Agen ini
memiliki onset cepat terhadap sinergis anestetik dan meningkatkan anestesia
intraoperatif.
e. Resiko
Menurut Latief (2002), beberapa risiko yang mungkin terjadi pada pasien
apendiktomi dengan anestesi spinal adalah :
1) Reaksi alergi
2) Sakit kepala yang parah (PDPH)
3) Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’.
4) Bradikardi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas
5) Trauma pembuluh darah
6) Mual muntah
7) Blok spinal tinggi atau spinal total

A. Web of Caution(WOC)

Appendicitis

ee Mukosa
Erosi
Fecalith Striktur Tumor
Apendiks

Obstruksi

Mukosa Tekanan Aliran Darah Ulserasi Dan Invasi


Terbendung Intraluminal Terganggu Bakteri Apendik

Tanda Dan Gejala :


1. Nyeri Di Kuadran Perut kanan Masalah Pre Op:
Bagian Bawah 1. Nyeri Akut
2. Demam Ringan 2. Resiko Kekurangan Volume Cairan
3. Mual Muntah 3. Hipertermi
4. Anoreksia, Malaise 4. Ansietas
5. Risiko Cedera Anestesi

Tindakan Pembedahan
(Appendictomy)

Masalah Intra Anestesi :


1. Risiko Perdarahan
Anestesi Regional 2. Risiko Trauma Fisik
(Spinal) Pembedahan
3. Risiko Disfungsi
Kardiovaskuler
4. Risiko Disfungsi Respirasi
Risiko Anestesi :
1. Hipotensi
2. Bradikardi Masalah Post Anestesi :
3. Sakit kepala 1. Risiko Infeksi
4. Blok spinal tinggi 2. Hambatan Mobilitas fisik
3. Risiko Disfungsi
Termoregulasi
B. Tinjauan teori askan pre intra pasca anestesi dan pembedahan umum
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan
serta masalahnya. Pengkajian meliputi:
a. Pengumpulan Data
1) Data subyektif
a) Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah
b) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
c) Pasien mengatakan sering makan pedas
d) Pasien mengeluh diare
e) Pasien mengeluh mual dan muntah
f) Pasien mengatakan khawatir tentang penyakitnya
g) Pasien mengeluh demam
2) Data obyektif
a) Skala nyeri sedang sampai berat
b) Wajah pasien tampak grimace
c) Mukosa bibir kering dan pucat
d) Akral teraba dingin
e) Suhu 38,5°C
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Pre :
a. Nyeri akut
b. Risiko kekurangan volume cairan
c. Hipertermi
d. Ansietas
e. Risikoc Cedera Agen Anestesi
Intra :
a. Risiko perdarahan
b. Risiko Trauma Fisik Pembedahan
c. Risiko Disfungsi Kardiovaskuler
d. Risiko Disfungsi Respirasi

Post :
e. Resiko infeksi
f. Hambatan mobilitas fisik
g. Risiko Disfungsi Termoregulasi
3. Perencanaan intervensi
Pre :
a. Nyeri akut
1) Tujuannya :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x4 jam diharapkan nyeri
hilang atau terkontrol, klien tampak rileks.
2) Kriteria hasil :
Nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks, klien mampu tidur atau istirahat.
3) Rencana tindakan:
 Observasi tanda-tanda vital
 Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
 Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
 Delegasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
b. Resiko kekurangan volume cairan
1) Tujuannya :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x2 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Kriteria hasil : keseimbangan cairan terpenuhi, tanda-tanda vital dalam batas
normal, turgor kulit baik, intake dan output adekuat.
3) Rencana tindakan :
 Observasi tanda-tanda vital dan awasi masukan dan keluaran cairan, lihat
membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler,
 Berikan sejumlah kecil minuman bila pemasukan per oral dimulai dan
dilanjutkan diet sesuai toleransi.
 Delegasi dalam terapi cairan
c. Hipertermi
1) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x4 jam diharapkan suhu
tubuh pasien menurun
2) Kriteria hasil :
Pasien tidak mengeluh demam dan suhu tubuh pasien dalam batas normal
3) Recana tindakan:
 Monitoring suhu tubuh pasien
 Beri kompres hangat
 Pertahankan intake cairan
 Delegasi pemberian antipiretik
d. Ansietas
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x 30 menit diharapkan
kecemasan pasien berkurang
2) Kriteria hasil: 
Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi, pasien tampak rileks
3) Rencana tindakan:
 Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
 Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
 Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
 Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
 Delegasi pemberian sedatif (midazolam)
e. Risiko Cedera Agen Anestesi
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi cedera
anestesi.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi
 Pemilihan teknik anestesi yang tepat sesuai kondisi pasien
3) Rencana Intervensi:
 Lakukan persiapan sebelum pembedahan
 Kaji status nutrisi pasien (menimbang BB)
 Anjurkan pasien untuk berpuasa
 Anjurkan pasien untuk mengosongkan kadung kemih sebelum operasi
 Lakukan balance cairan
 Lepaskan aksesoris
 Lakukan latihan pra anestesi
 Pantau penyulit yang akan terjadi
 Tetapkan kriteria mallampati
 Tentukan status fisik menurut ASA
 Delegasi dalam pemberian obat pramedikasi
 Kolaborasi penetapan teknik anestesi
 Lakukan informed consent

Intra :
f. Risiko perdarahan
1) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 30 menit diharapkan tidak
terjadi perdarahan pada saat pembedahan
2) Kriteria hasil :
Tidak ada tanda tanda perdarahan, tekanan darah dalam batas normal, tidak ada
kehilngan darah yang terlihat
3) Rencana tindakan :
 Monitor ketat tanda tanda perdarahan
 Monitor TTV
 Monitor status cairan (intake dan output)
 Delegasi pemberian transfusi darah
g. Resiko Cedera Trauma Pembedahan
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi cedera
trauma fisik
2) Kriteria Hasil:
 Tidak adanya tanda-tanda trauma pembedahan
 Pasien tampak rilaks selama operasi berlangsung
 Tanda – tanda vital dalam batas normal TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg Nadi :
60 – 100 x/menit Suhu : 36-37°C RR : 16 – 20 x/menit
 Saturasi oksigen >95%
 Pasien telah teranestesi, relaksasi otot cukup, dan tidak menunjukkan respon
nyeri
 Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung
3) Rencana Intervensi:
 Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik anestesi
 Bantu pelaksanaan anestesi (Regional anestesi) sesuai dengan program
kolaboratif spesialis anestesi
 Bantu pemasangan alat monitoring non invasif
 Monitoring perianestesi
 Atasi penyulit yang timbul
 Lakukan pengakhiran tindakan anestesi
 Lakukan persiapan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
 Lakukan monitoring perianestesi
 Lakukan pemeliharaan jalan napas
 Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik dan alat nebulisasi
 Lakukan pengakhiran tindakan anestesi: reverse
h. PK Disfungsi Kardiovaskuler
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi disfungsi
kardiovaskuler (hipotensi)
2) Kriteria Hasil:
 Pasien tenang terjaga
 EKG irama sinus normal/tidak ada disritmia yang mengancam nyawa
 TTV dalam batas normal, TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg Nadi : 60 – 100
x/menit Suhu : 36-37°C RR : 16 – 20 x/menit
3) Rencana Intervensi.
 Lakukan pengkajian pra anestesi meliputi pemeriksaan : riwayat penyakit
jantung, penyakit hipertensi, riwayat alergi, kelainan sistem pembekuan darah.
 Persiapkan alat monitoring tanda-tanda vital
 Persiapkan alat dan obat anestesi sesuai dengan perencanaan teknik anestesi
 Lakukan rehidrasi cairan 1000-1500 cc sesuai dengan program kolaboratif
dengan dokter anestesi
 Hindari penggunaan agen anestesi yang meningkatkan respon saraf simpatik
 lakukan monitoring intra anestesi
- Monitoring kardivaskular (tekanan darah, irama dan frekuensi nadi, MAP)
- Monitoring lead EKG
- Monitoring balance cairan
 Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan atau darah
- Kolaborasi pemberian obat vassopresor
- Kolaborasi pemberian obat koagulasi
i. PK Disfungsi Respirasi
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi disfungsi
respirasi
2) Kriteria Hasil:
 TTV dalam rentang normal
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 60x/menit
RR : 20x/menit
SaO2 : 100%
Suhu : 36,5˚C
 Akral hangat
 Ph serum 7,35-7,45
 PaCO2 35-45
 PaO2 80-10
 Pasien tidak mengeluh dan tidak mengatakan sesak napas
 Tidak terjadi apneu
3) Rencana Intervensi:
 Observasi TTV pasien setiap saat
 Monitor ekspansi dada setiap saat
 Berikan oksigen dengan simple mask 5-6 LPM
 Lakukan analisa gas darah arteri: pH, PaCO2, dan PaO2
 Lakukan persiapan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
 Lakukan monitoring perianestesi
 Lakukan pemeliharaan jalan napas
 Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik dan alat nebulisasi
 Lakukan pengakhiran tindakan anestesi: reverse dan ekstubasi
 Ajarkan pasien napas dalam secara teratur
 Ajarkan pasien teknik batuk efektif
 Kolaborasikan pemasangan ETT

Post :
j. Resiko infeksi
1) Tujuannya :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x24 jam diharapkan
meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi.
2) Kriteri hasil :
Tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa), suhu
tubuh normal (36-37 derajat Celcius).
3) Rencana tindakan :
 Observasi tanda-tanda vital
 Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
 KIE pasien untuk menjaga lukanya agar tetap
 Delegasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
k. Hambatan mobilitas fisik
1) Tujuannya :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x24 jam diharapkan
diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi
2) Kriteria hasil :
Pasien dapat menggerakkan kaki berangsur-angsur dan menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
 Pantau kemampuan pasien dalam ADL
 Lakukan mobilisasi progresif
 Ajarkan latihan kaki
 Kaji Aldrete Score
l. RK Disfungsi Termoregulasi
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi disfungsi
termoregulasi
2) Kriteria Hasil
 Suhu normal 36,5˚C-37,5˚C
 Tidak kemerahan, kebiruan (sianosis)
 Tidak menggigil
3) Rencana Intervensi:
 Ajarkan pasien tentang pentingnya mempertahankan asupan cairan yang
adekuat untuk mencegah dehidrasi
 Pantau asupan dan haluran
 Kaji jika kekurangan volume cairan
 Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau
aktivitas yang direncanakan
 Jelaskan pentingnya asupan cairan selama cuaca panas
 Jelaskan pentingnya menghindari asupan alcohol, kafein, dan makan banyak
selama cuaca panas
 Jelaskan perlunya menggunakan pakaian longgar
 Hindari aktivitas di luar ruangan
 Mandi air dingin beberapa kali selama cuaca panas
 Jelaskan awal hipertermi (kulit merah, sakit kepala, keletihan, kehilangan
selera makan)
 Ajarkan pasien untuk mengurangi pajanan yang lama terhadap lingkungan
dingin
 Jelaskan pentingnya menggunakan topi, sarung tangan, dan kaos kaki hangat
serta sepatu untuk mencegah hilangnya panas
 Anjurkan individu untuk membatasi ke luar rumah jika suhu sangat dingin
 Berikan selimut listrik, selimut hangat, atau selimut dari bulu
 Jelaskan mengenai tanda awal hipotermia (kulit dingin, pucat, memutih,
kemerahan)
 Jelaskan tentang perlunya minum 8-10 gelas air setiap hari
 Jelaskan perlunya menghindari alcohol pada cuaca yang sangat dingin
 Ingatkan untuk menggunaan pakaian tambahan pada pagi hari ketika
metabolism berada pada titik yang paling rendah
4. Evaluasi
Pre :
1) Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Skala nyeri ringan, TTV dalam batas normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2) Risiko kekurangan volume cairan
S : Pasien mengatakan tidak diare lagi
O : Mukosa bibir pasien tampak lembab dan tidak pucat
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
3) Hipertermi
S : Pasien mengatakan tidak demam lagi
O : Suhu 36,5°C
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
4) Ansietas
S : Pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : Pasien tampak tidak gelisah lagi
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
5) Risiko Cedera agen anestesi
S :-
O : Pasien tidak mengalami cedera, pasien tidak mengalami aspirasi, pasien tidak
mengalami hipotensi akibat vasodilatasi
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
Intra :
6) Risiko perdarahan
S : Pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : Pasien tampak tidak gelisah lagi
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
7) Risiko Trauma Fisik Pembedahan
S :-
O : TTV dalam batas normal, tidak ada sianosis
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
8) Risiko Disfungsi Kardiovaskuler
S :-
O :
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung
 Pasien tidak memiliki riwayat alergi
 Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi
 TTV pasien tampak normal
TD : 110/70mmHg
N : 76x/mnt
RR : 15x/mnt
Suhu : 36,5oC
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan Intervensi
9) Risiko disfungsi Respirasi
S :-
O :
 Pasien tidak mengalami disfungsi pernapasan
 TTV dalam batas normal
TD : 110/82mmHg
N : 94x/mnt
RR : 18x/mnt
SpO2 : 99%
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan Kondisi Pasien

Post :

10) Risiko infeksi


S : Pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : Pasien tampak tidak gelisah lagi
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
11) Hambatan mobilitas fisik
S : Pasien mengatakan kakinya sudah bisa digerakkan
O : Bromage score 1
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
12) Risiko Disfungsi Termoregulasi
S : Pasien mengatakan tidak merasa kediningan lagi
O :
 Suhu tubuh pasien 36,5oC
 Permukaan tubuh terasa hangat
 Pasien tidak menggigil
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
Daftar pustaka

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI

Carpenito, 2013, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.

Latief,said,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Jakarta:Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi Kedua.

Medical Mini Notes. 2019. Anesthesia and Intensive Care. MMN.

Nagelhout,John And Plaus. 2010.Handbook Of Nurse


Anesthesia.USA:Elsevier. ISBN :978-1-4160-5024-7.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis.


Diakses http://nuzulul.fkp09. .unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20PencernaanAskep%20 Apendisitis.html tanggal 06 januari 2020.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &


suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKCITIS AKUT DAN TINDAKAN
APENDIKTOMY
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny . M Y U
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Khatolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : WNI
Status perkawinan : Menikah
Golongan darah :O
Alamat : Fatukoa
No.CM : 377288
Diagnosa medis : Apendikcitis Akut
Tindakan Operasi : Apendiktomy
Tanggal MRS : 21 November 2022
Tanggal pengkajian : 21 November 2022
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. FT
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki Laki
Agama : Khatolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : WNI
Hubungan dg Klien : Suami
Alamat : Fatukoa

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a) Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan nyeri perut kanan
b) Saat Pengkajian
Pasien mengatakan nyeri pinggang kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang melalui IGD pada tanggal 19
November 2022 pukul 05.15, pasien mengatakan nyeri perut kanan sejak kemarin, nyeri
yang dirasakan hilang timbul disertai dengan rasa seperti disayat-sayat, nyeri saat
kencing, nyeri diperut bawah, disertai mual dan muntah. Penyakit infeksi saluran kemih
sebelumnya di sangkal, tidak ada riwayat penyakit sebelumnya. Saat pengkajian
didapatkan tanda-tanda vital, TD : 130/90 mmHg, Nadi : 90x/menit, Respirasi :
20x/menit, SpO2 : 99% BB : 50kg, Tinggi Badan : 165 cm. Pasien diberikan infus RL 20
tpm, Ceftriaxone 2 x 1 gram (besok sebelm OK), Dexamethasone injeksi 3x1 IV. Pasien
direncanakan akan dilakukan apendiktomy Cito senin 21 November 2022 pukul 08.00
Wita, Pasien dipuasakan pukul 05.15 pagi. Tanda-tanda vital pasien , TD :
135/85mmHg, N:105x/mnt, RR:20x/mnt, SpO2 : 99% , S:36,5oC.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit sistemik yang diderita
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit sistemik
5) Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan, tidak pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya. Pasien memiliki kebiasaan meminum alcohol. Pasien
mengatakan tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat: Pasien mengatakan tidak sedang
mengkonsumsi obat apapun.
7) Riwayat Alergi : tidak ada
8) Kebiasaan :
a) Merokok : Tidak
b) Alkohol : Ya
c) Kopi/teh/soda : Tidak

c. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1) Udara atau oksigenasi
a) Gangguan pernafasan : Tidak ada
b) Alat bantu pernafasan : Tidak ada
c) Sirkulasi udara : Baik
d) Letak tempat tinggal : Kota
2) Air
a) Sebelum sakit
Minum air
(1) Frekuensi : 1500 cc
(2) Jenis : Oral
(3) Cara : Spontan
(4) Keluhan : Tidak ada
b) Saat sakit:
Minum air
(1) Frekuensi : 1800 cc
(2) Jenis : Oral
(3) Cara : Spontan
(4) Keluhan : Tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
a) Sebelum sakit
(1) Frekuensi : 3x sehari
(2) Jenis : Nasi, sayur dan lauk
(3) Porsi : 1 Porsi
(4) Diet khusus : Tidak ada
(5) Makanan yang disukai : Lalapan
(6) Pantangan : Tidak ada
(7) Nafsu makan : Baik
b) Saat sakit
(1) Frekuensi : 1x Sehari
(2) Jenis : Nasi, sayur dan lauk
(3) Porsi : 1 porsi
(4) Diet khusus :-
(5) Makanan yang disukai : Lalapan
(6) Pantangan : Pasien akan dilakukan puasa selama 6 jam
(7) Nafsu makan : Baik
4) Eliminasi
a) BAB
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 2x sehari
(b) Konsistensi : Lembek
(c) Warna : Coklat
(d) Bau : Khas feses
(e) Cara : Spontan
(f) Keluhan : Tidak ada
(2) Saat Sakit
(a) Frekuensi : 2x sehari
(b) Konsistensi : Lembek
(c) Warna : Coklat
(d) Bau : Khas feses
(e) Cara : Spontan
(f) Keluhan : Tidak ada
b) BAK
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 6x/hari
(b) Konsistensi : Cair
(c) Warna : Kuning tanpa endapan
(d) Bau : Khas urine
(e) Cara : Spontan
(f) Keluhan : Tidak ada
(2) Saat sakit
a) Frekuensi : 6x/hari
b) Konsistensi : Cair
c) Warna : Kuning tanpa endapan
d) Bau : Khas urine
e) Cara : Spontan

5) Pola aktivtas dan istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

0: Mandiri, 1: Alat bantu, 2: Dibantu orang lain, 3: Dibantu Orang


Lain dan alat, 4: Tergantung total
b) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
(1) Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada waktu
anda beristirahat? Iya
(2) Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak
(3) Berapa jam anda tidur: malam 7 Jam siang 2 Jam

Saat sakit
(1) Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak
(2) Berapa jam anda tidur: malam 6 Jam siang 0 Jam
6) Interaksi sosial
a) Kegiatan Lingkungan : STT
b) Interaksi Sosial : Baik
c) Keterlibatan Kegiatan Sosial : Baik
7) Pemeliharaan Kesehatan
a) Konsumsi vitamin :-
b) Imunisasi :-
c) Olahraga : 1x/hari
d) Upaya keharmonisan keluarga : Baik
e) Stress dan adaptasi : Baik
8) Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
1) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: Baik
2) Pemanfaatan pelayanan kesehatan: Baik
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : verbal: 4 Motorik 5 Mata :6
Penampilan : sedang
Tanda-tanda Vital : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 89 x/menit, Suhu: 36,8o C,
SpO2: 99%, RR= 18 x/menit, BB: 50, TB: 165cm,
b. Pemeriksaan Kepala
1) Inspeksi
Bentuk kepala: (normochepalus / normal), kesimetrisan (+), hidrochepalus (-),
luka (-), darah (-), trepanasi (-), kebersihan (-), persebaran rambut
(merata/tidak), terdapat rambut rontok (+ / -).
2) Palpasi
Nyeri tekan (-), edema (-)
c. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi
Perhatikan ekspresi wajah: tegang, warna dan kondisi wajah: baik struktur wajah:
baik Kelumpuhan otot-otot fasialis (-), Bentuk dagu: tidak lonjong
d. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi :
a) Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( +)
b) Ekssoftalmus (- ), Endofthalmus (- )
c) Kelopak mata / palpebra : oedem (- ), ptosis (- ), peradangan (- ) luka (-),
benjolan (- )
d) Bulu mata (tidak rontok)
e) Konjunctiva dan sclera : perubahan warna (-)
f) Reaksi pupil terhadap cahaya : (midriasis) isokor ( +)
g) Kornea : warna coklat
h) Nigtasmus (- ), Strabismus (- )
i) Ketajaman Penglihatan ( Baik)
j) Penggunaan kontak lensa: tidak
k) Penggunaan kaca mata: tidak
2) Palpasi
a) Pemeriksaan bola mata : tidak ada pembengkakan
e. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi dan palpasi
a) Amati bagian telinga luar : bentuk simetris, warna sawo mateng mengikuti
warna kulit
b) Lesi (- ), nyeri tekan (- ),peradangan (- ), penumpukan serumen (-).
c) perdarahan (- ), perforasi (- ).
d) Tes kepekaan telinga
e) Tes bisik normal tidak ada gangguan
f) Dengan arloji normal tidak ada gangguan
f. Pemeriksaan Hidung
1) Inspeksi dan palpasi
a) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak ada
pembengkakan )
b) Amati meatus : perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (-),
pembesaran/polip (- )
c) Pernafasan cuping hidung (- )
g. Pemeriksaan Mulut dan Faring
1) Inspeksi dan Palpasi
a) Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada kelainan ), warna bibir merah
muda lesi (- ), bibir pecah (- ).
b) Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (- ), Kotoran (- ), Gingivitis (- ), gigi
palsu (- ), gigi goyang (- ), gigi maju (- ).
c) Kemampuan membuka mulut < 3 cm : ( +)
d) Lidah : Warna lidah :merah muda Perdarahan (- ), Abses (- ), Ukuran
normal
e) Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak ada uvula ( simetris),
Benda asing : (tidak )
f) Tonsil : T 0
g) Mallampati : II
h) Perhatikan suara klien : (tidak )
h. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi dan amati dan rasakan :
a) Bentuk leher (simetris ) peradangan (- ), jaringan parut (-),
perubahan warna ( - ), massa ( - )
b) Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
c) Vena jugularis : pembesaran ( - )
d) Pembesaran kelenjar limfe ( - ), posisi trakea (simetris)
e) Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : (+), ekstensi : ( +), fleksi : (
+), menggunakan collar : (- )
f) Leher pendek: ya
2) Palpasi
a) Kelenjar tiroid: pembesaran (-)
b) Vena jugularis : pembesaran (-)
c) Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( +), ekstensi : ( +), fleksi :
( +), menggunakan collar : (- )
i. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
1) Inspeksi
a) Bentuk (simetris), pembengkakan (-).
b) Kulit payudara : warna kulit lesi (- )
c) Areola : perubahan warna (- )
d) Putting : cairan yang keluar (- ), ulkus (- ), pembengkakan (- )
2) Palpasi
a) Nyeri tekan (- ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (- )
j. Pemeriksaan Torak
1) Pemeriksaan Thorak dan Paru
a) Inspeksi
(1) Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit Normal
(2) Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal (-), Sternomastoid (-)
(3) Pola nafas : (Eupnea)
(4) Batuk (-),
b) Palpasi
(1) Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan
kiri teraba (sama). Lebih bergetar sisi Pergetarannya sama
c) Perkusi
(1) Area paru : ( sonor)
d) Auskultasi
(1) Suara nafas
• Area Vesikuler : (kasar ) ,
• Area Bronchial : (kasar )
• Area Bronkovesikuler : (kasar )
(2) Suara Ucapan
• Terdengar : Bronkophoni (- ), Egophoni (- ), Pectoriloqy (- )
(3) Suara tambahan
• Terdengar : Rales (- ), Ronchi (- ), Wheezing (- ), Pleural fricion rub
(- )
k. Pemeriksaan Jantung
1) Inspeksi
Ictus cordis (- ), pelebaran tidak ada pelebaran
2) Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
3) Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas ( ICS II )
Batas bawah ( ICS V)
Batas Kiri ( ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ( ICS IV Mid Sternalis Dextra)
4) Auskultasi
Bunyi Jantung I terdengar (tunggal),
Bunyi Jantung II terdengar (tunggal),
Bunyi jantung tambahan : BJ III (- ), Gallop Rhythm (-), Murmur (-)

l. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
• Bentuk abdomen : ( cembung )
• Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan ( +),
• Bayangan pembuluh darah vena (-)
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 6x/menit (N = 5–35 x/menit, Borborygmi (-)
3) Perkusi :
Tympani (- ), dullness (-)
4) Palpasi
Distensi (- ), Difans muskular (-)
Palpasi Hepar :
Nyeri tekan (- ), pembesaran (- ), perabaan (lunak), permukaan (halus), tepi
hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
Palpasi Lien : Pembesaran lien : (- )
Palpasi Appendik :
Nyeri menjalar sampai ke punggung,nyeri yang dirasakan hilang timbul
dan seperti disayat-sayat, skala nyeri yang didapat 5
 Titik Mc. Burney . nyeri tekan (+ ), nyeri lepas (+ ), nyeri menjalar
kontralateral (- ).
 Acites atau tidak : Shiffing Dullnes (- ) Undulasi (- )
Palpasi Ginjal :
 Nyeri tekan(- ), pembesaran (- ). (N = ginjal tidak teraba).
m. Pemeriksaan Genetalia
1) Pada Pria Inspeksi
 Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi (- ) perdarahan dalam batas
normal,eritema (- ), keputihan (- ), peradangan (- ).
 Lubang uretra : stenosis /sumbatan (- )
 Terpasang kateter (-)
n. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Ekstremitas Atas
a) Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
 Fraktur (-),
 Terpasang gips (-),
 Traksi (- ), atropi otot (-)
b) Palpasi
 Edema : (-)
 Lakukan uji kekuatan otat : ( 5)
2) Ekstremitas Bawah :
a) Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
 Fraktur (-), terpasang gips (-), Traksi (- ), atropi otot (-)
b) Palpasi
 Edema : (- )
 Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 )
Kesimpulan palpasi ekstremitas:
 Edema :
333 333 -
333 333

 Uji kekuatan otot :

555 555

555 555

3) Pemeriksaan Neurologis
a) Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual-muntah (-)
riwayat kejang (-) penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat pingsan (-),
tanda-tanda TIK (-)
b) Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) Normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) Normal
Nervus III, Ocumulatorius Normal
Nervus IV, Throclearis Normal
Nervus V, Thrigeminus :
 Cabang optalmicus : Normal
 Cabang maxilaris : Normal
 Cabang Mandibularis : Normal
Nervus VI, Abdusen Normal
Nervus VII, Facialis Normal
Nervus VIII, Auditorius Normal
Nervus IX, Glosopharingeal Normal
Nervus X, Vagus Normal
Nervus XI, Accessorius Normal
Nervus XII, Hypoglosal Normal
c) Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-) kekuatan otot : 5
d) Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul terasa, benda tajam terasa
Menguji sensasi panas / dingin terasa kapas halus terasa
minyak wangi tercium
e) Memeriksa reflek kedalaman tendon
 Reflek fisiologis
 Reflek bisep ( + )
 Reflek trisep ( + )
 Reflek brachiradialis ( -)
 Reflek patella ( -)
 Reflek achiles ( - )

d. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 17,1 g/dL 10.8 - 14.2
Lekosit 19.15 ribu/uL 3.5 – 10
Hitung Jenis Lekosit
Neutrofil 82 % 39.3 – 73.7
Limfosit 11.5 % 18.0 – 48.3
Monosit 6.9% 4.4 – 12.7
Eosinofil 0.50 % 600 – 7.30
Basofil 1.00 % 0.0 – 1.70
Eritrosit 5.5 juta/uL 3.5 – 5.5
Hematokrit 48.7 % 35 - 55
Index Eritrosit
MCV 86.6 fL 81.1 – 96
MCH 29.2 pg 27.0 – 31.2
MCHC 33.7 % 31.5 – 35.0
RDW-CV 10.7 % 11.5 – 14.5
Trombosit 286 ribu/uL 145 – 450
MPV 7.09 fL 6.90 – 10.6

HEMOSTATIS
Masa Perdarahan(BT) 3:00 Menit 1–5
Masa Pembekuan(CT) 9:00 Menit 6 – 15

KIMIA KLINIK
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dL 80 – 200

Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium:


Hemoglobin ( 17,1 g/dL )
Lekosit (19.15 ribu/uL)
Neutofil (82 %)
Eosinofil (0.50 %)
2. Therapi
IVFD NaCl 20 tpm
Dexamethasone injeksi 3x1 IV
3. Kesimpulan status fisik pasien : ASA 1(Pasien dengan penyakit bedah tanpa
penyakit sistemik)
4. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : tidak ada
b. Jenis Anastesi : Regional Anastesi
5. Teknik Anastesi : SAB
Indikasi : L3-L4
Persiapan alat
a) Aparatus anastesi :
 Sumber oxygen dan N2O
 Vaporiser
 Sircuit napas
Mesin Anestesi
 Pastikan mesin dan peralatan kaitanya tidak ada kerusakan dan
sambungannya sudah benar
 Pastikan alat penguap (vaporizer) terisi obat, penutupnya tidak longgar
atau bocor
 Pastikan sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah benar
 Pastikan flowmeter sudah berfungsi dengan baik
 Periksa aliran gas O2 dan N2O

b) STATICS :
 STATICS
- Scope : Stetoskop dan laringoskop
- Tube : Pipa trakea dengan balon
- Airway : Guedel, orotracheal airway, nasotracheal
airway (untuk menahan lidah pasien agar
tidak menyumbat jalan napas)
- Tape: Plester untuk fiksasi
- Introducer : Stilet untuk memandu pipa trakea
- Connector : Penyambung pipa dan peralatan anestesi
- Suction : Penghisap lender, ludah, dan sebagainya
 Alat-Alat Resusitasi
- Alat bantu napas
- Laringoskop
- Endotracheal Tube
- Suction
- Defibrillator
 Alat Pantau Tekanan Darah
 Suhu Tubuh
 EKG
 Pulse Oxymeter
 Capnografi (sesuai indikasi)
 Kartu Catatan Medik Anesthesia
 Selimut Penghangat (khusus untuk bayi dan orang tua)
Cairan Pengganti
 Pra Operasi : Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml/kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10˚C kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
 Selama Operasi : 6 ml / kgBB/jam
 Setelah Operasi : Pemberian cairan pasca operasi ditentukan
berdasarkan deficit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-
hari pasien.
c) Alat alat lainnya : Jarum spinal spinocan no G.27
Obat-obatan anastesi :
1) Pre-medikasi : ceftriaxone 2 mg, Ondansentron 4 mg
2) Induksi : Bupivakain 100 mg
3) Pelumpuh Otot :-
4) Obat antiemetic : Ondansentron 4mg
5) Obat analgetic : Fentanyl 25 mg
6) Obat maintenance : ketamine 0,5 mg, Atropin 0,5 mg, Eprinefrine 50
mg
7) Antidotum :-
8) Obat life saving :-
Penjelasan obat-obatan anestesi yang digunakan :
 Ondansetron merupakan oabat premedikasi yang digunakan untuk
mengatasi PONV dan aspirasi intra operasi
 Ceftriaxone merupakan obat antibiotic yang digunakan untuk mengatasi
infeksi
 Bupivakain merupakan salah satu obat anestesi yang digunakan untuk
anestesi SAB
 Phetidine merupakan obat analgetik golongan opium yang efektif untuk
menghilangkan gemetaran paska bedah yang tak ada hubungannya dean
hipotermi
 Ketamin merupakan obat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah
 Sulfas atropine sebagai antikolinergik yang berkhasiat menekan atau
menghambat aktivitas kolinergik atau parasimpatis atau dalam arti lain,
obat ini bekerja untuk mengurangi ekskresi kelejar saliva
 Ephedrin sebagai simpatomimetik vasokonstriktor untuk meningkatkan
tekanan darah pada kejadian hipotensi akibat dari pemberia agen atau
obat anestesi yang dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

d) Cairan
1) Kristaloid:
Jenis : Ringer Laktat
Jumlah : 1000ml
2) Koloid: tidak menggunakan
Jenis : Wida Hes
Jumlah : 500ml
3) Produk Darah: tidak menggunakan
Jenis :-
Jumlah :-

B. Analisa Data
Pre Anestesi

No Symptom Etiologi Problem


1 DS : Peradangan apendik Nyeri akut
 Pasien mengeluh nyeri
dibagian punggung
kanan
DO : Merangsang mediator nyeri
 Wajah pasien meringis
 Skala nyeri 5
 KU lemah Nyeri akut
2 DS : Suplai darah menurun Risiko kekurangan
 Pasien mengatakan
volume cairan
mengalami mual dan
muntah
 Pasien mengatakan Mukosa terbendung Inflamasi
nafsu makan menurun
DO : Apendik mengalami edema
 Mukosa bibir pasien distensi abdomen menekan gaster
tampak kering dan
pucat peningkatan produksi HCL
Meyebabkan mual muntah
3 Faktor resiko : Resiko Cedera
Kesalahan evaluasi pra anestesi
 Persiapan alat yang Anestesi
belum lengkap
 Pemberian obat
premedikasi yang tidak Pasien belum siap
tepat
 Pasien belum siap
dilakukan persiapan
Resiko Cedera Anestesi
anastesi

Intra Anastesi

No Symptom Etiologi Problem


1 Faktor resiko : Efek agen anastesi Resiko Trauma
 Persiapan alat yang fisik pembedahan
kurang
 Pasien yang akan di Farmakokinetik obat Resiko
insisi
Trauma fisik pembedahan

No Symptom Etiologi Problem


1 Faktor Resiko : Efek Pembiusan RK Disfungsi
 Pasien menggigil Termoregulasi
akibat suhu ruangan
bukan karena Termoregulasi
hipotermi

No Symptom Etiologi Problem


1 Faktor Resiko : Efek Agen Anestesi RK Disfungsi
 Obat-obatan anastesi Kardiovaskuler

Penghambatan Afterload

Resiko Disfungsi Kardiovaskuler


(Hipotensi)

Post Anastesi

No Symptom Etiologi Problem


1 Faktor Risiko : Resiko Jatuh
 Pasien tidak Teknik Pembiusan
terpasang penyangga
bed ↓
Efek Obat Anestesi

Blok Saraf Motorik

Resiko Jatuh

C. Problem (Masalah Kesehatan Anestesi)


1. Pre Anestesi
a. Nyeri akut
b. Risiko kekurangan volume cairan
c. Resiko Cedera Anestesi
2. Intra Anestesi
a. Resiko Trauma Fisik Pembedahan
b. RK Disfungsi Termoregulasi
c. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. Pasca Anestesi
a. Risiko Jatuh
D. Rencana Intervensi
Nama : Ny. M Y U No.CM : 377288
Umur : 32 tahun Diagnosa : Apendicitis akut
Jenis kelamin: Perempuan Ruang : IBS
1. Prioritas Masalah Kesehatan Anestesi
a. Pre Op
1) Nyeri akut
2) Kekurangan volume cairan
3) Resiko Cedera Anestesi
b. Intra Op
1) Resiko Trauma Fisik Pembedahan
2) RK Disfungsi Termoregulasi
3) PK Disfungsi Kardiovaskuler
c. Post Op
1) Risiko Jatuh
2. Rencana Intervensi
Pre Operasi

No Problem(Masalah Perencanaan
Kesehatan Anestesi

Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring tanda-tanda


anestesi 1 x 24 jam vital pasien
diharapkan nyeri berkurang 2. Monitoring respons pasien
dan terkontrol dengan dan memberikan dukungan
Kriteria hasil : fisiologis yang dibutuhkan
1. Mampu melakukan selama prosedur diagnostic
teknik relaksasi secara atau terapeutik
individual yang efektif 3. Kaji tingkat nyeri pasien
untuk mencapai 4. Ajarkan teknik relaksasi
kenyamanan nafas dalam
2. Skala nyeri berkurang 5. Kolaborasi dengan
(0-1) pemberian analgetik
3. Tanda-tanda vital dalam ( Fentanyl 20 mg)
rentang normal
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-80x/menit
Suhu 36,5oC
RR 12-20x/menit
4. Mampu menggunakan
tindakan meredakan
nyeri dengan analgetik
dan nonanalgetik
secaara tepat
5. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
6. Melaporkan pola tidur
yang baik
2 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital
. volume cairan anestesi selama 1x24 jam pasien
pasien tidak mengalami 2. Lihat membrane mukosa,
kekurangan volume cairan kaji turgor kulit dan
Kriteria hasil : pengisian kapiler
1. Mempertahankan 3. Awasi masukan dan
keseimbangan cairan keluaran urine, catat warna
dibuktikan dengan urine dan konsentrasi urine,
membrane mukosa berat jenis
lembab, turgor kulit 4. Kolaborasi dengan
baik, pemberian cairan IV dan
2. Tanda-tanda vital dalam elektrolit (RL 20 tpm)
rentang normal
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-80x/menit
Suhu 36,5oC
RR 12-20x/menit
3 Resiko Cedera Setelah dilakukan 1. Kaji adanya penyulit yang
. Anastesi implementasi selama 1x20 dicurigai akan terjadi :
menit diharapkan pasien  Penyakit kardiovaskuler
tidak terjadi cedera selama  Penyakit pernapasan
anestesi dengan KH :  Diabetes mellitus
1. Tidak terjadi aspirasi  Penyakit hati
2. Tidak terjadi hipotensi  Penyakit ginjal
akibat vasodilatasi  Suhu tubuh
2. Lakukan pengkajian 6B
 Breathing
 Blood
 Brain
 Bowel
 Blader
 Bone
3. Tanggalkan segala
aksesioris pasien
4. Lakukan pengkajian
ABCDE
 A (alergi)
 B (bleeding tendencies)
 C (Cortison or Sterioid
use)
 D (Diabestes Melitus)
 E (Emboli)
5. Lakukan pengkajian
AMPLE
 A (Alergi)
 M (Medikasi)
 P (Past Ilness)
 L (Last Meal)
 E(Event)
6. Lakukan persiapan pasien
sebelum pembedahan
 Puasakan pasien(8 jam)
 Pengosongan kandung
kemih/pemasangan DC
 Status nutrisi
pasien/Timban BB/TB
 Keseimbangan cairan
dan elektrolit
 Informed Consent
 Tentukan status fisik
pasien
 Kolaborasi pemberian
premedikasi
 Cek Kembali personal
hygiene

Intra Anastesi

No Problem Perencanaan
(Masalah
Kesehatan
Anestesi

Tujuan Intervensi

1. Risiko Trauma Setelah dilakukan 1. Siapkan peralatan dan obat-


Fisik Implementasi selama 30 obatan sesuai dengan
Pembedahan menit diharapkan trauma perencanaan teknik anestesi
fisik tidak terjadi, dengan 2. Bantu pelaksanaan anestesi
KH : (Regional anestesi) sesuai
1. Pasien tidak mengalami dengan program kolaboratif
trauma pembedahan spesialis anestesi
2. Pasien terjaga dan 3. Bantu pemasangan alat
aktivitas fungsional monitoring non invasif
motoric tidak terjadi. 4. Monitoring perianestesi
3. Tanda-tanda vital 5. Atasi penyulit yang timbul
dalam rentang normal 6. Lakukan pengakhiran
 TD 110/70-120/90 tindakan anestesi
mmHg 7. Lakukan persiapan peralatan
 Nadi 60-100x/menit dan obat-obatan sesuai dengan
 Suhu 36,5oC – perencanaan teknik anestesi
37,5oC 8. Lakukan monitoring
 RR 12-20x/menit perianestesi
 SpO2 : 95-100% 9. Lakukan pemeliharaan jalan
napas
10. Lakukan pemasangan alat
ventilasi mekanik dan alat
nebulisasi
11. Lakukan pengakhiran
tindakan anestesi: reverse
2 RK disfungsi Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital
Terumoregulasi implementasi selama 1x20 2. Lakukan pengkajian suhu
menit diharapkan pasien tubuh secara rutin sebelum
tidak menggigil dengan pasien dipindahkan ke ruang
kriteria hasil : perawatan
1. Pasien tidak menggigil 3. atur suhu ruangan
2. Suhu pasien dalam 4. berikan pasien blanket warmer
batas normal(36,5oC –
37,5oC)
3. Akral pasien hangat
3 Resiko disfungsi Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian pra
Kardio vaskuler Implementasi selama 30 anestesi meliputi
menit diharapkan trauma pemeriksaan : riwayat
fisik tidak terjadi, dengan penyakit jantung, penyakit
KH : hipertensi, riwayat alergi,
1. Pasien tidak mengalami kelainan sistem pembekuan
disufngsi darah.
kardiovaskuler 2. Persiapkan alat monitoring
2. Pasien terjaga dan tanda-tanda vital
aktivitas fungsional 3. Persiapkan alat dan obat
motoric tidak terjadi. anestesi sesuai dengan
3. TTV dalam rentang perencanaan teknik anestesi
normal 4. lakukan rehidrasi cairan 1000-
 TD 110/70-120/90 1500 cc sesuai dengan
mmHg program kolaboratif dengan
 Nadi 60-100x/menit dokter anestesi
 Suhu 36,5oC – 5. hindari penggunaan agen
37,5oC anestesi yang meningkatkan
 RR 12-20x/menit respon saraf simpatik
 SpO2: 95-100% 6. lakukan monitoring intra
anestesi
7. monitoring kardivaskular
(tekanan darah, irama dan
frekuensi nadi, MAP)
8. monitoring lead EKG
9. monitoring balance cairan
10. Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
cairan atau darah
 Kolaborasi pemberian obat
vassopresor
 Kolaborasi pemberian obat
koagulasi

Post Anastesi
No Problem Perencanaan
(Masalah
Kesehatan
Anestesi
Tujuan Intervensi

1. Resiko jatuh Setelah dilakukan 1. Monitor TTV pasien


implementasi selama 1x30 2. Berikan penyangga pada bed
menit diharapkan pasien pasien
tidak mengalami risiko 3. Anjurkan posisi yang nyaman
jatuh, dengan kriteria hasil : pada pasien
1. Pasien merasa aman 4. Konsultasikan dengan dr.
2. Pasien terpasang SpAn apabila kondisi
penyangga bed
3. Pasien tidak mengalami
cedera

E. Pelaksanaan
Nama : Ny. M Y U No.CM : 377288
Umur : 32 tahun Diagnosa : Apendicitis akut
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
Pre Anastesi

No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi Paraf


/Jam (Masalah
Kesehata
n
Anestesi)
1 Senin, 21 Nyeri 1. Monitoring tanda-tanda
November akut vital pasien DS:
2022 Jam 2. Kaji tingkat nyeri pasien  KU pasien baik
08.00 3. Ajarkan teknik relaksasi  Pasien
nafas dalam mengatakan
4. Kolaborasi dengan masih
pemberian analgetik merasakan nyeri
 Tidak terdapat
reaksi alergi
saat diberikan
obat analgetik

DO:
 Pasien tampak
meringis
 Pasien tampak
mengerti
dengan
penjelasan yang
diberikan
 TTD : 120/80
mmHg
 Nadi :
70x/menit
 RR : 18X/menit
 SpO2 : 98%
 Suhu : 36,9oC

No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi Paraf


/Jam (Masalah
Kesehatan
Anestesi)

2. Senin, 21 Kekurangan 1. Mempertahankan DS :


November volume keseimbangan cairan
2022 Jam cairan 2. Memonitor tanda-tanda  Pasien
11.30 vital pasien mengatakan
3. Mempertahankan nafsu makan
catatan intake dan turun
output yang adekuat  Pasien masih
4. Pemberian terapi cairan merasakan
sesuai anjuran dokter mual tidak
sampai muntah
DO :
 Intake dan
output pasien
terllihat tidak
adekuat
 Mukosa bibir
pasien kering
 Turgor kulit
pasien baik

No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi Paraf


/Jam (Masalah
Kesehata
n
Anestesi)
3. Senin, 21 Resiko 1. Mengkaji adanya
November Cedera penyulit yang dicurigai DS: -
2022 Jam Anastesi akan terjadi:
 Penyakit DO:
12.30 kardiovaskular  Pasien tidak
 Penyakit pernapasan mengalami
 Diabetes mellitus cedera, pasien
 Penyakit Hati tidak mengalami
 Penyakit Ginjal aspirasi, pasien
 Suhu Tubuh tidak mengalami
2. Melakukan pengkajian hipotensi akibat
6B vasodilatasi
 Breathing  Pasien tidak
 Blood memiliki
 Brain penyakit
 Bowel kardiovaskuler
 Blader  Pasien tidak
 Bone memiliki
3. Menanggalkan segala penyakit
aksesoris pasien sistemik
4. Melakukan pengkajian
ABCDE
 A (Alergi)
 B (bleeding
tendencies)
 C (Cortison or
Sterioid use)
 D (Diabetes Melitus)
 E (Emboli)
5. Melakukan Pengkajian
AMPLE
 A (Alergi)
 M (Medikasi)
 P (Past Illness/
Penyakit Penyerta)
 L (Last Meal/
Makan terakhir)
 E
(Event/lingkungan)
6. Melakukan persiapan
pasien sebelum
pembedahan
 Puasakan pasien
(6Jam)
 Pengosongan
kandung kemih/
pemasangan DC
 Status nutrisi
pasien/timbang
BB/TB
 Keseimbangan
cairan dan elektrolit
 Informed Consent
 Tentukan status fisik
pasien
 Kolaborasi
pemberian
premedikasi
 Cek Kembali
personal hygiene
(kebersihan kulit,
kuku, dll)

Intra Anastesi

No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi


/Jam (Masalah
Kesehatan
Anestesi)
1 Senin, 21 Resiko Trauma 1. Siapkanperalatan dan obat-
November Fisik obatan sesuai dengan DS: -
2022 Jam Pembedahan perencanaan teknik anestesi
90.15 2. Bantupelaksanaan anestesi DO:
(Regional anestesi) sesuai  Pasien tidak
dengan program kolaboratif mengalami
spesialis anestesi trauma
3. Bantu pemasangan alat pembedahan
monitoring non invasif  -Pasien terlihat
4. Monitoring perianestesi terjaga dan
5. Atasi penyulit yang timbul aktivitas
6. Lakukan pengakhiran fungsional
tindakan anestesi motoric terlihat
7. Lakukan persiapan peralatan tidak terjadi.
dan obat-obatan sesuai  TTV terlihat
dengan perencanaan teknik dalam batas
anestesi normal :
8. Lakukan monitoring TD :
perianestesi 116/70mmHg
9. Lakukan pemeliharaan jalan N : 80x/mnt
napas RR: 16x/mnt
10. Lakukan pemasangan alat Suhu 36,5oC
ventilasi mekanik dan alat
nebulisasi
11. Lakukan pengakhiran
tindakan anestesi: reverse
2 Senin, 21 RK Disfungsi 1. Observasi tanda-tanda vital DS :-
November Terumoregulas 2. Lakukan pengkajian suhu DO:
2022 i tubuh secara rutin sebelum  Suhu tubuh
09.25 pasien dipindahkan ke ruang pasien 36,5oC
perawatan  Permukaan
3. Atur suhu ruangan tubuh terasa
4. Kolaborasi dengan hangat
pemberian ketamine 50 mg  Pasien tidak
5. Berikan pasien blanket menggigil
warmer
3 Senin, 21 Resiko 1. Lakukan pengkajian
November Disfungsi meliputi pemeriksaan : DS : -
2022 Jam Kardiovaskuler riwayat penyakit jantung,
09.45 penyakit hipertensi, riwayat DO :
alergi, kelainan sistem  Pasien tidak
pembekuan darah. memiliki
2. Persiapkan alat monitoring riwayat
tanda-tanda vital penyakit
3. Persiapkan alat dan obat jantung
anestesi sesuai dengan  Pasien tidak
perencanaan teknik anestesi memiliki
4. Lakukan rehidrasi cairan riwayat alergi
1000-1500 cc sesuai dengan  Pasien tidak
program kolaboratif dengan memiliki
dokter anestesi riwayat
5. Hindari penggunaan agen hipertensi
anestesi yang meningkatkan  TTV pasien
respon saraf simpatik tampak normal
6. Lakukan monitoring intra TD :
anestesi 110/70mmHg
7. Monitoring kardivaskular N : 76x/mnt
(tekanan darah, irama dan RR: 15x/mnt
frekuensi nadi, MAP) Suhu 36,5oC
8. Monitoring lead EKG
9. Monitoring balance cairan
10. Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
cairan atau darah
 Kolaborasi pemberian
obat vassopresor
 Kolaborasi pemberian
obat koagulasi

Post Anastesi

No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi


(Masalah
/Jam Kesehatan
Anestesi)
1 Senin, 21 Risiko Jatuh 1. Memonitor TTV pasien DS:
November 2. Memberikan penyangga pada  Pasien
2022 Jam bed pasien mengatakan
11.45 3. Menganjurkan posisi yang posisi sudah
nyaman pada pasien nyaman
 Pasien
mengatakan
merasa aman
DO :
 Pasien
terpasang
penyangga bed
 Pasien
diposisikan
Semi Fowler
 TTV :
TD :
110/78mmHg
N : 78x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%

F. Evaluasi
Nama : Ny. M Y U No.CM : 377288
Umur : 32 tahun Diagnosa : Apendicitis akut
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
Pre Anastesi
No Hari/Tanggal Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf
Anestesi
/Jam

1 Senin, 21 Nyeri akut S:


November 2022
Jam 11.45 Pasien mengatakan nyeri
sudah berkurang
O:
Pasien sudah tidak
meringis, pasien mampu
melakukan aktivitas
Skala nyeri yang didapat 1
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien

No Hari/Tanggal Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf


Anestesi
/Jam

2. Senin, 21 Kekurangan volume S:


November 2022 cairan
 Pasien mengatakn tidak
Jam 12.10 merasa haus lagi
 Pasien mengatakan
nafsu makan sudah
mulai membaik
 Pasien mengataka sudah
tidak muntah hanya
merasa sedikit mual
O:
Cairan tubuh seimbang
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien

No Hari/Tanggal Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf


Anestesi
/Jam
3. Senin, 21 Resiko Cedera S:
November Anastesi
2022 Jam 12.45 O:

 Pasien tidak mengalami


cedera, pasien tidak
mengalami aspirasi,
pasien tidak mengalami
hipotensi akibat
vasodilatasi
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
Intra Anastesi
No Hari/Tanggal Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf
/Jam Anestesi

1 Senin, 21 Resiko trauma fisik S:-


November pembedahan
2022 Jam 12.15 O:
 Pasien terlihat tidak
mengalami trauma
pembedahan
 Pasien terlihat terjaga
dan aktivitas fungsional
motoric terlihat tidak
terjadi.
 TTV terlihat dalam
batas normal :
TTV : 116/70mmHg
N : 80x/mnt
RR: 16x/mnt
Suhu 36,5oC

A: Masalah teratasi

P:
Pertahankan kondisi pasien
2 Senin, 21 Resiko Disfungsi S: -
November Terumolegulasi
2022 Jam 12.30 O:
 Suhu tubuh pasien
36,5oC
 Permukaan tubuh terasa
hangat
 Pasien tidak menggigil

A: Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
pasien

3 Senin, 21 Resiko Disfungsi S:-


November Kardiovaskuler
2022 Jam 12.45 O:
 Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit
jantung
 Pasien tidak memiliki
riwayat alergi
 Pasien tidak memiliki
 TTV pasien tampak
normal
TD : 110/70mmHg
N : 76x/mnt
RR: 15x/mnt
Suhu 36,5oC
A:
Masalah Teratasi

P:
Pertahankan Intervensi

Post anastesi
No Hari/Tanggal/ Masalah Evaluasi Paraf
Jam Kesehatan
Anestesi

1 Senin, 21 Risiko jatuh S:


November 2022  pasien mengatakan
Jam 13.00 posisi sudah nyaman
 Pasien mengatakan
merasa aman
O:
 Pasien terpasang
penyangga bed
 Pasien diposisikan
Semi Fowler
 TTV :
TD : 110/78mmHg

N : 78x/mnt

RR: 18x/mnt

SpO2 : 99%

A: Masalah Teratasi
P: Pertahankan Kondisi
Pasien
G. Catatan Perkembangan
No Tanggal/ Masalah Kesehatan Catatan Perkembangan TTD
Jam Pelaksana
1 Senin, 21 Nyeri Akut S:
November Dita
Pasien mengatakan nyeri berkurang
2022
10.10 Wita
O:
 Pasien tampak rileks, KU lemah, Skala nyeri 5
 Pasien terpasang infus dengan drip fentanyl 100mcg
 Pasien terlihat melakukan Latihan napas dalam yang diberikan
 TD: 110/70 mmHg.
 Nadi: 88 x/menit.
 RR: 20 x/menit.
 SpO2: 99%.
 S: 36,8℃

A: Masalah Teratasi
P: Pertahankan Kondisi Pasien
2 Senin, 21 Kekurangan volume cairan S: Dita
November  Pasien mengatakn tidak merasa haus lagi
2022
10.40 Wita  Pasien mengatakan nafsu makan sudah mulai membaik
 Pasien mengataka sudah tidak muntah hanya merasa sedikit
mual

O:
Cairan tubuh seimbang
A :Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
3 Senin, 21 Risiko Cedera Anestesi S: - Dita
November
O:
2022
11.00 Wita  Pasien tidak memiliki penyakit kardiovaskular, penyakit
pernapasan, DM, penyakit ginjal.
 Akesesoris pasien dilepaskan
 Pasien tidak memiliki alergi
 Pasien dilakukan puasa sejak kemarin pukul 24.00
 Pasien sudah menandatangani informed consent dan setuju
dilakukan tindakan
 Pasien ASA I
 Pasien diberikan premedikasi Ondansentron 4mg, Fentanyl
100mcg dan Sulfat Atropine 0,25mg
 Pasien terpasang infus RL 500ml
 Pasien tidak menggunakan cat kuku, keadaan kulit bersih

A: Masalah Teratasi

P: Pertahankan Kondisi Pasien


Senin, 21 Resiko Disfungsi Pernapasan S: -
4 November Dita
2022 O:
13.45 Wita
 Pasien tidak mengalami disfungsi pernapasan
 TTV dalam batas normal
 TD : 110/82mmHg
 N : 94x/mnt
 RR: 18x/mnt
 SpO2 : 99%

A: Masalah Teratasi

P: Pertahankan Kondisi Pasien

5 Senin, 21 Risiko Disfungsi Dita


November Kardiovaskuler S:-
2022 O:
13.45 Wita
 Pasien tidak mengalami disfungsi pernapasan
 TD : 110/82mmHg
 N : 94x/mnt
 RR: 18x/mnt
 SpO2 : 99%
 MAP 68
A: Masalah Teratasi

P: PerP : Pertahankan Kondisi Pasien


6 Senin, 21 Risiko Cedera Pembedahan S: - Dita
November
O:
2022
13.45 Wita  Pasien tidak mengalami cedera pembedahan
 TD : 110/82mmHg
 N : 94x/mnt
 RR: 18x/mnt
 SpO2 : 99%

A: Masalah Teratasi

P: Pertahankan Kondisi Pasien


7 Senin, 21 Risiko Jatuh S: Dita
November
 Pasien mengatakan posisi sudah nyaman
2022
14.00 Wita  Pasien mengatakan merasa aman

O:
 Pasien terpasang penyangga bed
 Pasien diposisikan Semi Fowler
 TTV :
 TD : 110/78mmHg
 N : 78x/mnt
 RR: 18x/mnt
 SpO2 : 99%

A:
 Pasien mengeluhkan nyeri dibagian insisi operasi, nyeri seperi
tertusuk-tusuk, skala nyeri 5

P:
 Melakukan kolaborasi dengan dr. Sp. An pemberian analgetic
fentanyl 100mcg drip

I: Memberikan drip fentanyl 100mcg infus RL

E: Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 3, Masalah


Teratasi

R: Pertahankan Kondisi Pasien

Anda mungkin juga menyukai